Gino terus menelepon Kinan sepulang dari klub. Ia sudah berusaha berkali-kali mengirim pesan sejak Kinan pulang sendiri tadi siang. Namun, tak ada jawaban dari gadis itu.
Waktu sudah sangat larut. Sebenarnya, Gino tak sabar untuk menemui Kinan di rumahnya. Tidak peduli apakah mengganggu atau tidak, ia mengemudikan mobilnya ke arah rumah Kinan.
Ponsel yang bergetar langsung ia sambar. Berharap Kinan yang memberi balasan, tapi nyatanya Alya yang dari pagi ia abaikan. Gino melempar kembali ponselnya. Keputusan Alya untuk memilih kuliah jauh darinya, membuat Gino kesal.
Tak satu dua kali, ponselnya terus mengganggu konsentrasinya menyetir. Ia terpaksa mengangkat telepon Alya. “Ada apa sih, Yang?” tanyanya dengan wajah cemberut.
“Lo kemana aja? Akhir-akhir ini susah banget dihubungi,” gerutu Alya.
“Gue, diperjalanan. Mau balik. Nanti kalau nyampe rumah, gue telpon lagi.” Gino langsung mematikan ponsel dan membantingny
Sudah beberapa bulan ini Gino berusaha mendekati Kinan. Namun, gadis itu semakin membuatnya geram. Kinan terus menolak cinta Gino, mengabaikan perhatiaannya dan juga terus menghindar.Kinan merasa tak enak hati pada Alya, membuatnya malu untuk menghubungi bahkan, hanya menanyakan kabar pada sahabatnya itu.Kinan sepulang dari bekerja bergegas mandi dan membaringkan tubuhnya di ranjang. Ibunya kini sudah terbiasa sendiri untuk berjualan. Kesibukan Kinan bekerja, membuatnya jarang membantu pekerjaan Ibunya.“Kinan ... ada Gino tuh!” teriak Ibunya dari balik pintu kamar. Kinan berdecak kesal. Bagaimana caranya agar laki-laki itu menjauhinya?Gadis itu membuka pintu kamarnya. “Biarin aja, Bu! Kinan lagi males ketemu sama dia.”“Nggak boleh gitu, lah! Ayo sana temuin!”Gadis itu memamerkan wajah cemberut pada Ibunya. Namun, sepertinya percuma. Ibunya menarik tangannya untuk keluar menemui Gino.“Ke
Kinan tercengang saat pulang kerja melihat Alya dan Devan duduk di teras rumahnya. Selepas pertemuan tiba-tiba semalam, Alya tampak begitu dingin pada Kinan. Begitu pula Kinan, ia tak enak hati pada Alya masalah Gino yang tiba-tiba datang ke rumah dan memegang tangannya.Kinan memarkir motornya asal di halaman. Ia berjalan lemas mendekati mereka. Kehadiran Devan membuat Kinan sedikit bingung. Pasalnya, semenjak pengakuan Kinan padanya dulu, Devan tak menampakkan batang hidungnya lagi.Alya berdiri diikuti Devan. Mereka tersenyum simpul menyambut Kinan. “Udah pulang, Kin?” tanya Alya yang membuat Kinan bingung. Bukankah semalam Alya seperti acuh padanya? Kenapa sekarang wajahnya menjadi berseri-seri?Kinan menaruh tasnya di kursi. “Kalian ngapain di sini? Dan kamu Al, bukannya harus datang ke acara ultahnya Gino?” tanya Kinan dengan dahi berkerut dalam.
Sudah beberapa hari ini Alya menghabiskan waktu liburnya bersama Kinan dan Devan. Mereka sering jalan bertiga, entah itu makan atau hanya sekedar mencari angin malam. Alya lebih terlihat bahagia dan dicintai saat bersama Devan. Ia benar-benar sudah melupakan Gino.Semenjak Alya terus dekat dengan Kinan, Gino hanya memantau dari jarak jauh. Ia tak berani ke rumah bahkan menghubungi Kinan seperti dulu. Ini membuat Kinan berpikir jika Gino sudah tak menganggunya lagi.“Besok pagi-pagi gue balik, Kin. Lo hati-hati ya sama Gino! Pokoknya jauhi itu cowok! Kalau perlu secepatnya lo cari pacar. Biar ada yang ngelindungi,” saran Alya yang kini duduk bersama Kinan dan Devan di teras rumah Kinan.“Masalahnya siapa yang mau sama gue, Al?” Kinan tertunduk lemas.“Ya pasti adalah, pokoknya lo jangan terlalu ngumbar kekurangan sama mereka sebelum mereka jatuh cinta sama lo, Kin! Yakin deh, mereka pasti nerima lo.”Kinan mengang
Kinan melajukan sepeda motornya kencang menuju rumah. Perasaannya tak enak memikirkan keadaan Ibunya. Sering kali ia mengigiti bibir bawahnya. Ketakutan luar biasa terus menghinggapinya, ia tak ingin kehilangan lagi orang yang berharga dalam hidupnya. Kinan memarkir asal sepeda motornya di halaman. Berlari membuka pintu, dan berteriak memanggil Ibunya beberapa kali tapi, tak ada jawaban. Ia berjalan cepat memeriksa di kamar Ibunya, tapi tak ada. Kemana Ibunya pergi? “Kinan!” panggil lirih Ibunya dari pintu luar. Kinan berjalan menghampirinya. “Ibu dari mana aja? Ibu baik-baik aja, ‘kan?” Gadis itu meraba seluruh tubuh Ibunya yang masih hangat. “Ibu cuma ke warung sebentar beli teh.” Kinan berdecak, “Ibu ‘kan masih sakit, biar Kinan aja yang beli nanti.” Ia merangkul Ibunya untuk duduk di sofa ruang tamu. Napas Ibunya terengah. Kinan mengambilkan segelas air untuk Ibunya. “Minum dulu, Bu!” Ibunya mengangguk. “Kinan, kamu kok uda
Suara ketukan pintu mampu memecah kesedihannya. Ia berlari keluar berharap ada orang yang bisa membantunya. Saat membuka pintu, Kinan terdiam karena yang datang adalah pemilik apotek tadi.“Mbak, ini obat yang kurang tadi!” Laki-laki itu menyerahkan obat yang dipegangnya.Kinan melihat hujan bertambah deras. “Mas, boleh aku minta tolong?” tanyanya dengan raut wajah cemas.“Ya,” jawab singkat laki-laki itu.“Tolong antarkan Ibuku ke rumah sakit! Ibuku pingsan.”Mereka masuk ke dalam rumah dengan cepat. Laki-laki tadi membopong Ibu Kinan untuk masuk ke dalam mobilnya. Kinan memasukkan motornya dan mengunci pintu rumah.Di dalam mobil, Kinan terus berusaha membangunkan Ibunya, tapi tak ada hasil. “Tenanglah! Sebentar lagi sampai,” ucap laki-laki yang mengemudikan mobilnya kencang.Ibu Kinan langsung mendapat penanganan sesampainya di rumah sakit. Kinan dan laki-laki tadi menungg
Reno menyetujui permintaan Kinan menjadi pacar bohongannya. Laki-laki itu hampir tiga minggu ini sering datang menemuinya. Bahkan ia juga mengantar Ibu Kinan pulang dari rumah sakit. Ini membuat hati Gino terluka mengetahui di depan matanya Kinan sudah mempunyai pacar.Usia Reno yang lebih tua lima tahun dari Kinan, membuat gadis itu merasa sangat nyaman jika berbicara dengannya. Reno juga terlihat sangat menghormati Kinan dan juga Ibunya.Malam ini di teras rumah Kinan, Reno kembali menemuinya. Reno terdiam memandangi wajah Kinan. Suasana menjadi hening seketika. Ia membalas tatapan mata Reno dengan senyuman manis yang membuat Reno tak mampu lagi menyimpan lebih lama perasaannya.“Kinan!” panggilnya lirih. Kinan berdehem dengan mengangkat kedua alisnya. “Kalau kita pacaran beneran, kamu mau, nggak? Aku benar-benar serius suka sama kamu. Kamu cantik, mandiri, apa adanya, ka
Lima tahun sudah berlalu. Kinan harus berjuang sendiri mencari uang untuk pengobatan Ibunya yang sering sakit dan juga biaya hidupnya sehari-hari. Pendapatan bekerja di toko sepatu milik Aldo tak mampu mencukupinya. Ia benar-benar membanting tulang menitipkan makanan di warung-warung sebelum berangkat bekerja.Kinan tak mampu menyembunyikan wajahnya yang begitu lelah. Ingin rasanya mengeluh tapi ia takut tekanan darah tinggi Ibunya semakin naik karena memikirkannya. Seolah semua terlihat baik-baik saja.Pagi-pagi Reno datang ke rumahnya, memanggil namanya, tapi rumah tampak begitu sepi. Beberapa kali ia menelepon Kinan tak diangkat. Saat ia akan beranjak pergi, pintu rumahnya tiba-tiba terbuka.“Reno,” panggil lirih Ibu Kinan. Reno menoleh ke belakang. Ia mendekati dan mencium tangan Ibu Kinan yang berdiri membuka pintu. “Mau cari Kinan?”“Iya, Bu! Di mana Kinan?”“Dia mungkin di taman,” jawab Ibu Kin
Kinan masih terus menangis di ruang tunggu dengan menundukkan kepala, lama sekali, bahkan ada seorang perawat yang datang mendekatinya pun ia tak tau.“Maaf, Mbak!” sapa perawat itu yang membuat Kinan sedikit terlonjak. Ia menatap perawat itu dengan air mata yang belum mengering di pipi.“Ada apa? Bagaimana keadaan Ibu?” Kinan langsung berdiri.“Dokter ingin berbicara sebentar dengan Anda. Mari!” Perawat itu menunjukkan sebuah ruangan. Kinan mengangguk dan berjalan cepat mengikuti perawat tadi.Seorang dokter berusia dua puluh tujuh tahun yang bernama Keanu menyambut Kinan sangat ramah. Ia mempersilahkan Kinan duduk dan menjelaskan apa yang terjadi pada Ibunya.Kinan tercengang mendengar pemberitahuan dari dokter, bahwa di otak Ibunya ada pengumpalan darah akibat benturan keras di kepalanya. Dokter Keanu menyarankan Ibunya untuk segera dioperasi. Berbicara masalah operasi, otak Kinan bagai diperas. Biaya ya
Pagi ini, Kinan tersenyum puas melihat Kevin masih tertidur lelap dengan posisi tengkurap di sampingnya. Ia memandang lekat suaminya itu dan merasa begitu bahagia bisa memiliki seutuhnya dan cintanya selama ini terbalas.Satu ciuman mendarat di pipi laki-laki yang dulunya terus membuat tersulut emosi itu. Hanya berbalutkan selimut tebal, Kinan kini menyibakkan penutup tubuhnya dan mulai memunguti lingerie di lantai yang ia kenakan semalam.Berjalan pelan ke kamar mandi karena perut bagian bawahnya terasa tak nyaman sekali. Semalam ia sampai lupa berapa kali mencapai puncak kenikmatan karena ulah suaminya itu.“Bangun!” Kinan menguncang tubuh Kevin. “Mama telepon, Khalo nyariin kita terus!”Kevin menggeliatkan tubuhnya. “Ini baru jam berapa, sih?” gerutunya.“Jam sepuluh! Ayo kita balik! Nggak enak sama Mama.”Ke
“Kita ajak Khalo jalan-jalan habis itu, kita titipin Mama sebentar, ya!” usul Kevin dengan wajah merengut saat bersiap akan menepati janji pada Khalo untuk membelikannya mainan pagi ini.“Nggak enak lah sama Mama, pasti Mama juga sibuk ngurusin toko kue.”“Waktu kita tinggal besok, Kinan! Malam ini kita harus pergunakan dengan baik. Kamu nggak tau rasanya sakit banget ini dari semalam nggak mau tidur.” Kevin mengarahkan mata ke celananya.“Terus kita mau lakuin di mana?”Kevin mendekati Kinan dengan menyunggingkan bibir atasnya. “Kamu mau di mana?”“Cari suasana beda lah! Masak di kamar terus?” Kinan mengerucutkan bibirnya.“Kita sewa hotel di puncak, ya?” usul Kevin.Kinan tersenyum malu mengiyakannya. “Kamu siapin keperluannya. Dan ... lingerie sem
“Papa!” teriak Khalo berlari memeluk Kevin yang tiga hari ini ke luar kota meninggalkannya. Sudah tiga tahun usia anak laki-laki mereka. Kebahagiaan terus menyelimuti walaupun sikap Kevin masih saja membuat Kinan geram.“Papa kangen banget sama kamu, sayang!” Kevin mencium putra itu berkali-kali.“Papa bawa oleh-oleh?” Dari sorotan mata anak itu berharap banyak. Namun, kali ini Kevin tak membawa apapun. Ingin cepat pulang membuatnya melupakan itu semua.“Besok aja kita jalan-jalan, ya! Nanti kamu bisa milih mainan sesuka hatimu!”“Ya nggak sesuka hati juga! Kamu ngajarin nggak bener,” sindir Kinan lirih yang membuat Kevin berdecak.“Ya udah, ayo kamu bobok! Ini udah malam.” Kevin menggendong Khalo ke kamarnya.Anak itu mengerucutkan bibirnya gemas sembari menggelengkan kepalanya. “A
Hari ini Kevin mengajak Kinan kembali ke rumah, sudah hampir dua minggu mereka tinggal di rumah Bu Melinda. Tak seperti sebelumnya, keadaan Kinan kini mulai membaik. Banyak terukir senyum di wajahnya. Kevin benar-benar memanjakan dan menghiburnya akhir-akhir ini.Laki-laki itu tiba-tiba saja mengarahkan mobilnya di rumah pemberian Sang Papa dulu. Kinan mengernyit heran, bukannya suaminya itu anti menerima pemberian dari Papanya?“Kenapa kita ke sini?” tanya Kinan.Kevin mematikan mesin mobilnya. “Kita akan tinggal kembali di sini! Kamu mau ‘kan?”Laki-laki itu keluar dari mobil dan berlari kecil membukakan pintu mobilnya. Asisten rumah tangga juga bersiap di depan membantu mereka membawa koper masuk dalam rumah.Di dalam rumah, kedatangan mereka disambut hangat oleh Papa Kevin. “Akhirnya kalian pulang juga. Papa sudah nggak sabar mau menimang c
“Ka-kamu mau apa?” tanya Kinan gugup karena Kevin mendekatinya setelah mengunci rapat pintu kamar. Laki-laki itu sudah menemukan cara untuk membantu istrinya lewat informasi dari internet yang ia baca.Kevin duduk dibelakang Kinan yang menyelonjorkan kakinya di atas tempat tidur. Tiba-tiba mendekapnya erat dari belakang dan menciumi pipi lembut itu.“Aku mencintaimu,” bisiknya yang membuat Kinan bergidik geli. Ia mengernyit dengan sikap suaminya itu. “Buka kancing bajumu!”“Kamu mau apa, Vin? Aku baru melahirkan. Kenapa kamu nggak bisa menahannya?” Kinan menatap Kevin dengan raut wajah ketakutan.“Sini aku bantuin biar susumu keluar banyak!” Tanpa persetujuan Kinan, laki-laki itu membuka satu persatu kancing baju istrinya. “Keluarin dari bra!”“Kamu mau apa?” gertak Kinan tak terima.
Beberapa hari di rumah sakit akhirnya dokter mengizinkan mereka pulang. Sikap dingin Kinan pada Kevin masih saja ditunjukan. Seberapa besar perhatian suaminya itu padanya tak membuat Kinan tersentuh. Ia merasa berada dititik rendahnya saat ini.“Kita tinggal di apartemen saja, ya?” Kevin menawarkan. Namun, Kinan menggelengkan kepalanya tak setuju.“Aku mau ke rumahku saja!” jawabnya lirih. Kevin mengangguk mengiyakan. Sebenarnya Bu Melinda menawarkan untuk sementara mereka tinggal di rumahnya sampai keadaan Kinan benar-benar pulih. Namun, tolakan yang selalu terdengar.Salah satu baby sitter disewa Bu Melinda untuk membantu Kinan dan tinggal di rumahnya. Rasanya tak tega melihat kedua anaknya itu kerepotan berjuang sendiri.Kinan berdiri terdiam di depan kaca riasnya. Melihat tubuhnya yang masih dipenuhi lemak, serta wajah yang tak terawat semakin membuatnya berkecil hati.
“Keanu?”“Ayo cepat, Kean! Air ketuban Kinan keluar terus!” Desakan Clara membuat Keanu bertambah gugup.“Ada apa ini?” Papa Kevin berjalan mendekati mobil Keanu.“Kinan harus segera dibawa ke rumah sakit, Pa!” Wajah khawatir tersirat jelas pada Papa Kevin. Tanpa berlama-lama Keanu masuk ke dalam mobil dan disusul oleh Sang Papa.Perasaan tak enak terus mengganggu pikiran Kevin di kantor. Ia berusaha beberapa kali menelepon Kinan, tapi tak diangkat. Jelas saja, keadaan Kinan saat ini sedang tak baik-baik saja. Bahkan ponselnya pun terjatuh di lantai kamarnya.Diva dengan nekat menemui Kevin di depan kantornya. Kevin yang tengah berjalan cepat menuju tempat parkir tiba-tiba dihadang oleh wanita itu.“Vin, aku mau bicara serius!”“Ada apa lagi, sih?” Kevin terlihat risi
“Halo ... kamu lagi sibuk, Vin?” tanya Diva yang sedari meneleponnya, tapi dibiarkan saja oleh Kevin. Semenjak reuni empat bulan lalu, wanita itu terus mencoba menghubunginya. Obsesi memiliki Kevin sudah tertanam dalam di dalam hatinya sejak dulu. Tak peduli apa status Kevin sekarang, ia hanya ingin mewujudkan keinginannya.“Nggak, ada apa? Aku lagi baru pulang kerja.” Kevin berjalan keluar kamar. Ia selesai mandi dan melihat Kinan sudah memejamkan matanya.Laki-laki itu sudah berusaha sebisa mungkin untuk menghindari Diva. Tawaran untuk berselingkuh terus Kevin abaikan, ini membuatnya merasa bersalah pada Kinan yang kini tengah mengandung calon buah hatinya.Kinan membuka matanya lebar setelah Kevin keluar kamar. Ia tak sanggup menahan laju air mata setiap mendengar telepon dari wanita yang terus berusaha menggoda suaminya itu. Berusaha tetap baik-baik saja dan tak mengetahui apa dibalik semua in
“Aku janji akan membahagiakan kalian! Tanpa mengharap harta dari Papa. Percayalah, aku bisa, Kinan!” Kevin menyelipkan anak rambut Kinan ke telinga kiri dan kanannya.Kinan mengangguk pasrah dengan terus aktif bergerak naik turun memposisikan di pangkuan Kevin. Sementar Kevin mengeratkan pelukannya ke pinggang Kinan. Kinan juga menyesapi bibir suaminya itu dengan lembut. Rasa manis dari filter rokok yang dihisapnya sebenarnya masih terus membekas di bibir itu. Namun, ia seperti sudah terbiasa.Tatapan sendu penuh gairah ada dalam mata mereka. “Kamu janji, besok jangan dekati wanita-wanita masa lalumu!” Kinan menghentikan gerakannya yang membuat Kevin berdecak kesal.“Kan ada kamu. Kenapa pikiranmu buruk sekali? Mereka bukan masa laluku. Masa laluku kamu!” Kevin kembali menyatukan bibir mereka. Suara kecupan bibir dan rintihan tertahan yang menggema di seluruh sudut kamar semakin menamb