49 Pinjam "Bukanya itu suamimu, Del!" kata Diana dengan suara lantang, aku sendiri terkejut melihat Mas Irfan bersama rombongan keluarga cemara lewat beriringan. Ibu mertua berjalan sejajar dengan Mbak Nung yang menggendong bayinya, Mas Irfan posisinya di belakang menggandeng Fara.Hatiku tercekat, mulutku hanya bisa menganga, lututku gemetar, jangan ditanya jantungku seperti apa detaknya, sampai aku mau pingsan.Aku tidak menyangka Mas Irfan bisa berbuat seperti itu, disisi lain dia bilang sibuk, di sisi lainnya dengan leluasa mengantarkan keluarga cemara.Apa dia tidak tahu kalau istrinyapun menginginkan hal seperti itu, diantar, didampingi, disenang-senangkan, seperti yang dia lakukan dengan mereka itu.Hatiku nelangsa menyaksikan pemandangan yang sangat menyakitkan, membuat dadaku semakin sesak, sehingga aku segera mengambil oksigen sepenuh dada."Mereka itu siapa saja?" tanya Diana sinis, menyadarkanku."I-ibu mertuaku, Mbak Nung, istri almarhum Mas Fadli dan kedua anaknya.
Bab 50 Aku masih cemberut ketika bertemu di meja makan untuk sarapan pagi, karena uneg-unegku semalam belum terurai. Walaupun begitu aku tetap menyiapkan makan pagi, nasi goreng kesukaannya.Wajah Mas Irfan kelihatan masam, makan tanpa banyak bicara, lebih banyak menunduk dari pada melihat aku yang berada di depannya."Mas, kenapa berubah jadi diam?" ucapku sambil menatapnya kesal.Laki-laki yang biasanya ramah, tiba-tiba memasang wajah angker, diam seribu bahasa. Aku melirik sebentar karena ekpresinya masih membeku, aku membuang nafas kasar."Mas tidak suka kamu jalan dengan Diana!" Nadanya dingin. Seketika aku tersentak."Apa? Bukannya kemaren dan yang lalu-lalu, Diana menjadi orang kepercayaan Mas, untuk menemani di saat Mas Irfan tidak bisa mendampingiku?" sergahku kesal."Dulu! Sekarang tidak!" jawabnya singkat."Apa sih maksudnya?" Alisku bertemu, tatapanku lekat ke wajahnya. Rasanya aku ingin menelan bulat-bulat kemudian memuntahkannya.Entah kenapa, sejak perutku semakin besa
51 POV IRFAN"Fan, Ilham sakit, badannya panas sekali," teriak Ibu cemas, ketika aku selesai mandi setelah urusan di bengkel selesai.Aku ikut gugup, tidak tahu apa yang harus kulakukan, karena belum pengalaman. Kebetulan pengasuh bayi izin pulang karena orang tuanya sakit, sehingga ibu kebingungan."Telepon Nungky!" titah ibu gugup."Gih, Bu." Aku juga ikut bingung, belum pernah merasakan, bisa juga ini untuk pembelajaran nanti kalau anakku mengalami hal seperti ini.Gegas kuambil gawai, aku berusaha menghubungi Mbak Nungky, beruntung langsung diangkat. Kukabarkan kalau bayinya rewel, kata Ibu badannya panas."Gimana ya, atau ..." Mbak Nung menjeda kalimatnya, terdengar sedih, aku merasa iba. Siapa lagi di rumah ini yang bisa menolong selain aku? Kasihan sekali."Ilham kuantar ke klinik terdekat, ya, Mbak. Biar segera ditangani dokter," usulku."Klinik Ananda saja, dekat sini. Ada dokter spesialis anak, dulu dokternya Fara juga." Mbak Nung menimpali."Sharelok ya, Mbak.""Sekalia
Bab 52Aku memasukan ponsel ke tas slempang, lalu mengikuti langkah kriwil masuk kedalam dengan hati dongkol. Kudekati Ibu dan Mbak Nung yang sudah selesai memeriksakn Ilham."Tinggal nunggu obat." Mbak Nung dan Fara antri di bagian obat."Gimana hasilnya, Bu?""Alhamdumilah, gak pa-pa. Hanya panas biasa.""Alhamdulillah.""Yuk, kita Ke Mal, Fara lapar, Om." kriwil meraih tanganku setelah selesai mengambil obat."Iya, mumpung sampai disini main ke Mal, yuk," Ajak Ibu. Fara kegirangan."Ilham ternyata tidak apa-apa, panasnya sudah turun. Anaknya sudah mulai ceria lagi," imbuhnya."Betul juga, mumpung sampai di kota," Mbak Nung menimpali.Aku ikuti saja kemauan mereka, sekali kali bolehlah main di Mal, apalagi Malnya terbesar dan terlengkap. di Jogjakarta.Saat itu, aku lupa kalau Dela tadi minta diantar ke Mal juga. "Paling sudah sampai rumah," batinku.Menurutku dia sudah asyik dengan Diana memilih baju, sehingga kulihat ponsel tidak ada panggilan atau chat masuk."Horee. Om airfan,
Bab 53Kembali Narasi tentang Dela.Setelah kurasakan perutku lebih enak, aku langsung minta diantar ke kantor. Walaupun ada penolakan dari Mas Irfan, aku tetap memaksa. "Aku sudah baikan, Mas," rajukku, ketika Mas Irfan kekeh untuk mengajakku kedokter kandungan.Sejenak laki-laki yang patuh dengan ibunya itu menatapku lekat sebelum menjalankan mobilnya. Aku pun meyakinkan sekali lagi bahwa aku baik-baik saja."Kalau nanti di kantor seperti ini lagi gimana, Yang?" tatapan matanya penuh kekhawatiran.Aku menghela nafas panjang, menunjukkan ke Mas Irfan kalau aku bisa bernafas dengan longgar. Tandanya aku baik-baik saja dan tidak sesak lagi.Kuperlihatkan senyumku yang terbaik, sambil kukedipkan sebelah mata genitku. Edisi merayu supaya diizinkan masuk kerja.Akhirnya Mas Irfan dengan berat hati mengantarkanku ke kantor, berkali-kali dibuang nafas beratnya. Dari samping dia menatapku, kemudian pandangannya lurus kedepan."Jangan rewel, ya, Nak." Tatapannya beralih keperutku, tangan kir
Bab 54Pelan-pelan kubuka mata ini, kedua mataku langsung melebar. Aku kaget dan bingung. Kulihat sekeliling, terasa asing ruang ini, semua serba putih. Ada selang yang menghubungkan ke tubuhku, bau khas rumah sakit terhirup dihidung.Apa yang terjadi padaku? Beberapa kali kucubit tanganku, terasa sakit. Aku sadar ini bukan mimpi.Lalu, apa yang membuat aku berada disini?Apa aku jatuh? Pingsan? Kuraba perutku, ternyata masih besar dan keras. Alhmadulillah, aku takut kalau bayiku keguguran, ternyata kandunganku aman.Netraku memindai seluruh ruangan, kulihat ada Mas Irfan sedang duduk tak jauh dariku. Wajahnya menunduk tanpa ekpresi, dia nampak sedih sekali.Aku ingin dia mendekat dan memelukku, setidaknya memberikan semangat kepadaku, supaya aku nyaman dan tenang. Sepertinya dia sengaja duduk menjauh dariku.Tanganku tidak bisa menjangkaunya, suaraku tidak keluar ketika aku ingin memanggilnya. Berat sekali tubuhku untuk bergerak. Tidak terasa air mataku mengalir.Aku takut melihat ek
Bab 55 Mas Irfan keluar dari ruangan dokter dengan wajah sumringah, langkahnya mantap mendekatiku. Sorot matanya bersinar penuh kebahagiaan.Giliran dadaku yang gemetar setelah tadi membaca pesan singkat dari Diana. Aku takut, merasa bersalah, karena yang membawaku ke klinik bukan Mas Irfan--suamiku, melainkan Andre.Pantas saja Mas Irfan marah besar dengan kejadian yang menyebabkan wajahnya nampak murung dan sedih, aku baru tahu sekarang.Setelah membaca pesan singkat dari Diana, aku baru paham kronologisnya. Rupanya aku jatuh pingsan dan ditolong oleh Andre kemudian dibawa ke klinik langgananku atas saran Diana. Sebelumnya Andre ingin mengabari Mas Irfan, tetapi tidak punya nomor ponselnya, sehingga minta tolong Diana untuk segera menghubungi Mas Irfan. Kemudian Andre mengajak Diana menemuinya di klinik supaya tidak ada fitnah kalau Mas Irfan menyusulnya. Kemudian mereka bertiga bertemu di klinik. Namun, ada salah paham diantara mereka. dan terjadilah pertengkaran itu. Seharusn
Bab 56"Nanti kalau istrimu sudah pulang dari rumah sakit, Ibu akan mengatakan sesuatu yang dulu sempat tertunda. Itu lo, tentang kamu dengan Nungky!"Suara Ibu sedikit kabur, tapi aku bisa menangkap dengan jelas kalimatnya. Seketika dadaku bergemuruh, tulang-tulangku seakan luruh."Kira-kira tentang apa ya?" gumamku.Kuatur nafasku dengan baik supaya tidak sesak di dada, emosiku juga kutata. Mataku terpejam membayangkan wajah Ibu mertua yang kukira sudah berubah dengan baik, ternyata ...Aku tidak mendengar jawaban dari Mas Irfan, karena laki-laki kesayangan Ibunya sudah berada di luar ruangan. Entah menjawab apa anak bungsunya itu.Kutatap bayi mungil yang kulahirkan beberapa jam yang lalu, kini masih tidur nyenyak di sampingku. Aku memandangnya dengan takjub, rasa bersyukur dan bahagia kutandai dengan butiran embun yang mengalir."Semoga kau menjadi anak yang soleh, berbakti kepada kedua orang tuamu dan menjadi orang yang sukses dunia dan akherat, Aamiiin." Lirih aku mendoakannya.
Bab 96 Tamat.Di dalam perjalanan menuju kantor, pikiranku mengingat kejadian kemaren, dimana aku dituduh selingkuh setelah Mas Irfan mendapat kiriman foto dari temannya.Foto-foto itu diambil dari status Andre, kemudian dikirim ke Mas Irfan, kemaren kudengar seperti itu, ketika ibunya bertanya.Aku membuang nafas kasar.Emang ada yang salah kalau kita foto-foto? Sesaat keningku berkerut, lalu menyalahkan Andre kenapa juga dia pasang status seperti itu.Aku tidak tahu kenapa Mas irfan tidak cerdas, hanya selembar foto akan dijadikan barang bukti perselingkuhan? Dimana selingkuhnya? Aku mengambil gawai lalu kulihat foto yang dikirim Mas Irfan. Kuamati satu-satu, sampai ku zoom. Di dalam foto posisiku duduk dipinggir, Diana di tengah, sedangkan Andre duduk disebelahnya Diana.Aku tersenyum tipis.Kamu lucu dan aneh, Mas. Dengan mencari-cari alasan yang tidak masuk akal kamu akan segera menceraikanku. Jangan khawatir Mas, sebelum kau cerai aku akan pergi dari kehidupanmu dan ibu, itu ka
Bab 95 Tetap kutahan emosiku, harus sabar dan berlapang dada supaya bisa mendengar ocehan mereka selanjutnya.Tadi malam aku berdoa setelah salat istikaroh, andai aku masih diizinkan bersama Mas Irfan tunjukkan kebaikannya, sebaliknya kalau ada kejelekan dia, aku pasrah kalau harus berpisah.Kupingku kembali kupasang dengan seksama."Beruntung istrimu selingkuh ini kesempatan yang baik untuk segera kau ceraikan!" kata ibu mertua.Deg! Dadaku bergemuruh, ujung mataku langsung menghangat, tega sekali ibu mertua menuduhku seperti itu."Iya, Bu. Aku akan segera mendaftarkan perceraian di Pengadilan." Suara laki-laki halalku.Lututku tiba-tiba lemas, seakan tulang-tulangku lepas dari dagingnya. Dadaku bergemuruh lebih kencang."Bagus! Sehingga istrimu satu, menantu ibu hanya Nungky." Nada suaranya culas.Air mataku langsung mengalir deras dituduh seperti itu oleh ibu mertua, isakan tangisku kutahan."Tega sekali kalian menuduh seperti itu!" isakku dalam hati."Sebelum kau cerai, ibu ping
Bab 95Diana datang membawa cangkir isi kopi pahitpesanan Andre. Wanita inspirasiku itu merapatkan kening melihatku kemudian berganti melihat Andre."Kalian ngomongin apa kok serius banget," goda Diana sambil menyodorkan cangkir.Andre tertawa lepas, suasananya akrab membuatku kangen pada waktu kuliah dulu, walaupun masa laluku bersama Andre sudah kubuang jauh."Awas ya, jangan bikin bidadari mewek lagi." ketus Diana, dia biang keladinya yang membuat suasana selalu hidup."Apaan sih," Aku cemberut."Selama dua tahun ke depan aku bakal kangen kalian." Suara Andre lirih sambil menunduk, nampak sedih.Aku dan Diana saling menatap, ikut merasakan kesedihan Andre."Kita makan siang diluar, yuk," ajak Andre setelah sedetik hening."Maaf aku harus kembali ke kantor." Aku sengaja menolak, tidak enak setiap hari pergi bertiga.Ada tatapan kecewa dari Andre, Aku tidak mungkin pergi menuruti kemauannya. Diana langsung menangkap keberatanku."Tenang, kita makan disini saja, aku sudah suruhan ora
Bab 93 Aku sudah berada di dalam mobil bersama Pak Wiryo, dalam perjalanan kami hanya ngobrol basa-basi. Kutatap bayi gembulku yang ada di gendongan, wajah tanpa dosa itu sedang terlelap. Hatiku trenyuh, bagaimana tidak? Tidak lama lagi aku akan memisahkan dia dari Ayahnya.Apakah aku egois? Hanya mementingkan perasaanku sendiri tetapi tidak memikirkan hati anakku yang nantinya akan terluka? Dia akan menjadi korban perpisahan kami, betapa sedihnya kau, Nak.Namun, tidak mungkin juga aku menerima permintaan Mas Irfan untuk dimadu. Harus berbagi suami, berbagi kasih sayang dan perhatian.Apa Mas Irfan bisa adil? Selama Ibu mertua masih ikut campur, dipastikan hatiku akan semakin hancur. Sekarang saja sudah terlihat, betapa tidak adilnya ibu mertua. Terlebih Mbak Nung menantu kesayangan ibu dan aku menantu yang tidak dikehendaki. Demikian dengan cucu, Ibu lebih sayang kepada Fara dan Ilham dibanding Zaqi. "Apa salah anakku sehingga ikut kau benci? Itu juga cucumu, Bu." Aku menggerun
Bab 92"Siapa kamu!" Suara yang sangat kuhafal.Langkah kaki itu semakin dekat, lalu menghidupkan lampu. Ruangan jadi terang benderang, aku tidak sempat lari menyelamatkan diri."Kamu!" bentaknya, matanya membulat sempurna.Aku menunduk, entah bagaimana ekpresi wajahku. Ibu mertua mendatangiku sambil membawa sapu."Kukira maling, ngapain, kamu!" Wanita itu membentakku, aku masih shock belum sempat menjawab.Dari arah kamar Mbak Nung, keluarlah dua sosok manusia yang hanya memakai baju seadanya.Aku menatap mata pemilik nama Irfan sebagai biang keladinya. Nafasku memburu, rasanya ingin kuterkam dan kutelan laki-laki itu. Aku benci melihat laki-laki yang menyakiti hatiku."Heh, ngapain kamu disitu!" Teriak Ibu mertua ketika aku tidak kunjung menjawab. Sedetik otakku berputar mencari alasan yang tepat, jangan sampai aku kena mental malu."Mencari Mas Irfan, Bu. Badan Zaqi panas minta tolong diantar ke dokter," jawabku akhirnya walaupun berbohong.Aku segera Istighfar, harus mengorbanka
"Lalu apa!""Kereta Zaqi terguling, Bu." Aku menekan suara menahan marah.Sontak ibu mertua terkejut, tapi mimiknya berubah menjadi culas, bibirnya mencebik."Nangisnya karena terkejut, bukan karena anakmu luka! Fara dan Ilham masih kecil, jangan kau salahkan!" tukasnya membela diri, tidak mau disalahkan."Maaf, Bu. Saya tidak menyalahkan." Aku membela diri."Sana, bawa pulang anakmu! Di sini bikin ribut saja! Seharusnya dipegangi, jangan dilepaskan!" Omelnya.Tanpa pamit, Zaqi kubawa pulang. Tanpa kuindahkan juga laki-laki yang disebut suami, aku muak semuanya.Langkahku buru-buru, aku sudah tidak kuat menahan air mataku yang mulai bergulir. Sampai kamar tangisku pecah."Kenapa ibu juga memusuhi Zaqi? Kalau tidak suka denganku, aku ihklas, Bu. Jangan kau musuhi anakku juga, kasihan Zaqi, itu juga cucu ibu seperti halnya Fara dan Ilham, Ibu tidak adil." Aku menggerundel dalam hati.Kutenangkan anakku dengan cara memberi ASI, aku duduk di sofa sambil menahan nafasku yang memburu. Aku se
Bab 90 Menjelang tidur, aku iseng membuka ponselku, kutekan atas nama Mas Irfan. Benar juga, pesan darinya berderet-deret, misscall, videocall.Aku tersenyum sinis. Pasti dia kelabakan merasa bersalah telah menunjukkan kemesraannya di hadapanku lewat video call bersama keluarga cemara di kamar hotel.Tentu saja aku marah, istri mana yang tidak cemburu melihat wanita lain ikut memeluk suamiku, walau terhalang tubuh kedua anaknya.Wajar ponsel langsung kumatikan. Perasaanmu dimana, Mas? Aku masih istri sahmu, istri yang selalu menyelipkan namamu saat berdoa kepada Nya."Tega sekali kamu!" rutukku.Sejak dulu ibu memang tidak suka kepadaku, berusaha memisahkan kita, dan menyuruhmu menikahi menantu kesayangannya itu. "Tidak heran kalau nanti kita harus berpisah, itu yang dikehendaki ibumu,'kan?" Aku berbicara sendiri, berandai-andai. Akhirnya aku tertidur ditengah hatiku yang sedang galau, gundah gulana, capai, letih dan lelah. Tetapi aku berjanji tidak akan menangis lagi, walaupun uj
bab 89"Andre!" Aku dan Diana teriak hampir bersamaan.Kami saling menatap, aku sungguh kaget, kenapa harus bertemu dengan Andre di tempat ini. Kok Andre bisa tahu aku ada disini, eh jangan gede rasa dulu."Ini sesuatu kebetulan atau gimana?" Laki-laki yang pernah mengisi hatiku mengangķat tangan dan mengendikkan bahu, menunjukkan kalau dia sendiri juga bingung."Ini boss saya, Bu," ucap dua laki-laki muda itu memperkenalkan Andre.Andre mengulurkan tangan menyalami satu persatu, setelah itu dia berbincang dengan dua stafnya. Aku menatap lekat Diana dengan penuh curiga, jangan-jangan dia biang keroknya."Kamu mbocorin, ya," bisikku."Enggaklah, mana aku tahu jasa ekterior ini miliknya." Diana mengangkat kedua bahunya."Ternyata dunia ini sempit," gumamku."Ini perusahaanmu, Ndre?" tanya Diana, setelah Andre selesai menemui dua anak buahnya, lalu mendatangi kami."Ini bagian dari anak perusahaan, ngomong-ngomong ini rumah siapa?" Andre memandangku lalu menatap Diana bergantian.Diana
Bab 88Bu Erna berjanji, besok akan mengirim tukang cat yang akan segera meng-eksekusi Rumah Melati. Semua kuserahkan kepada Diana yang menjadi mandornya, beruntung dia bersedia.Aku juga sempat browsing jasa membuat eksterior di internet, Alhamdulillah langsung dapat. Katanya besok akan dilihat lokasinya, lalu segera ku sharelok sekalian."Pulangnya aku antar, ya, Del," Diana menawarkan diri, ketika aku sibuk memesan taksi online."Enggaklah, Di. Aku sudah banyak merepotkan kamu, lagian besok kamu masih punya tugas menjadi mandor. Aku tidak tega kalau terus merepoti.""Halah, aku kan sudah pengalaman ngurusi kaya gini. Ok, kamu hati-hati, ya." katanya."Terima kasih, Di. Sampai besok, ya."Sebelumnya Bu Erna memperkenalkanku kepada Satpam Perumahan yang bernama Pak Didik, karena pemilik rumah sudah berubah dengan namaku.Taksi yang kupesan sudah datang, kunci segera kuserahkan kepada Diana. Besok dia yang harus membukakan pintu untuk tukang cat yang dikirim Bu Erna.***Sampai rumah