Sampai di Singapura, Arini makin manja dengan suaminya, dia pingin jalan-jalan dan semua keinginan istrinya ini di turuti Kandi.Arini sudah sulit bergerak, karena perutnya sangat besar, dan kini tinggal menunggu saat-saat melahirkan saja lagi. Sehingga kemana-mana Kandi harus mendorong Arini dengan kursi roda.Kandi justru makin sedih, semakin dekat kelahiran istrinya, baginya justru makin dekat mereka harus berpisah.Badan Kandi bahkan kini kurusan, dia tak berselera makan, Arini sampai menangis melihat betapa kondisi suaminya kini mendadak lebih ‘tua’ beberapa tahun.Arini sampai marah pada suaminya, hingga harus dia suapi agar Kandi mau makan. Kandi pun kadang memaksa senyum dan makan semua makanan yang di sodorkan istrinya, yang kadang sengaja di masak Bik Ata. Walaupun rasa makanan itu sangat hambar di lidahnya.Tapi demi istri tercintanya, dia tetap makan dan ini menolong fisiknya tetap fit. Disinilah Arini merasakan, betapa besa
Kandi memenuhi wasiat Arini yang ingin di makamkan di Bagoya, berdampingan dengan makam ibundanya. Langga Kasela tetap mendampingi Kandi.Andina bertahan di Singapura, di temani Astrid, Imel dan Kendra yang datang menyusul. Untuk menjaga Aldi dan baby Arini yang masih belum boleh di bawa pulang.Kakek Adi Wibowo yang sudah sepuh kini ikut menepuk bahu cucu nya ini, agar bersabar. “Arini kini sudah di surga nya Allah. Ingat pesannya, dia selalu ada dan menatap kamu Kandi, lewat mata Aldi!” mendengar suara kakeknya ini, Kandi pun mengangguk dan menghela nafas panjang.“Ayoo kita pulang…kakek kangen masakan khas Bagoya…nenek kamu masak tuh di rumah usai kelompok pengajian tadi pulang!” tangan Kandi di tarik Kakek Adi Wibowo, hingga mau tak mau Kandi pun bangkit.Selama di Bagoya mereka tinggal di rumah Rompas Wagira, yang dulu sempat di rampas Tante Amora dan Toni.“Sayang…aku pulang dulu, besok aku k
Siapa kini para wanita tak tahu Kandi Sulaimin, duda muda yang mempunyai segalanya, walaupun memiliki dua anak, yang uniknya kini tinggal terpisah.Yang paling tua Aldi Sulaimin tinggal di Bagoya dan adiknya Arini Sulaimin tinggal dengan kakek dan neneknya di Banjarmasin. Tapi rutin Kandi jenguk sebulan atau 2 minggu sekali.Dengan usia matang, 34 tahunan dan wajah tetap tampan serta badan kokoh. Sudah tak terhitung wanita-wanita cantik yang ingin membuka selubung hati Kandi, agar mau menjadikan mereka kekasih atau istri.Tapi Kandi belum bergeming, dia belum mau buka hati buat wanita, Kenangan manisnya bersama Arini belum terhapus.Di tambah lagi, rata-rata wanita itu memang hany incar harta dan pastinya ke tampanannya. Sebagai pria matang uang sudah kenyang pengalaman hidup, Kandi bisa menilai setiap gaya wanita yang ingin dekat dengannya.Di kantor pun, Kandi tetap bersikap biasa, walaupun dia sadar, tak sedikit karyawan wanitanya yang berharap di ajak jalan ataupun di pacari sang
Bukannya mengejar Kandi, 4 motor ini malah saling bertabrakan satu dengan yang lainnya, mereka kaget bukan kepalang melihat Kandi sedang mengarahkan pistol nya ke mereka. Apalagi saat Kandi sengaja menembakan pistolnya ke udara hingga 3X.Tentu saja mereka tak mau konyol kena tembak, sehingga secara tiba-tiba berbelok dan sialnya malah menabrak motor rekan sendiri. Mereka mengira Kandi aparat berbaju preman!Lalu mereka kabur dan membuang parang atau clurit, namun pelarian mereka kembali gagal. Setelah puluhan anggota polisi tiba-tiba datang dan memburu mereka, sekaligus menangkapinya semuanya, sekaligus amankan parang dan clurit tadi.Komandan para polisi ini yang berpangkap Iptu mendekati Kandi, setelah berbincang sesaat, sang komandan inipun mengangguk hormat ke Kandi.Kandi kembali mendekati wanita cantik ini dan dia kaget sendiri, wanita ini terduduk sambil memijat kakinya tak jauh dari mobilnya.“Kamu tak apa-apa dek, kalau nggak bisa pulang naik motor, biar aku antar yaa?” taw
“Bang…kok melamun?” Kandi gelagapan, lalu minta maaf ke gadis jelita ini. “Mikirin apa sih, kekasih atau istri ya bang..?” pancing Nadia lagi sambil tertawa kecil, hingga lesung pipitnya di bagian kanan terlihat. Makin manis saja di lihat.“Dua-duanya…nggak punya..!” sahut Kandi kalem.“Masa sih, usia Abang kan…ehmm maaf yaa, pastinya udah matengkan?” Nadia benar-benar memandang wajah dan body Kandi, seakan menaksir usia pria berbadan kokoh di depannya ini.“Aku duda Nadia…anakku ada dua!” ceplos Kandi apa adanya, hingga Nadia lega, setidaknya pria ini normal dan…masih singel, walaupun duda.“Syukurlah…ngeri juga kalau Abang punya bini, mana ada di kos ini lagi. Pas ada yang datang ngamuk ke sini, tengsin Bang!” Nadia kembali terkekeh, hingga Kandi ikutan tertawa kecil, berdekatan dengan gadis cantik ini, membuatnya jadi bersemangat dan ingin tertawa saja bawaanya.Setelah melihat kondisi Nadia baik-baik saja, Kandi pun permisi pulang. “Bang, kapan kita ketemuan lagi..?” Nadia menatap
Tiba-tiba Kandi punya ide. “Nek Amora, mari aku antar pulang ke rumah, soal uang yang 1 juta, nanti aku ganti lagi yaa?” Kandi membujuk Nenek Amora, si nenek ini tanpa di suruh dua kali, langsung setuju.Nadia yang tak paham apa rencana Kandi serta hubungannya dengan nenek ini diam saja, dia malah ikut membantu wanita tua ini masuk ke mobil Kandi.Kandi mulai waspada, agaknya Toni masih berkeliaran di Bagoya, dia pun sengaja belum kontak kepolisian setempat.Kandi masih ingin buat perhitungan dengan orang itu, yang selama 8 tahunan ini masih buron. Dendamnya belum hilang, apalagi Toni ini sudah membunuh Harun. Walaupun pernah berbuat jahat pada ibu kandungnya, tapi bagi Kandi, Toni layak di beri hukuman setimpal atas perbuatannya ini.Rumah nenek Amora ternyata masuk ke sebuah gang kecil, dan akhirnya sampailah mereka di sebuah gubuk. Miris juga Kandi melihat kediaman Nenek Amora, yang sebenarnya tak layak di sebut rumah.Kandi ingat, dulu Nenek Amora yang dikatakan Arini hidupnya hig
Namun niat untuk menjebak Toni tertunda sementara, dua hari kemudian Nadia menelpon Kandi dan ngajak bertemu lagi.“Jemput aku di kampus ya Bang!” Kandi pun mengiyakan. Dan sesuai janji, pukul 12.30 siang dia sudah berada di depan kampus gadis cantik ini.Sejak masuk ke dalam mobil, wajah Nadia terlihat keruh, seperti ada beban yang ada di dalam dirinya.“Kamu ada masalah apa Nadia..?” Kandi menatap wajah si lesung pipit ini, yang hari ini tampil serasi dengan blouse krim dan celana panjang kainnya, di tambah hak nya yang tingginya 3 centimeteran.“Iya Bang, Nadia sebenarnya malu ngomong ke Abang, apalagi kita baru kenal dan belum siapa-siapa!” sahut Nadia pelan sambil menatap jalan. “Hmm…masa masih anggap Abang orang lain, ngomonglah, ada apa?”Nadia melirik wajah Kandi yang konsen ke setiran, hari ini Nadia bilang ngikut saja kemana Kandi membawanya.Nadia akhrnya cerita, kakanya Nina di Perancis masuk rumah sakit dan butuh biaya besar, sehingga tak bisa kirim duit lagi.“Nina sak
Nadia melingkarkan kedua tangannya ke leher Kandi, seakan tak ingin melepaskan wajah pria ini. Sekian lama tak bersama seorang wanita, apalagi secantik Nadia dan memiliki kemiripan dengan Arini, Kandi pun terhanyut juga.Saling melumat mulai berubah jadi sesuatu yang menggelora, Kandi tak munafik dia sering merasakan libidonya naik tak terkendali. Tapi kenangan dengan Arini memadamkan hasratnya itu.Tapi saat ini beda, Nadia seakan membuka pintu seluas-luasnya bagi dia untuk memasuki tubuh gadis jelita ini.Suasana pun sangat mendukung, yakni cottage yang indah dan mewah, serta cuaca senja yang berubah jadi dingin, apalagi halimun mulai turun...daerah pegunungan ini memang berhawa sejuk dan dingin, mirip di puncak.Kandi akhirnya lupa dengan Arini, yang ada di hadapannya adalah si lesung pipit bernama Nadia. Gadis berkulit putih, bertinggi semampai, yang mempunyai tubuh dan mulut harum, hingga Kandi mulai lupa daratan.Kandi kini sudah menggendong tubuh Nadia, tanpa sekalipun melepask
Bannon hanya menunduk, gayanya tak ubahnya seorang anak TK yang bersiap kena marah bu gurunya. ‘Si guru’ ini antara gemas, marah dan kesal campur aduk. Syahila menghela nafas panjang, andai saja lengan kirinya tak di pasangi infus, sejak tadi dia ingin menabok wajah suaminya menumpahkan kekesalan hatinya. Tapi saat melihat kelakuan suaminya ini, hati siapa yang tak gemas sekaligus ingin tertawa! Dua perawat yang tadi bantu proses persalinan membiarkan kedua suami istri sepadan ini bicara. Tapi mereka sepakat, iri melihat sang suami yang sangat ganteng dan istrinya yang jelita ini dan kini lahirlah seorang junior tampan yang mewarisi keduanya. “Ehemm, cantik banget yaa mami si Banina itu, keibuan lagi dan…sangat dewasa!” cetus Syahila. “I-ya…cakep kayak artis si Celine Evaaa….!” Bannon mengatupkan lagi rahangnya saat mata Syahila yang indah bak bintang kejora melotot. Namun saat melihat sang suami langsung menunduk, mata indah indah ini kembali normal. “Bang, jujur deh, apakah s
Bannon sudah memensiunkan baju seragam militernya. Dia kini menjadi eksekutif muda, kerjasama dengan perusahaan Abu Magun sepupunya, juga pastinya perusahaan ayahnya.Bannon juga menempati gedung perkantoran Sulaimin Group yang berada di lantai 17, dari 37 lantai gedung mewah ini.Dari berseragam militer, Bannon kini kini sering tampil trendy dengan jas dan dasi.Ritme kehidupan Bannon berjalan baik sampai usia kandungan Syahila sudah memasuki usia 9 bulanan. tapi diam-diam, Bannon tetap jalin komunikasi dengan Angel dan anaknya Banina.Hingga suatu hari usai bertemu sesama pengusaha lainnya, di sebuah kafe yang berada di Plaza Indonesia, Bannon tak sengaja melihat Angel dan Banina.Setelah meminta dua stafnya dan sekretarisnya duluan ke kantor, dengan senyum lebar pria ini mendekati ibu dan anak ini.Hati tak bisa di bohongi, amor cinta sudah begitu mendalam dengan si janda jelita ini.Angel apalagi, tak menyangka bertemu mantan kekasihnya yang makin tampan dan pastinya makin kelihat
Angel tak langsung mengiyakan, dia menatap Bannon. “Bang…bagaimana dengan Syahila, istri Abang itu,” Bannon terdiam.Melihat pria ini terdiam, Angel tersenyum maklum, walupun usianya dengan Bannon hanya terpaut satu tahun lebih muda dari pria ini. Tapi Angel memiliki pikiran dewasa.Kedewasaan ini lah yang membuat Bannon selalu teringat Angel hingga saat ini. Benar-benar mirip mendiang Yurica sifatnya. Juga pengertiannya yang itu yang tak bisa Bannon lupakan hingga kini.Angel seorang wanita dan paham, belum tentu Syahila ikhlas menerima dia sebagai madunya.“I-itu…nanti akan aku bicarakan dengan Syahila..!” agak tergagap juga Bannon bicara.“Bang…aku akan mengiyakan ajakan Abang menikah…syaratnya adalah, pertemukan aku dengan Syahila dan ingat…seandainya Abang menikahiku, karir Abang di militer habis…pikirkanlah lagi. Abang masih muda, masih bisa meraih pangkat bintang di bahu Abang!”Kaget lah Bannon, mempertemukan kedua wanita cantik ini, bagaimana tanggapan Syahila, mana lagi hami
Kakek Langga tersenyum memandang hasil tes DNA, hasilnya adalah 99,9 persen Malik Sulaimin identik.Kini tak ada keraguan lagi dari si kakek ini, kalau Malik adalah memang benar buyutnya, anak dari Aldi Sulaimin dan Selena, ibu dari si bocil ini.Kakek Langga sengaja lakukan itu, untuk menyakinkan hatinya, kalau Malik adalah buyutnya...karena Kakek Langga ingin berikan warisan besar buat Malik.Hasil inipun langsung dia kirim ke Kandi Sulaimin, pria setengah tua ini pun bahagia, sama seperti ayahnya Langga Kasela, Kandi Sulaimin juga plong.Besoknya, Kandi dan Nadia langsung terbang dengan private jet ke Banjarmasin.Hati tak bisa di bohongi rasa sayang pada cucu sendiri sangat besar. Kandi langsung memeluk cucunya ini.Kali ini Malik lagi-lagi menerima dengan baik kakek kandungnya sendiri. Melihat ketampanan kakeknya, ceplosan Malik bikin Nadia melotot sambil tertawa."Kakek ganteng banget, nggak pingin nambah nenek baru buat Malik ya kek!" cerocos Malik, telinganya langsung di jewer
Bungki ternyata menurun kecerdasan ayahnya, walaupun tak punya uang, tapi akal cerdiknya jalan. Dia jual ponsel mahalnya yang dibelikan Bannon, seharga 15 jutaan.Ponsel berharga hampir 30 juta ini tentu saja langsung di beli pemilik gerai ponsel. Si pemilik gerai tahu ini ponsel premium dan baru 4 bulanan di pakai Bungki.Bungki langsung ke bandara dan tujuannya bukan ke Timur Tengah, tapi ke Kalimantan. Dia ingin ke Banjarmasin. Tempat yang belum pernah ia datangi.Siapa yang di temuinya…?Inilah yang membuat Abu Magun gagal mencarinya, juga aparat kepolisian dan tentara di Jakarta. Sebab di saat bersamaan Bungki sudah berada di Bandara Syamsudinor, Banjarbaru.“Om Bannon pernah bilang kakek buyut dan nenek buyut ada di Banjarmasin,” batin si bocil ini.Dalam hati Bungki, sebenarnya sudah mengakui kalau Abu Magun ayah kandungnya.Saat melihat wajah Abu Magun, Bungki sudah kagum sekali. “Tak heran Umi jatuh cinta dengan Abi….ganteng soalnya!” bibirnya malah senyum sendiri.Tapi pikir
“Bang…tenang dulu, biar nanti aku bujuk pelan-pelan, entah kenapa Bungki eh si Malik jadi mendadak berubah, begitu tahu Abang adalah ayah kandungnya?” Bannon mencegah Abu Magun yang ingin kejar Bungki.Abu Magun terdiam dan mengangguk.Bungki ternyata kabur dari rumah dan tak pulang hingga malam hari, ponselnya pun sengaja tak di aktifkan. Setelah berkali-kali Bannon mencoba mengontaknya.Bannon apalagi Abu Magun bingung juga dengan perubahan si Bungki, kenapa bisa mendadak berubah dan agaknya marah dengan Abu Magun.Marahnya kenapa? Seharusnya dia bahagia akhirnya tahu kalau Abu Magun adalah ayah kandungnya. Dan tak sengaja malah di temukan Bannon, yang ternyata Om nya sendiri.Bannon sampai menelpon guru dan beberapa teman Bungki di sekolah Paket A. Apakah anak itu ada ke sana. Namun semuanya bilang tidak ada.Abu Magun langsung khawatir dengan anak sulungnya ini.“Jangan khawatir Bang, Bungki itu anak yang
“Katakan siapa yang membuat Selena sakit?” kali ini Abu Magun melunak dan menunggu.“Abu Jarrah, dialah pelakunya. Dia dendam dengan orang yang bernama Abu Magun, lalu saat dengar ceritaku, dia menembak Selena, tapi kena punggung dan inilah yang bikin Selena sakit parah""Karena aku yang melindungi saat itu. Aku juga terpaksa membuang Malik, karena dia tahu itu anak Abu Magun dan Selena dan ingin membunuhnya..!”Abu Magun terdiam sesaat.“Hmm…ceritamu menolong nyawamu, di mana sekarang si bangsat Abu Jarrah itu bersembunyi.” dengus Abu Magun marah.Dalam hati Abu Magun kaget juga, di pikirnya Abu Jarrah sudah tewas, ketika dulu markas mereka dia serbu bersama Kendra, juga Nancy, Ashi serta Soleh di distrik Al Iqro (baca bab-bab terdahulu).Tanpa ragu Afok Yousef sebutkan persembunyian Abu Jarrah. Tapi Afok Yousef bilang, dia sudah lama tak tahu kabar soal Abu Jarrah setelah insiden itu.Jadi dia tak tahu apakah Abu Jarrah masih hidup, atau malah sudah mati. “Tuan..jadi kamulah yang b
Peringatan itu di ingat betul Abu Magun. “Berarti ni orang benar-benar berbahaya,” pikir Abu Magun, sambil memacu mobil ke alamat yang di sebutkan pria setengah mabuk tadi.Abu Magun membuka penutup kain di jok depannya, ternyata di bawah kain ada sebuah senjata otomatis, yang bisa menembakan 100 peluru.Walaupun lama tak ikut berperang, tapi kemampuan Abu Magun tetap terjaga, dia malah sangat antusias menghadapi musuhnya kali ini.Tempat ini berada di pinggiran kota Al Balla. Daerah ini terlihat ramai, namun Abu Magun sudah melihat ada beberapa mata tajam menatap mobilnya.Di balik kacamata hitamnya, Abu Magun bisa melihat pandangan curiga pada dirinya. Tapi tanpa takut dia terus maju.Di sebuah tikungan, Abu Magun tersenyum sendiri, di depannya sudah berjejer 10 orang sekaligus dengan senjata terkokang.Abu Magun tak ada ketakutan sama sekali, dia keluar dari mobilnya dan menghadap ke 10 orang ini.“Stop, siapa kamu?” bentak pemimpin komplotan ini.“Maaf, aku tak ingin bermusuhan de
Iman makan dengan sangat lahap, benar-benar lapar sekali si bocil ini. Tanpa malu-malu dia sampai minta tambah hingga 2X ke pemilik kafe.Si pemilik kafe ini sempat ragu, apakah si bocil ini bsa membayar makanannya tersebut.Tapi keraguan itu terjawab, setelah Abu Magun taruh uang di atas meja. “Ambil ini, sisanya buat kamu!” si pemilik kafe langsung mengangguk hormat, lalu buru-buru ambilkan pesanan Iman.Abu Magun membiarkan saja bahkan meminta Iman jangan sungkan nambah dan ambil lauk yang mana dia suka.Saking kenyangnya, Iman pun bersendawa lumayan nyaring, hingga Abu Magun senyum sendiri melihat kelakuan spontan anak ini.“Makasih Tuan, enak sekali, baru kali ini Iman makan sekenyang ini!” Iman sampai mengelus-ngelus perut kurusnya yang terlihat membuncit.“Bagus…sekarang aku mau tanya, benarkah kamu dan Bungki itu bersaudara angkat?” Abu Magun agaknya langsung saja ke topik, dia malas bertele-tele.“Betu sekali tuan, Bungki waktu itu nangis di tengah pasar kelaparan, lalu aku d