SYAILENDRA
Kisah lama, hanya bisa merindu. Setelah sekian lama bertahan untuk Ghea akhirnya aku bisa melepaskan ini dengan cara yang tak sama sekali keren seperti saat ini. Aku tak menyangka kalau orang yang selalu aku jaga, aku kagumi ternyata bisa melakukan hal seperti ini. Tak ada yang bisa membuat aku menyesali pisahnya hubunganku dengan Ghea harusnya memang seperti itu, karena Tuhan sudah menjawab satu doaku yaitu tentang pertemukanlah aku dengan jodoh yang baik. Tuhan menyingkirkan Ghea dari hiupku itu artinya dia memang tak baik untukku, jadi sebenarnya tak ada yang harus aku sesali untuk berakhirnya hubunganku dengan Ghea ini. Tetapi kenapa ya, rasanya tetap sakit?
“Lo nggak tidur, nggak apa-apa, Ndra?” Tissa meletakkan satu gelas teh hangat. Kami sedang berada di teras rumah Tissa, duduk diatas undakan tangga setelah menyelesaikan ibadah solat subuh bersama dirumah Tissa. Maksudku bersama disin
SYAILENDRA“Baru pulang?” aku baru saja masuk ke dalam rumah, sudah mengucapkan salam dan sudah mengganti sepatuku dengan sandal rumah. Baru ingin melenggang pergi ke kamar tapi Adikku yang sedang mengoleskan selai ke roti malah menyapa.Nggak ada sopan santun banget emang ini manusia satu, nyapa Kakaknya udah kayak nyapa temen aja.Namanya Savvanah, dia lahir setelah aku lahir. Dia adalah perempuan satu-satunya di keluarga kami, karena dia adalah anak perempuan satu-satunya di keluarga kami kadangkala dia suka bertingkah layaknya seorang putri raja. Meskipun menyebalkan, tapi dia ada gunanya juga hidup di tengah-tengah keluarga kami. Karena ketika kami tersakiti oleh perempuan, maka dialah yang akan maju untuk menangani. Itu kalau dia tahu kami tersakiti, makanya baik aku atau kakakku tak pernah mau mengatakan padanya kala
TISSA“Misi Pak pengacara saya boleh masuk nggak nih?” kataku, masih melongok di pintu dan tersenyum kepada Syailendra.“Masuk Tiss masuk, kan udah disuruh masuk dari tadi juga.” Jawabnya sambil tersenyum dan menghampiri aku.Aku menutup pintu dan menyerahkan tempat makan susun padanya. “Makan siang, dari nyokap.”Dia menerimanya tempat makan itu, memandanginya dengan senyum lalu berkata. “Repot-repot...” lalu memandangiku. “Duduk dulu, mau langsung pulang emang?”“Enggak, gue emang berencana mau pulang sore. Nggak apa-apa kan gue disini dulu?"“Iya nggak apa, duduk lah.” Dia mengangkat tempat makan itu. “Tapi ini g
SYAILENDRAAku tidak pernah menyesal pernah memberikan kebaikan atau apapun itu kepada orang lain, sekalipun mereka tidak menghargainya atau bahkan membalasnya dengan kejam. Dari mereka pun sebenarnya kita bisa belajar, bahwa inilah yang disebut dengan hidup sedang mengajarkan kita. Tak selamanya jika kita berbuat baik, orang akan menerimanya dan akan membalasnya dengan hal baik pula kepada kita. Bisa jadi, saat kita berbuat baik kepada orang tersebut yang kita dapatkan adalah cacian dan makian karena orang tersebut menganggap kebaikan kita adalah bentuk dari kesombongan atau ketidaktulusan yang kita berikan kepada orang tersebut. Ingin dilihat orang, biasanya orang yang kita bantu akan mengatakan hal tersebut kepada orang lain dibelakang kita.“Bokap lo suka apa?” aku bertanya pada Tissa, karena sejak tadi kami sama-sama diam.“Main catur.”Aku tersenyum. “Maksudnya mak
SYAILENDRAMenahan diri untuk tidak menghubungi Ghea adalah titik akhir perjuanganku dalam mengikhlaskannya. Sebenarnya dari tadi siang aku ingin sekali menghubungi Ghea, menanyakan kepadanya apakah dia ada waktu untuk bertemu denganku atau tidak. Aku ingin menanyakan kepadanya apakah benar dia melakukan hal yang bukan-bukan di kantor bersama dengan Lhambang, aku bukannya tak percaya dengan Tissa tapi itu semua hanya permulaanku saja untuk mengobrol dengan Ghea karena aku ingin menasehati Ghea supaya dia tak kehilangan harga dirinya nanti dan supaya dia juga tak menyesali apa yang sudah dia lakukan saat ini dengan Lhambang. Karena saat bersamaku, Ghea tak seperti ini.Selepas berbelanja bolu dan mampir ke rumah Tissa, sudah makan malam di sana numpang ibadah dan mengobrol sebentar dengan Ayahnya aku bergegas pergi. Tidak, aku tidak pulang saat ini aku ada di dekat rumah Ghea sedang menunggu Ghea keluar. Iya, sebenarnya aku rindu dengan dia k
TISSA“Hidup memang nggak bisa di atur, tapi hidup bisa di nikmati. Supaya kita bisa menikmati hidup caranya adalah dengan belajar mengerti.”Sesi curhat dadakan dengan Ibuku sedang aku lakukan, tak lama setelah Syailendra pulang tadi Ibuku mengatakan kalau dia ingin mengobrol denganku. Lantas, kuiyakan saja permintaannya tetapi kubilang aku harus mengganti pakaianku dan menghapus makeup ku dulu barulah kami bisa mengobrol. Setelah mendapat persetujuan dari Ibuku, aku langsung mengganti pakaianku dan menghapus makeup ku. Kukira memang ada obrolan penting yang ingin Ibuku sampaikan padaku tetapi ternyata hanya obrolan perihal Lhambang saja dan barusan Ibuku membeikan aku sebuah nasehat yang bijak supaya aku bisa memaafkan Lhambang.“Iya iya, Tissa nggak akan dendam sama dia. Lagipula, emang Tissa udah pengen putus dari lama sama dia cuman ya itu tadi bingung mau putus dengan alasan apa, karena kalau Tiss
GHEAAku sedang berada di apartemen bersama dengan Lhambang, hari ini kami memutuskan untuk kembali menginap di sini alih-alih pulang ke rumah. Lhambang bilang dia sedang bosan berada di rumah, dia ingin menghabiskan banyak waktu bersamaku hari ini padahal aku sudah bilang kepadanya kalau aku ingin sekali berkenalan dengan Ibu dan Adiknya, siapa tahu kami bisa cepat akrab kalau cepat bertemu dan Lhambang bilang besok dia akan mengajak aku ke rumahnya, hari ini dia hanya ingin aku bersama dengan dirinya saja. Dan aku pun setuju untuk itu, kami baru saja berpacaran mungkin Lhambang sedang ingin menikmati masa-masa berdua denganku saja dulu tanpa digangu oleh siapapun.“Kamu mikirin apa?” aku bertanya pada Lhambang yang sedang tidur telentang disebalahku tanpa menggunakan pakaian, tubuhnya dan tubuhku hanya ditutupi oleh selimut.“Tissa.”Aku sempat kesal sebentar saat mendengar
SYAILENDRAHari ini aku janjian sama Tissa buat nonton film, katanya Tissa ada film bagus yang lagi pengen banget dia tonton. Semalam kami bertukar kabar, Tissa lalu menanyakan padaku apakah hari ini aku free tau tidak dan setelah aku mengecek jadwalku ternyata aku bisa keluar dari siang sampai sore karena tak ada klien yang akan datang dan aku pun tak ada janji temu dengan siapapun hari ini. Karena itulah kuiyakan saja permintaannya semalam untuk pergi menonton film bersama, dan kata Tissa aku harus menjemputnya di kantor karena dia harus mengambil barang-barangnya di meja kerja yang belum sempat dia bawa kemarin dan sekarang di sinilah aku berada di loby kantor Tissa.“Lo udah lihat videonya?” ucap salah seorang laki-laki kepada temannya, mereka duduk persis di sebelahku jadi aku bisa tahu dengan jelas apa yang sedang mereka bicarakan dan dari name tag nya aku tahu kalau mereka berdua adalah salah satu karyawan da
TISSA“Gimana?” Syailendra mengambil ponselnya dan mematikan rekaman suara yang baru saja dia tunjukkan padaku. “Mau diusut dan dikasih pelajaran nggak orang-orang ini?”Kami baru saja tiba di rumahku, saat ini kondisi rumah sedang sepi Ayahku bekerja dan Ibuku sedang tidur siang karena itulah Syailendra tak sabaran untuk memberitahukan apa yang baru saja terjadi di kantor tadi. “Nggak usah deh, biar aja.”“Biar aja?” Tanya Syailendra tak habis pikir denganku.“Iya, biar aja.”“Kenapa mereka harus dibiarin?”“Ya karena mau diperpanjang pun percuma, dan kasihan juga sih ke merekanya. Gimana kalau salah satu diantara mereka
GHEAAku dibawa ke rumah sakit oleh Tissa dan juga Syailendra, apa yang mereka pikirkan saat menolongku aku tidak tahu. Yang aku tahu adalah Tissa yang menangis saat dia melihatku di dalam kamar dalam kondisi yang tidak mau aku jelaskan, lalu dia pun menangis sepanjang jalan menuju rumah sakit. Dia terus mengusap punggungku tanpa mengatakan apapun, karena mungkin memang hanya itulah yang bisa dia lakukan, mengusap punggungku dan kemudian menangis. Syailendra tidak berbicara apapun padaku, sampai saat ini sampai kami tiba di rumah sakit dia tidak berbicara apapun padaku. Di UGD ini, aku hanya di temani Tissa, Syailendra sedang berada di luar ruangan menunggu Ibuku datang.Padahal aku sudah mengatakan kepadanya kalau dia tidak usah memberitahu kan Ibuku soal kondisiku saat ini, dan memang benar dia tidak memberitahukannya kepada Ibuku tapi dia malah memberitahu kakakku, jadilah sekarang Ibuku mengetahui bagaimana kondisi anak bungsunya saat ini. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana hi
TISSAAku berkali-kali mendapati Syailendra bergerak gelisah saat mengemudi. Berkali-kali pun jawabannya saat menanggapi obrolannya denganku tampak tidak nyambung, singkatnya. Syailendra sedang tidak fokus saat ini dan sialnya aku tahu kenapa dia jadi tidak fokus seperti itu. Berkali-kali aku memikirkannya, berkali-kali itu juga aku jadi kesal dibuatnya.Aku tidak bertanya kenapa kakaknya Ghea menelpon dan mengirimnya pesan, telponnya memang tidak dia angkat tetapi pesannya dia baca sehingga hal itulah yang membuat aku jadi kesal sendiri sebab setelahnya Syailendra terlihat sekali tidak fokus saat ini. Untungnya, hanya aku yang ikut di mobil Syailendra kalau betulan Mamaku juga ikut disini, bisa dipastikan suasana akan berubah menjadi canggung.Sejujurnya, aku penasaran sekali tentang apa isi pesan kakaknya Ghea kepada Syailendra sehingga pesan itu bisa membuat Syailendra menjadi seperti ini. Tapi, disatu sisi pun aku merasa bahwa aku tidak berhak bertanya sebab aku bukan siapa-siapa
SYAILENDRAPagi hujan, siang cerah. Kondisi cuaca Jakarta memang tidak bisa dipresiksi semaksimal mungkin, aku hampir saja merutuki cuaca karena mereka hari ini aku terpaksa datang dengan salah konstum. Kalau tahu siang hari ini tidak akan turun hujan juga seperti pagi hari tadi, mana mau aku datang ke kedai kopi kakaku dengan swetter panas begini.Yah, tapi apa mau dikata deh. Sudah kejadian, lagipula mau datang pakai baju apapun aku, aku yakin aku masih dan akan sangat terlihat tampan.Hahaha ...Kok aku geli sendiri ya mendengarnya? Biarlah, aku kan jomlo, tidak ada yang memuji aku ganteng lagi sekarang jadi biarkan saja aku memuji diriku sendiri saat ini."Kenapa sih?""Hah? Apa? Apa yang kenapa?""Kamu kenapa?""Aku?" aku menunjuk diriku sendiri saat Tissa bertanya aku kenapa, aku kamu dengan Tissa memang hal yang baru tapi entah kenapa aku nyaman dengan kata ganti Lo-Gue diantara kami ini. "Aku kenapa?""Kayak orang bingung." Tissa menggaruk kecil hidungnya, kemudian melemparkan
GHEAMalam minggu kemarin, aku tidak pulang ke rumah Ibuku. Aku juga tidak masuk lembur, padahal hari sabtu kemarin adalah hari dimana aku seharusnya bekerja lembur tapi aku tidak melakukannya sebab Lhambang tidak memperbolehkan aku untuk pergi ke kantor. Jadi, dari pada wajahku kena tampar lagi olehnya lebih baik aku menurut saja dan mengatakan kepada pihak kantor kalau aku sedang sakit.Yah, walaupun aku tidak menjamin alasan itu akan diterima oleh atasanku mengingat lembur kemarin adalah aku yang meminta sendiri dan aku juga yang membatalkan senaknya. Aku meminta lembur karena aku butuh uang lebih diakhir bulan nanti, tentu saja untuk mengganti uang yang aku pinjam untuk Lhambang, aku berjanji untuk menggantinya meskipun aku meminjam uang tersebut kepada kakakku."Ghe?" Itu suara Lhambang, yang baru saja terbangun dari tidurnya.Dengan langkah cepat aku menghampiri Lhambang di dalam kamar, aku tidak mau kena omel lagi hanya karena aku terlalu lama menghampirinya padahal katanya jar
TISSASelimut yang masih menyelimuti tubuhku, pendingin ruangan yang masih menyala serta hujan yang mengguyur bumi menjadi saksi bahwa hari mingguku kali ini benar-benar sangat nyaman. Masih menscroll media sosial, dari satu aplikasi lalu ke aplikasi berikutnya jam sembilan pagi ini aku masih betah tidur-tiduran diatas kasurku.Tumben sekali, biasanya Ibuku akan masuk kamar lalu menyuruhku untuk bangun. Setidaknya untuk membantunya membereskan rumah yang sebenarnya selalu rapih ini atau sekedar olahraga bersama keliling komplek dan berakhir singgah di pasar untuk membeli kebutuhan rumah. Tapi hari minggu kali ini agak berbeda, sedikit lebih tenang dan sedikit lebih membahagiakan karena ketika aku bangun ada satu pesan yang selalu aku mimpikan untuk masuk ke dalam ponselku ketika pagi tiba. Yap! Chat dari Syailendra yang berhasil membuat pagiku yang sedang mendung ini menjadi lebih berwarna.Pesannya memang bukan sebuah pesan yang romantis, dipesan itu Syailendra hanya membalas pesanku
SYAILENDRAHari ini aku berjanji untuk berkunjung ke rumah Tissa, tapi sebelum berkunjung aku sudah menyempatkan diri datang ke tukang martabak pinggir jalan. Bukan abang-abang yang sedang berdagang di pinggir jalan melainkan di sebuah toko yang letaknya kebetulan berada di pinggir jalan, katanya ayahnya Tissa sangat suka martabak telur di tempat ini sebab itulah aku membelikannya martabak telur saja sebagai bawaanku malam ini. Karena aku bingung, apa yang harus aku bawa ke sana. Niatku hanya ingin bertamu karena Ibunya Tissa mengundangku untuk makan malam, jadilah aku ke sana malam hari ini selepas pulang bekerja. Ini pun aku datang agak telat, biasanya memang aku pulang sore tetapi tadi ada sedikit pekerjaan yang harus aku selesaikan hari ini juga makanya aku datang agak terlambat sedikit."Ndra!" Seseorang memanggil namaku dari arah belakang, ketika aku menoleh. Aku sudah menemukan seseorang yang sangat aku kenali sekali.Karena itulah, sembari tersenyum aku melangkah mendekatinya
GHEAPada akhirnya Lhambang mengantarkan aku pulang ke rumah, dengan mengancam perihal mobil yang akan aku ambil barulah dia mau mengantarkan aku pulang ke rumah. Sepanjang jalan menuju rumahku ini dia terus-terusan mengoceh perihal ini dan itu membuatku makin malas untuk meladeni dirinya. Bukan, ini bukan pekara aku yang sudah tak cinta lagi dengannya tapi ini perkara harga diri. Sampai saat ini aku masih menyukainya, saat ini aku hanya sedang memberikan pelajaran saja bagi dirinya kalau dia tak boleh semena-mena dengan diriku karena semua yang dia pakai dan gunakan saat ini adalah milikku. Jadi satu-satunya orang yang boleh sombong dan semena-mena itu adalah aku."Kamu masih marah sama aku?" Sambil menyetir, dia menoleh padaku sesekali untuk melihat ekspresiku saat ini. "Ghe?""Hmm?" Tadinya aku masih enggan untuk menyahuti dirinya t
GHEATiada satupun dari kita yang selalu tertawa tanpa hadirnya air mata. Namun Allah tak akan menguji hamba-Nya melebihi kadar kemampuan nya. Aku selalu ingat ketika Syailendra ceramah mengenai hidup manusia, dulu ketika Syailendra mengatakan kata-kata bijak perihal hidup aku tak pernah sama sekali mendengarkan apa yang dia katakan dengan seksama. Tapi kadang-kadang kata-katanya itu bisa masuk ke dalam pikiranku dengan sendirinya, membuat aku berpikir kalau apa yang dia katakan itu sebenarnya memang benar. Akunya saja yang selama ini menolak ini dan itu perihal perkataannya padahal perkataannya itu adalah benar, sangat-sangat benar dan memang fakta."Udah?" Aku menoleh pada Lhambang yang baru saja keluar dari kamar mandi."Apanya yang udah?""Transfer ke aku, udah belum?" Katanya santai sambil
SYAILENDRADulu waktu umurku masih belasan tahun, sering berkata kepada teman-temanku kalau nanti ketika aku ingin menikah aku pasti tak perlu pusing mengajak wanita manapun untuk menikah. Aku tampan, aku kaya. Keluargaku baik, aku juga bukan tipekal orang yang suka macam-macam. Siapa yang tak mau denganku? Pastilah mau, karena pada saat kita ada di umur-umur belasan tahun sesorang hanya akan mengagumi orang lain hanya dari kemewahan. Ketulusan hati? Tak perlu, pada umur-umur belasan tahun aku tak pernah memikirkan perihal hati. Semuanya dengan mudah bisa aku dapatkan kalau aku kaya dan hidup berkecukupan, wanita manapun pada saat umur belasan tahun pasti akan memikirkan hal yang sama.Tapi diumurku yang sekarang, yang hampir mencapai angka tiga, saat ini aku lebih memilih mengagumi seseorang karena ketulusan hatinya. Sebab itulah mungkin saat ini aku selalu gagal perihal per