Tere mendiamkan saja ulah Bannon, walaupun hatinya kepingin juga, tapi wanita ini punya harga diri. “Tere…maaf, boleh aku peluk,” bisik Bannon perlahan, hampir kena kuping, hingga wanita ini bergidik juga.Antara geli dan penasaran itu yang dirasakan wanita cantik ini. Tere berpaling perlahan, hingga pipinya hampir menyentuh hidung si perwira tampan ini.“I-iya..!” bisik Tere, antara gugup dan sebenarnya berharap agar dia segera di ‘serang’. Tapi Bannon bukannya agresif, malah hanya memeluknya dengan lembut.Cuaca dinihari memang makin dingin saja, sehingga sarung yang di pakai Bannon tak begitu mempan atasi cuaca yang dingin ini. Satu-satunya jalan berpelukan, untuk membuat tubuh mereka terasa hangat.Tapi dari hangat, ada rasa yang makin lama makin ‘mendidih’. Pelan-pelan Tere menarik kaki kirinya yang tadi tertindih kaki kiri Bannon, lalu menaruhnyadi atas paha pria yang tidur miring ini.Tubuh Tere yang telentang, kini agak ngangkang, karena kaki satunya berada di pinggang Bannon.
Letkol Bannon menatap 150 prajuritnya, hari ini mereka punya misi yang sangat berat, yakni keperbatasan Ndagu dan Papua Nugini, untuk sergap dan habisi kelompok Boster.Kelompok kriminal bersenjata yang kerap lakukan penculikan dan minta tebusan pada keluarga sandera. Bannon sudah berpesan pada anak buahnya, kali ini tak ada ampun, semua komplotan itu harus dihabisi. Apalagi dari informasi yang di dengar, ada 5 sandera yang kini masih di tahan komplotan ini.Awalnya sang Wakil Dandim ingin ikut, tapi Bannon minta Mayor Darman dan 100 prajurit lainnya bertahan, jangan sampai markas kosong.Alasan Bannon, siapa tahu ada gerombolan lain yang memanfaatkan ini untuk menyerbu markas mereka yang sedang kosong tersebut. 150 prajurit yang di ajak ini separu yang berpengalaman dan separunya yang baru lolos pendidikan.Seminggu full mereka ini Bannon dan Mayor Darman serta dua komandan pleton melatih para prajurit muda ini, untuk hadapi pertempuran yang sesungguhnya. Bannon pun ingatkan mereka
Penyerbuan yang Letkol Bannon lakukan terhadap kelompok kriminal bersenjata ini, membuat heboh Makodam sampai Mabes di Jakarta.Dari 150 anggota kriminal, hanya 19 orang anggota komplotan ini yang selamat, sisanya habis di bantai pasukan Bannon. Pasukan Bannon yang tewas berjumlah 5 orang, yang luka-luka ringan dan berat 30 orang.Ini adalah serbuan yang paling berhasil selama operasi khusus pasukan ini di sana. Tapi bikin heboh hingga ke luar negeri.Hampir saja Bannon kena sanksi disiplin, andai 5 sandera tak berhasil di selamatkan dalam kondisi hidup. Gara-gara HAM dan ada politikus yang teriak-teriak soal hak azasi tersebut, apalagi ini jelang pemilu.Namun Bannon seperti biasa mencueki saja soal itu, baginya musuh yang ganggu keamanan. Apalagi menargetkan rakyat tak berdosa, hukumannya hanya satu, tembak mati!Puluhan wartawan berdatangan dan ingin mewawancara sang komandan ganas ini, tapi Bannon tak keliatan batang hidungnya. Hanya Mayor Darman dan Letda Tosak Hariri yang melade
Akhirnya Bannon pun ceritakan tujuan mereka malam ini, yakni bakal datang 50 senjata api yang diselundupkan dari Surabaya, di sebuah dermaga kecil di pantai. Kaget bukan main Larissa dan Adi.“Dari informasi yang aku dapat, senjata-senjata berat ini buat komplotan kriminal bersenjata di sini dan aku ingin sergap mereka malam ini!”“Hahh…kok…kenapa pa komandan tak bawa anak buah?” Larissa kaget juga, sekaligus mulai deg-degan jantungnya.“Tak perlu, justru kalau aku bawa anak buah, penyergapan ini bisa gagal!” sahut Bannon kalem, sambil konsen ke setiran dan menuju ke sebuah pantai yang berjarak hampir 35 kilometer dari rumah dinas merangkap Makodim-nya.Setelah menempuh perjalanan hampir 2,5 jam, mereka ini sudah sampai di sebuah pantai. Bannon lalu sembunyikan mobilnya. Kemudian mereka mencari tempat yang tak jauh dari dermaga kecil dan memantau terus dari tempat ini.Pantai ini sangat sunyi, apalagi ini malam hari, untungnya bulan bersinar terang. Untuk usir nyamuk, Larissa dan Adi
“Hemm…ya sudah silahkan,” Bannon masih terheran-heran, kenapa si reporter cantik ini mau tidur di kamarnya, dengan pakaian tidurnya saat ini.Bannon hanya bisa geleng-geleng kepala, saat Larissa dengan cueknya malah naik ke ranjangnya dan merebahkan diri dengan cuek. Sikap Larissa yang agak kekanak-kanakan, bikin Bannon hanya bisa menghela nafas panjang.“Sini Bang, tidur sama-sama…ups sorry, ini kan ranjang Abang!” Larissa terkekeh sendiri. Bannon jadi kaget juga, kini Larissa tak lagi panggil ‘pa komandan’ tapi Abang.Bannon pun merebahkan dirinya di samping reporter cantik ini, bau harum lembut menerpa hidungnya dari aroma tubuh Larissa.“Maaf ya Bang…aku masih rada-rada gimana gitu, setelah tadi Abang berondong para penyelundup senjata. Makanya aku agak takut tidur sendiri,” bisik Larissa sambil miring dan menatap wajah Bannon, sebutkan alasannya kenapa dia malam ini ingin tidur di kamar Bannon.“Ku pikir kamu mentalnya kuat, ya sudah ini yang pertama dan terakhir aku ajak kamu se
Bannon berpisah dengan Larissa dan Adi di bandara, mereka beda jurusan. Bannon langsung pulang ke rumahnya, sedangkan kedua orang ini balik ke studio TV mereka.Larissa sempat berbisik akan cari waktu santai untuk bertemu lagi dengan Bannon, si perwira ini hanya senyum sambil mengangguk. Gaya Larissa beda dengan bu guru Tere yang terlihat dewasa, Larissa kadang kekanak-kanakan.“Nanti kita makan malam romantis ya Bang, aku pingin banget soalnya, mau yaa?” Larissa menatap pria ini, sebelum mereka berpisah di bandara.Bannon kembali mengangguk, hingga Larisa langsung sumringah, lalu tanpa sungkan memeluk sang perwira tampan ini. Adi pura-pura tak melihat saja melihat kedua ‘sejoli’ ini.Bukan hanya Adi, banyak juga yang memandang 'iri' melihat keduanya. Larissa cantik jelita, Bannon tampan sama-sama tinggi lagi, pasangan yang sepadan. Bannon maklum dengan kesibukan si reporter energik ini, dan dia tak mau ganggu. Apalagi Bannon pun punya misi sendiri.Sesampainya di rumah, Bannon mengo
“Tuan ada tamu, katanya namanya Larissa!” Bik Sisi, ART di rumah Bannon menemui pemuda ini yang sedang santai setelah habis berenang di kolam renangnya.“Suruh masuk Bik Sisi, bawa ke sini!” Bik Sisi pun mengangguk dan tak lama terlihat seorang wanita tinggi semampai cantik jelita sudah berjalan mendekati pemuda ini.Hari ini tampilan Larissa beda, tak lagi baju reporter, tapi baju santai dengan kaos dan jeans biasa, hingga perlihatkan tubuhnya yang indah.Larissa pun sama, dia pun juga kagum melihat tubuh berotot kokoh Bannon, yang hanya kenakan celana renang.Sebelumnya dia mengagumi rumah besar dan waah milik pemuda ini, yang agaknya baru saja di rehab lebih mewah dan kekinian. "Benar-benar sultan ni orang," batin Larissa, apalagi saat melihat ada 7 mobil mewah berjejer di garasi rumah ini.Sebelum Bannon bertugas ke Papua, dia memang merombak rumahnya ini lebih modern, dan habiskan biaya hampir 10 miliaran.Matanya sempat melengus menatap di bawah puser pemuda ini, ada tonjolan ya
“Ya sudah hati-hati, malam ini kamu live lagi yaa hingga tengah malam,” Jenderal Fandi menatap anak gadisnya.“Iya pah, ini kenalin kekasih Rissa, namanya Letkol Bannon Al Sulaimin, dia tentara pah!” inilah hebatnya si Jenderal F, walaupun hatinya kaget bukan kepalang, tapi wajahnya tetap tenang, entah apa yang ada di pikiran si jenderal ini saat Larissa mengenalkan Bannon.Beda dengan Bannon yang terlihat sedikit berubah. Untung saja lampu di teras ini tak begitu terang, sengaja di bikin temaram. Sehingga wajah Bannon tak begitu terlihat perubahannya.Jenderal Fandi kemudian masuk dan membiarkan kedua sejoli ini berdua lagi. Bannon dan Larissa pun pergi dari rumah ini.Sepanjang jalan menuju ke studio TV tempat Larissa kerja, Bannon bak orang kehilangan semangat. Bahkan dia membiarkan saja Larissa seperti biasa menaiki tubuhnya, lalu mengejang 15 menitan kemudian.Mereka leluasa bercinta, karena jalanan lagi merambat macet, sayangnya pikiran Bannon lagi tak happy.Sambil perbaikin pa
Bannon hanya menunduk, gayanya tak ubahnya seorang anak TK yang bersiap kena marah bu gurunya. ‘Si guru’ ini antara gemas, marah dan kesal campur aduk. Syahila menghela nafas panjang, andai saja lengan kirinya tak di pasangi infus, sejak tadi dia ingin menabok wajah suaminya menumpahkan kekesalan hatinya. Tapi saat melihat kelakuan suaminya ini, hati siapa yang tak gemas sekaligus ingin tertawa! Dua perawat yang tadi bantu proses persalinan membiarkan kedua suami istri sepadan ini bicara. Tapi mereka sepakat, iri melihat sang suami yang sangat ganteng dan istrinya yang jelita ini dan kini lahirlah seorang junior tampan yang mewarisi keduanya. “Ehemm, cantik banget yaa mami si Banina itu, keibuan lagi dan…sangat dewasa!” cetus Syahila. “I-ya…cakep kayak artis si Celine Evaaa….!” Bannon mengatupkan lagi rahangnya saat mata Syahila yang indah bak bintang kejora melotot. Namun saat melihat sang suami langsung menunduk, mata indah indah ini kembali normal. “Bang, jujur deh, apakah s
Bannon sudah memensiunkan baju seragam militernya. Dia kini menjadi eksekutif muda, kerjasama dengan perusahaan Abu Magun sepupunya, juga pastinya perusahaan ayahnya.Bannon juga menempati gedung perkantoran Sulaimin Group yang berada di lantai 17, dari 37 lantai gedung mewah ini.Dari berseragam militer, Bannon kini kini sering tampil trendy dengan jas dan dasi.Ritme kehidupan Bannon berjalan baik sampai usia kandungan Syahila sudah memasuki usia 9 bulanan. tapi diam-diam, Bannon tetap jalin komunikasi dengan Angel dan anaknya Banina.Hingga suatu hari usai bertemu sesama pengusaha lainnya, di sebuah kafe yang berada di Plaza Indonesia, Bannon tak sengaja melihat Angel dan Banina.Setelah meminta dua stafnya dan sekretarisnya duluan ke kantor, dengan senyum lebar pria ini mendekati ibu dan anak ini.Hati tak bisa di bohongi, amor cinta sudah begitu mendalam dengan si janda jelita ini.Angel apalagi, tak menyangka bertemu mantan kekasihnya yang makin tampan dan pastinya makin kelihat
Angel tak langsung mengiyakan, dia menatap Bannon. “Bang…bagaimana dengan Syahila, istri Abang itu,” Bannon terdiam.Melihat pria ini terdiam, Angel tersenyum maklum, walupun usianya dengan Bannon hanya terpaut satu tahun lebih muda dari pria ini. Tapi Angel memiliki pikiran dewasa.Kedewasaan ini lah yang membuat Bannon selalu teringat Angel hingga saat ini. Benar-benar mirip mendiang Yurica sifatnya. Juga pengertiannya yang itu yang tak bisa Bannon lupakan hingga kini.Angel seorang wanita dan paham, belum tentu Syahila ikhlas menerima dia sebagai madunya.“I-itu…nanti akan aku bicarakan dengan Syahila..!” agak tergagap juga Bannon bicara.“Bang…aku akan mengiyakan ajakan Abang menikah…syaratnya adalah, pertemukan aku dengan Syahila dan ingat…seandainya Abang menikahiku, karir Abang di militer habis…pikirkanlah lagi. Abang masih muda, masih bisa meraih pangkat bintang di bahu Abang!”Kaget lah Bannon, mempertemukan kedua wanita cantik ini, bagaimana tanggapan Syahila, mana lagi hami
Kakek Langga tersenyum memandang hasil tes DNA, hasilnya adalah 99,9 persen Malik Sulaimin identik.Kini tak ada keraguan lagi dari si kakek ini, kalau Malik adalah memang benar buyutnya, anak dari Aldi Sulaimin dan Selena, ibu dari si bocil ini.Kakek Langga sengaja lakukan itu, untuk menyakinkan hatinya, kalau Malik adalah buyutnya...karena Kakek Langga ingin berikan warisan besar buat Malik.Hasil inipun langsung dia kirim ke Kandi Sulaimin, pria setengah tua ini pun bahagia, sama seperti ayahnya Langga Kasela, Kandi Sulaimin juga plong.Besoknya, Kandi dan Nadia langsung terbang dengan private jet ke Banjarmasin.Hati tak bisa di bohongi rasa sayang pada cucu sendiri sangat besar. Kandi langsung memeluk cucunya ini.Kali ini Malik lagi-lagi menerima dengan baik kakek kandungnya sendiri. Melihat ketampanan kakeknya, ceplosan Malik bikin Nadia melotot sambil tertawa."Kakek ganteng banget, nggak pingin nambah nenek baru buat Malik ya kek!" cerocos Malik, telinganya langsung di jewer
Bungki ternyata menurun kecerdasan ayahnya, walaupun tak punya uang, tapi akal cerdiknya jalan. Dia jual ponsel mahalnya yang dibelikan Bannon, seharga 15 jutaan.Ponsel berharga hampir 30 juta ini tentu saja langsung di beli pemilik gerai ponsel. Si pemilik gerai tahu ini ponsel premium dan baru 4 bulanan di pakai Bungki.Bungki langsung ke bandara dan tujuannya bukan ke Timur Tengah, tapi ke Kalimantan. Dia ingin ke Banjarmasin. Tempat yang belum pernah ia datangi.Siapa yang di temuinya…?Inilah yang membuat Abu Magun gagal mencarinya, juga aparat kepolisian dan tentara di Jakarta. Sebab di saat bersamaan Bungki sudah berada di Bandara Syamsudinor, Banjarbaru.“Om Bannon pernah bilang kakek buyut dan nenek buyut ada di Banjarmasin,” batin si bocil ini.Dalam hati Bungki, sebenarnya sudah mengakui kalau Abu Magun ayah kandungnya.Saat melihat wajah Abu Magun, Bungki sudah kagum sekali. “Tak heran Umi jatuh cinta dengan Abi….ganteng soalnya!” bibirnya malah senyum sendiri.Tapi pikir
“Bang…tenang dulu, biar nanti aku bujuk pelan-pelan, entah kenapa Bungki eh si Malik jadi mendadak berubah, begitu tahu Abang adalah ayah kandungnya?” Bannon mencegah Abu Magun yang ingin kejar Bungki.Abu Magun terdiam dan mengangguk.Bungki ternyata kabur dari rumah dan tak pulang hingga malam hari, ponselnya pun sengaja tak di aktifkan. Setelah berkali-kali Bannon mencoba mengontaknya.Bannon apalagi Abu Magun bingung juga dengan perubahan si Bungki, kenapa bisa mendadak berubah dan agaknya marah dengan Abu Magun.Marahnya kenapa? Seharusnya dia bahagia akhirnya tahu kalau Abu Magun adalah ayah kandungnya. Dan tak sengaja malah di temukan Bannon, yang ternyata Om nya sendiri.Bannon sampai menelpon guru dan beberapa teman Bungki di sekolah Paket A. Apakah anak itu ada ke sana. Namun semuanya bilang tidak ada.Abu Magun langsung khawatir dengan anak sulungnya ini.“Jangan khawatir Bang, Bungki itu anak yang
“Katakan siapa yang membuat Selena sakit?” kali ini Abu Magun melunak dan menunggu.“Abu Jarrah, dialah pelakunya. Dia dendam dengan orang yang bernama Abu Magun, lalu saat dengar ceritaku, dia menembak Selena, tapi kena punggung dan inilah yang bikin Selena sakit parah""Karena aku yang melindungi saat itu. Aku juga terpaksa membuang Malik, karena dia tahu itu anak Abu Magun dan Selena dan ingin membunuhnya..!”Abu Magun terdiam sesaat.“Hmm…ceritamu menolong nyawamu, di mana sekarang si bangsat Abu Jarrah itu bersembunyi.” dengus Abu Magun marah.Dalam hati Abu Magun kaget juga, di pikirnya Abu Jarrah sudah tewas, ketika dulu markas mereka dia serbu bersama Kendra, juga Nancy, Ashi serta Soleh di distrik Al Iqro (baca bab-bab terdahulu).Tanpa ragu Afok Yousef sebutkan persembunyian Abu Jarrah. Tapi Afok Yousef bilang, dia sudah lama tak tahu kabar soal Abu Jarrah setelah insiden itu.Jadi dia tak tahu apakah Abu Jarrah masih hidup, atau malah sudah mati. “Tuan..jadi kamulah yang b
Peringatan itu di ingat betul Abu Magun. “Berarti ni orang benar-benar berbahaya,” pikir Abu Magun, sambil memacu mobil ke alamat yang di sebutkan pria setengah mabuk tadi.Abu Magun membuka penutup kain di jok depannya, ternyata di bawah kain ada sebuah senjata otomatis, yang bisa menembakan 100 peluru.Walaupun lama tak ikut berperang, tapi kemampuan Abu Magun tetap terjaga, dia malah sangat antusias menghadapi musuhnya kali ini.Tempat ini berada di pinggiran kota Al Balla. Daerah ini terlihat ramai, namun Abu Magun sudah melihat ada beberapa mata tajam menatap mobilnya.Di balik kacamata hitamnya, Abu Magun bisa melihat pandangan curiga pada dirinya. Tapi tanpa takut dia terus maju.Di sebuah tikungan, Abu Magun tersenyum sendiri, di depannya sudah berjejer 10 orang sekaligus dengan senjata terkokang.Abu Magun tak ada ketakutan sama sekali, dia keluar dari mobilnya dan menghadap ke 10 orang ini.“Stop, siapa kamu?” bentak pemimpin komplotan ini.“Maaf, aku tak ingin bermusuhan de
Iman makan dengan sangat lahap, benar-benar lapar sekali si bocil ini. Tanpa malu-malu dia sampai minta tambah hingga 2X ke pemilik kafe.Si pemilik kafe ini sempat ragu, apakah si bocil ini bsa membayar makanannya tersebut.Tapi keraguan itu terjawab, setelah Abu Magun taruh uang di atas meja. “Ambil ini, sisanya buat kamu!” si pemilik kafe langsung mengangguk hormat, lalu buru-buru ambilkan pesanan Iman.Abu Magun membiarkan saja bahkan meminta Iman jangan sungkan nambah dan ambil lauk yang mana dia suka.Saking kenyangnya, Iman pun bersendawa lumayan nyaring, hingga Abu Magun senyum sendiri melihat kelakuan spontan anak ini.“Makasih Tuan, enak sekali, baru kali ini Iman makan sekenyang ini!” Iman sampai mengelus-ngelus perut kurusnya yang terlihat membuncit.“Bagus…sekarang aku mau tanya, benarkah kamu dan Bungki itu bersaudara angkat?” Abu Magun agaknya langsung saja ke topik, dia malas bertele-tele.“Betu sekali tuan, Bungki waktu itu nangis di tengah pasar kelaparan, lalu aku d