Share

Bab 8. Dia Bukan Theo!

“Kehidupanmu mengerikan sekali, ya?” Theo bermonolog. Kehidupan Javier terlalu menyedihkan. Dibandingkan dengan diri Theo di alam dewa yang memiliki kehidupan yang penuh hormat, diagungkan, Javier justru sebaliknya. Dia diinjak-injak oleh orang yang begitu kuat, dia bukan lagi diagungkan, tetapi direndahkan serendah-rendahnya. Layaknya seekor tikus yang tidak memiliki harga diri sama sekali.

Sebenarnya yang menjadi masalah, Theo Javier, terlalu penakut. Juga teman-teman sekelas Theo, seluruh guru, mereka semuanya terlau penakut. Lagipula kehidupan di sekolah ini layaknya alam liar, juga penuh dengan kehidupan superior. Tidak menurut? Kekayaan bisa membungkam.

Teman-teman sekelas Theo, alias 11 sains memang kaya-kaya. Itu fakta. Tapi dibandingkan dengan kekayaan orang yang berpengaruh di sekolah ini seperti Zhayn Agam, mereka memilih untuk tidak ikut campur urusan anak-anak orang yang lebih kaya dan berpengaruh itu, termasuk apabila anak-anak konglomerat itu mengganggu Theo. Reputasi jauh lebih penting, konglomerat bisa sangat mudah memutus kekayaan orang yang ada di bawahnya.

Beberapa orang mungkin yang tidak memiliki sebutan pengganggu dan justru merupakan turunan konglomerat, mereka juga memilih untuk diam. Bukan karena takut, tetapi orang kaya selalu tidak mau mencampuri urusan lain, selama tidak merugikan mereka. Inilah yang membuat Theo Alknight yang berada di posisi atas di kehidupan sebelumnya mengerti, bahwa beginilah menjadi posisi yang ada di bawah. Ayahnya mungkin benar.

Sekarang dia duduk, bangku tunggal paling belakang dengan penuh coretan seolah menyambutnya. Lirikan teman-teman Theo masih terus bergerak tapi mereka tidak mau memutar kepala mereka. Prinsip mereka, lebih baik mengurus diri sendiri daripada terlibat.

“Ini menyedihkan.” Pikirnya. Tapi dia akan berusaha untuk memperbaiki ini, hidup ini.

..........

Istirahat siang. Theo menghela napas. Tidak ada satupun teman yang peduli kedaannya, atau setidaknya menanyakan bagaimana kondisinya di rumah sakit. Ini benar-benar sangat keterlaluan jika diperhatikan. Namun, Theo sama sekali tidak peduli. Hari-hari dia bersikap Individual, tidak peduli di sini, atau di alam dewa. Hal itu menunjukkan bahwa setidaknya kedua Theo memiliki sifat yang sama, yaitu tidak terlalu suka jika berbaur dengan orang lain, kecuali ada keperluan. Sayangnya, sejatinya Theo Javier tidak pernah memiliki keperluan apapun dengan mereka. Paling tidak jika itu hanya berkaitan dengan tugas sekolah.

“Braak!”

Tidak terlalu santai seseorang masuk ke kelas ini. Pintu ditendang secara kasar. Seluruh siswa dan siswi di kelas ini terkejut. Bahkan beberapa siswa yang ada di depan pintu hampir berteriak karena tidak bisa menahan rasa kaget mereka.

Awalnya mereka protes, tapi setelah tahu, siapa yang datang, mereka diam. Sejatinya di kelas ini tidak ada yang mau berurusan dengan Zhayn. Mereka malas untuk ikut campur walau hanya sekadar membantahnya. Apalagi mereka atau teman sekelas Theo juga tahu, apa tujuan Zhayn kalau bukan Theo?

Zhayn datang. Remaja dengan postur tinggi besar itu membawa setidaknya dua pengikut di belakangnya. Temansekelas Theo memberi jalan, sementara Theo kembali menatap Zhayn. Tenang, tak gentar sedikitpun. Mereka pikir, sekarang dirinya siapa? Apa mereka tidak tahu jika di dalam tubuh Javier bersemayam jiwa dewa yang dihukum? Jika mereka tahu ini mereka pasti akan bersujud.

“Respon teman sekelasmu benar-benar buruk ya Theo.” Theo berkata pada dirinya sendiri. menatap betapa tercelanya kelas ini. Saling berbisik dan menatap Theo, seolah nasib Theo akan terus buruk lagi. Lakilaki perempuan, mereka semua saja, tidak ada yang peduli hanya karena sebatas reputasi.

“Lihatlah, aku sebenarnya kasihan, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa di depan Zhayn Agam.”

“Ayahku merupakan manager bagian di salah satu perusahaan Agam. Pura-pura buta dan tuli sungguh menyelamatkan reputasi keluarga.”

Ya sungguh, Theo bahkan bisa mendengar perbincangan dua orang siswi yang berbisik keras di pojok sana. begitu juga dengan siswa lainnya. Namun fokusnya, Zhayn sedang duduk di atas bangku Theo sekarang.

“Halo temanku, bagaimana keadaanmu? Bagaimana rasanya tinggal di kasur empuk rumah sakit denganjaminan makan setiap harinya.” Zhayn memulai provokasinya.

Theo menyeringai, jika dia menundukkan kepalanya, gemetar, mereka tertawa, berhasil. Tapi, respon menyenangkan bagi Theo jika dia menatap tajam Zhayn, menyeringai juga. Maka Zhayn akan tersenyum kecut. Itulah yang dia lakukan saat ini.

Siapa yang tidak terkejut? Mata Zhayn bahkan berkedut, teman sekelas Theo yang mengintip terdiam. Tidak pernah Theo seberani itu kecuali hari ini. Ini merupakan berita atau pencapaian yang begitu luar biasa.

Refleks bawahan Zhayn sayangnya buruk. Salah satu dari mereka, yang paling besar ukuran tubuhnya memegang kepala Theo dan hampir menjedotkannya ke meja.

“Apa maksudmu?” Tanyanya.

“Kau sekarang berani ya?” Zhayn menekan kedua pipi Theo. Tatapannya tajam penuh penghinaan.

“Bolehkah aku memukulnya?” Teman Zhayn satunya, gaya rambut sedikit mencolok dengan potongan pinggir. Apa orang modern ini menyebutnya?

Persetan dengan itu, Theo tidak tinggal diam. Dia menendang meja di depan yang diduduki oleh Zhayn. Itu tentu saja membuat Zhayn terseungkur di depan karena tendangan Theo pada meja terlalu keras. Zhayn terkejut, tangan yang menjepit pipi Theo terlepas.

Ini adalah hal yang mengejutkan, paling mengejutkan. Si potongan mulet yang hampir memukul Theo tak menghentikan aksinya. Dia tetap melayangkan pukulan dari belakang, tepat tengkorak belakang. Ya, sayangnya itu tidak kena. Dorongan dari tendangan meja yang dilakukan oleh Theo membuat kursinya terdorong ke belakang, mendorong si potongan mulet.

Pria gemuk mengambil langkah besar, Steve nama dia, namun Theo berdiri ke samping, mengambil kursi yang didudukinya dan memukul si pria besar Steve itu. Braak! Pukulannya terdengar nyaring memukul lengan pria besar. Dia merintih kesakitan, sayang badannya tidak terlalu kuat untuk menjadi perisai dirinya sendiri, padahal dia besar!

Sekarang, tiga vs satu, Theo vs Zhayn, Steve dan satu lagi, orang mengenalnya Jean. Hal yang mengejutkan yang tidak pernah terjadi di sekolah Swasta Saranja ini. Pasti akan menjadi sebuah berita yang mengejutkan.

Theo bahkan setelah memukul Steve itu mengayunkan pukulan dari bawah, tepat pada wajah Zhayn. Hal yang mengejutkan kembali terjadi lagi. Zhayn teprental ke belakang dengan kesadaran penuh. Darah segar mengalir dihidungnya seketika. Dia juga diam, membeku karena hal ini membuatnya tidak percaya.

“Sialan!” Si potongan aneh, Jean, itu naik pitam. Tangan kanan melayang kuat pada Theo, tatapan penuh amarah dan rasa tidak percaya melihat bahwa Theo seberani ini. Namun bagaimanapun juga, Theo tetap Theo, tidak dapat dipungkiri bahwa Theo bisa bertarung. Jadi Jean tetap memandang remeh Theo dan menganggap bahwa tindakan berani dan perlawanan itu hanya kebetulan saja.

Tapi siapa yang menyangka Theo menahan pukulan tersebut, tangan kiri ikut melayang tapi tak pada kepala Jean, Theo mengincar lehernya. Ini jauh lebih vital dibandingkan dengan kepala Jean. Paling tidak setelah terpukul bagian leher, dia akan kesulitan untuk bernapas, itu jika pukulan Theo tepat pada aliran pernapasannya.

Pukulan Theo juga cepat, sangat cepat. Jean bahkan hampir tidak menyadari jika pukulan Theo bisa secepat itu. Pukulannya berhasil hingga Jean terpental ke samping. Lehernya menjadi kaku.

Tidak berhenti, Theo juga berbalik badan, mendorong Zhayn ke depan. Ini akan menjadi momok yang menakutkan bagi Zhayn, dimana Theo tak menghentikan pukulannya. Bahkan Zhayn belum sempat melawn karena tidak mengerti mengapa Theo bisa sekuat ini? ataupun jika Steve, si pria besar itu mengambil inisiatif untuk mengambil kursi dan memukulkannya dari arah belakang, Theo seolah tiba-tiba memiliki insting yang begitu kuat. Tendangan kakinya sungguh panjang hingga mengenai wajah Steve sebelum kursi itu melayang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status