“Dan itu adalah kesalahan terbesar dalam hidupku. Kesalahan yang aku sengaja, mencintai laki-laki yang berengsek sepertimu. Hatiku selalu sakit mengingat semua. Bahkan apa yang ada di depan mataku sekarang.” Kinan menunjuk wanita itu.
Kevin masih terdiam mendengar semua yang keluar dari mulut Kinan. “Aku bodoh, aku memang bodoh. Tapi, walaupun sampai sekarang aku masih mencintaimu, aku nggak akan pernah mau menikah denganmu, Vin! Aku nggak sanggup membayangkan bagaimana sakitnya melihatmu seperti ini pada wanita lain.”
“Terus, lo mau nikah sama Kakak gue? Itu nggak akan gue biarin. Gue bakal kasih video itu padanya bahkan ke Mama dan semua orang,” ancamnya.
Air mata Kinan mengering seketika mendengar kenyataan pahit yang ada di depan matanya. Ia menggelengkan kepalanya lemas. Sudah cukup, rasanya kepala itu akan pecah mendengar ancaman Kevin.
“Kamu kasih aja video itu ke Kak Keanu dan Bu Melinda atau ke semua orang! Aku nggak peduli, hidupku udah hanc
Terima kasih masih setia membaca cerita ini! Dukung cerita ini dengan komentar, bintang lima dan votenya ya, Kak!
Hari sudah berganti. Kinan terus berada di samping Kevin menemaninya sejak laki-laki itu dipindahkan ke ruang perawatan. Belum sadarkan diri sampai pagi ini membuat gadis itu tak tega meninggalkannya sendiri. Semua tingkah laku Kevin yang menyebalkan padanya seketika musna entah kemana. Keadaan Kevin tak seburuk yang Kinan takutkan. Kevin hanya mengalami retak tulang di kaki kanannya dan dokter sudah menanganinya. Kinan terus memegangi tangan dingin Kevin, berharap laki-laki itu cepat tersadar. Ia juga sering kali menempelkan tangan itu pada pipinya yang basah dengan air mata. Semalam suntuk tak tidur dan menangis membuat matanya begitu merah dan lelah. Ia tak mampu lagi menahan kantuk dan tertidur pulas di kursi memegangi tangan Kevin. Perlahan-lahan mata Kevin terbuka. Ia menoleh ke samping dan tersenyum kecil melihat Kinan tertidur pulas menemaninya. Kevin mengelus lembut kepala Kinan.
“Nan-ti kita bisa bicarakan lagi, Om!” ucap Kinan lirih dan ragu. Perasaannya mengatakan Kevin seperti tak mencintainya walaupun ia sudah menyelamatkan nyawanya kemarin malam. Ia tak mampu membayangkan menikah dengan laki-laki seperti itu. Saling mencintai memang indah. Namun, jika tak bisa terbalaskan, bukankah lebih baik dicintai dari pada mencintai?“Ya sudah, tapi Om nggak mau lama-lama, ya! Anak ini soalnya susah dipegang omongannya!” tunjuknya pada Kevin.Kevin berdecak kesal dan memalingkan wajahnya. “Lagian kakiku juga belum bisa jalan, Pa! Gimana mau nikah?” gerutu Kevin.“Ya kalian ‘kan bisa ijab kabul dulu!”“Nggak perlu buru-buru gitu juga ‘kan, Pa? Papa pikir Kinan hamil? Atau, jangan-jangan Papa hanya ingin menyuruh Kinan membuatku terdiam di dalam apartemen?” sindir Kevin yang membuat Kinan semakin yakin laki
Lama terdiam membuat Bu Melinda semakin penasaran dengan jawaban Kinan. Mobil Keanu yang tiba-tiba terdengar membuat suasana hati Kinan menjadi tak tenang. Mereka menoleh ke arah luar pintu. Keanu berjalan pelan kemudian mencium tangan Bu Melinda.Kinan menundukkan kepalanya. Keanu menatapnya tajam tanpa sapa dan senyuman. Raut wajah kesal masih ditunjukan Keanu pada gadis itu.“Duduklah, Kean!” Keanu menurut pada perintah Ibunya. Duduk di samping Ibunya dengan terus memandang sinis ke arah Kinan yang menunduk dan meremas-remas tangannya. “Mama sudah tanyakan pada Kinan, dengan rencana Mama mau melamarnya akhir bulan ini.”Keanu memelototkan mata mendengarnya. “Mama nggak salah?”“Ya enggak lah!”Kinan semakin cemas. Bagaimana jika Keanu berbicara sesungguhnya tentang hubungannya dengan Kevin?Keanu menggelengka
Papa Kevin bersikeras dengan rencana menikahkan mereka. Di perjalanan, laki-laki paruh baya itu terus berusaha mengalihkan pembicaraan Kinan yang mencoba merayu untuk mempertimbangkan lagi keputusannya. Ini sudah bulat dan harus segera terlaksana. Bagi Papanya, sikap Kevin tak akan berubah jika ia tak diberi tanggung jawab keluarga.Sesampainya di rumah sakit, beliau lebih memilih meninggalkan mereka. “Om mau ke kantor dulu! Ada banyak pekerjaan yang tidak bisa ditinggal. Kamu kalau perlu apa-apa ada orang suruhan Om di luar. Nanti kalau pulang biar diantar dia, ya!”Kinan mengangguk. Ia terus memperhatikan Papa Kevin sampai menutup pintu ruangan ini. Kemudian Kinan duduk di samping Kevin yang juga memperhatikannya sedari tadi.“Bagaimana keadaanmu?” tanya Kinan lirih.“Masih seperti ini.”Gadis itu berdehem. “Kamu tau, nggak? Om Daniel tadi bilang, kalau minggu depan kita akan menikah.”&ldquo
Hari terasa begitu cepat. Ijab kabul terucap lancar dari mulut Kevin. Mereka kini sudah sah menjadi suami istri. Pernikahan sederhana hanya disaksikan penghulu, wali hakim, Aldo, Papa, Kakek serta beberapa keluarga Kevin lainnya. Semua dilakukan secara tertutup mengingat keadaan kaki Kevin yang belum sembuh dan harus menggunakan kursi roda untuk berpindah tempat.Kevin menyunggingkan bibir atasnya memandangi Kinan yang berbeda dari biasanya. Gadis itu terlihat cantik dengan kebaya yang menempel di badannya.“Lo, cantik banget!” bisiknya saat orang-orang sibuk bercengkrama setelah ijab kabul selesai. Kinan tak mampu menjawabnya. Pipinya seperti kepiting rebus. Ia malu dan memalingkan wajahnya dari Kevin. “Lo seneng nggak jadi istri gue?” Kevin terus mengejar wajah Kinan yang berusaha menghindarinya.“Apaan sih, Vin?” Gadis itu meremas-remas tangannya yang dingin. Tentu saja ia malu mengakui kebahagiaannya di depan Kevin. Kinan
Hampir setengah jam Kinan yang berada di dalam kamar mandi akhirnya keluar dengan lingerie merah yang diberikan Kevin untuknya. Suaminya itu tersenyum menyeringai melihat Kinan yang berjalan pelan mendekatinya.Kinan menggosok-gosokkan tangan pada leher yang tiba-tiba merinding saat melihat tatapan Kevin. Ia duduk di kursi meja riasnya menyisir rambutnya pelan serta menyemprotkan parfum vanila di seluruh tubuhnya.Kevin meraih tangan Kinan. “Kemarilah!” pintanya dengan menarik tangan itu.“Aku lagi menstruasi, Vin!” tegasnya lagi. Kinan duduk di tepi tempat tidur dekat Kevin.“Iya aku tau. Aku nggak segila itu,” ucapnya dengan menyelipkan anak rambut di telinga Kinan.Kinan menggidikkan bahu. “Ya udah, ayo tidur!” ajaknya. Kinan mengitari tempat tidur dan membaringkan tubuhnya di samping Kevin.Laki-laki itu tak tinggal diam. Ia menggeser tubuhnya mendekati istrinya dan menciumi pipi itu dengan
Kevin menggeliatkan tubuhnya yang kaku karena semalaman Kinan tidur memeluknya. Pergerakan Kevin membuat tidur Kinan terusik, ia mulai membuka sedikit matanya dan menatap laki-laki tampan yang menjadi suaminya itu. Ia menarik garis lengkung bibirnya, begitu nyaman tidur di pelukan laki-laki yang selama ini ia cintai.Kinan kembali memeluknya dan menenggelamkan wajahnya di dada yang bidang itu. Rasanya enggan sekali untuk bangun, tapi jika ia tak segera menyudahi penyatuan ini pasti laki-laki yang masih tertidur lelap ini akan kelaparan karena ia tak segera menyiapkan sarapan.Perlahan-lahan Kinan bangun mandi dan sibuk di dapur menyiapkan sarapan sendiri untuk Kevin walaupun ada asisten rumah tangga yang siap membantunya.“Kinan!” panggil Kevin yang sedang mencari wanita yang kini tak ia lihat saat pertama kali bangun. Ia berusaha sendiri ke kamar mandi dengan menggeser roda di kursi yang membantunya berjalan saat ini.Sementara Kinan sudah se
Kinan mengernyitkan wajah dan menutup hidungnya saat Kevin memintanya untuk berciuman. Laki-laki itu mengerutkan muka menatap penolakan dari istrinya. “Kenapa?” tanyanya dengan ketus.“Bau rokok. Kamu kalau mau cium aku, jangan merokok dulu! Aku nggak suka baunya,” gerutu Kinan dengan memalingkan muka.“Oh, jadi kamu nggak suka sama aku?”Kinan menjauhkan kepala dan melebarkan mata mendengarnya. “Aku cuma nggak suka bau rokok!”“Ya udah sana cari suami yang bukan perokok!” Mulut Kinan terbuka lebar mendengarnya. “Kenapa kamu nggak nikah aja sama Kak Keanu. Bukankah dia laki-laki yang anti rokok?” lanjut Kevin kembali.Kinan menggelengkan kepala. Jika ia menjawab yang ada pertengkaran menjadi melebar ke mana-mana. Ia membaringkan tubuhnya membelakangi laki-laki yang bersungut itu.Suara po
Pagi ini, Kinan tersenyum puas melihat Kevin masih tertidur lelap dengan posisi tengkurap di sampingnya. Ia memandang lekat suaminya itu dan merasa begitu bahagia bisa memiliki seutuhnya dan cintanya selama ini terbalas.Satu ciuman mendarat di pipi laki-laki yang dulunya terus membuat tersulut emosi itu. Hanya berbalutkan selimut tebal, Kinan kini menyibakkan penutup tubuhnya dan mulai memunguti lingerie di lantai yang ia kenakan semalam.Berjalan pelan ke kamar mandi karena perut bagian bawahnya terasa tak nyaman sekali. Semalam ia sampai lupa berapa kali mencapai puncak kenikmatan karena ulah suaminya itu.“Bangun!” Kinan menguncang tubuh Kevin. “Mama telepon, Khalo nyariin kita terus!”Kevin menggeliatkan tubuhnya. “Ini baru jam berapa, sih?” gerutunya.“Jam sepuluh! Ayo kita balik! Nggak enak sama Mama.”Ke
“Kita ajak Khalo jalan-jalan habis itu, kita titipin Mama sebentar, ya!” usul Kevin dengan wajah merengut saat bersiap akan menepati janji pada Khalo untuk membelikannya mainan pagi ini.“Nggak enak lah sama Mama, pasti Mama juga sibuk ngurusin toko kue.”“Waktu kita tinggal besok, Kinan! Malam ini kita harus pergunakan dengan baik. Kamu nggak tau rasanya sakit banget ini dari semalam nggak mau tidur.” Kevin mengarahkan mata ke celananya.“Terus kita mau lakuin di mana?”Kevin mendekati Kinan dengan menyunggingkan bibir atasnya. “Kamu mau di mana?”“Cari suasana beda lah! Masak di kamar terus?” Kinan mengerucutkan bibirnya.“Kita sewa hotel di puncak, ya?” usul Kevin.Kinan tersenyum malu mengiyakannya. “Kamu siapin keperluannya. Dan ... lingerie sem
“Papa!” teriak Khalo berlari memeluk Kevin yang tiga hari ini ke luar kota meninggalkannya. Sudah tiga tahun usia anak laki-laki mereka. Kebahagiaan terus menyelimuti walaupun sikap Kevin masih saja membuat Kinan geram.“Papa kangen banget sama kamu, sayang!” Kevin mencium putra itu berkali-kali.“Papa bawa oleh-oleh?” Dari sorotan mata anak itu berharap banyak. Namun, kali ini Kevin tak membawa apapun. Ingin cepat pulang membuatnya melupakan itu semua.“Besok aja kita jalan-jalan, ya! Nanti kamu bisa milih mainan sesuka hatimu!”“Ya nggak sesuka hati juga! Kamu ngajarin nggak bener,” sindir Kinan lirih yang membuat Kevin berdecak.“Ya udah, ayo kamu bobok! Ini udah malam.” Kevin menggendong Khalo ke kamarnya.Anak itu mengerucutkan bibirnya gemas sembari menggelengkan kepalanya. “A
Hari ini Kevin mengajak Kinan kembali ke rumah, sudah hampir dua minggu mereka tinggal di rumah Bu Melinda. Tak seperti sebelumnya, keadaan Kinan kini mulai membaik. Banyak terukir senyum di wajahnya. Kevin benar-benar memanjakan dan menghiburnya akhir-akhir ini.Laki-laki itu tiba-tiba saja mengarahkan mobilnya di rumah pemberian Sang Papa dulu. Kinan mengernyit heran, bukannya suaminya itu anti menerima pemberian dari Papanya?“Kenapa kita ke sini?” tanya Kinan.Kevin mematikan mesin mobilnya. “Kita akan tinggal kembali di sini! Kamu mau ‘kan?”Laki-laki itu keluar dari mobil dan berlari kecil membukakan pintu mobilnya. Asisten rumah tangga juga bersiap di depan membantu mereka membawa koper masuk dalam rumah.Di dalam rumah, kedatangan mereka disambut hangat oleh Papa Kevin. “Akhirnya kalian pulang juga. Papa sudah nggak sabar mau menimang c
“Ka-kamu mau apa?” tanya Kinan gugup karena Kevin mendekatinya setelah mengunci rapat pintu kamar. Laki-laki itu sudah menemukan cara untuk membantu istrinya lewat informasi dari internet yang ia baca.Kevin duduk dibelakang Kinan yang menyelonjorkan kakinya di atas tempat tidur. Tiba-tiba mendekapnya erat dari belakang dan menciumi pipi lembut itu.“Aku mencintaimu,” bisiknya yang membuat Kinan bergidik geli. Ia mengernyit dengan sikap suaminya itu. “Buka kancing bajumu!”“Kamu mau apa, Vin? Aku baru melahirkan. Kenapa kamu nggak bisa menahannya?” Kinan menatap Kevin dengan raut wajah ketakutan.“Sini aku bantuin biar susumu keluar banyak!” Tanpa persetujuan Kinan, laki-laki itu membuka satu persatu kancing baju istrinya. “Keluarin dari bra!”“Kamu mau apa?” gertak Kinan tak terima.
Beberapa hari di rumah sakit akhirnya dokter mengizinkan mereka pulang. Sikap dingin Kinan pada Kevin masih saja ditunjukan. Seberapa besar perhatian suaminya itu padanya tak membuat Kinan tersentuh. Ia merasa berada dititik rendahnya saat ini.“Kita tinggal di apartemen saja, ya?” Kevin menawarkan. Namun, Kinan menggelengkan kepalanya tak setuju.“Aku mau ke rumahku saja!” jawabnya lirih. Kevin mengangguk mengiyakan. Sebenarnya Bu Melinda menawarkan untuk sementara mereka tinggal di rumahnya sampai keadaan Kinan benar-benar pulih. Namun, tolakan yang selalu terdengar.Salah satu baby sitter disewa Bu Melinda untuk membantu Kinan dan tinggal di rumahnya. Rasanya tak tega melihat kedua anaknya itu kerepotan berjuang sendiri.Kinan berdiri terdiam di depan kaca riasnya. Melihat tubuhnya yang masih dipenuhi lemak, serta wajah yang tak terawat semakin membuatnya berkecil hati.
“Keanu?”“Ayo cepat, Kean! Air ketuban Kinan keluar terus!” Desakan Clara membuat Keanu bertambah gugup.“Ada apa ini?” Papa Kevin berjalan mendekati mobil Keanu.“Kinan harus segera dibawa ke rumah sakit, Pa!” Wajah khawatir tersirat jelas pada Papa Kevin. Tanpa berlama-lama Keanu masuk ke dalam mobil dan disusul oleh Sang Papa.Perasaan tak enak terus mengganggu pikiran Kevin di kantor. Ia berusaha beberapa kali menelepon Kinan, tapi tak diangkat. Jelas saja, keadaan Kinan saat ini sedang tak baik-baik saja. Bahkan ponselnya pun terjatuh di lantai kamarnya.Diva dengan nekat menemui Kevin di depan kantornya. Kevin yang tengah berjalan cepat menuju tempat parkir tiba-tiba dihadang oleh wanita itu.“Vin, aku mau bicara serius!”“Ada apa lagi, sih?” Kevin terlihat risi
“Halo ... kamu lagi sibuk, Vin?” tanya Diva yang sedari meneleponnya, tapi dibiarkan saja oleh Kevin. Semenjak reuni empat bulan lalu, wanita itu terus mencoba menghubunginya. Obsesi memiliki Kevin sudah tertanam dalam di dalam hatinya sejak dulu. Tak peduli apa status Kevin sekarang, ia hanya ingin mewujudkan keinginannya.“Nggak, ada apa? Aku lagi baru pulang kerja.” Kevin berjalan keluar kamar. Ia selesai mandi dan melihat Kinan sudah memejamkan matanya.Laki-laki itu sudah berusaha sebisa mungkin untuk menghindari Diva. Tawaran untuk berselingkuh terus Kevin abaikan, ini membuatnya merasa bersalah pada Kinan yang kini tengah mengandung calon buah hatinya.Kinan membuka matanya lebar setelah Kevin keluar kamar. Ia tak sanggup menahan laju air mata setiap mendengar telepon dari wanita yang terus berusaha menggoda suaminya itu. Berusaha tetap baik-baik saja dan tak mengetahui apa dibalik semua in
“Aku janji akan membahagiakan kalian! Tanpa mengharap harta dari Papa. Percayalah, aku bisa, Kinan!” Kevin menyelipkan anak rambut Kinan ke telinga kiri dan kanannya.Kinan mengangguk pasrah dengan terus aktif bergerak naik turun memposisikan di pangkuan Kevin. Sementar Kevin mengeratkan pelukannya ke pinggang Kinan. Kinan juga menyesapi bibir suaminya itu dengan lembut. Rasa manis dari filter rokok yang dihisapnya sebenarnya masih terus membekas di bibir itu. Namun, ia seperti sudah terbiasa.Tatapan sendu penuh gairah ada dalam mata mereka. “Kamu janji, besok jangan dekati wanita-wanita masa lalumu!” Kinan menghentikan gerakannya yang membuat Kevin berdecak kesal.“Kan ada kamu. Kenapa pikiranmu buruk sekali? Mereka bukan masa laluku. Masa laluku kamu!” Kevin kembali menyatukan bibir mereka. Suara kecupan bibir dan rintihan tertahan yang menggema di seluruh sudut kamar semakin menamb