Bab 57Hari ini aku sudah dibolehkan pulang oleh dokter.Mas Irfan ikut membantu berkemas akan pulang kerumah, seharusnya aku membawa kebahagian bersama keluarga kecilku yang selama ini sangat kuimpikan.Namun, karena buket bunga dari Andre itu membuat Mas Irfan kembali meradang. Menurutku Andre seperti menyulut kemarahan Mas Irfan. Aku bingung bagimana caranya untuk menghentikan semua ini, supaya laki-laki halalku bahagia menyambut kedatangan buah hatinya, bukan malah sebaliknya."Jangan sampai ada barang yang ketinggalan." Mas Irfan mengingatkan dengan nada sedikit ketus.Netraku memindai ruangan memastikan kalau tidak ada barang yang tercecer."Sudah semua," jawabku juga singkat.Dalam perjalan dari rumah sakit menuju pulang jalannya macet, Mas Irfan selalu membuang muka keluar. Aku pura-pura juga sibuk dengan malikat kecilku yang kugendong.Terasa tegang, hatiku bercampur aduk tidak karuan tanpa bisa kuurai, bagaikan benang kusut yang tidak ada ujungnya. Kini Mas Irfan seperti
Bab 58[Di, lagi ngapain?] Aku yang memulai kirim pesan ke Diana.[Tumben lo, malam gini belum tidur] balasnya.[Andre kemaren kirim kembang, Mas Irfan marah lagi, lalu dibuang di tong sampah kembangnya]Diana mengirim sticker tertawa. Aku cemberut, kenapa malah tertawa. Apa yang lucu?[Sebenarnya biasa aja, wajar kalau hanya mengirim ucapan lewat bunga, toh dia yang menolongmu ketika lo pingsan] balas Diana.[Mas Irfan mikirnya si Andre kaya nglunjak, gitu, Di][Bisa juga Mas Irfan takut Andre kebablasen. Apalagi Andre ada kerjasama dengan kantormu. Ditakutkan kalian akan sering bertemu, dan ...][Hush! Nama Andre kan sudah kuhapus dihatiku, gak mungkinlah aku aneh-aneh. Trus aku kudu piye, Di?] Diana hanya mengirimkan emot lucu, kemudian ada emot tangan yang mengatup di dada. Itu tandanya Diana nyerah, tidak mau ikut campur rumah tanggaku terlalu dalam. Aku membuang nafas kasar.Selanjutnya aku cerita hal lain yang mengingatkan masa kuliah dulu, Diana emang tidak ada habisnya kala
59 POV IRFANSebagai suami aku merasa terhina, bagaimana tidak? Laki-laki yang pernah singgah dihati Dela--istriku membuat hatiku meradang. Apa pasalnya?Tiba-tiba saja Diana teman akrab Dela dan Laki-laki itu maaf aku malas menyebut namanya, mengabari kalau Dela berada di klinik bersalin, karena pingsan ketika berada di kantor.Darahku mendidih dan merasa harga diriku terinjak-injak, kenapa harus laki-laki itu yang mengantar Dela ke tempat bersalin?Dela juga tidak nurut dengan usulku, berkali-kali sudah kusuruh ambil cuti, jawabnya nanti dan nanti.Akhirnya apa? Aku gegas menyusul ke klinik dan menemukan si brengsek dan Diana berada di sana. Kami sempat cek-cok dan hampir adu jotos. Kutarik krah laki-laki itu, hampir saja bogem mentah mendarat ke wajahnya. Si brengseng itu rupanya menarik krah kemejaku juga. Sehingga wajah kami berhadapan.Tanganku masih mengepal, tinggal hajar saja. Beruntung Diana buru-buru memisahkan kami, sehingga kami urung untuk berantem."Apa-apan sih, b
60 POV IRFANAndre? Laki-laki brengsek itu? Tanganku mengepal, nafasku naik turun. Ingin kudatangi dia, akan kutantang, sekarang maunya apa?Entah ini sudah dipicu emosi sebelumnya, atau aku memang cemburu, sehingga darahku langsung mendidih sampai di ubun-ubun.Saat itu juga tanpa pikir panjang, buket yang menurutku sangat bagus dan tentu saja mahal, langsung kubuang ke tempat sampah.Harga diriku sebagai suami terasa terhina dan terinjak-injak. Hatiku sakit sekali, sungguh aku sangat cemburu. Kenapa laki-laki brengsek itu sengaja memancing masalah.Menunggu Dela keluar dari kamar mandi rasanya bertahun-tahun, perasaanku campur aduk. Langsung kupasang wajah angker, sehingga ketika ibu bayiku itu keluar kamar mandi, dia kelihatan terkejut melihat perubahan di wajahku. Dahinya mengernyit."Mas, sudah pulang?" Nadanya gugup.Kulihat matanya mencari sesuatu yang ada diatas meja, kemudian beralih ke tempat sampah, lalu menatapku nanar. Kuikuti gerak-geriknya.Tiba-tiba wajahnya pucat pa
Bab 61Aku masih terngiang-ngiang dengan ucapan Mas Irfan. Bahwa pada ulang tahun Fara akan diberi kejutan, kira-kira apa ya kejutannya?Apa yang direncanakan ibu mertua itu yang akan disampaikan kepadaku? Tentang Mbak Nung dan Mas Irfan pastinya.Baiklah, aku harus mulai berbenah, menyiapakan diri, menyiapkan mental. Aku tidak boleh lemah, harus siap apapun yang terjadi.Menjelang sarapan pagi, aku tidak masak, takut nanti di cela kurang ini, kurang itu, tidak enaklah dan lainnya, lebih baik aku tidak masak apapun.Aku hanya menggoreng telor mata sapi, dan sambal kecap. Aku berharap Mas Irfan ikut sarapan, karena kalau hanya mata telor sapi, masa iya akan di cela.Sengaja memancing supaya Mas Irfan mau duduk dan sarapan bersama, aku ingin menanyakan sesuatu yang semalam ditolaknya. Baru satu sendok masuk kemulutku, kudengar langkah kaki yang sangat kuhafal. Laki-laki yang dipanggil Papa oleh anakku itu masuk dapur, dia celingukan mencari sesuatu."Sarapan, Mas?" tanyaku sambil meman
Bab 62 "Perkenalkan saya, Bu. Saya Syamsul, Notaris yang ditunjuk oleh almarhum Bapak Suparman untuk mengabarkan kepada ahli waris, bahwa Ibu ditunggu kehadirannya ke Sragen untuk tanda tangan.""Tanda tangan?" batinku.Aku bergeming, dadaku mulai sesak kalau mengingat kota kelahiranku. Pasti aku akan terkenang masa kecilku bersama almarhum kedua orang tuaku, yang sudah tidak bisa kugapai lagi."Halo Bu, maaf, apa Ibu masih disitu?" Suara yang mengenalkan diri sebagai Pak Syamsul itu ragu-ragu."I-iya Pak, saya dengar semua. Kapan saya harus menghadap bapak?" Dadaku bergetar."Secepatnya, Bu. Ini penting sekali. Nanti saya terangkan semuanya kalau Ibu sudah sampai di kantor kami.""Ya, Pak. Terima kasih."Setelah telepon terputus, air mataku meleleh tidak terbendung. Perih sekali mengingat kenangan indah disana. Banyak kenangan yang diuntai oleh kedua orang tua bersamaku, putri tunggalnya.Tidak kusangka hanya sependek ini kami lalui bersama. Aku sedih kalau mengingat semua ini, kenan
Bab 63 Setelah Zaqi kutidurkan dengan nyaman di stroller bayi, kudorong pelan menuju kantor Notaris milik Pak Syamsul Hamami. Dari luar bangunannya bagus, semua dicat berwarna putih, kesannya bersih. Walaupun berada ditengah kampung, kiri kanannya sudah banyak bangunan baru, dengan disain minimalis.Halamannya luas, ditengahnya ada air mancur, disekitarnya banyak ditanami pohon yang rindang, sangat asri. Sehingga adem dan sejuk.Belum sampai aku masuk, sudah ada yang menyambutku. Wanita cantik berkulit bersih tersenyum manis, bajunya warna pastel dengan kerudung senada."Selamat siang. Ibu Dela?" sambutnya ramah."Selamat siang. Ya, saya Dela." balasku."Kenalkan, saya Amira, seketaris Pak Syamsul," Wanita bergigi gingsul tu mengulurkan tangannya."Silahkan Bu, sudah ditunggu Pak Syamsul di ruangannya." Aku mengangguk, lalu mengikuti langkahnya. Netraku menindai ruangan yang sangat artistik, kulirik juga prestasi-prestasi yang diraih pemilik kantor ini.Ada juga foto-foto yang di
Bab 64 Saat ini Diana semakin kubutuhkan untuk menjadi penasehatku, apalagi setelah Mas Irfan semakin jauh dariku. Sahabatku yang sudah kuanggap saudara itu tulus, tidak mempunyai kepentingan apapun selain ingin membantu untuk membahagianku."Serius, Del? Alhamdulullah aku ikut seneng dengernya," jawab Diana ikut bungah."Di, trus aku harus bagaimana?" tanyaku. "Terima saja, Del. Kamu butuh uang untuk masa depan Zaqi juga, walaupun Papahnya mampu, setidaknya kamu punya simpenan sendiri. Menjadi wanita harus mandiri, jangan sampai kita hanya berharap dengan uang suami." "Bener juga, Di. Aku sendiri mempunyai pendapat seperti itu.""Gak mungkin kamu mau ngelola sawah sendiri, 'kan? Apalagi tinggal di Sragen, rumah almarhum saja sudah diwakafkan. Makam bapak dan ibu juga gak disana, mending dijual, trus beli rumah di Jogja, untuk investasi. Trus dibangun kos-kosan, duit kamu dijamin mengalir banyak."Pikiranku terbuka setelah mendapat masukan dari Diana, bagus juga idenya. Kujual semu
Bab 96 Tamat.Di dalam perjalanan menuju kantor, pikiranku mengingat kejadian kemaren, dimana aku dituduh selingkuh setelah Mas Irfan mendapat kiriman foto dari temannya.Foto-foto itu diambil dari status Andre, kemudian dikirim ke Mas Irfan, kemaren kudengar seperti itu, ketika ibunya bertanya.Aku membuang nafas kasar.Emang ada yang salah kalau kita foto-foto? Sesaat keningku berkerut, lalu menyalahkan Andre kenapa juga dia pasang status seperti itu.Aku tidak tahu kenapa Mas irfan tidak cerdas, hanya selembar foto akan dijadikan barang bukti perselingkuhan? Dimana selingkuhnya? Aku mengambil gawai lalu kulihat foto yang dikirim Mas Irfan. Kuamati satu-satu, sampai ku zoom. Di dalam foto posisiku duduk dipinggir, Diana di tengah, sedangkan Andre duduk disebelahnya Diana.Aku tersenyum tipis.Kamu lucu dan aneh, Mas. Dengan mencari-cari alasan yang tidak masuk akal kamu akan segera menceraikanku. Jangan khawatir Mas, sebelum kau cerai aku akan pergi dari kehidupanmu dan ibu, itu ka
Bab 95 Tetap kutahan emosiku, harus sabar dan berlapang dada supaya bisa mendengar ocehan mereka selanjutnya.Tadi malam aku berdoa setelah salat istikaroh, andai aku masih diizinkan bersama Mas Irfan tunjukkan kebaikannya, sebaliknya kalau ada kejelekan dia, aku pasrah kalau harus berpisah.Kupingku kembali kupasang dengan seksama."Beruntung istrimu selingkuh ini kesempatan yang baik untuk segera kau ceraikan!" kata ibu mertua.Deg! Dadaku bergemuruh, ujung mataku langsung menghangat, tega sekali ibu mertua menuduhku seperti itu."Iya, Bu. Aku akan segera mendaftarkan perceraian di Pengadilan." Suara laki-laki halalku.Lututku tiba-tiba lemas, seakan tulang-tulangku lepas dari dagingnya. Dadaku bergemuruh lebih kencang."Bagus! Sehingga istrimu satu, menantu ibu hanya Nungky." Nada suaranya culas.Air mataku langsung mengalir deras dituduh seperti itu oleh ibu mertua, isakan tangisku kutahan."Tega sekali kalian menuduh seperti itu!" isakku dalam hati."Sebelum kau cerai, ibu ping
Bab 95Diana datang membawa cangkir isi kopi pahitpesanan Andre. Wanita inspirasiku itu merapatkan kening melihatku kemudian berganti melihat Andre."Kalian ngomongin apa kok serius banget," goda Diana sambil menyodorkan cangkir.Andre tertawa lepas, suasananya akrab membuatku kangen pada waktu kuliah dulu, walaupun masa laluku bersama Andre sudah kubuang jauh."Awas ya, jangan bikin bidadari mewek lagi." ketus Diana, dia biang keladinya yang membuat suasana selalu hidup."Apaan sih," Aku cemberut."Selama dua tahun ke depan aku bakal kangen kalian." Suara Andre lirih sambil menunduk, nampak sedih.Aku dan Diana saling menatap, ikut merasakan kesedihan Andre."Kita makan siang diluar, yuk," ajak Andre setelah sedetik hening."Maaf aku harus kembali ke kantor." Aku sengaja menolak, tidak enak setiap hari pergi bertiga.Ada tatapan kecewa dari Andre, Aku tidak mungkin pergi menuruti kemauannya. Diana langsung menangkap keberatanku."Tenang, kita makan disini saja, aku sudah suruhan ora
Bab 93 Aku sudah berada di dalam mobil bersama Pak Wiryo, dalam perjalanan kami hanya ngobrol basa-basi. Kutatap bayi gembulku yang ada di gendongan, wajah tanpa dosa itu sedang terlelap. Hatiku trenyuh, bagaimana tidak? Tidak lama lagi aku akan memisahkan dia dari Ayahnya.Apakah aku egois? Hanya mementingkan perasaanku sendiri tetapi tidak memikirkan hati anakku yang nantinya akan terluka? Dia akan menjadi korban perpisahan kami, betapa sedihnya kau, Nak.Namun, tidak mungkin juga aku menerima permintaan Mas Irfan untuk dimadu. Harus berbagi suami, berbagi kasih sayang dan perhatian.Apa Mas Irfan bisa adil? Selama Ibu mertua masih ikut campur, dipastikan hatiku akan semakin hancur. Sekarang saja sudah terlihat, betapa tidak adilnya ibu mertua. Terlebih Mbak Nung menantu kesayangan ibu dan aku menantu yang tidak dikehendaki. Demikian dengan cucu, Ibu lebih sayang kepada Fara dan Ilham dibanding Zaqi. "Apa salah anakku sehingga ikut kau benci? Itu juga cucumu, Bu." Aku menggerun
Bab 92"Siapa kamu!" Suara yang sangat kuhafal.Langkah kaki itu semakin dekat, lalu menghidupkan lampu. Ruangan jadi terang benderang, aku tidak sempat lari menyelamatkan diri."Kamu!" bentaknya, matanya membulat sempurna.Aku menunduk, entah bagaimana ekpresi wajahku. Ibu mertua mendatangiku sambil membawa sapu."Kukira maling, ngapain, kamu!" Wanita itu membentakku, aku masih shock belum sempat menjawab.Dari arah kamar Mbak Nung, keluarlah dua sosok manusia yang hanya memakai baju seadanya.Aku menatap mata pemilik nama Irfan sebagai biang keladinya. Nafasku memburu, rasanya ingin kuterkam dan kutelan laki-laki itu. Aku benci melihat laki-laki yang menyakiti hatiku."Heh, ngapain kamu disitu!" Teriak Ibu mertua ketika aku tidak kunjung menjawab. Sedetik otakku berputar mencari alasan yang tepat, jangan sampai aku kena mental malu."Mencari Mas Irfan, Bu. Badan Zaqi panas minta tolong diantar ke dokter," jawabku akhirnya walaupun berbohong.Aku segera Istighfar, harus mengorbanka
"Lalu apa!""Kereta Zaqi terguling, Bu." Aku menekan suara menahan marah.Sontak ibu mertua terkejut, tapi mimiknya berubah menjadi culas, bibirnya mencebik."Nangisnya karena terkejut, bukan karena anakmu luka! Fara dan Ilham masih kecil, jangan kau salahkan!" tukasnya membela diri, tidak mau disalahkan."Maaf, Bu. Saya tidak menyalahkan." Aku membela diri."Sana, bawa pulang anakmu! Di sini bikin ribut saja! Seharusnya dipegangi, jangan dilepaskan!" Omelnya.Tanpa pamit, Zaqi kubawa pulang. Tanpa kuindahkan juga laki-laki yang disebut suami, aku muak semuanya.Langkahku buru-buru, aku sudah tidak kuat menahan air mataku yang mulai bergulir. Sampai kamar tangisku pecah."Kenapa ibu juga memusuhi Zaqi? Kalau tidak suka denganku, aku ihklas, Bu. Jangan kau musuhi anakku juga, kasihan Zaqi, itu juga cucu ibu seperti halnya Fara dan Ilham, Ibu tidak adil." Aku menggerundel dalam hati.Kutenangkan anakku dengan cara memberi ASI, aku duduk di sofa sambil menahan nafasku yang memburu. Aku se
Bab 90 Menjelang tidur, aku iseng membuka ponselku, kutekan atas nama Mas Irfan. Benar juga, pesan darinya berderet-deret, misscall, videocall.Aku tersenyum sinis. Pasti dia kelabakan merasa bersalah telah menunjukkan kemesraannya di hadapanku lewat video call bersama keluarga cemara di kamar hotel.Tentu saja aku marah, istri mana yang tidak cemburu melihat wanita lain ikut memeluk suamiku, walau terhalang tubuh kedua anaknya.Wajar ponsel langsung kumatikan. Perasaanmu dimana, Mas? Aku masih istri sahmu, istri yang selalu menyelipkan namamu saat berdoa kepada Nya."Tega sekali kamu!" rutukku.Sejak dulu ibu memang tidak suka kepadaku, berusaha memisahkan kita, dan menyuruhmu menikahi menantu kesayangannya itu. "Tidak heran kalau nanti kita harus berpisah, itu yang dikehendaki ibumu,'kan?" Aku berbicara sendiri, berandai-andai. Akhirnya aku tertidur ditengah hatiku yang sedang galau, gundah gulana, capai, letih dan lelah. Tetapi aku berjanji tidak akan menangis lagi, walaupun uj
bab 89"Andre!" Aku dan Diana teriak hampir bersamaan.Kami saling menatap, aku sungguh kaget, kenapa harus bertemu dengan Andre di tempat ini. Kok Andre bisa tahu aku ada disini, eh jangan gede rasa dulu."Ini sesuatu kebetulan atau gimana?" Laki-laki yang pernah mengisi hatiku mengangķat tangan dan mengendikkan bahu, menunjukkan kalau dia sendiri juga bingung."Ini boss saya, Bu," ucap dua laki-laki muda itu memperkenalkan Andre.Andre mengulurkan tangan menyalami satu persatu, setelah itu dia berbincang dengan dua stafnya. Aku menatap lekat Diana dengan penuh curiga, jangan-jangan dia biang keroknya."Kamu mbocorin, ya," bisikku."Enggaklah, mana aku tahu jasa ekterior ini miliknya." Diana mengangkat kedua bahunya."Ternyata dunia ini sempit," gumamku."Ini perusahaanmu, Ndre?" tanya Diana, setelah Andre selesai menemui dua anak buahnya, lalu mendatangi kami."Ini bagian dari anak perusahaan, ngomong-ngomong ini rumah siapa?" Andre memandangku lalu menatap Diana bergantian.Diana
Bab 88Bu Erna berjanji, besok akan mengirim tukang cat yang akan segera meng-eksekusi Rumah Melati. Semua kuserahkan kepada Diana yang menjadi mandornya, beruntung dia bersedia.Aku juga sempat browsing jasa membuat eksterior di internet, Alhamdulillah langsung dapat. Katanya besok akan dilihat lokasinya, lalu segera ku sharelok sekalian."Pulangnya aku antar, ya, Del," Diana menawarkan diri, ketika aku sibuk memesan taksi online."Enggaklah, Di. Aku sudah banyak merepotkan kamu, lagian besok kamu masih punya tugas menjadi mandor. Aku tidak tega kalau terus merepoti.""Halah, aku kan sudah pengalaman ngurusi kaya gini. Ok, kamu hati-hati, ya." katanya."Terima kasih, Di. Sampai besok, ya."Sebelumnya Bu Erna memperkenalkanku kepada Satpam Perumahan yang bernama Pak Didik, karena pemilik rumah sudah berubah dengan namaku.Taksi yang kupesan sudah datang, kunci segera kuserahkan kepada Diana. Besok dia yang harus membukakan pintu untuk tukang cat yang dikirim Bu Erna.***Sampai rumah