Pagi ini Afi bangun agak terlambat, ia merasa tak enak badan dan sedikit pusing. Mungkin efek dari stres memikirkan semua masalah belakangan ini ditambah kondisi badannya yang tengah mengandung.Kerap kali ia mengeluarkan isi perutnya jika sedang diisi berakhir dengan kosong tak lagi ada asupan masuk.Afi berjalan menuju dapur dan membuat segelas susu untuknya. Beruntung Rendra mengirimkannya banyak susu untuk stok di rumah sehingga ia tak perlu repot-repot keluar rumah untuk membelinya. Ia tak mau Aldo tahu jika ia tengah hamil.Sembari ia menunggu email dan pekerjaan dari Rendra hari ini, Afi Memilih membersihkan rumah besarnya ini. Entah mengapa Mami tak memperbolehkannya memperkerjakan seorang maid untuk membantunya. Padahal pada Alin, baru sebentar sakit saja sudah begitu panik dan langsung mencarikan pembantu untuk melayaninya.Kadang Afi merasa kalah jika mertua nya sudah ikut campur dalam rumah tangganya ini, bahkan malam hari pun ia disuruh mengalah untuk Alin. Bagaimana rasa
"Aku janji tak meminta hakku sebagai suamimu, aku hanya ingin berbincang denganmu. Tolong bukakan! Atau aku tak akan pergi kemanapun sampai kau membukakan pintu untukku." "Silahkan saja, tunggu saja di situ semaumu, apa peduliku!" Afi melangkah meninggalkan Aldo yang masih berdiri di luar pagar rumahnya. Sebenarnya Aldo punya kunci rumah Afi, tetapi Afi sudah menggantinya dengan yang baru agar Aldo tak lagi bisa lagi keluar masuk ke dalam rumahnya. Kejadian dulu saat Afi pergi dan Aldo mencarinya dan masuk ke dalam rumah di malam hari membuat masalah semakin rumit.Sudah setengah jam lamanya Aldo berada di luar dan dia masih setia berdiri di sana menunggu Afi membukakan gerbang. Ada apa dengan Aldo? Dulu ia yang mengancam akan menceraikan Afi jika tak mengizinkannya menikah lagi, tapi sekarang ia seperti ketakutan jika harus kehilangan Afi. Manusiawi memang, seseorang mengakui keberadaan orang yang menyayanginya jika sudah meninggalkannya.Bagi Afi ini sudah terlambat, hubungannya de
Hati, jika terlalu lama memendam benci akan menjadi penyakit yang namanya iri dan dengki. Berusaha menghindari semampunya, dan tidak melakukan sesuatu yang membuat dirinya sendiri dirugikan. Memaafkan akan lebih meringankan beban daripada membalas perbuatan buruk pada yang menyakiti, justru akan memperkeruh keadaan nantinya.Bukankah Allah Maha Pemaaf? Apalagi kita hanya manusia biasa yang masih banyak dosa dan khilaf. Afi akan mencoba memaafkan semua orang yang menyakitinya, dan membuka sebuah harapan kecil agar dia bisa bahagia dalam hidupnya. Biarkan Tuhan yang akan menilai dan menghakimi, Afi hanya ikhlas tanpa berniat membalas perbuatan mereka.Afi membaringkan tubuhnya di ranjang setelah kegiatannya tadi siang yang menguras emosi jiwanya. Rasa entah bagaimana yang cocok untuk menggambarkan dirinya. Istri pertama yang tersakiti atau istri pertama yang tak pernah beruntung. Ia membuka ponselnya dan melihat apa ada pekerjaan untuknya hari ini. Banyak panggilan telepon dari Nissa da
"Nis, ini terlalu berlebihan. Aku nggak enak menerimanya," tolak Afi."Di enakin aja, ini geratiss tanpa embel-embel lain. Aku juga dukung kok, lagian kan kemarin kamu minta aku supaya mencarikan tempat tinggal untukmu? Kalau begitu, ini kesempatan bagus loh. Jarang jarang kakakku mau baik sama cewek, biasanya dia tuh lempeng banget kalau sama cewek yang dia nggak suka apalagi cewek yang suka sekali berusaha tanpa malu mendekatinya," beber Nissa."Aku tak ingin mendekatinya, aku cuma bekerja dengannya. Aku karyawan dan dia bosku. Jangan ngadi-adi deh," cibir Afi.Nissa berusaha menjelaskan secara detail maksudnya dan Afi akhirnya menerima kunci yang Rendra berikan.Tidak ada cobaan yang Allah beri di luar batas kemampuannya. Afi sangat bersyukur mempunyai sahabat sebaik Nissa yang mau menemaninya di saat terpuruk seperti ini. "Fi, kapan niatan mau pindah?""Mungkin besok aku akan bereskan barang-barangku. Kenapa?" tanya Afi penasaran."Nggak, aku mau bantuin kamu buat angkat-angkat b
"Yank, mau kemana?" tanya Alin yang tampak curiga karena pagi hari ini suaminya sudah tampak rapi."Mau ke kantor, kemana lagi?" jawab Aldo santai."Sepagi ini?" Biasanya Aldo berangkat kerja jam setengah delapan lebih dan ini baru jam setengah tujuh tapi dia sudah sangat siap untuk berangkat kerja."Iya," imbuh Aldo singkat. Alin tampak curiga jika suaminya ini bukan hendak bekerja melainkan menemui calon mantan istrinya."Masa? Kok aku merasa aneh, nggak biasanya kamu ke kantor jam segini. Emang ada acara apa?" cerca Alin tak percaya."Jangan berpikiran yang tidak-tidak. Kamu jaga kesehatanmu saja, jangan sampai telat makan." Aldo mencium pucuk kepala Alin dan berlalu meninggalkan Alin yang masih menatapnya curiga.Selama pengadilan belum memutuskan Alin dan Aldo bercerai, ia tak mau lengah membiarkan mereka bertemu dan menjalin kasih kembali. Rasa curiganya membuatnya ingin mengetahui kemana suaminya pergi. Lantas ia mengikutinya dari jauh dan ternyata dugaanku benar. Aldo pergi ke
Kekecewaan Haris pada Alin yang memutuskan menikahi Aldo sahabatnya sendiri merupakan pukulan telak baginya. Ia tak menerima sebuah penghianatan terlebih yang Alin pilih adalah sahabat terbaiknya."Al, Al, kamu kok jadi jelek begini. Tambah berumur seharusnya tambah gagah bukan tambah jelek, lihat aku ini. Sempurna," katanya lugas."Ya iya sempurna, orang kamu belum nikah. Mana kami tahu rasanya memikirkan pusingnya hidup berumah tangga. Lagian kamu sudah berumur gitu, masih aja betah membujang," cibir Aldo pada Haris. Mereka bercakap sampai tak sadar sudah berada di depan ruangan Aldo."Kamu datang mencariku?" tanya Aldo penasaran karena tiba-tiba Haris menemuinya di kantor."Tidak! Aku ingin bertemu istrimu!" canda Haris yang di iringi senyum mengejeknya."Kayak yang tau saja siapa istriku. Ya sudah ayo masuk, kita berbincang di dalam," ajak Aldo.Haris masuk dan memandangi ruangan Aldo bekerja. Matanya tiba-tiba berhenti pada sosok foto wanita yang terpampang di meja kerjanya. Wan
Jam Tujuh pagi ini, Afi telah menyelesaikan pekerjaan yang dikirimkan Rendra untuknya. Semalam ia langsung tidur saat bosnya itu memberikan ultimatum agar tidak begadang. Afi merasa tak masalah jika itu memang untuk kebaikannya, ia akan mencoba menurut saja perintah lelaki mulut rombeng itu agar dia bisa kembali menata hidupnya yang sudah berantakan.Setelah mengerjakan tugasnya, ia kemudian menata semua barang yang akan dibawa ke apartemen milik Rendra. Kebaikan Rendra tak pernah Afi curigai karena memang ia sudah terbiasa dari dulu begitu. Walau dengan nada agak memaksa agar dia mau menerima bantuannya, tapi Afi sedikit bersyukur karena kehadiran Rendra selalu tepat waktu dan tak pernah membuatnya merasa terbebani akan bantuan yang Rendra berikan.Afi memasukkan semua baju dan beberapa barang yang sekiranya berarti untuknya, ia mengambil foto kecil dalam pigura yang terdapat gambar Aldo dan dia saat menikah dulu. Ia mengusap foto itu dengan pilu, air mata menetes begitu saja sampai
"Nah, senyum begitu kan cantik. Enak di lihatnya, nggak kayak tadi. Asem!""Bapak bisa aja!""Masih jauh ya, Pak?" tanya Afi, karena memang ia tak tahu di mana lokasi apartemen yang Rendra maksud."Jauh, lumayan. Masih sekitar seperempat jam lagi, kenapa, Non?""Nggak, Pak. perasaan lama banget, mungkin karena jauh kali ya." Afi memang merasa perjalanannya jauh karena pikirannya sibuk tentang hal yang mengganggu konsentrasinya."Soalnya Non sedih gitu, ngelamun lagi. Jadi bikin yang dekat terasa jauh. Coba kalau lagi seneng, jauhpun terasa dekat," tawa sang supir."Masa sih, Pak? Hidup saya memang lagi tak semenyenangkan itu." Afi tertunduk dan kembali merasa pilu. "Sabar, Non. Terkadang ujian yang kita lewati teramat berat, tapi setelah semuanya selesai pasti kita bakalan tahu bahwa ujian itu bukanlah apa-apa. Berat saat di jalani tapi akan mudah setelah melewati, kuncinya dua. Sabar dan ikhlas," tutur Pak Sopir.Afi terkesima dengan petuah yang di katakan supir taksi itu, terdengar