"Ada apa, Mas?" tanyanya datar sambil dengan acuh tak acuh mengeringkan rambut lalu menggantung handuk di kapstok.
"Itu ibu manggil-manggil. Mungkin minta makan, Din," jawabku.
"Terus?"
"Terus? Maksudnya?" Aku mengernyitkan kening. Merasa heran dengan pertanyaan istriku itu. Apa perlu aku mengingatkannya untuk memberikan ibu makan? Selama ini toh ia sudah tahu dan paham tugas itu tanpa harus diingatkan lagi?
"Iya, itu kan kalau mas kerja. Kalau mas libur, apa salahnya gantian? Toh, itu ibu mas sendiri kan? Aku mau jalan sekali-kali Mas, suntuk di rumah terus. Hidup kan harus seimbang. Ada saat capek ada saatnya refreshing. Lagipula sudah lama aku nggak keluar. Pengen beli baju, Mas," ucap Andin sembari mengambil selembar gamis dan mematutnya di depan cermin.
Gamis itu seingatku dibelinya dua tahun yang lalu saat hendak lebaran. Masih terlihat baru karena memang jarang dipakai. Meski harganya tidak mahal, tetapi karena jarang dipakai jadi masih terlihat bagus. Lalu untuk apa lagi Andin ingin beli baju baru kalau yang lama juga masih bagus?
"Tapi, mas juga mau keluar, Din. Mas ada janji sama rekan bisnis, ada tender yang mau dibicarakan siang ini. Kamu aja urus ibu, ya?" kelitku beralasan supaya Andin batal keluar sehingga acara jalan-jalanku bersama Mila tidak terancam gagal.
Namun, melihat ekspresi datar wajah Andin, aku terpaksa menelan ludah. Aku tahu watak istriku yang tidak banyak bicara dan tidak banyak permintaan ini. Namun, jika ia sudah punya keinginan, pantang ditolak. Kalau tidak, bisa sebulanan ia ngambek hingga bisa-bisa ibu terlantar karena Andin tak mau lagi mengurus beliau.
"Setiap hari Mas keluar, sedangkan aku? Coba Mas hitung dalam satu tahun ini pernah nggak aku keluar dan ninggalin ibu sendirian? Aku juga manusia biasa, Mas. Punya rasa capek dan lelah. Pengen refreshing sekali-kali. Aku sudah berusaha menjadi istri dan menantu yang baik di rumah ini. Tapi, kalau Mas nggak puas juga silahkan Mas cari yang lain. Aku nggak masalah dan nggak keberatan sama sekali kok," ujarnya datar lalu tanpa menghiraukan protes dariku, Andin membuka dasternya dan menggantinya dengan gamis di tangannya.
Mendengar perkataannya, aku hanya bisa menutup mulut dengan rasa kaget yang tidak bisa kusembunyikan. Andin, ada apa dengan istriku itu hingga tiba-tiba sikapnya berubah dingin dan ketus seperti ini???
"Mas, aku pergi dulu ya. Tolong jaga Sekar dan Seruni. Aku nggak akan lama. Paling mau ke butik Jeng Dina aja. Lihat-lihat koleksi terbarunya yang kemarin dipajang di I*******m," ucap Andin sembari menyampirkan tas di pundak lalu bersiap pergi. Aku yang sedang menyuapi ibu bubur nasi, hanya bisa melongo heran. Aneh.Tak biasa-biasanya Andin begini, ingin pergi ke butik segala untuk belanja pakaian. Biasanya ia hanya akan menunggu setahun sekali untuk beli baju baru, itu pun cuma beli di kios kaki lima pinggir jalan, bukan di butik seperti ini. Apalagi butik milik Jeng Dina, seleb kompleks perumahan yang punya bisnis toko pakaian besar di kota ini. Satu pertanyaan lagi, alasan apa sih yang tiba-tiba membuat istriku berubah drastis secepat ini? Dari istri kampungan dan tak bisa dandan, menjadi istri yang tiba-tiba peduli fashion, sampai hendak ke butik segala. Ya. Apa yang sebenarnya telah terjadi pada diri Andin hingga dia yang biasany
"Pa, Nenek BAB. Udah gelisah dari tadi, kayaknya minta dibersihkan," beritahu Seruni dari arah pintu kamar yang terbuka.Aku yang sedang tiduran sembari sibuk dengan ponsel di tangan membalas pesan Mila yang sedari tadi sibuk protes karena kami gagal pergi bersama, merasa terkejut mendengarnya.Apa? Ibu buang air besar? Ya Tuhan, pasti bau sekali dan tak nyaman membersihkannya. Kalau nyaman dan tidak berat, pastilah pengasuh-pengasuh yang selama ini kupekerjakan merawat ibu, akan betah bekerja di sini merawat dan melayani beliau. Tidak bosan dan minta berhenti bekerja karena tak sanggup lagi mengurus wanita yang telah melahirkanku ke dunia itu seperti alasan mereka.Beda dengan Andin yang kulihat memang selalu sabar mengurus ibu. Bukan saja soal makan, tapi juga soal buang hajat di tempat tidur seperti saat ini.Andin memang menantu yang baik. Tidak salah aku memilih
"Assalamualaikum, Mas ... anak-anak? Mama pulang." Sebuah suara terdengar dari arah depan rumah.Aku yang sedang membersihkan tubuh ibu serentak menoleh padanya dan tersenyum lega. Alhamdulillah ya Allah, akhirnya malaikat penolong itu pulang juga.Segera kuletakkan kain lap, lalu menyongsong Andin yang baru saja pulang. Tapi ... melihat penampilan Andin saat ini, serta merta kuhentikan langkah lalu membulatkan mata lebar-lebar.Tidak salahkah penglihatan saat ini? Andin terlihat beda dari biasanya. Tubuhnya yang biasanya bau keringat dan beraroma tak sedap, sekarang menguar bau harum yang melenakan indera penciuman.Rambutnya yang biasanya hanya diikat ke atas dengan tali rambut seadanya, sekarang sudah dirapikan dan terlihat berkilau dan wangi.Ke mana sebenarnya Andin seharian ini, kok bisa berubah drastis jadi cantik seperti sor
"Jadi kamu mau mengungkit-ungkit kebaikan yang sudah kamu lakukan pada ibu, Din? Apa itu pantas? Lagipula kenapa sih tiba-tiba kamu berubah begini? Nggak ada angin nggak ada hujan tiba-tiba kamu marah-marah begini. Kamu mau apa sebenarnya?" tanyaku sembari menatap wajah Andin lekat. Wajah yang biasanya lugu dan polos itu entah kenapa sekarang berubah dingin dan datar. Ah, apa sih yang sebenarnya membuat Andin seperti ini? Apa salahku sebenarnya? "Aku nggak ngungkit-ngungkit, Mas. Kamu saja yang aneh, masa bersihin kotoran ibu kandung sendiri kok perhitungan. Ibu kan ibu mas sendiri. Saat mas kecil, beliau yang mandiin dan nyuciin kotoran mas, masa sekarang mas gak mau gantian? Ingat, kunci surga mas ada di bawah telapak kaki ibu, kalau aku aja yang merawat beliau, apa mas nggak takut surganya dikasihkan ke aku?" tanya Andin terdengar konyol di telingaku, membuatku merasa dipermainkan karena ucapan kekanak-
"Din! Andin!"Turun dari mobil, aku langsung masuk ke dalam rumah dan berteriak memanggil istriku."Ada apa sih, Mas? Jangan teriak-teriak gitu dong, ibu baru saja tidur, nanti bangun." Andin muncul dari balik pintu kamar ibu lalu menyahut sembari menempelkan telunjuk di bibir, memintaku memelankan suara."Kamu ganti pin ATM mas ya? Ngapain sih diganti-ganti segala? Terus kamu kemana kan uang lima juta yang kamu ambil dari ATM mas itu? Kemarin mas kan udah kasih kamu jatah belanja, kok masih ngambil uang lagi!?" tanyaku dengan amarah yang tidak bisa dibendung.Gara-gara dia, Mila ngambek seharian hingga acara jalan bersama wanita itu jadi tak nyaman karena ia terus-terusan manyun dan membuat suasana jadi tidak enak."Aku ambil uang buat ke salon dan beli pakaian baru, Mas. Nggak masalah kan sekali-kali aku menikmati uangmu? Toh, aku
"Din, kamu mau ke mana?" tanyaku pada Andin yang tampak sedang berdandan di depan kaca rias. Penampilannya terlihat bersinar dengan sapuan make up tipis yang dipoleskan ke wajahnya. Mengenakan tunik panjang berwarna krem, jilbab sepunggung serta sepatu bertumit tinggi yang tampak melekat pas membalut kaki kurusnya, penampilan istriku itu kelihatan muda dan menawan. Aih, mau ke mana istriku ini pagi-pagi begini sudah rapi? "Din, kamu mau ke mana?" tanyaku dengan tatapan ingin tahu kuarahkan padanya. Tanpa berpaling, Andin membuka mulutnya. "Mau ke kantor, Mas. Hari ini aku mulai masuk kerja," sahutnya singkat. Mendengar jawabannya, sontak aku mendongak kaget. Jadi ia benar-benar serius soal hendak bekerja kembali kemarin? Apa dia tak mendengar keberatan dan penolakan dariku? "Kamu mau kerja l
Andin mengusap pipinya yang terlihat merah akibat tamparan tanganku. Matanya menyapu wajahku dengan tajam. Ada kilat marah dan kebencian yang terlihat jelas di sana, tetapi Andin tak bicara apa-apa melainkan secepat kilat membalikkan tubuhnya dan berlalu dari hadapanku, menuju ke luar kamar.Aku mematung, memandang telapak tangan yang barusa melayang ke wajah istriku itu. Seumur-umur baru kali ini aku menyakitinya secara fisik. Dulu tak pernah, sebab Andin selalu menuruti apa pun perintah dariku. Bahkan saat aku memaksanya berhenti bekerja di saat kariernya sedang berada di posisi puncak, Andin menurut saja demi mendapat ridho-ku. Tapi itu dulu, saat belum ada Mila dalam hidupku. Saat aku masih menjadikan Andin satu-satunya wanita di hati ini. Meski kala itu perusahaan yang kudirikan belum besar, tetapi wanita itu bersedia patuh mengikuti mauku demi baktinya sebagai seorang istri. Tetapi saat perlahan Mila mulai hadir dan merenggut
Aku menutup telepon dan menyeringai lebar setelah berhasil bicara dengan Maruto. Setelah kuancam dengan keras akhirnya lelaki itu berjanji akan membatalkan tawaran bekerja kembali pada Andin sebab takut aku benar-benar membatalkan kerjasama dengan perusahaan yang ia pimpin. Ia sendiri mengatakan jika selama ini tak tahu kalau Andin adalah istriku, sebab saat wanita itu resign dari pekerjaannya, saat itu namaku belumlah dikenal orang karena masih benar-benar baru di dunia perusahaan. Tapi, aku tak peduli itu. Bagiku cukup ia bersedia kerja sama dengan tak memberikan lowongan pekerjaan pada Andin, itu sudah cukup. Aku ingin melihat seberapa kuat ia bertahan hidup tanpa pekerjaan dan tanpa bantuanku di luar sana. Aku ingin tahu seberapa lama ia akan sanggup mempertahankan prinsip
AKU MENYERAH MENJADI ISTRIMU, MAS! (148)Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Andin pun membalikkan badannya, hendak meninggalkan kamar Yuli dan Sri karena merasa perintahnya sudah sangat jelas dan tegas. Tak ada lagi alasan sedikit pun bagi Yuli untuk menolak perintahnya atau pun pura pura takut menghadap sebab Yuli bisa jadi lebih licik dari yang mereka bayangkan.Namun, Yuli yang memang tak mengira jika rencananya nyaris diambang kegagalan, spontan berusaha mengelak dengan terus berusaha pura pura tak tahu apa yang baru saja terjadi dan apa maksud perkataan Andin sebenarnya."Ma - maksud Mbak Andin apa? Saya orang suruhan? Suruhan siapa Mbak dan untuk apa?" tanya Yuli masih dengan ekspresi pura pura lugu.Mendengar pertanyaan itu, Andin kembali mengulas senyum tipis."Sudahlah Marni. Saya dan Mas Arga sudah tahu siapa kamu sebenarnya! Sri sudah cerita semuanya kalau kamu tak sesuai seperti apa yang kamu ceritakan pada kami kemarin. Apalagi sejak ngobrol sama kamu di taman belakan
AKU MENYERAH MENJADI ISTRIMU, MAS! (147)Sementara itu mengetahui jika Sri ternyata telah tahu rahasia tentang dirinya dan membongkar rahasia itu pada Andin, Yuli pun seketika merasa kesal bukan main. Apalagi saat Heru menelponnya dan terang terangan mengatakan jika dirinya baru saja menghubungi anak anak karena tak sabar lagi ingin segera memiliki Andin kembali dengan cara menghancurkan rumah tangga mantan istrinya itu dengan suami barunya dengan menjadikan anak anak sebagai umpan untuk memaksa Andin bercerai dari Arga, Yuli pun makin merasa gundah.Ia merasa rencananya untuk diam diam mengacaukan keluarga kecil Arga dan Andin menjadi berjalan di luar skenario yang telah dia susun semula. Heru bukan saja bersikap seolah olah tak percaya pada kemampuannya untuk memisahkan Arga dengan Andin. Namun juga telah membuat kekacauan yang menjadikan dia jadi serba salah seperti sekarang ini.Sekarang Andin pasti menaruh rasa curiga padanya kalau dia sebenarnya bukanlah wanita yang diusir ole
AKU MENYERAH MENJADI ISTRIMU, MAS! (146)Flashback ....Sebelumnya saat masuk ke dalam kamar, Sekar menemukan ponselnya berbunyi. Gadis kecil yang memang diberi mamanya hape sendiri itu lantas menerima panggilan telepon dari nomor tak dikenal tersebut.Ternyata nomor tersebut adalah nomor hape papa kandung mereka yakni Heru yang sebenarnya sudah lama memiliki nomor telepon kedua anak perempuannya tersebut tetapi baru berani menghubungi saat dirinya merasa tak sabar lagi ingin segera bisa memiliki Andin kembali dan dekat dengan kedua putrinya itu apapun aral yang terjadi. Heru merasa tak sabar lagi ingin cepat cepat mewujudkan keinginannya walaupun di rumah Arga dan Andin sekarang sudah ada Marni alias Yuli yang tengah membantunya mewujudkan cita citanya tersebut.Akan tetapi karena mendapatkan kabar dari Yuli yang mengatakan jika Andin sedang berbadan dua, menyebabkan Heru tak mampu lagi untuk menunggu lebih lama. Dia pun berusaha menghubungi kedua putrinya itu untuk menjalin kembali
AKU MENYERAH MENJADI ISTRIMU, MAS! (145)Mendengar perkataan Bi Hanun, refleks Andin dan Sri menoleh dengan kening mengernyit.Sekar menangis dan mengamuk? Yang benar saja? Apa penyebabnya?"Apa, Bi? Sekar nangis dan ngamuk ngamuk? Kok bisa?" tanya Andin dengan nada heran dan tak percaya karena seumur umur putrinya itu tak pernah berkelakuan seperti ini.Dia pun gegas berlari ke arah kamar anaknya tersebut. Ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.Benar saja, di dalam kamar terlihat Sekar tengah menangis sesenggukan di atas tempat tidur sembari meremas remas bantal guling dan seprai yang sekarang keadaannya menjadi kacau berantakan.Selama ini tak pernah Andin melihat putrinya itu dalam keadaan demikian. Itu sebabnya wanita cantik itu sempat mematung di depan pintu sebelum akhirnya gegas memburu sosok Sekar yang tengah menangis di atas ranjang. Begitu pun Seruni yang terlihat sedih meski tak sampai menangis keras seperti Sekar."Sekar, kamu kenapa, Sayang? Kenapa nangis?" tanya Andin d
AKU MENYERAH MENJADI ISTRIMU, MAS! (144)"Kamu yakin yang kamu lihat itu hape sama skincare, Sri? Kamu nggak salah lihat?" Andin masih mencoba untuk tidak mempercayai perkataan ART nya itu meski dia tahu Sri bukanlah tipe perempuan yang suka menebar fitnah dan kebohongan. Sri bukan gadis seperti itu walaupun gadis itu tegas dalam berbicara dan apa adanya.Sri menggelengkan kepalanya dengan yakin."Nggak, Bu. Saya yakin saya nggak salah lihat. Mbak Marni memang punya hape dan bawa skincare, Bu.""Terus tadi waktu Ibu ngantar Pak Arga di teras depan waktu Pak Arga mau berangkat ke kantor, Mbak Marni juga ngeliatin Pak Arga terus, Bu. Nggak meleng meleng.""Waktu saya ajak sarapan, Mbak Marni ternyata juga sudah tahu kalau nama bapak itu adalah Arga. Coba Ibu pikir, dari mana Mbak Marni tahu nama bapak adalah Arga sedangkan sebelumnya Mbak Marni belum pernah bertemu Bapak?""Wajar kan, Bu, kalau saya jadi curiga, Mbak Marni itu ada niat tersembunyi ke Ibu dan bapak? Ada tujuan yang Sri
AKU MENYERAH MENJADI ISTRIMU, MAS! (143)"Kenapa, Bu? Kok Ibu diem aja? Ada masalah ya, Bu?" tanya Sri begitu melihat Andin masuk ke dapur dengan wajah terlihat muram.Sri memang sangat dekat dengan Andin sehingga berani bertanya seperti itu meskipun Andin notabene adalah majikannya.Andi mengulas senyum tipis lalu menghembuskan nafasnya."Tadi anak anak bicara sama Marni. Tapi setelah itu tingkah mereka jadi aneh, Sri. Sama Mas Arga nggak negur lagi. Saya 'kan jadi heran, Sri. Kenapa sikap mereka mendadak jadi aneh begitu," jawab Andin yang benar benar tak mengerti mengapa kedua putrinya itu hanya diam saja saat berpapasan dengan Papa sambung mereka barusan. Papa sambung yang selama ini sudah bersikap baik melebihi Papa kandung sendiri akan tetapi hari ini telah diacuhkan begitu saja oleh kedua putrinya itu."Hmm ... Marni lagi Marni lagi! Bukan apa apa sih, Bu, cuma ....apa Ibu nggak curiga, Mbak Marni mengaku susah karena diusir suaminya, tapi kok wajahnya cantik dan terawat sekal
AKU MENYERAH MENJADI ISTRIMU, MAS! (142)"Tapi, Tante ... apa Mama mau kembali sama Papa lagi? Mereka kan sudah bercerai?" tanya Sekar dengan mimik ragu. Begitu pun Seruni. Wajah keduanya tampak bimbang dan tak menentu."Kalau kalian ingin ketemu Papa lagi dan ingin hidup bersama dengan Papa kalian lagi, maka jalan satu satunya hanyalah dengan membuat Papa Arga pergi dari rumah ini.""Kalau Papa Arga sudah pergi, maka Papa Heru akan kembali dengan Mama kalian lagi. Apa kalian nggak mau hal itu terjadi? Katanya kalian ingin ketemu Papa lagi? Cuma ini satu satunya cara supaya kalian bisa berkumpul lagi dengan Papa Heru.""Papa Arga 'kan hanya Papa tiri kalian. Sedangkan Papa Heru adalah papa kandung kalian. Masa kalian lebih memilih tinggal bersama Papa Arga dari pada dengan Papa Heru?" bujuk Yuli lagi."Tapi, Tan ... " Sekar dan Seruni ragu ragu."Kalian sayang sama Papa kalian kan? Ingat, Papa Heru adalah papa kandung kalian, sementara Papa Arga hanya papa tiri," tandas Yuli kembali
AKU MENYERAH MENJADI ISTRIMU, MAS! (141)"Hai, Sekar ... Seruni ... apa kabar?" tanya Yuli dengan nada ramah pada dua gadis kecil yang tengah bermain perosotan tersebut.Sekar menoleh lalu menatap heran saat melihat sosok Yuli yang tengah berjalan mendekati dia dan adiknya."Tante siapa? Kok tahu nama kita?" tanya Sekar dengan tidak mengerti, sebab baru kali ini dia bertemu Yuli tapi Yuli tahu namanya. Tentu saja benak gadis kecil itu merasa heran dan bertanya tanya.Ditanya seperti itu, sesaat Yuli kaget, tapi detik berikutnya cepat cepat dia meralat. Untung saja di dekat mereka saat ini tak ada Sri, Andin atau pun Bi Hanun, andai ada mereka juga pasti heran bagaimana bisa dia tahu nama dua gadis perempuan di depannya itu karena sebelumnya mereka belum pernah bertemu."Hmm ... Tante tahu dong dari Mama kalian dan Mbak Sri. Tapi itu nggak penting. Yang penting Tante membawa pesan penting dari seseorang untuk kalian. Kalian ingin tahu nggak?""Oh ya, sebelumnya kenalkan Tante ini Tant
AKU MENYERAH MENJADI ISTRIMU, MAS! (140)"Emang boleh Mbak saya melihat lihat sekeliling sama Mbak Andin? Kalau boleh, saya maulah jalan jalan ke taman," jawab Yuli dengan wajah berbinar.Bagus juga dia keluar dari kamar ini untuk mencari celah dan kesempatan yang kiranya bisa digunakan untuk mewujudkan rencananya, merebut cinta Arga dan memisahkan laki laki itu dari Andin. Apalagi Heru sudah banyak memberinya uang untuk merusak rumah tangga mantan istrinya itu dengan suaminya agar bisa kembali lagi pada Andin. Hal ini membuat Yuli semakin semangat untuk mencari celah dan kesempatan guna mewujudkan niatnya itu."Ya boleh aja sih kalau Mbak mau," jawab Sri lagi merasa senang karena Yuli tampaknya bersedia keluar dari kamar supaya dia bisa segera menggeledah tempat tidur perempuan itu.Itu sebabnya Sri tersenyum lebar saat Yuli menganggukkan kepalanya dengan gembira lalu segera keluar dari kamar setelah mendapat izin darinya.Segera setelah Yuli keluar dari kamar, Sri membuka dan meng