Beranda / Pernikahan / Aku Mundur Kau Hancur, Bang! / Bab 8.  Elma Teronggok Di Mobil Van

Share

Bab 8.  Elma Teronggok Di Mobil Van

last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-06 08:07:09

“Iya, kenapa? Kamu sepertinya panik sekali?” tanya sang supir  kebingungan.

“Tidak, bukan. Eh, maksud saya, hati-hati nanti nyetirnya! Sudah, ya! Terima kasih!” Elma  mengakhiri panggilannya, lalu menatap Riris dengan tajam. Wanita itu menunduk, menyembunyikan wajahnya.

“Apa maksud kamu sebenarnya?” Elma berjalan pelan mendekati wanita itu. Bik Darmi membantu memapahnya.

Binsar yang melihat gelagat perang segera turun dari mobil dan memburu istrinya. “Sayang, kita berangkat sekarang, ya! Dokter David sudah terlalu lama menunggu. Ayo!” ucapnya langsung menggendong tubuh ringkih Elma.

“Aku mau bicara dulu dengan Riris, tunggu sebentar!”

“Jangan pedulikan Riris, Sayang! Biar nanti abang yang urus, ya!”

“Aku mau pecat dia, Abang! Aku pecat dia sekarang!”

“Iya, iya!” Binsar meletakkan tubuh Elma di jok depan, langsung menutup rapat pintu mobil. Elma berusaha meronta, namun tak dihiraukan. Mobil itu langsung melaju dengan kecepatan tinggi.

Sebuah notifikasi pesan masuk terdengar dari ponsel Binsar. Pria itu langsung membaca sambil menyetir. Pesan dari Riris.

[Abang bawa mobilnya lewat jalan Gatot subroto, orang-orang suruhanku sudah menunggu di lampu merah pertama. Abang ikuti saja apa kata mereka nanti!]

Itu pesan dari Riris. Binsar sempat bingung. Namun, panik  yang makin melanda  membuat pria itu tak lagi berpikir panjang. Mobil dia arahkan menuju jalan yang disuruh Riris.   Pria itu tampak gelisah saat mobil sudah berada di simpang empat, tepat di lampu merah pertama.

Sebuah mobil van langsung mengambil posisi tepat di samping mobil Binsar. Hanya dalam hitungan detik, tubuh Elma sudah berpindah ke dalam mobil itu. Binsar bahkan tak sempat berpikir, apalagi mempertahankan istrinya. Pria itu hanya melogo kebingungan.

“Siapa kalian? Apa ini? Lepaskan! Tol ….”  Elma yang kaget meronta dan berusaha berteriak. Namun, jeritannya tertahan karena sebuah tangan kekar membekap kasar mulutnya. Wanita lemah itu lunglai teronggok di jok tengan mobil van.

Saat lampu lalu lintas berubah warna,  mobil itupun berlalu dengan kecepatan sedang, seolah tak pernah terjadi apa-apa. 

*

“Hallo, anak buahku sudah berhasil membawa perempuan itu ke markasku! Kamu di mana?”

“Serlok, dong, Bang, aku mau ketemu Abang, sekarang!”

“Ok, kau bawa maharnya, kan?”

“Siap, Bang!”

Riris memesan sebuah taksi, lalu  memberi komando  kepada karyawan toko yang lain. Dengan alasan menyusul sang majikan ke rumah sakit, dia meninggalkan toko pagi itu.

Taksi yang dia pesan menuju sebuah café, sesuai dengan lokasi yang di share melalui aplikasi hijau di ponselnya. Seseorang  telah menunggunya di meja nomor delapan.

“Bang Alva!” sapa Riris mengulas senyum.

“Kamu yang bernama Mbak Riris?”

Seorang pria tampan menajamkan pandangan. Perawakan tinggi, kumis dan jambang tebal melengkapi penampilan. Tatapan mata menukik tajam setajam mata elang memberi kesan  seram.  Baju kaus buntung yang menempel ketat di tubuh atletis itu, memperlihatkan setangkai mawar merah yang terukir  di lengan kekarnya.

Dia adalah Alva. Seorang pimpinan preman kambuhan. Salah seorang anggotanya adalah kenalan Riris. Wanita itu  sengaja menghubunginya tadi pagi. Dengan janji memberi imbalan sejumlah uang, wanita itu meminta kepada sang preman untuk menculik Elma.

“Ok, silahkan duduk! Tapi, maaf! Aku tidak punya waktu banyak. Langsung saja Mbak serahkan maharnya sesuai kesepakatan!”  ujar pria itu to the point.

“Jangan tergesa-gesa, dong, Bang! Aku pasti bayar! Tapi, tugas Abang belum selesai! Aku akan  bayar dua kali lipat!”

“Maksud Mbak, apa?”

“Ini!”

Riris menyerahkan sebuah amplop berwarna coklat.

“Apa ini?”

“Surat pernyataan sekaligus surat kuasa. Tolong paksa wanita itu menanda tangani surat ini! Jika Abang berhasil, aku akan bayar dobel!”

“Apa isinya?”

“Jadi begini, Bang! Perempuan itu telah berhasil menipu tunangan saya! Semua asset toko dan juga tabungan tunangan saya, berhasil dia pindahkan ke rekening pribadinya. Kami udah tempuh jalan damai. Tapi dia berkeras  enggak mau kembaliin. Makanya saya butuh bantuan Abang!”

“Jadi perempuan itu telah menipu tunangan Mbak? Dasar perempuan matre!” umpat Alva tersenyum kecut.

“Itulah, Bang! Tolong bantu saya, ya, Bang!”

“Ok, tapi aku harus terima maharnya sekarang! Begitu aku dapat tanda tangannnya, anak buahku akan segera mengantar surat itu ke alamat Anda!”

“Harus saya bayar tunai sekarang, ya, Bang?”

“Ya, Anda harus percaya kalau  kami tak pernah gagal.  Saya tidak punya waktu untuk bertemu Mbak lagi untuk urusan bayaran!”

“Tapi ini, separuh adanya, Bang! Nanti kalau sudah ….”

“Maaf, saya tidak punya waktu untuk bernego!”

“Oh, iya. Baik! Ini kalung dan cincin saya, ini senilai …”

“Baik, tunggu saja hasilnya!”

Pria itu menyambar amplop berisi uang beserta seperangkat perhiasan milik Riris.

***

“Di mana wanita itu?”  tanya Alva begitu memasuki gedung berlantai dua.

“Di lantai atas, Bang!” Empat orang pria yang sedang asik bermain catur serempak menoleh dan menjawab pertanyaan sang bos.

“Kalian tempatkan dia di lantai atas, sementara kalian semua di sini? Siapa yang mengawasinya di atas, hah?”

“Target kita itu perempuan penyakitan, Bang! Jangankan untuk lari, turun dari kasur itu saja dia tak sanggup.”

“Apa?”

Pria  itu segera menuju ke arah tangga. Dengan gerakan cepat dia menapaki anak tangga menuju ke lantai dua. Dua orang anak buah mengikutinya.

Dengan kasar pria itu membuka pintu kamar yang terkunci dari luar. Netranya segera menyapu pemandangan di atas kasur. Seorang wanita tergolek lemah di sana. Tubuh ringkih itu tidur dengan posisi miring menghadap dinding. Terlihat jelas tulang pinggul wanita itu yang menonjol  seolah tanpa daging.

Alva mendekat, lalu dengan ujung jari dia meneleng kepala Elma.

“Hey, kamu masih hidup, kan?”

Tak ada sahutan. Hanya desah napas tersengal yang terdengar. Alva menjadi ragu. Bahkan rasa khawatir mulai menyergap benak. Bagaimana kalau targetnya mati sebelum dia berhasil menjalankan aksi.

“Hey! Bangun! Anak buahku tidak berbuat macam-macam sama kamu, kan?”

“Eeeegh, dingiiin, eeeugh …. selimut, tolong! Aku kedinginan!” 

Gumaman itu membuat Alva tergidik. “Sial! Kenapa perempuan itu menyuruh aku menculik wanita sial ini! Bagaimana kalau dia mati di sini,  haduh!” sesalnya menggaruk kepala yang tak gatal.

“Eh, jangan mati, ya! Tolong! Aku memang preman, tapi belum pernah terlibat dengan urusan nyawa, paham!”

“Kenapa kalian culik saya? Tolong pinjam selimut! Saya menggigil!”

“Tidak ada selimut! Kamu kira ini hotel, apa? Bangun! lalu tanda tangan surat ini!” perintah Alva tak menghiraukan rintihan Elma.

“Saya kedinginan, tolong! Saya sudah enggak kuat!”

“Kamu bangun dulu, dong! Tanda tangan surat pernyataan ini dulu! Baru kamu kami lepas, enggak usah drama! Ayo, bangun!”

“Dingiiiiin …!”

“Sial! Nih!”

Alva melemparkan sehelai selimut tipis kepada Elma. Namun, teronggok begitu saja di atas punggung wanita itu. Elma tak punya kekuatan untuk meraih apalagi memakaikan ke badannya.

 *****

Bab terkait

  • Aku Mundur Kau Hancur, Bang!   Bab 9. Elma Pingsan Dalam Sekapan

    “Tolong selimuti saya!” lirihnya tetap dengan posisi menghadap ke dingding dan tubuh menggigil.“Sial benar perempuan itu! Cari masalah saja! Selimuti dia!” perintah Alva kepada anak buahnya. Salah seorang langsung menyelimuti tubuh Elma.“Sekarang dudukkan dia, bantu gerakkan tangannya untuk menanda tangani surat ini! Setelah itu masukkan dia ke mobil, tinggalkan di lampu merah, di mana tadi kalian menjemputnya!” perintahnya lagi.Dengan sigap kedua anak buahnya melakukan perintah. Bersusah payah mereka posisikan tubuh Elma agar bisa bersandar di dinding. Namun usaha mereka sia-sia. Elma tak lagi bergerak sedikitpun.“Dia pingsan, Bang! Tubuhnya juga panas sekali! Sepertinya demam tinggi!”“Sial! Bawa ke mobil! Lalu buang!”“Tapi, Bang!”“Kenapa? Kalain mau markas kita ini menjadi perhatian masyarakat umum dan juga polisi!”“Tidak, Bang! Tapi, jangan dibuang juga, Bang!”“Lalu kau mau apa? Mau bawa dia ke rumah sakit? Ada uang bapak kau bayar rumah sakitnya, ha! Belum lagi kalau di

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-06
  • Aku Mundur Kau Hancur, Bang!   Bab 10. Alva Menjadi Buron

    “Eh, kenapa kau malah pucat begitu? Ke mana si Elma, Binsar dan si Riris?” cecar Risda mengernyitkan kening saat melihat kegugupan Bik Darmi.“Anu, Bu. Saya bawa anak-anak ke belakang saja!” Bik Darmi langsung membawa kedua balita Elma ke belakang. Wanita itu tak ingin kedua bocah itu terguncang jiwanya bila tahu hal yang sebenarnya tentang ibu mereka.“Pembantu aneh! Ditanya malah kabur! Binsar! Riris! Bin … ”Binsar dan Riris yang merasa terganggu mendengar suara cempreng wanita itu terpaksa menyudahi permainan panas mereka. Keduanya keluar sambil membenahi pakaian yang tak karuan.“Mama! Ribut amat, sih!” protes Binsar membuka pintu kamar.“Tante, Tante udah nyape?” sapa Riris sambil mengancingkan blus yang belum tertutup sempurna.“Kalian?” Wanita itu melotot tak percaya menatap keduanya. “Kalian di kamar ini berduaan, maksud Mama, hubungan kalian sudah sejauh ini?” Risda menautkan kedua alisnya.“Maaf, Tan! Kami enggak ngapa-ngapain, kok, cuma ngobrol!” Riris memeluk leng

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-06
  • Aku Mundur Kau Hancur, Bang!   Bab 11. Binsar Tak Setuju Elma Operasi

    Seorang wanita berambut sebahu dan hanya mengenakan tank top crop tali dan celana pendek di atas lutut membukakan pintu.“Gak usah banyak nanya, masukkan motorku ke dalam, cepat!” perintah Alva sambil melemparkan kunci motornya kepada gadis itu.“Lho, kok ke dalam? Biar aja di luar, aman, kok!”“Situasinya lagi tidak aman! Ayo, dong! Banyak nanya banget!”“Iya-iya!”Wanita itu mendorong motor Alva masuk ke dalam kamar. Ruangan enam kali sepuluh meter itu tampak makin sesak dengan keberadaan motor besar itu.Alva langsung melemparkan tubuhnya di kasur busa lantai di kamar kos-an wanita itu.“Ada masalah apa kali ini, Sayang?” tanya gadis itu seraya duduk di tepi kasur. Wajah cantik tanpa polesan itu tampak sedikit tegang.“Gak ada! Aku lagi malas bicara! Aku hanya numpang sembunyi di sini beberapa jam saja! Maaf, kalau merepotkanmu!” Alva menggeser tubuhnya menghadap dinding, memunggungi sang kekasih.“Ya, sudah, istirahatlah!” Sang gadis menghela napas berat. Lalu berjalan ke arah m

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-06
  • Aku Mundur Kau Hancur, Bang!   Bab 12. Elma Minta Talak

    “Saya tidak setuju!” sahut Binsar cepat. Itu mengagetkan Arfan.“Kenapa pula kau tidak setuju! Jadi kau lebih suka si Elma menderita digrogoti penyakitnya itu? Biar apa, ha?” tanyanya menatap tajam sang adik ipar.“Ya, aku tidak tega saja, Bang.”“Tidak tega apa?”“Ya, aku gak tega, si Elma selama ini, kan, tidak mau menjalani operasi karena takut mati. Kenapa pula aku harus melanggar itu pada saat dia pingsan. Aku tidak mau dia kecewa saat dia sadar nanti, Bang!”“Elma sudah sadar! Tetapi dia tak mau bicara! Kau dengar apa kata perawat tadi, kan?”“Itu sebabnya, kita tak bisa melakukan tindakan operasi tanpa persetujuannya. Jika dia tidak mau bicara itu artinya dia tidak setuju!”“Banyak kali alasan kau! Sudah, kau tanda tangani saja surat pernyataan itu! Mengenai biayanya Pak Andre sudah mau bertanggung jawab! Apa lagi yang kau tunggu?”“Maaf, Bang! Aku tidak mau!”“Astaga! Kau benar-benar lebih suka istrimu meninggal, rupanya!”“Tidak, bukan begitu! Justru karena demi keselamatann

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-06
  • Aku Mundur Kau Hancur, Bang!   Bab 13. Janji Arfan Membawa Anak-anak Kepada Elma

    Elma terlihat makin lemah. Wajah pucatnya kian putih seperti kapas. Bahu kurus itu terguncang, seperti menahan tangis sesegukan.“Kamu harus kuat, El! Kamu pasti bisa melewati ini!” ucap Arfan menggenggam tangan adiknya.Wanita kurus itu bergeming. Hanya air mata yang mengalir deras di kedua pipi.“Tolong jangan menangis! Kamu jangan ambil hati semua ucapan Binsar! Aku dan kakakmu Rosa tak ada niat sedikitpun untuk mengambil alih tokomu! Itu milikmu sah, Dek!” bujuknya.“Anak-anak, to …long … jaga!” lirih Elma terbata-bata!”“Iya, aku akan jaga! Kamu tenang saja, ya! Ada Abang!”“Vita … dan … Tampan, a … kan … tetap … ber … sama … ku …, kan, Bang …?”“Iya, pasti! Mereka anakmu, tentu saja akan tetap bersamamu!! Sekarang, jangan memikirkan apapun, ya! Kamu harus tetap semangat! Kuat! Yakin! Aku akan menjemput anak-anakmu ke rumah, begitu kau selesai operasi, orang pertama yang kau lihat adalah anak-anakmu! Itu janjiku!”“Hem!”“Sampai di sini, ya, Pak! Bapak tidak boleh masuk!” Peraw

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-06
  • Aku Mundur Kau Hancur, Bang!   Bab 14. Bertepuk Sebelah Tangan

    “Makan dulu, Sayang! Bangun, yuk! Aku udah beliin nasi padang, itu!” Titian mengusap lembut punggung Alva. Pria yang tidur dengan posisi tengkurap di kasur lantai miliknya.“Hemmmh!” Pria itu menggeliat, berbalik, lalu merentangkan tangan ke kiri dan ke kanan, tak lama kemudian terpejam lagi. Bahkan suara dengkurannya kembali terdengar halus.“Al, bangun dulu, Sayang!” Gadis itu membelai lembut pipi Alva.“Apa, sih! Aku ngantuk, sudah seminggu tidak tidur!” tolak Alva menepis tangan Titian lalu kembali terpejam.“Setelah makan, kamu lanjut bobok lagi, sampai pagi juga tidak apa-apa, ayo! Makan dulu pokoknya!” Lagi-lagi Titian membelai wajah Alva.Itu membuat sang pria murka. Tangan gemulai gadis itu dia sentak dengan kasar. Tubuh Titian terjerembab jatuh tepat di atas dadanya. Wajah mereka bahkan saling berbenturan tepat di hidung Alva. Sekarang, pipi gadis itu menempel di pipi Alva.“Sakit, Al!” lirih Titian mengusap keningnya.Alva juga nerasakan sakit di tulang hidungnya. Keni

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-06
  • Aku Mundur Kau Hancur, Bang!   Bab 15. Riris Menyuruh Alva  Menculik Anak-anak Elma

    “Kenapa tidak kau bilang dari tadi! Sampai-sampai rela aku mengemis pada si Titian yang menjengkelkan itu biar bisa sembunyi di kos kos-annya. Asem kali kau, bah!” maki Alva menahan geram dan kecewa.“Aku sudah bilang sama Tian! Apa dia tidak bilang sama kamu?” Andre berusaha tetap sabar.“Tidak! Dasar betina! Pasti dia sengaja tidak memberi tahu aku, agar aku berlama-lama tinggal di kos-annya. Udahlah! Lampu hijau bentar lagi, ini! Aku matikan hapeku! Satu lagi, jangan sok akrab pula kau nelpon-nelpon aku terus! Kita sudah tak ada hubungan kekeluargaan, aku bukan siapa-siapamu lagi, paham! Kau urus saja papa kau yang hebat itu!” ketus Alva.“Tunggu, Al! Jika kau masih mengaku sebagai manusia yang punya hati nurani, tolong kau selamatkan Bu Elma! Anggap saja itu sebagai penebus kesalahanmu karena sempat menculiknya! Ngerti kau!”“Pers*tan denganmu Andre! Tak usah kau atur-atur hidupku, bangs*t!”“Ini masalah nyawa, Al! hallo! Hallo! Alva!”“Aku tak peduli!”Alva menutup telponnya

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-06
  • Aku Mundur Kau Hancur, Bang!   Bab 16. Jangan Culik Kita, Om!

    Satu menit kemudian, sebuah pesan masuk dari Riris. Lokasi di mana anak-anak Elma saat ini berada. Sebuah restoran cepat saji di jalan Jamin Ginting. Waw, lokasinya tidak terlalu jauh dari posisi Alva saat ini.Sebuah pesan gambar masuk lagi dari nomor Riris. Segera Alva mengunduhnya. Foto seorang gadis kecil tiga tahunan dan seorang anak laki-laki belum genap satu tahun. Cantik dan tampan.[Jangan salah sasaran. Saat ini mereka bersama neneknya di restoran cepat saji itu. Neneknya ada di pihak kita. Abang kode saja dia. Maka dia akan pura-pura masuk ke toilet untuk memberi orang-orang Abang bekerja. Bawa mereka ke terminal Bus di Simpang Kuala! Aku menunggu di sana. Bus Jurusan Kaban Jahe. Good Luck!]Demikian pesan berikutnya dari Riris. Alva tersenyum tipis.Pria itu langsung menscroll daftar kontak. Setelah menemukan nomor atas nama Yogi, telunjuknya langsung menekan symbol telepon. Tak menunggu lama, panggilannya langsung diangkat.“Gi, segera meluncur ke restoran cepat saji *

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-06

Bab terbaru

  • Aku Mundur Kau Hancur, Bang!   Bab 200. Tamat (Binsar Meninggal)

    “Vita, sambil tengokin adek, ya! Tante mau buatkan jus buah!” titah Nirmala seraya bangkit. Ini hari keempat dia menemani anak-anak Elma. “Ya, Tante. Buatin buat Vita sekalian, ya, Tan! Gerah banget, nih!” sahut Vita tetap fokus dengan buku pelajaran di tangannya. Gadis kecil berusia delapan tahun itu akan menghadapi ujian kenaikan kelas besok. Itu sebab dia harus belajar keras hari ini. “Tampan mau jus enggak, biar Tante bawa sekalian?” teriak Nirmala lagi. “Mau, Tan! Pakai es yang banyak, ya!” sahut bocah laki-laki berusia lima tahun dari halaman. Dia tengah asik bermain bola sendirian. Keringat mengucur deras di dahi dan punggungnya. Nirmala bergerak ke dalam rumah. Vita tenggelam dengan bukunya ketika Tampan bergerak mendekati pintu pagar. Bola yang sedang dia mainkan terlempar ke luar. Berusaha menjangkau bola melalui celah besi pagar, bocah itu mulai putus asa. “Kakak, bolanya keluar!” teriaknya sedih. “Biar aja, ambil bola yang lain aja! Jangan keluar!” sang kakak b

  • Aku Mundur Kau Hancur, Bang!   Bab 199. Karma Karena Sikap Tak Adil Keluarga Kepada Andre

    “Andre, kalian datang?” Serempak Sinulingga, Riani dan Anyelir menoleh. “Bagaimana keadaan Kak Elma, Kak Anyelir?” tanya Nara setelah menghirup napas beberapa kali. terlihat dia begitu kelelahan dengan perut yang kian membesar. Di usia kandungan yang ke tujuh bulan, wanita itu memang mulai mudah lelah. “Elma masih ditangani Dokter. Kamu baik baik saja? Ngapain ikut ke rumah sakit ini kalau kamu sendiri dalam keadaan hamil besar begini?” tanya Anyelir membantu Nara untuk duduk. “Aku khawatir, takut Kak Elma kenapa napa. Secara dia pernah hampir meninggal dulu karena serangan kanker rahim, kan?” dalih Nara sedih. “Kok bisa Elma drop, apa yang terjadi?” tanya Andre cemas. “Ini semua salah mama,” lirih Riani bersuara. Semua terpana. “Mama melakukan apa lagi” Andre menatapnya gusar. “Mama gak bisa terima kalau ternyata Alva enggak bakal pernah bisa punya anak. Mama sedih. Mama tak bisa menerima kenyataan. Nyatanya, Mama tk bisa berbuat apa-apa. Alva sudah menjatuhkan pilihan.

  • Aku Mundur Kau Hancur, Bang!   Bab 198. Elma Drop

    “Maksud kamu? Mama … harus pergi dari sini?” tanya Alva menyipitkan kedua netranya. terkejut mendengar permintaan Elma. “Ya, maaf! Aku tidak mau Mama ada di sini! Di rumah ini. Setidaknya sampai hatiku kembali tenang,” lirih Elma lalu berjalan pergi meninggalkan kegaduhan. “Elma kau mengusir mama? Berani kau mengusir ibu mertuamu, hah?” Riani hendak mengejar Elma, tetapi segera ditahan oleh Anyelir. “Kau tidak bisa mengusirku, Elma! Mana janjimu untuk minta talak pada anakku? Mana janjimu akan menikahkan Alva dengan Nirmala! Kau penipu, Elma!” teriaknya memaki-maki Elma. Sontak Elma menghentikan langkah. Berbalik, lalu menatap ibu mertuanya penuh kecewa. Jemarinya memijit kening, pandangannya tiba-tiba gelap. Elma ambruk ke lantai. “Sayang!” Alva menangkap tubuhnya. “Elma, Sayang …! Kamu kenapa? El?” panggilnya seraya menepuk lembut pipi Elma. Namun, tak ada respon. “Denyut nadinya lemah banget!” seru Anyelir panik saat meraba pergelangan tangan Elma. “Kenapa? Kak Elma ken

  • Aku Mundur Kau Hancur, Bang!   Bab 197. Elma Mengusir Ibu Mertua

    “Alva …?” Riani tersentak kaget. “Apa maksud kamu, Nak? Rencana apa? Mama enggak paham?” lanjutnya memasang wajah paling sedih. Dramanya masih berlanjut. “Enggak usah pura-pura lagi, deh, Ma! Dion, segera nyalakan proyektornya!” perintah Alva kepada anak buahnya. Dion dan Yopi segera melaksanakan perintah. Infokus mereka sorotkan ke dinding kamar. Menit berikutnya sebuah video rekaman sudah diputar. Rekaman dari CCTV di hotel tempat Alva dan Nirmala sempat berada di sebuah kamar tanpa busana. Terlihat jelas saat dua orang pria menurunkan tubuh Alva dan Nirmala dari dalam sebuah mobil. Keduanya lalu membawa Alva dan Nirmala masuk ke dalam kamar hotel. “Apa ini?” teriak Riani tiba tiba. “Hentikan itu! Mama enggak sanggup melihat hal yang menakutkan seperti itu!” pintanya pura-pura memelas. Alva melambaikan tangan, sebagai isyarat agar Dion menghentikan dulu memutar videonya. “Kenapa Mama enggak nanya, kenapa aku dan Nirmala bisa dalam keadaan tak sadarkan diri seperti itu? H

  • Aku Mundur Kau Hancur, Bang!   Bab 196. Penyelidikan Alva Membongkar Rahasia Sang Bunda

    “Kau bilang apa barusan? Alva akan menikahi Nirmala, setelah menalak kamu?” Riany tersentak kaget. kedua bola matanya membulat sempurna. Sedikitpun dia tak menyangka, semua harapannya begitu mudahnya terlaksana. Awalnya, tak muluk cita-citanya. Cukuplah Elma setuju Alva menikahi Nirmala. Dia sudah sangat bahagia. Karena dengan begitu, dia akan mendpat cucu dari Nirmala. Anak kandung Alva, darah dagingnya, penerus marga dan keturunannya. Tak apa meski Nirmala hanya istri kedua. Sebab kalau mengharap cuuc dari Elma, itu sangat tidak mungkin. Elma pernah diponis menderita kangker rahim. Sudah dilakukan operasi besar juga. Besar kemungkinan rahim Elma sudah diangkat juga. Harapannya ternyata dikabulkan Tuhan berlipat ganda. Bukan hanya Alva yang akan menikahi Nirmala, tetapi juga Elma akan mengundurkan diri sebagai menantunya. Artinya, Nirmala akan menjadi satu satunya istri buat Alva. Ratu di keluarga Sinulingga, hanya Nirmala saja. Keturunan langsung keluarga besar itu. Bukan Elma,

  • Aku Mundur Kau Hancur, Bang!   Bab 195. Nirmala Bukan Madu

    “Kenapa kau bisa tidur dengan Alva! Dasar kau memang manusia tak tau terima kasih! Kurang baik apa Elma sama kamu selama ini! Kenapa kau malah mencuri suaminya! Dasar kau memang keturunan Bina tang! Kau mau menyakiti hati Elma, iya? Kurang baik apa dia sama kamu, Nirmala …! Kenapa begini balasanmu!” lanjut Riani lagi memaki dan mengumpat dengan kata kata kasar.“Ma! Ada apa ini?” Elma mendorong pintu kamar langsung menerobos masuk ke dalam. “Nirmala, kau sudah pulang?” tanyanya menoleh kepada Nirmala.“Lihat perempuan sundal ini, Elma! Dia sudah berjinah dengan suamimu! Dia tega berselingkuh di belakangmu, Elma," teriak Riani pura-pura histeris.“Aku tidak selingkuh, Tante! Bang Alva yang sudah menjebak aku, entah apa yang terjadi aku enggak sadar. Saat aku bangun, aku sudah berad di dalam sebuah kamar hotel bersama Bang Alva. Bang Alva yang sudah perkosa aku, Tante!” jerit Nirmala tak terima tuduhan sang Tante.“Jangan ngarang kamu! Jangan pura-pura jadi korban! Akui saja, kalau ka

  • Aku Mundur Kau Hancur, Bang!   Bab 194. Drama Sang Ibu Mertua

    “Elma …! Kau ngomong apa! Menikah apa?! Aku tidak mau …!” teriak Alva histeris. Elma tak menghiraukan. Langkahnya makin panjang keluar dari kamar.“Kak El, aku juga enggak mau nikah sama Bang Alva!” Nirmala ikut berteriak. Namun, dia tak bisa mengejar Elma. Dia maish sibuk mengenakan seragam sekolahnya kembali.“Elma … tunggu!” Alva menangkap lengan Elma dari belakang. Terpaksa Elma menghentikan langkah. Namun, detik berikutnya sebuah tamparan langsung dia layangkan tepat di pipi Alva.“Sudah kubilang, jangan pernah sentuh aku lagi! Aku jijik padamu, paham!” tegasnya lalu meneruskan langkah.Alva terperangah, meraba pipinya yang panas. Elma sedang benar-benar marah. Dia bisa berbuat apa sekarang? Tak ada, selain pasrah.“Aku akan buktikan kalau aku tidak bersalah,” ucapnya lirih. Sebuah tekat terpatri di dalam benak. Semua ini akan bisa diusut tuntas. Akan dia buktikan kalau dia bukan pria bejat seperti anggapan Elma saat ini.“Bang Al, saya harus meningglkan Abang! Saya akan setiri

  • Aku Mundur Kau Hancur, Bang!   Bab 193. Permintaan Mengejutkan Dari Elma

    Elma berdiri kaku di ambang pintu, menatap nanar pemandangan di atas ranjang. Suaminya berbaring dengan tanpa busana sehelai benang. Hanya ujung kain sepre yang menutup bagian selangkangan.Sementara Nirmala, gadis yang selama ini sudah menumpang hidup di rumahnya. Dia biayai pendidikanya, dia tanggung makan dan biaya hidupnya. Saat ini, dia dapati tengah berda di satu ranjang yang sama dengan suaminya. Dalam keadaan sama. Bahu, pundak dan dada atas gadis itu terlihat tanpa penutup apapun juga. Hanya sehelai selimut tipis yang menutupi batas kaki hingga wilayah dada.“Kalian?” lirihnya tercekat. Hilang suara di kerongkongan. Langit serasa runtuh, kini ambruk menimpa dirinya. Searas seluruh tubuhnya remuk. Redam, tak lagi berbentuk. Elma merasakan sakit, sangat sakit, tapi entah di bagian mana.Entah dengan kekuatan apa, dia akhirnya berhasil menggerakkan kakinya. Meski tungkainya terasa tak bertenaga. Elma merasa tubuhnya ringan, melayang, tubuhnya lalu menghampiri kedua sosok yang

  • Aku Mundur Kau Hancur, Bang!   Bab 192. Elma Datang Ke Hotel

    “Nirmala bangun! Nirmala …! Banguuuun!” Alva mengguncang bahu polos Nirmala. Panik yang melanda pria itu membuat dia bingung harus berbuat apa sekarang. Pacu jantungnya semakin tidak karuan. Bingung, takut, khawatir, marah, kecewa, bercampur dan mengaduk perasaannya.“Eeeehm …, di mana ini? Palaku sakit banget, mataku sepat ….” racau Nirmala masih saja terpejam. Hanya bibirnya yang bergerak gerak saat berusaha berucap.“Buka mata kamu! Lihat apa yang terjadi ini, Nirmala! Bangun!” perintah Alva meski dia sendiri hanya mampu bersuara tanpa bisa bergerak. Otaknya serasa buntu untuk memerintahkan anggota badan untuk berbuat sesuatu meski hanya untuk mengenakan pakaiannya kembali.“Astaga! Apa yang telah terjadi ini sebenarnya? Apa yang telah aku lakukan? Kenapa aku ada di kamar ini?” Alva memukul mukul keningnya.“Oooough …! Ini di mana?” Nirmala menguap panjang, lalu mengulet lagi hendak melanjutkan tidur.“Bangun Nirmala! Kita dalam masalah besar!” sergah Alva sekali lagi menggunca

DMCA.com Protection Status