Kandi kembali ke hotelnya, dia sudah membalas chat Irwina, dia kaget juga mau apa gadis cantik ini menemuinya di hotel.Kandi kini duduk bersantai di lobby hotel ini, sambil menikmati minuman wine berkadar alkohol ringan, untuk redakan hatinya.Sudah hampir pukul 10 malam, namun Irwina belum terlihat juga batang hidungnya. “Mungkinkah dia tak bisa keluar dari rumahnya…ada apa sebenarnya!” batin Kandi bingung sendiri.Setelah meliha arlojinya sudah pukul 22.20 menitan, Kandi pun beranjak dari lobby bermaksud kembali ke kamarnya.Namun, dia kaget saat melihat di depan pintu hotel ini terlihat seorang gadis cantik dengan gaun panjangnya, sudah masuk ke lobby dan langsung menuju ke arahnya.“Kandi, kita langsung ke kamar kamu saja!” Kandi yang masih terkaget-kaget hanya mengiyakan, kini mereka naik ke lantai 9, di mana kamar Kandi berada.Irwina duduk di kursi di kamar ini dia menghela nafas panjang, sambil minum air mineral yang terdapat di meja ini.“Ceritalah…ada apa, kenapa kamu ke si
Irwina menginap di hotel ini, mereka benar-benar mabuk cinta dan kembali mengulang percintaan itu hingga jelang tengah malam. Lalu saling berpelukan dan tidur dengan nyenyak.Dua kali melayang ke angkasa, membuat keduanya kecapekan, terutama Irwina yang malam ini melepas hal yang paling berharga buat Kandi. Kandi juga tak sungkan melepaskan lahar panasnya di dalam rahim Irwina.Gadis cantik ini berani nginap, karena ayahnya menelpon dan bilang akan ke kabupaten sebelah bersama Tante Sally. Ada kerabat ibu nya Irwina yang masuk UGD.Hadi Barmuli mengira Irwina sudah ada di kamar, dia tak tahu kalau anak tertuanya ini sedang bersama Kandi, memadu hasrat cinta di kamar hotel ini.Kalau lagi berbahagia, waktu terasa sangat cepat. Tahu-tahu sudah pagi, Irwina kini sudah berpakaian lagi.Mereka kini berpelukan, sangat berat untuk berpisah. “Sayang…terima kasih, engkau malam ini sudah membuat aku bahagia!” bisik Irwina yang pagi ini di mata Kandi justru makin cantik, walaupun rambutnya agak
Kandi menoleh ke samping, dia melihat ada penjual rokok dan jualan lainnya pakai gerobak kecil, Kandi memanggilnya, agar mendekat.Tiba-tiba si gila berbadan kurus kering dan ceking ini malah mendekat, dan secara refleks mengambil dua bungkus rokok berikut geretannya. “Heii orang gila jangan main ambil saja, siapa yang bayar!” bentak si penjual ini. Si Gila ini hanya cengengesan cuek!“Ga papa pak, saya yang bayar semua…paman masih pingin lagi, ambil saja!” tawar Kandi dengan ramah ke si Gila.Tanpa banyak cincong si gila ini ambil 3 botol air mineral, lalu meraup tiga roti yang di bungkus plastik.Kemudian duduk begitu saja di tanah dan merem melek menikmati itu semua, sambil merokok. Matanya sampai terpejam-pejam merasakan nikmatnya roti, air dan rokok.“Berapa semuanya pa..?”“Rokok dua 60 ribu, geretannya 5 ribu, roti tiba buah 6 ribu dan air mineral tiga, 12 ribu totalnya…!”Kandi langsung mencabut di dompetnya 2 lembar uang kertas 100 ribuan. “Semua buat bapak, simpan saja terim
Berkat bujukan Kandi, wanita ini akhirnya mau juga dibawa ke hotelnya, setelah mandi dan kini sudah memakai kimono hotel, Kandi menyodorkan teh manis panas.“Siapa nama kamu…dan kenapa kamu sebut-sebut nama Toni dan ingin bunuh diri?”Setelah menghela nafas panjang, wanita ini pun mulai bercerita.“Aku Nina, aku dulunya kerja sebagai Sekretaris si Toni, lalu dia membujuk aku dan merayuku, tapi setelah aku hamil dia malah mau menikahi orang lain. Janjinya kalau aku hamil dia mau tanggung jawab!”“Apakah si Toni itu…yang mau menikahi anaknya pa Hadi Barmuli…?”“Iya, emank Toni yang mana lagi!” cetus Nina dengan wajah masih kesal dan jutek. Kandi menganggukan-anggukan kepala, tanda paham.“Terus kenapa kamu mau, padahal kan si Toni sudah punya tunangan?” pancing Kandi lagi.“Dia membujuk aku, katanya bila hamil dia akan tanggung jawab dan batalkan pertunangan. Eh setelah aku benaran hamil, si Toni-nya malah mau menikahi tunangannya itu, dasar laki-laki buaya, biawaakkkkk…!” sentak Nina l
Tak terasa sudah 1,5 bulanan Nina tinggal dengan Kandi, hubungan keduanya juga makin akrab. Kalau lagi jalan di tempat umum, orang banyak mengira mereka suami istri, apalagi perut Nina mulai membesar, seiring usia kehamilannya yang masuk bulan ke 5.Nina sudah tahu darimana harta Kandi yang banyak ini, Kandi pun sudah tahu latar belakang Nina di Bagoya.Nina berasal dari keluarga sederhana yang agamis, inilah yang membuatnya takut pulang ke rumah dalam kondisi hamil tanpa suami.Namun Nina tetap berkomunikasi, agar keluarganya tak khawatir, dan bilang sedang ada di Jakarta dengan alasan…pindah kerja!Tapi Nina tetap menghormati pilihan Kandi, yang sempat jadi pria pemuas wanita. Nina kagum Kandi benar-benar berhenti dari dunia gelap ini. Setelah dapat bonus besar dari Lily Rudino.“Tenang saja Kandi, anak itu kelak kalau udah gede, pasti akan nyari bapak biologisnya,” cetus Nina, padahal dia mikir, anak dalam kandungannya ini pun sama, pasti kelak cari si Toni, ayah kandungnya.Kandi
Keduanya sama-sama dewasa, sama-sama butuh kasih sayang dan pastinya butuh kehangatan. Nina tersenyum saja melihat ulah Kandi ini. “Pingin yaa…masa suka wanita hamil,” bisik Nina dikit nakal sambil tertawa kecil, tapi tangannya memegang benda yang mulai tegang maksimal ini.“Pingin tau, bagaimana rasanya bercinta dengan wanita hamil,” balas Kandi sambil menarik tubuh Nina dan melepas daster ‘Wika Salim’ cantik.Inilah untuk pertama kalinya mereka berciuman sekaligus mulai pengalaman pertama Kandi bercumbu dengan wanita hamil, ada rasa aneh dan sensasi beda baginya.Dan lagi-lagi tanpa sadar Kandi mengulang kelakuan ayah kandungnya, yang dulu pernah bercinta dengan Jenny, mantan kekasihnya yang juga hamil tua.“Pelan-pelan yaa…aku tak bisa bergerak berlebihan!” Kandi mengangguk sambil membaringkan pelan-pelan tubuh Nina.Nina sampai menutup area tubuhnya, malu karena mata Kandi bak singa jantan yang sedang menatap santapan gurih di depan matanya.Kandi tersenyum dan menarik kedua tanga
“Kandi…Bapak Langga Kasela ingin bertemu kamu!”“A-apa…!” Kandi kaget bukan main, karena tak di sangka-sangka Langga Kasela malah ingin bertemu dirinya, dan secara khusus mengutus Tante Ryana.“Iya Kandi, jangankan kamu, aku pun kaget. Beliau bilang ingin bertemu kamu, aku nggak tahu apa maksud beliau!” Ryana lalu menyebutkan waktu, tempat dan jam berapa kelak Kandi harus menemui Langga Kasela.Setelah berbasa-basi, Ryana pun permisi. Kandi sampai lama termenung di kursi tamu ini. Sebelum keluar rumah, Ryana berpaling menatap pemuda ini.“Kandi…kalau kamu masih menyimpan nomor ponselku…pintu apartemenku masih terbuka buat kamu kok, tapi…jangan minta bayaran yaa?” cetus Ryana tersenyum nakal, sambil menatap ‘si brondong’, yang sebetulnya belum 100 persen dia lupakan. Ryana dulu hanya kecewa berat saat tahu Kandi ini pria komersil.“A-apa…!” sahut Kadin terkaget-kaget, tapi Ryana sudah menghilang di balik pintu.Begitu sampai di mobilnya dan menyuruh sopirnya jalan, Ryana malah senyum
Kandi memegang lengan Nina, wanita cantik ini tegar mengetahui debaynya tak berumur panjang dan saat ini Kandi menemani Nina ziarah ke makam bayinya.“Nina…mungkin ini yang terbaik, jangan terlalu sedih!” bujuk Kandi perlahan. Nina mengangguk tanpa alihkan pandangan ke nisan anaknya ini. Kandi lalu mengajak Nina pulang.Nina ke TPU ini setelah 3 hari di rawat di rumah sakit, selama itu pula Kandi setia menemaninya. Sekaligus memberi semangat buat wanita cantik ini.Agar tak selalu murung dan bersedih, Kandi setiap hari ajak Nina jalan-jalan ke tempat-tempat yang indah, bahkan sampai ke Bandung. Agar semangat Nina bangkit lagi dan tak terus-terusan teringat bayinya.Harapan Kandi terkabul, Nina kini kembali ceria dan bercanda, walaupun saat-saat tertentu masih sering termenung.Tiga minggu kemudian Kandi kaget saat Nina bilang ingin pulang ke Bagoya. “Aku sudah terlalu lama meninggalkan orang tuaku…saatnya aku pulang Kandi!”Walaupun Kandi membujuk, tapi Nina mempunyai alasan yang tak
Bannon hanya menunduk, gayanya tak ubahnya seorang anak TK yang bersiap kena marah bu gurunya. ‘Si guru’ ini antara gemas, marah dan kesal campur aduk. Syahila menghela nafas panjang, andai saja lengan kirinya tak di pasangi infus, sejak tadi dia ingin menabok wajah suaminya menumpahkan kekesalan hatinya. Tapi saat melihat kelakuan suaminya ini, hati siapa yang tak gemas sekaligus ingin tertawa! Dua perawat yang tadi bantu proses persalinan membiarkan kedua suami istri sepadan ini bicara. Tapi mereka sepakat, iri melihat sang suami yang sangat ganteng dan istrinya yang jelita ini dan kini lahirlah seorang junior tampan yang mewarisi keduanya. “Ehemm, cantik banget yaa mami si Banina itu, keibuan lagi dan…sangat dewasa!” cetus Syahila. “I-ya…cakep kayak artis si Celine Evaaa….!” Bannon mengatupkan lagi rahangnya saat mata Syahila yang indah bak bintang kejora melotot. Namun saat melihat sang suami langsung menunduk, mata indah indah ini kembali normal. “Bang, jujur deh, apakah s
Bannon sudah memensiunkan baju seragam militernya. Dia kini menjadi eksekutif muda, kerjasama dengan perusahaan Abu Magun sepupunya, juga pastinya perusahaan ayahnya.Bannon juga menempati gedung perkantoran Sulaimin Group yang berada di lantai 17, dari 37 lantai gedung mewah ini.Dari berseragam militer, Bannon kini kini sering tampil trendy dengan jas dan dasi.Ritme kehidupan Bannon berjalan baik sampai usia kandungan Syahila sudah memasuki usia 9 bulanan. tapi diam-diam, Bannon tetap jalin komunikasi dengan Angel dan anaknya Banina.Hingga suatu hari usai bertemu sesama pengusaha lainnya, di sebuah kafe yang berada di Plaza Indonesia, Bannon tak sengaja melihat Angel dan Banina.Setelah meminta dua stafnya dan sekretarisnya duluan ke kantor, dengan senyum lebar pria ini mendekati ibu dan anak ini.Hati tak bisa di bohongi, amor cinta sudah begitu mendalam dengan si janda jelita ini.Angel apalagi, tak menyangka bertemu mantan kekasihnya yang makin tampan dan pastinya makin kelihat
Angel tak langsung mengiyakan, dia menatap Bannon. “Bang…bagaimana dengan Syahila, istri Abang itu,” Bannon terdiam.Melihat pria ini terdiam, Angel tersenyum maklum, walupun usianya dengan Bannon hanya terpaut satu tahun lebih muda dari pria ini. Tapi Angel memiliki pikiran dewasa.Kedewasaan ini lah yang membuat Bannon selalu teringat Angel hingga saat ini. Benar-benar mirip mendiang Yurica sifatnya. Juga pengertiannya yang itu yang tak bisa Bannon lupakan hingga kini.Angel seorang wanita dan paham, belum tentu Syahila ikhlas menerima dia sebagai madunya.“I-itu…nanti akan aku bicarakan dengan Syahila..!” agak tergagap juga Bannon bicara.“Bang…aku akan mengiyakan ajakan Abang menikah…syaratnya adalah, pertemukan aku dengan Syahila dan ingat…seandainya Abang menikahiku, karir Abang di militer habis…pikirkanlah lagi. Abang masih muda, masih bisa meraih pangkat bintang di bahu Abang!”Kaget lah Bannon, mempertemukan kedua wanita cantik ini, bagaimana tanggapan Syahila, mana lagi hami
Kakek Langga tersenyum memandang hasil tes DNA, hasilnya adalah 99,9 persen Malik Sulaimin identik.Kini tak ada keraguan lagi dari si kakek ini, kalau Malik adalah memang benar buyutnya, anak dari Aldi Sulaimin dan Selena, ibu dari si bocil ini.Kakek Langga sengaja lakukan itu, untuk menyakinkan hatinya, kalau Malik adalah buyutnya...karena Kakek Langga ingin berikan warisan besar buat Malik.Hasil inipun langsung dia kirim ke Kandi Sulaimin, pria setengah tua ini pun bahagia, sama seperti ayahnya Langga Kasela, Kandi Sulaimin juga plong.Besoknya, Kandi dan Nadia langsung terbang dengan private jet ke Banjarmasin.Hati tak bisa di bohongi rasa sayang pada cucu sendiri sangat besar. Kandi langsung memeluk cucunya ini.Kali ini Malik lagi-lagi menerima dengan baik kakek kandungnya sendiri. Melihat ketampanan kakeknya, ceplosan Malik bikin Nadia melotot sambil tertawa."Kakek ganteng banget, nggak pingin nambah nenek baru buat Malik ya kek!" cerocos Malik, telinganya langsung di jewer
Bungki ternyata menurun kecerdasan ayahnya, walaupun tak punya uang, tapi akal cerdiknya jalan. Dia jual ponsel mahalnya yang dibelikan Bannon, seharga 15 jutaan.Ponsel berharga hampir 30 juta ini tentu saja langsung di beli pemilik gerai ponsel. Si pemilik gerai tahu ini ponsel premium dan baru 4 bulanan di pakai Bungki.Bungki langsung ke bandara dan tujuannya bukan ke Timur Tengah, tapi ke Kalimantan. Dia ingin ke Banjarmasin. Tempat yang belum pernah ia datangi.Siapa yang di temuinya…?Inilah yang membuat Abu Magun gagal mencarinya, juga aparat kepolisian dan tentara di Jakarta. Sebab di saat bersamaan Bungki sudah berada di Bandara Syamsudinor, Banjarbaru.“Om Bannon pernah bilang kakek buyut dan nenek buyut ada di Banjarmasin,” batin si bocil ini.Dalam hati Bungki, sebenarnya sudah mengakui kalau Abu Magun ayah kandungnya.Saat melihat wajah Abu Magun, Bungki sudah kagum sekali. “Tak heran Umi jatuh cinta dengan Abi….ganteng soalnya!” bibirnya malah senyum sendiri.Tapi pikir
“Bang…tenang dulu, biar nanti aku bujuk pelan-pelan, entah kenapa Bungki eh si Malik jadi mendadak berubah, begitu tahu Abang adalah ayah kandungnya?” Bannon mencegah Abu Magun yang ingin kejar Bungki.Abu Magun terdiam dan mengangguk.Bungki ternyata kabur dari rumah dan tak pulang hingga malam hari, ponselnya pun sengaja tak di aktifkan. Setelah berkali-kali Bannon mencoba mengontaknya.Bannon apalagi Abu Magun bingung juga dengan perubahan si Bungki, kenapa bisa mendadak berubah dan agaknya marah dengan Abu Magun.Marahnya kenapa? Seharusnya dia bahagia akhirnya tahu kalau Abu Magun adalah ayah kandungnya. Dan tak sengaja malah di temukan Bannon, yang ternyata Om nya sendiri.Bannon sampai menelpon guru dan beberapa teman Bungki di sekolah Paket A. Apakah anak itu ada ke sana. Namun semuanya bilang tidak ada.Abu Magun langsung khawatir dengan anak sulungnya ini.“Jangan khawatir Bang, Bungki itu anak yang
“Katakan siapa yang membuat Selena sakit?” kali ini Abu Magun melunak dan menunggu.“Abu Jarrah, dialah pelakunya. Dia dendam dengan orang yang bernama Abu Magun, lalu saat dengar ceritaku, dia menembak Selena, tapi kena punggung dan inilah yang bikin Selena sakit parah""Karena aku yang melindungi saat itu. Aku juga terpaksa membuang Malik, karena dia tahu itu anak Abu Magun dan Selena dan ingin membunuhnya..!”Abu Magun terdiam sesaat.“Hmm…ceritamu menolong nyawamu, di mana sekarang si bangsat Abu Jarrah itu bersembunyi.” dengus Abu Magun marah.Dalam hati Abu Magun kaget juga, di pikirnya Abu Jarrah sudah tewas, ketika dulu markas mereka dia serbu bersama Kendra, juga Nancy, Ashi serta Soleh di distrik Al Iqro (baca bab-bab terdahulu).Tanpa ragu Afok Yousef sebutkan persembunyian Abu Jarrah. Tapi Afok Yousef bilang, dia sudah lama tak tahu kabar soal Abu Jarrah setelah insiden itu.Jadi dia tak tahu apakah Abu Jarrah masih hidup, atau malah sudah mati. “Tuan..jadi kamulah yang b
Peringatan itu di ingat betul Abu Magun. “Berarti ni orang benar-benar berbahaya,” pikir Abu Magun, sambil memacu mobil ke alamat yang di sebutkan pria setengah mabuk tadi.Abu Magun membuka penutup kain di jok depannya, ternyata di bawah kain ada sebuah senjata otomatis, yang bisa menembakan 100 peluru.Walaupun lama tak ikut berperang, tapi kemampuan Abu Magun tetap terjaga, dia malah sangat antusias menghadapi musuhnya kali ini.Tempat ini berada di pinggiran kota Al Balla. Daerah ini terlihat ramai, namun Abu Magun sudah melihat ada beberapa mata tajam menatap mobilnya.Di balik kacamata hitamnya, Abu Magun bisa melihat pandangan curiga pada dirinya. Tapi tanpa takut dia terus maju.Di sebuah tikungan, Abu Magun tersenyum sendiri, di depannya sudah berjejer 10 orang sekaligus dengan senjata terkokang.Abu Magun tak ada ketakutan sama sekali, dia keluar dari mobilnya dan menghadap ke 10 orang ini.“Stop, siapa kamu?” bentak pemimpin komplotan ini.“Maaf, aku tak ingin bermusuhan de
Iman makan dengan sangat lahap, benar-benar lapar sekali si bocil ini. Tanpa malu-malu dia sampai minta tambah hingga 2X ke pemilik kafe.Si pemilik kafe ini sempat ragu, apakah si bocil ini bsa membayar makanannya tersebut.Tapi keraguan itu terjawab, setelah Abu Magun taruh uang di atas meja. “Ambil ini, sisanya buat kamu!” si pemilik kafe langsung mengangguk hormat, lalu buru-buru ambilkan pesanan Iman.Abu Magun membiarkan saja bahkan meminta Iman jangan sungkan nambah dan ambil lauk yang mana dia suka.Saking kenyangnya, Iman pun bersendawa lumayan nyaring, hingga Abu Magun senyum sendiri melihat kelakuan spontan anak ini.“Makasih Tuan, enak sekali, baru kali ini Iman makan sekenyang ini!” Iman sampai mengelus-ngelus perut kurusnya yang terlihat membuncit.“Bagus…sekarang aku mau tanya, benarkah kamu dan Bungki itu bersaudara angkat?” Abu Magun agaknya langsung saja ke topik, dia malas bertele-tele.“Betu sekali tuan, Bungki waktu itu nangis di tengah pasar kelaparan, lalu aku d