Kendra pun mengambil pistol milik Ito tadi, dia menendang golok tadi hingga berbunyi berdentang karena menerpa pintu vila ini.“Siapa kamu…?” Ito yang semangat-nya sudah terbang dengan wajah agak jerih pucat pasi. Karena Kendra sudah menodongkan pistolnya ke wajahnya dan kadang mata Kendra menatap wajah orang yang pegang golok tadi, di pipinya ada codet.“Kamu, ikat si codet ini di tiang itu, cepat, atau pistol kamu ini yang akan melubangi kepala kamu dan dia sekalian!” bentak Kendra, hingga Ito makin ketakutan, dan dia tanpa banyak cincong langsung mengikuti perintah Kendra.Sama seperti 3 orang sebelumnya, Kendra juga minta Ito copot kaos kaki orang ini dan memasangnya di mulut.Hampir saja Kendra tertawa mendengar Ito mau muntah mencium kaos kaki anak buahnya ini, yang baunya tak kalah busuknya dengan 3 orang sebelumnya.“Ayo masuk, di mana kamu sembunyikan Tante Lily dan Mahalini, cepat!” Ito dengan langkah tersaruk-saruk duluan masuk ke vila ini dan membawa Kendra ke sebuah ruang
Jani Rudino bergegas menyusun pakaiannya di tas, pria ini sudah mendengar apa yang terjadi di vila dan rumah Notaris Ridwan. Pria ini agaknya akan kabur sejauh-jauhnya dari Bagoya.Tas nya sudah di masukan ke mobil dan ia tak peduli dengan anak dan istrinya, yang penting kabur sejauh-jauhnya tengah malam ini juga.Setelah semuanya di rasa aman dan tak ada yang tertinggal, Jani Rudino pun bergegas masuk ke mobilnya. Tapi dia bingung, kunci kontak mobilnya tak berada di tempat di mana dia menaruhnya. Padahal seingatnya kunci mobil itu ada di mobil ini.“Loh di mana kunci mobil, aku kan menaruhnya di dasboard tadi,” pikir Jani Rudino bingung sendiri. Sambil keluar lagi dari mobil SUV mewahnya, bermaksud mau ke rumah dan di ambil kuncinya, yang di pikirnya tertinggal di rumah.“Kamu cari ini Tuan Jani Rudino!”Bak melihat setan di tengah malam ini, jantung Jani Rudino bak berhenti berdetak. Saat melihat seorang pria tinggi besar yang tak di kenalnya. Mengenakan topi dan jaskul sudah berdi
Tiga hari kemudian..! Kandi dan Undi SH sang pengacara menatap wajah kusut Kendra di ruang khusus di Polda Bagoya. Pemuda ini tak bisa menghadiri pemakaman Tante Lily dan Mahalani. Hatinya kesal dan sedih, plus marah tak terkira, campur aduk perasaannya. “Maafkan Kendra Bang, yang tak bisa jaga amanah Abang...Tante Lily dan Mahalini..!” Kendra menundukan wajahnya dengan rasa luar biasa bersalahnya. “Tak apa Kendra…mungkin ini sudah takdir…mau gimana lagi…!” sahut Kandi lirih. “Kami akan berusaha keluarkan kamu dari tahanan ini Kendra,” sambung Undi SH. “Kendra…aku sudah bertemu dengan Kapolda Bagoya dan juga bicara dengan Kapolri di Jakarta. Kelak kalaupun kamu di hukum, tak akan lama, karena ini masuk kategori pembelaan diri. Hanya…yang agak berat adalah saat kamu merusak rumah Notaris Ridwan!” Kandi menatap adiknya dengan pandangan masih sayu, agak terpukul juga Kandi, anaknya dan sekaligus Tante Lily sudah jadi korban pembunuhan, bahkan pemerkosaan. Andai pelakunya masih hidu
Baru saja Kendra ingin jalan tiba-tiba ponselnya berdering. “Aldi, tumben telpon!” batin Kendra dan buru-buru mengangkat.“Om kamu lagi di mana?’ terdengar suara Aldi, tapi bunyi suara senjata terdengar sangat memekakan telinga dan tidak berhenti.“Aldi kamu di mana, kenapa ada suara tembakan?” Kendra malah balik bertanya dan heran sendiri kok ada bunyi tembakan.“Aku berada di Gaza Om, aku ikut kelompok pejuang Palestina menghadapi pasukan zionis. Om pasti tahu kan, sekarang lagi perang di sini!”“Hahhh…bukannya kamu udah ada di Tarim, Yaman? Kenapa kamu malah ikut perang di sana?” Kendra tentu saja kaget setengah mati.“Awalnya memang mau ke sana Om, tapi mendengar adanya rencana rahasia untuk menyerbu Israel, aku batalin, lalu ikut perang di sini. Oh ya, jangan kasih tahu papa dan bunda yaa, juga para kakek dan nenek yaa. Nanti mereka khawatir. Udah dulu ya Om, kalau mau ke sini, chat saja dan kita sama-sama berperang lagi sini,” klikk…telpon pun di tutup Aldi dan saat Kendra telpo
Kendra tak buru-buru masuk, dia mendengarkan dulu di pintu itu, sambil matanya awas menatap ke ruang tengah. Kalau-kalau 4 centeng Jani Rudino berdatangan. Kamar utama ini memang tak jauh dari ruang tamu.Karena satu orang sudah dia kirim ke ‘akhirat’ dan mayatnya sengaja di buang ke samping rumah.Kendra pun mengetuk pintu itu perlahan, mirip ketukan seorang ART. Terdengar bentakan dari dalam yang meminta agar pergi dari pintu ini.Merasa yakin bahwa itu suara Jani Rudino yang di dalam kamar ini, sekali tendang pintu ini terbuka dan terlihatlah pemandangan yang bikin Kendra geram bukan main.Jani Rudino apalagi, dia bak melihat setan di malam hari ini, ilmu hipnotisnya bak buyar seketika. Karena dia terkaget-kaget dan tak menyangka malam ini Kendra malah muncul bak setan pencabut nyawa di kamarnya ini.Di kala Jani Rudino malah sedang aseek menggulati dua wanita cantik sekaligus, dan satunya ternyata Asisten Notaris Ridwan, teman Sarita.Dorrr…sebuah tembakan sudah cukup membuat Jani
“Aldi, kita di minta mundur, ada 25 orang sandera warga zionis yang akan kita bawa sekalian!” teriak seorang anak buahnya.Serangan di hari Sabtu dianggap sukses besar, kini para milisi di perintah mundur untuk kembali ke markas atau tersembunyi, untuk tunggu perintah selanjutnya.Aldi awalnya ingin terus merangsek dan menembaki pasukan zionis ini, tapi teriakan anak buahnya mau tak mau harus ia patuhi. Padahal dia sudah membunuh hampir 20 orang prajurit musuh. Awalnya ada 10 anak-anak dan orangtua, tapi oleh Aldi diminta di lepaskan.“Baik…ayo mundur secara bergelombang, tetap waspada!” teriak Aldi.Gerakan pasukan Aldi bak hantu saja, setelah hampir 5 jam kuasai kota kecil di Gaza bagian selatan, pasukannya cepat menghilang dan bawa 25 orang sandera. Ada 10 tentara dan 15 warga sipil yang mereka angkut sebagai sandera pasukan ini.Tak sampai 2 jam mereka kini sudah berada di sebuah tempat persembunyian. Semua sandera kini di kumpulkan.Dari 10 tentara, Aldi melihat ada 2 serdadu zio
Menunggu memang pekerjaan paling menjemukan, apalagi ketika adrenalin sedang memuncak untuk berperang.Itu juga yang di alami Aldi dan 193 pasukannya, sudah 2 hari pasukan yang katanya mau jemput 13 sandera ini belum muncul-muncul juga. Mereka mulai gelisah dan tak sabaran, untuk kembali ke medan perang.Dari informasi satelit yang terus mereka pantau, Aldi gemas bukan main mendengar pasukan zionis kini telah bombardir kawasan Jalur Gaza dan ribuan orang jadi korban. Tak ada jeda, siang dan malam pasukan zionis ini lakukan pembombardiran.“Kita tunggu dua hari lagi, kalau para sandera ini tak di jemput, kita akan menyusup ke Jalur Gaza dan berperang habis-habisan di sana!” cetus Aldi pada 193 anak buahnya.“Bagaimana dengan para sandera, apakah kita tinggalkan saja di sini, persediaan makanan kita juga menipis? Paling bertahan hanya buat 1 minggu, itu harus berhemat!” sela seorang anak buahnya, meminta pendapatnya.Aldi kini terdiam sesaat, dia menatap ke 13 sandera yang menunggu kali
Aldi kembali pimpin 193 pasukannya untuk masuk ke medan perang, dengan Gal Jenner sebagai penunjuk jalan. Pasukan ini bergerak bukan dengan konvoi, tapi secara simultan, untuk hindari serangan mendadak pasukan musuh di malam hari yang dingin ini.Gal Jenner dari tadi selalu memandang wajah sang pemimpin muda ini. Dia makin kagum melihat Aldi sama sekali tak ada keraguan, bak memiliki nyawa rangkap saja.Gadis cantik ini membatin, beda sekali gaya Aldi dengan rekan-rekannya di pasukan zionis, yang bahkan banyak menangis kala mau perang.“Kamu hebat sekali Tuan Aldi, nyali kamu benar-benar luar biasa,” puji Gal Jenner spontan, hingga Aldi menoleh ke jok tengah, karena dia duduk di samping sopir, yang juga salah satu anak buahnya.“Tak ada yang istimewa Gal, dalam situasi perang begini, kalau sudah berhadapan hanya ada dua pilihan, di bunuh atau membunuh!” ceplos Aldi kalem.Gal Jenner pun mengangguk, mereka kini malah terus berbincang akrab, kadang di selingi sopir yang juga anggota mil
Bannon hanya menunduk, gayanya tak ubahnya seorang anak TK yang bersiap kena marah bu gurunya. ‘Si guru’ ini antara gemas, marah dan kesal campur aduk. Syahila menghela nafas panjang, andai saja lengan kirinya tak di pasangi infus, sejak tadi dia ingin menabok wajah suaminya menumpahkan kekesalan hatinya. Tapi saat melihat kelakuan suaminya ini, hati siapa yang tak gemas sekaligus ingin tertawa! Dua perawat yang tadi bantu proses persalinan membiarkan kedua suami istri sepadan ini bicara. Tapi mereka sepakat, iri melihat sang suami yang sangat ganteng dan istrinya yang jelita ini dan kini lahirlah seorang junior tampan yang mewarisi keduanya. “Ehemm, cantik banget yaa mami si Banina itu, keibuan lagi dan…sangat dewasa!” cetus Syahila. “I-ya…cakep kayak artis si Celine Evaaa….!” Bannon mengatupkan lagi rahangnya saat mata Syahila yang indah bak bintang kejora melotot. Namun saat melihat sang suami langsung menunduk, mata indah indah ini kembali normal. “Bang, jujur deh, apakah s
Bannon sudah memensiunkan baju seragam militernya. Dia kini menjadi eksekutif muda, kerjasama dengan perusahaan Abu Magun sepupunya, juga pastinya perusahaan ayahnya.Bannon juga menempati gedung perkantoran Sulaimin Group yang berada di lantai 17, dari 37 lantai gedung mewah ini.Dari berseragam militer, Bannon kini kini sering tampil trendy dengan jas dan dasi.Ritme kehidupan Bannon berjalan baik sampai usia kandungan Syahila sudah memasuki usia 9 bulanan. tapi diam-diam, Bannon tetap jalin komunikasi dengan Angel dan anaknya Banina.Hingga suatu hari usai bertemu sesama pengusaha lainnya, di sebuah kafe yang berada di Plaza Indonesia, Bannon tak sengaja melihat Angel dan Banina.Setelah meminta dua stafnya dan sekretarisnya duluan ke kantor, dengan senyum lebar pria ini mendekati ibu dan anak ini.Hati tak bisa di bohongi, amor cinta sudah begitu mendalam dengan si janda jelita ini.Angel apalagi, tak menyangka bertemu mantan kekasihnya yang makin tampan dan pastinya makin kelihat
Angel tak langsung mengiyakan, dia menatap Bannon. “Bang…bagaimana dengan Syahila, istri Abang itu,” Bannon terdiam.Melihat pria ini terdiam, Angel tersenyum maklum, walupun usianya dengan Bannon hanya terpaut satu tahun lebih muda dari pria ini. Tapi Angel memiliki pikiran dewasa.Kedewasaan ini lah yang membuat Bannon selalu teringat Angel hingga saat ini. Benar-benar mirip mendiang Yurica sifatnya. Juga pengertiannya yang itu yang tak bisa Bannon lupakan hingga kini.Angel seorang wanita dan paham, belum tentu Syahila ikhlas menerima dia sebagai madunya.“I-itu…nanti akan aku bicarakan dengan Syahila..!” agak tergagap juga Bannon bicara.“Bang…aku akan mengiyakan ajakan Abang menikah…syaratnya adalah, pertemukan aku dengan Syahila dan ingat…seandainya Abang menikahiku, karir Abang di militer habis…pikirkanlah lagi. Abang masih muda, masih bisa meraih pangkat bintang di bahu Abang!”Kaget lah Bannon, mempertemukan kedua wanita cantik ini, bagaimana tanggapan Syahila, mana lagi hami
Kakek Langga tersenyum memandang hasil tes DNA, hasilnya adalah 99,9 persen Malik Sulaimin identik.Kini tak ada keraguan lagi dari si kakek ini, kalau Malik adalah memang benar buyutnya, anak dari Aldi Sulaimin dan Selena, ibu dari si bocil ini.Kakek Langga sengaja lakukan itu, untuk menyakinkan hatinya, kalau Malik adalah buyutnya...karena Kakek Langga ingin berikan warisan besar buat Malik.Hasil inipun langsung dia kirim ke Kandi Sulaimin, pria setengah tua ini pun bahagia, sama seperti ayahnya Langga Kasela, Kandi Sulaimin juga plong.Besoknya, Kandi dan Nadia langsung terbang dengan private jet ke Banjarmasin.Hati tak bisa di bohongi rasa sayang pada cucu sendiri sangat besar. Kandi langsung memeluk cucunya ini.Kali ini Malik lagi-lagi menerima dengan baik kakek kandungnya sendiri. Melihat ketampanan kakeknya, ceplosan Malik bikin Nadia melotot sambil tertawa."Kakek ganteng banget, nggak pingin nambah nenek baru buat Malik ya kek!" cerocos Malik, telinganya langsung di jewer
Bungki ternyata menurun kecerdasan ayahnya, walaupun tak punya uang, tapi akal cerdiknya jalan. Dia jual ponsel mahalnya yang dibelikan Bannon, seharga 15 jutaan.Ponsel berharga hampir 30 juta ini tentu saja langsung di beli pemilik gerai ponsel. Si pemilik gerai tahu ini ponsel premium dan baru 4 bulanan di pakai Bungki.Bungki langsung ke bandara dan tujuannya bukan ke Timur Tengah, tapi ke Kalimantan. Dia ingin ke Banjarmasin. Tempat yang belum pernah ia datangi.Siapa yang di temuinya…?Inilah yang membuat Abu Magun gagal mencarinya, juga aparat kepolisian dan tentara di Jakarta. Sebab di saat bersamaan Bungki sudah berada di Bandara Syamsudinor, Banjarbaru.“Om Bannon pernah bilang kakek buyut dan nenek buyut ada di Banjarmasin,” batin si bocil ini.Dalam hati Bungki, sebenarnya sudah mengakui kalau Abu Magun ayah kandungnya.Saat melihat wajah Abu Magun, Bungki sudah kagum sekali. “Tak heran Umi jatuh cinta dengan Abi….ganteng soalnya!” bibirnya malah senyum sendiri.Tapi pikir
“Bang…tenang dulu, biar nanti aku bujuk pelan-pelan, entah kenapa Bungki eh si Malik jadi mendadak berubah, begitu tahu Abang adalah ayah kandungnya?” Bannon mencegah Abu Magun yang ingin kejar Bungki.Abu Magun terdiam dan mengangguk.Bungki ternyata kabur dari rumah dan tak pulang hingga malam hari, ponselnya pun sengaja tak di aktifkan. Setelah berkali-kali Bannon mencoba mengontaknya.Bannon apalagi Abu Magun bingung juga dengan perubahan si Bungki, kenapa bisa mendadak berubah dan agaknya marah dengan Abu Magun.Marahnya kenapa? Seharusnya dia bahagia akhirnya tahu kalau Abu Magun adalah ayah kandungnya. Dan tak sengaja malah di temukan Bannon, yang ternyata Om nya sendiri.Bannon sampai menelpon guru dan beberapa teman Bungki di sekolah Paket A. Apakah anak itu ada ke sana. Namun semuanya bilang tidak ada.Abu Magun langsung khawatir dengan anak sulungnya ini.“Jangan khawatir Bang, Bungki itu anak yang
“Katakan siapa yang membuat Selena sakit?” kali ini Abu Magun melunak dan menunggu.“Abu Jarrah, dialah pelakunya. Dia dendam dengan orang yang bernama Abu Magun, lalu saat dengar ceritaku, dia menembak Selena, tapi kena punggung dan inilah yang bikin Selena sakit parah""Karena aku yang melindungi saat itu. Aku juga terpaksa membuang Malik, karena dia tahu itu anak Abu Magun dan Selena dan ingin membunuhnya..!”Abu Magun terdiam sesaat.“Hmm…ceritamu menolong nyawamu, di mana sekarang si bangsat Abu Jarrah itu bersembunyi.” dengus Abu Magun marah.Dalam hati Abu Magun kaget juga, di pikirnya Abu Jarrah sudah tewas, ketika dulu markas mereka dia serbu bersama Kendra, juga Nancy, Ashi serta Soleh di distrik Al Iqro (baca bab-bab terdahulu).Tanpa ragu Afok Yousef sebutkan persembunyian Abu Jarrah. Tapi Afok Yousef bilang, dia sudah lama tak tahu kabar soal Abu Jarrah setelah insiden itu.Jadi dia tak tahu apakah Abu Jarrah masih hidup, atau malah sudah mati. “Tuan..jadi kamulah yang b
Peringatan itu di ingat betul Abu Magun. “Berarti ni orang benar-benar berbahaya,” pikir Abu Magun, sambil memacu mobil ke alamat yang di sebutkan pria setengah mabuk tadi.Abu Magun membuka penutup kain di jok depannya, ternyata di bawah kain ada sebuah senjata otomatis, yang bisa menembakan 100 peluru.Walaupun lama tak ikut berperang, tapi kemampuan Abu Magun tetap terjaga, dia malah sangat antusias menghadapi musuhnya kali ini.Tempat ini berada di pinggiran kota Al Balla. Daerah ini terlihat ramai, namun Abu Magun sudah melihat ada beberapa mata tajam menatap mobilnya.Di balik kacamata hitamnya, Abu Magun bisa melihat pandangan curiga pada dirinya. Tapi tanpa takut dia terus maju.Di sebuah tikungan, Abu Magun tersenyum sendiri, di depannya sudah berjejer 10 orang sekaligus dengan senjata terkokang.Abu Magun tak ada ketakutan sama sekali, dia keluar dari mobilnya dan menghadap ke 10 orang ini.“Stop, siapa kamu?” bentak pemimpin komplotan ini.“Maaf, aku tak ingin bermusuhan de
Iman makan dengan sangat lahap, benar-benar lapar sekali si bocil ini. Tanpa malu-malu dia sampai minta tambah hingga 2X ke pemilik kafe.Si pemilik kafe ini sempat ragu, apakah si bocil ini bsa membayar makanannya tersebut.Tapi keraguan itu terjawab, setelah Abu Magun taruh uang di atas meja. “Ambil ini, sisanya buat kamu!” si pemilik kafe langsung mengangguk hormat, lalu buru-buru ambilkan pesanan Iman.Abu Magun membiarkan saja bahkan meminta Iman jangan sungkan nambah dan ambil lauk yang mana dia suka.Saking kenyangnya, Iman pun bersendawa lumayan nyaring, hingga Abu Magun senyum sendiri melihat kelakuan spontan anak ini.“Makasih Tuan, enak sekali, baru kali ini Iman makan sekenyang ini!” Iman sampai mengelus-ngelus perut kurusnya yang terlihat membuncit.“Bagus…sekarang aku mau tanya, benarkah kamu dan Bungki itu bersaudara angkat?” Abu Magun agaknya langsung saja ke topik, dia malas bertele-tele.“Betu sekali tuan, Bungki waktu itu nangis di tengah pasar kelaparan, lalu aku d