Share

13 | Jadinya Gini?

Penulis: BumiMars
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-08 22:42:16

Ghea

Aku baru saja tiba di kantor setelah bergulat dengan kantukku pagi-pagi buta begini. Bagaimana tidak, sudah beberapa hari ini aku berangkat dari rumah subuh buta karena menghindari Syailendra Akbar Gibran, mantan pacarku yang belum bisa move on dariku. Merepotkan? Tentu saja iya, perkara aku yang tidak mau pergi dan pulang dengannya aku jadi harus mengorbankan diriku sendiri beberapa hari ini. Bangun subuh, berangkat pagi-pagi buta dan sampai di kantor dengan keadaan kantor masih sepi begini. Aku heran dengan Syailendra, kenapa ya dia susah sekali move on padahal aku sudah jungkir balik membuat dia benci kepadaku, harus aku apakan ya dia?

Aku tidak mau mempunyai hubungan buruk dengannya, biar bagaimana pun juga sebenarnya Syailendra itu orang baik. Dia memperlakukan aku dengan baik dan dia juga dari keluarga baik-baik, jadi aku sama sekali tidak ingin mempunyai hubungan yang buruk dengannya kalau aku boleh jujur. Tapi ... bagaimana ya? Aku bingung menjelaskan situasiku saat ini.

Aku duduk di kursi loby, menunggu Tissa yang mungkin saat ini masih dalam perjalanan menuju ke kantor. Kantorku masih sepi, para pekerja juga belum banyak yang berdatangan dan aku bosan dengan situasi ssperti ini. Yang aku inginkan, saat Syailendra menyetujui keputusanku untuk putus dengannya dia hidup dengan kehidupannya sendiri dan berhenti merecokiku. Aku tidak masalah jika dia ingin mengajak kami--aku, Tissa dan Lhambang mengobrol bersama. Sungguh aku tidak ada masalah sama sekali dengan hal itu karena hal itu pula yang memang aku inginkan terjadi dengannya, kami berbincang layaknya seorang sahabat tanpa ada unsut nostalgia seperti yang dia lakukan kemarin.

Bagaimana caranya memberitahukan hal itu kepadanya, ya? Karena aku sudah bingung harus melakukan apa untuk membuatnya menjauh. Pakai cara jahat, sudah. Tapi dia tetap bertahan disisiku. Pakai cara baik-baik? Juga sudah, tapi dia malah semakin jadi gilanya. Jadi aku bingung harus pakai cara apa lagi.

Tidak mungkin kan aku begini setiap hari? Orang rumahku saja sudah bosan mungkin melihat aku yang setiap pagi harus marah-marah tidak jelas hanya karena telat bangun. Ibuku sudah tahu jika aku putus dengan Syailendra, dia menanyakan apa masalahnya katanya Syailendra tidak mungkin melakukan hal yang menyakiti aku. Lalu aku jawab saja dengan jujur bahwa ya, bukan Syailendra yang menyakiti aku tapi akulah yang menyakiti dirinya. Ibuku memang menyayangkan keputusanku untuk pisah dari Syailendra katanya aku pasti akan menyesalinya nanti, tapi Ibuku tetap mendoakan aku agar aku bisa mendapatkan jodoh yang baik agar aku tidak menyesal katanya karena sudah membuang Syailendra.

Ibuku memang sayang menyukai Syailendra, bukan karena dia kaya atau tampan. Tapi karena prilakunya yang baik dan tidak neko-neko jadi keluargaku semuanya rata-rata menyukai Syailendra. Hanya aku sajalah yang belum bisa menyukainya sepenuh hati, entah memang karena aku bodoh atau memang itu salah satu cara Tuhan memberikan aku petunjuk? Petunjuk bahwa sebenarnya Syailendra bukan laki-laki baik.

"Nunggu siapa lo, Ghe?" Tanpa sadar aku mengedipkan mata beberapa kali, kapan Tissa datang dan dia datang sendiri?

"Nungguin elo, eh lo sendirian?" Aku celingak-celinguk mencari Lhambang.

Kok tumben ya dia tidak ada, apa memang benar Tissa datang sendiri hari ini?

"Nyari siapa lo? Laki gue? Nggak ada, dia nggak masuk hari ini." Eh? Kok dia tahu ya aku nyari Lhambang? Apa sikapku ini terlihat jelas sekali aneh di mata Tissa?

"Tumben dia mau absen?" Kataku pura-pura bersikap biasa saja padahal aku sedang kepo mampus saat ini, aku berdiri menyamakan tinggi dengan Tissa.

Tissa masih memasang senyum manisnya, entah dia sadar atau tidak kalau menyukai Lhambang. Aku takut dia marah kepadaku karena aku menyukai pacarnya, biar bagaimana pun dia ini teman baikku. Kami sudah berteman sejak lama dan aku sangat hapal bagaimana dia, tapi saat ini aku benar-benar tidak bisa membaca jalan pikirannya. Apakah saat dia mengetahui aku menyukai pacarnya dan akan berjuang untuk mendapatkan pacarnya apa dia akan marah? Menganggapku orang yang paling jahat sedunia karena menikung temannya sendiri? Tapi aku tidak menikungnya, aku akan mengatakannya secara langsung bahwa aku menyukai pacarnya. Jadi, itu bukan berarti aku menikungnya, 'kan?

Kurasa sih tidak.

Karena kalau aku ada niat untuk menikungnya aku akan langsung bertindak tanpa memberitahukannya terlebih dahulu. Kalau begitu, dia pasti akan sakit hati dan benci padaku. Bukan hanya makian yang akan dia lontarkan kepadaku mungkin sebuah pukulan pun akan dia berikan kepadaku karena aku sudah merebut pacarnya.

Aku sering bertengkar dengannya tapi aku tidak pernah bertengkar dengannya perihal masalah laki-laki, paling-paling kami bertengkar karena masalah sepele. Masalah kami yang tidak sependapat atau kami yang memperebutkan sesuatu, barang misalnya. Selama kami berteman, aku dan Tissa sama sekali tidak pernah bertengkar perkara laki-laki. Mungkin, saat aku jujur kepadanya nanti itu akan menjadi pertengkaran perdana kami tentang laki-laki. Siapa yang akan mengalah aku juga tidak tahu, harusnya sih aku yang mengalah karena biar bagaimana pun aku yang seharusnya tahu diri. Aku tidak punya kelebihan apapun yang bisa aku pamerkan kepada Lhambang agar dia lebih memilihku daripada Tissa.

Itulah yang membuat aku pusing saat ini.

Dengan senangnya dia berkata, "Sakit dia."

Sakit? Tapi kok, Tissa malah kelihatan senang, ya? "Ohh, sakit apa dia?"

Mendengar kalimat tanyaku, Tissa mendengus kesal, namun sejurus kemudian matanya berbinar.

"Kecapean dia, istirahat sehari juga udah ssmbuh. Yakin gue." Dan pada akhirnya aku hanya bisa membiarkan hariku berjalan suram hari ini.

Tidak ada senyum Lhambang pagi hari itu bisa membuat duniaku berantakan, aku kadang kesal kalau tidak bisa melihat senyumnya. Bawaannya aku ingin marah saja kepada siapapun yang saat ini berhadapan denganku, Lhambang itu moodbosterku. Kalau tidak ada dia, sudah pasti hari-hariku akan suram. Sekarang saja semangat bekerjaku hilang.

Aku tidak tahu kapan tepatnya aku mengetahui Lhambang sebagai moodbosterku, hanya saja ketika melihatnya aku menjadi sedikit lebih tenang saat tadi hampir mati kesal karena Syailendra. Aku tidak membenci Syailendra, aku hanya benci ketika aku berdekatan dengannya aku tidak bisa mengontol emosi. Apalagi saat aku sedang bersama Tissa dan Lhambang, aku harus berpura-pura baik kepadanya. Menunjukan diri bahwa aku mencintainya padahal aku muak sekali melakukan itu, tapi kalau aku melakukan itu dengan Lhambang sih, kayaknya aku tidak akan muak. 'Kan, aku suka Lhambang jadi aku tidak akan muak kepadanya sekali pun dia bersikap manja-manja menjijikan kepadaku seperti yang biasa Syailendra lakukan.

Kata-kataku nyakitin banget, ya?

Coba aja kalian rasakan sendiri gimana rasanya jadi aku, harus pura-pura bertahan dengan seseorang yang tidak kita sukai dan sayangi itu rasanya berat sekali. Sungguh aku tidak bohong, kadang malah aku suka tidak enak hati dengan Syailendra. Kenapa? Karena aku menyakitinya selalu.

Itulah alasan sebenarnya aku ingin putus darinya, agar aku dan dia bisa hidup dengan sehat. Agar dia mempunyai kehidupan yang lebih baik dari pada saat ini, aku kasihan kepadanya. Karena mencintaiku, hidupnya menjadi berantakan seperti saat ini. Aku ingin dia punya kehidupan yang normal, yang di dalamnya dia bisa bahagia.

Tapi dia tidak pernah mengerti dengan hal itu, yang dia tahu hanya dengan bersamaku dia bisa bahagia. Padahal tidak, ya mungkin dianya bahagia tapi kan akunya tidak. Hubungan itu dijalani dengan dua orang, kalau salah satu diantaranya tidak bahagia ya untuk apa dipertahankan? Sudahi saja, bukankah itu lebih baik?

Syailenda itu pintar, masa iya sih dia tidak mengerti dengan kata-kataku? Masa iya harus aku jabarkan semua alasanku ingin putus dengannya? 'Kan tidak perlu, jadi aku harus minta pertolongan siapa dong agar dia bisa menjalani kehidupannya lagi dan melepaskan aku dengan ikhlas?

Kakaknya?

Kakaknya dia itu Mas Bumi aku sering memanggilnya begitu, orang yang pendiam sekali. Aku sangsi dia akan menolongku karena untuk menolong dirinya sendiri saja dia susah, maksudku, kisah percintaannya itu lebih parah dari pada Syailendra, tapi dia tidak bisa melakukan apa-apa selain menerima perempuan itu kembali.

Jadi, bagaimana dia bisa membantuku? Yang ada mungkin dia akan meminta aku untuk mempertahankan Syailendra. Pasti dia akan memintaku melakukan hal itu karena dia tidak mungkin menyuruh kami berpisah, dia kan sayang sekali dengan keluarganya, dia pasti ingin Syailendra terus bahagia dan dia mungkin tidak akan memikirkan perasaanku bagaimana.

"Ntar, pas balik kerja lo mau ke rumahnya?" Aku bertanya, setelah hening menyelimuti kami.

"Ke rumah siapa? Lhambang?" Aku mengangguk membenarkan.

Tapi Tissa menjawab tidak, hal itulah yang membuat aku kesal kemudian.

"Kenapa?" Aku bertanya dengan nada melas, kenapa aku ini? Mungkin karena memikirkan kondisi Lhambang?

"Kenapa gue nggak jenguk Lhambang atau kenapa apa nih?"

"Iya itu maksud gue, kenapa lo nggak jenguk Lhambnag?" Aku kadang heran dengan Tissa, kenapa ya dia sepertinya ogah-ogahan dengan Lhambang memangnya Lhambang punya salah apa sampai dia secara terang-terangan bersikap seperti ini?

"Kan lo mau ke sana, ngapain gue harus ke sana?" Dia berkata dengan senyum.

"Maksudnya?" Kulihat Tissa mengangkat sebelah alisnya, lalau tersenyum santai.

"Lo mau jenguk Lhambang, 'kan?"

"Enggak." Kalimatku diikuti dengan efek penegasan, tapi nyatanya hal itu malah membuat Tissa menatapku gemas.

"Kenapa enggak?"

"Karena lo nggak ke sana."

"Kalau lo mau ke sana, ya ke sana aja. Sekalian PDKT mungkin?" Jawaban sekaligus pertanyaan dari Tissa terdengar mantap. Tapi aku justru merasa pusing dengan pertanyaannya saat ini.

"Maksud lo gimana ya, Tiss?" Tanyaku, Tissa menatapku sekilas, sebelum kembali menjawab.

"Lo suka 'kan, sama Lhambang?" Mendengar pertanyaan Tissa, aku memicingkan mata. Pertanyaan Tissa membuat aku seperti perempuan jahat, namun sayangnya aku nggak bisa mengelak.

"Kenapa lo nanya gitu?"

"Kenapa lo nggak bisa jawab?" Aku menghela napas saat mendengar pertanyaannya lagi, saat ini aku sedikit menyesal karena terlibat perbincangan yang tidak mengenakan ini.

"Gue ... nggg, nggak. Gue nggak suka Lhambang." Akhirnya aku melihat Tissa merubah gesture tubuhnya, dia melipat tangan di depan dada lalu memicingkan mata, membut gue sedikit terintimidasi, sialan.

"Gue tahu kok lo suka Lhambang, trust me gue nggak akan marah." Demi kerang ajaib, aku membenci teman yang tidak bisa aku tebak jalan pikirannya ini.

Aku akhirnya memilih menghembuskan napas dengan kasar, merasakan kepala yang mulai berdenyut.

"Sori, Tiss..." akhirnya hanya kata itu yang bisa aku katakan padanya, Tissa terdiam cukup lama sampai akhirnya dia menjawab.

"Nggak apa-apa, nggak perlu minta maaf. Gue bilang, gue nggak akan marah, 'kan?" Oke, selain nggak bisa ditebak jalan pikirannya dia juga membuat aku merasa bersalah.

Karena bisa-bisanya dia bersikap sesantai ini.

Setahuku Lhambang bukan tipe laki-laki yang bisa berbuat kesalahan, lalu kenapa ya Tissa sepertinya santai sekali melepaskan Lhambang? Tissa memang sering berkata kepadaku agar aku jangan melihat baiknya Lhambang saja, tapi lihatlah buruknya Lhambang. Jangan membenarkan keburukan Lhambang hanya karena aku menyukainya, iya. Aku sering melihat kesalahan Lhambang tapi aku selalu membenarkannya.

Apa aku salah berprilaku seperti itu? Kalau memang salah ya aku mohon maaf. Tapi hal-hal yang dilakukan oleh Lhambang itu tidak berakibat salah yang besar sama sekali, itu hanya kesalahan-kesalahan kecil saja yang sebenarnya bisa dimaklumi. Tissanya saja yang lebay, masa begitu saja dia marah.

Padahal kesalahan seperti itu biasa dilakukan oleh pasangan lain, dan pasangan lain itu pasti memaklumi. Apa karena hal itu Tissa mau melepaskan Lhambang dengan sangat santai seperti ini? Kalau iya, aku harus berekspresi apa saat ini? Senang? Atau biasa saja? Toh, saat ini dia--Tissa sudah mengatakan dia tidak akan marah denganku.

Tissa itu orang yang omonannya akan selalu singkron dengan tindakannya, jika dia bekata tidak akan marah itu artinya dia memang benar tidak akan marah. Namun jika dia berkata dia akan marah, maka dia pasti akan marah. Beda halnya jika dia mengatakan tidak akan marah tapi ekpresi wajahnya dingin, itu pasti jelas dia akan mengamuk.

Tapi saat ini aku tidak menemukan ekspresi wajah dinginnya, jadi bisa aku simpulkan bahwa Tissa benar-benar tidak akan marah.  Jadi, sejak kapan dia tahu bahwa aku menyukai Lhambang? Duh, aku jadi tidak enak nih menghadapi Tissa. Kira-kira, dia akan mundur atau mempertahankan Lhambang, ya?

Aku sih berharapnya dia mundur saja.

"Dari kapan lo tahu?" Aku mencoba mencairkan suasana, atau bahkan menebus rasa bersalah karena nyatanya sadar atau tidak aku sudah menyakiti hati sahabatku sendiri.

"Udah lama, dari jaman lo masih sama Lendra." Tissa menjawab dengan gayanya yang tengil.

Aku menghela napas berat, sebelum akhirnya memberanikan diri untuk bertanya.

"Terus kenapa lo diam aja? Kenapa lo nggak nanya ke gue?" Tissa diam, tapi nggak lama dia senyum, senyumnya pait banget.

"Karena gue mau lo lihat jeleknya Lhambang, nih cowok pantes nggak buat lo perjuangin. Gue sih, masih mikirin lo ya sebagai teman baik gue. Nggak tahu kalau lonya, masih mikirin gue nggak?"

"Ya masih lah, gue masih mikirin lo sebagai teman." Tuh 'kan, aku makin nggak tahu harus bersikap gimana saat ini.

"Emang iya?"

"Kenapa pertanyaan lo kayak gitu ya, Tiss? Pertanyaan lo itu terdengar seperti gue cewek jahat." Aku pikir ekspresinya kali ini akan sama dengan ekspresi-ekspresinya sebelumnya, tersenyum. Namun aku salah, dia malah menatapku datar.

"Waktu lo suka sama Lhambang, apa lo pernah mikir perasaan gue gimana?" Aku menatap Tissa bingung, dia bertanya padaku dengan nada tegas.

"Pernah, kok." Aku sendiri saja bingung dengan jawabanku saat ini. Apa iya aku pernah memikirkan perasaan Tissa?

"Oh, ya udah. Bagus deh, kalau lo pernah mikirin perasaan gue. Jadi sekarang, silahkan lo perjuangin Lhambang biar gue yang urus Lendra."

Saat mendengar jawaban Tissa entah mengapa senyumku merekah, sekarang aku tahu kenapa dia tidak marah kepadaku.

Karena dia menyukai Syailendra Akbar Gibran.

Benar 'kan? Aku benar bukan?

Gila.

Aku tidak menyangka bahwa persoalan ini akan berakhir dengan mudah, kalau aku tahu Tissa menyukai Syailendra, mungkin sudah sejak lama aku melepaskan Syailendra. Aku tidak akan makan hati terlalu lama dan aku bisa memiliki Lhambang sesegera mungkin, gila. Tissa memang temanku yang TOP, aku tidak menyangka dia akan sesantai ini.

Setelah ini, aku hanya berharap agar Tissa tidak menyesal karena sudah menyukai Syailendra.

***

Bab terkait

  • Aku Melihatmu Saat Melihat Bunga   14 | Jumat Berkah

    Tissa"Lah, gue nggak salah lihat ini?" Aku mengusap-usap mata beberapa kali, saking tidak percayanya dengan apa yang aku lihat saat ini. Syailendra? Di teras rumahku? Pagi-pagi ini? Dia salah alamat atau bagaimana ya?"Udah siap lo?""Udah, kenapa lo ada di sini pagi-pagi gini, Ndra?" Aku duduk di kursi sebelahnya, tempat yang tadi di duduki Ayahku untuk menemani Syailendra."Mau jemput lo, lo hari ini nggak berangkat bareng Lhambang, 'kan?" Tanyanya, Syailendra mengalihkan pandangannya ke arahku."Tumben, ada angin apa?""Angin sepoy-sepoy. Serius nih, lo berangkat barenga cowok lo nggak?" Alis Syailendra bertaut, sepenasaran itukah dia dengan jawabanku?"Enggak, dia masih

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-10
  • Aku Melihatmu Saat Melihat Bunga   15 | Percakapan Pagi

    SyailendraAku tidak menyangka jika Tissa memang bisa selucu ini, kupikir dia hanya akan bersikap galak dan kalau ngomong suka nggak ngenakin aja. Tapi tadi aku sedikit mau ketawa ngakak saat melihat tingkah konyolnya, kok bisa-bisanya ya dia seambigu tadi. Orang lain mungkin akan berpikir negatif tentang kata yuk yang aku ucapkan tadi, dan Tissa salah satu dari orang lain yang berpikir negatif itu.Maksudku tadi saat mengatakan yuk padanya artinya aku mengajaknya berpamitan kepada orang rumahnya, masa iya aku datang bersalaman dengan Ayahnya dan pulang main slonong boy saja 'kan tidak sopan. Biarpun kurang iman gini aku masih tahu adat dan sopan santun kali.Tapi Tissa malah menganggap yuk ku yang tadi adalah yuk yang lain, kalau aku pacarnya saat ini mungkin yuk yang kumaksudkan a

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-12
  • Aku Melihatmu Saat Melihat Bunga   16 | Gagal PDKT

    GheaRencana PDKT? Bubar jalan.Aku sudah mempunyai niat untuk menjenguk Lhambang nanti sore selepas pulang bekerja, tadinya aku memang akan mengunjungi dia kemarin tapi kemarin aku sibuk sekali. Lembur pula, jadi aku tidak bisa menjenguk Lhambang kemarin. Dan sepertinya hari ini pun aku gagal untuk menjenguk Lhambang, kenapa? Orang yang mau aku jenguk rupanya sudah masuk saat ini. Jadi, untuk apa aku menjenguknya kalau dia saja sudah masuk. Lhambang memang masih terlihat sekali tidak enak badannya, wajahnya masih pucat dan aku masih terlalu khawatir dengan kondisinya. Kalau masih sakit begitu untuk apa juga dia masuk kerja? Lebih baik dia istirahat saja di rumah.Lhambang yang aku tahu memang gila kerja, dia anak sulung dari keluarga yang sederhana. Jadi aku mewajarkan jika dia gila kerja, dia pasti ingin memberikan khidupan yang baik

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-16
  • Aku Melihatmu Saat Melihat Bunga   17 | Nggak Apa-Apa Katanya

    GheaAku nggak terlalu mikirin juga sih soal kata-kata Lhambang tadi pagi yang katanya nganter Ghea karena kebetulan ketemu di jalan. Tadi, saat aku kebingungan setengah mampus karena takut Lhambang marah kepadaku karena aku menjelek-jelekan Tissa secara langsung. Aku malah dibuat terkesima kepadanya karena dia malah bilang Tissa kadang emang suka ngelengkelin sih, Ghe. Wajar kalau sekarang lo marah karena Tissa bersikap begini sementara lo tahu gue lagi sakit. Gila, aku pikir tadinya Lhambang malah akan marah dan memakiku, tapi dia malah bilang begitu dan lalu berkata nggak apa-apa, nggak usah dipikirin. Gue nggak marah, santai aja.Tadinya kami memang akan langsung makan dikantin bersama, tapi sebuah mobil yang sangat aku kenali berhenti di lobi. Aku dan Lhambang sempat berhenti karena terkejut salah satu orang yang turun dari mobil itu adalah Tissa, orang

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-21
  • Aku Melihatmu Saat Melihat Bunga   18 | Tamu Penting

    SYAILENDRAEntah aku harus bersyukur atau pura-pura mati saja saat ini, kantorku sedang kedatangan tamu penting sore hari ini. Coba tebak siapa? Yap, Ghea. Nggak angin nggak ada hujan, tau-tau mantan pacarku yang paling nyebelin ini muncul gitu aja di kantorku. Ini pertama kalinya dia datang ke sini dengan status sebagai teman bukan klien.Dulu, kami pertama kali bertemu memang disini. Di kantorku, bedanya dia datang bersama dengan kakaknya yang menjadi korban kekerasan pacarnya sendiri. Karena pacarnya itu anak orang kaya yang nggak mungkin banget dihukum apalagi sampai masuk penjara, Ghea dan kakaknya datang ke sini untuk memintaku membelanya. Hari itulah aku jatuh cinta pada pandangan pertama kepadanya.Kasusnya selesai, kami berpacaran. Sesingkat itulah pdkt kami karena memang dari awal pun aku tahu kalau Ghea hany

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-06
  • Aku Melihatmu Saat Melihat Bunga   19 | Makan Malam

    TISSAAku rasa ada rasa sangat wajar kalau saat ini aku ingin sekali memanggil tukang pijat lewat aplikasi ojek online untuk manjakan tubuhku yang nyaris runtuh saat ini, bagaimana tidak, baru saja aku selesai menyuci lima bak pakaian saat ini aku malah harus menyeterika setumpuk pakaian si pemilik rumah, padahal aku baru saja pulang bekerja lembur.Coba tebak deh siapa kira-kira orang yang bisa melakukan hal separah ini sama aku? Yap, tentu saja pacarku sendirilah pelakunya. Tadi saat jam pulang kerja selesai dia langsung menghampiriku ke divisiku, dia bilang dia ingin makan malam denganku tapi aku sempat menolaknya dengan mengatakan bahwa aku lembur. Tapi sialnya, dia malah mau menungguku pulang bekerja lembur.Sialan banget 'kan? Padahal aku tahu maksud dan tujuan dia mengajakku makan malam itu untuk apa, y

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-07
  • Aku Melihatmu Saat Melihat Bunga   20 | Momen Langka

    TISSAAda hal-hal tertentu yang terkadang membuat aku malas untuk bekerja salah satu diantaranya adalah; bertemu Lhambang. Kemarin, Ayah dan Ibuku sampai terbengong-bengong melihatku meminta uang untuk membayar taksi lalu pagi hari tadi mereka juga terbengong-bengong melihatku meminjam uang pada mereka dengan asalan akhir bulan nanti aku ganti.Mereka memang sempat menanyakan ada apa dengan aku, kemana tasku dan apa yang sebenarnya terjadi kenapa hari ini aku tak sama sekali mengenakan pakaian kerjaku malah mengenakan pakaian santai dan bangun siang hari. Kubilang saja kalau hari ini aku memang sedang malas bekerja dan ingin jalan-jalan, memanjakan diriku sendiri. Untungnya, mereka tak banyak bertanya sehingga aku bisa pergi secepat mungkin dari rumah.Dan disinilah aku saat ini, di toko roti dan kopi di sebrang kantor

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-08
  • Aku Melihatmu Saat Melihat Bunga   21 | Rumah Tissa Lagi

    SYAILENDRADari pertama kali ke rumah ini aku sudah tahu kalau penghuni rumah ini sangat-sangat ramah, apalagi Ibunya Tissa, dia ceriwis sekali. Baru datang aja dia sudah berani-beraninya nyuruh aku buat nyobain masakannya, udah kayak orang lama kenal kita pokoknya. Keluarga ini asik, saking asiknya aku sampai kepusingan sendiri. Ayahnya Tissa suka main catur, dia juga suka olahraga bulutangkis. Kami udah ngobrol dikit-dikit tadi perihal bulutangkis, nyambung sih. Cuma aku heran, kenapa Tissa kepribadiannya beda banget sama keluarganya ini. Tissa itu, nggak seceria keluarganya dia bahkan sesekali kelihatan banget kalau dia lagi kepusingan padahal kalau ditanya sama Ghea, Tissa lagi nggak mikirin apa-apa, katanya bengong itu enak dan dia lagi menikmati masa-masanya menyukai bengong.“Mau pergi kemana emang sama Tissa, Ndra?” aku melirik Tissa yang duduk di sampingk

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-12

Bab terbaru

  • Aku Melihatmu Saat Melihat Bunga   56 | Pedih

    GHEAAku dibawa ke rumah sakit oleh Tissa dan juga Syailendra, apa yang mereka pikirkan saat menolongku aku tidak tahu. Yang aku tahu adalah Tissa yang menangis saat dia melihatku di dalam kamar dalam kondisi yang tidak mau aku jelaskan, lalu dia pun menangis sepanjang jalan menuju rumah sakit. Dia terus mengusap punggungku tanpa mengatakan apapun, karena mungkin memang hanya itulah yang bisa dia lakukan, mengusap punggungku dan kemudian menangis. Syailendra tidak berbicara apapun padaku, sampai saat ini sampai kami tiba di rumah sakit dia tidak berbicara apapun padaku. Di UGD ini, aku hanya di temani Tissa, Syailendra sedang berada di luar ruangan menunggu Ibuku datang.Padahal aku sudah mengatakan kepadanya kalau dia tidak usah memberitahu kan Ibuku soal kondisiku saat ini, dan memang benar dia tidak memberitahukannya kepada Ibuku tapi dia malah memberitahu kakakku, jadilah sekarang Ibuku mengetahui bagaimana kondisi anak bungsunya saat ini. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana hi

  • Aku Melihatmu Saat Melihat Bunga   55 | Perasaan Tidak Nyaman

    TISSAAku berkali-kali mendapati Syailendra bergerak gelisah saat mengemudi. Berkali-kali pun jawabannya saat menanggapi obrolannya denganku tampak tidak nyambung, singkatnya. Syailendra sedang tidak fokus saat ini dan sialnya aku tahu kenapa dia jadi tidak fokus seperti itu. Berkali-kali aku memikirkannya, berkali-kali itu juga aku jadi kesal dibuatnya.Aku tidak bertanya kenapa kakaknya Ghea menelpon dan mengirimnya pesan, telponnya memang tidak dia angkat tetapi pesannya dia baca sehingga hal itulah yang membuat aku jadi kesal sendiri sebab setelahnya Syailendra terlihat sekali tidak fokus saat ini. Untungnya, hanya aku yang ikut di mobil Syailendra kalau betulan Mamaku juga ikut disini, bisa dipastikan suasana akan berubah menjadi canggung.Sejujurnya, aku penasaran sekali tentang apa isi pesan kakaknya Ghea kepada Syailendra sehingga pesan itu bisa membuat Syailendra menjadi seperti ini. Tapi, disatu sisi pun aku merasa bahwa aku tidak berhak bertanya sebab aku bukan siapa-siapa

  • Aku Melihatmu Saat Melihat Bunga   54 | Panggilan Mendadak

    SYAILENDRAPagi hujan, siang cerah. Kondisi cuaca Jakarta memang tidak bisa dipresiksi semaksimal mungkin, aku hampir saja merutuki cuaca karena mereka hari ini aku terpaksa datang dengan salah konstum. Kalau tahu siang hari ini tidak akan turun hujan juga seperti pagi hari tadi, mana mau aku datang ke kedai kopi kakaku dengan swetter panas begini.Yah, tapi apa mau dikata deh. Sudah kejadian, lagipula mau datang pakai baju apapun aku, aku yakin aku masih dan akan sangat terlihat tampan.Hahaha ...Kok aku geli sendiri ya mendengarnya? Biarlah, aku kan jomlo, tidak ada yang memuji aku ganteng lagi sekarang jadi biarkan saja aku memuji diriku sendiri saat ini."Kenapa sih?""Hah? Apa? Apa yang kenapa?""Kamu kenapa?""Aku?" aku menunjuk diriku sendiri saat Tissa bertanya aku kenapa, aku kamu dengan Tissa memang hal yang baru tapi entah kenapa aku nyaman dengan kata ganti Lo-Gue diantara kami ini. "Aku kenapa?""Kayak orang bingung." Tissa menggaruk kecil hidungnya, kemudian melemparkan

  • Aku Melihatmu Saat Melihat Bunga   53 | Hujan Hari Minggu

    GHEAMalam minggu kemarin, aku tidak pulang ke rumah Ibuku. Aku juga tidak masuk lembur, padahal hari sabtu kemarin adalah hari dimana aku seharusnya bekerja lembur tapi aku tidak melakukannya sebab Lhambang tidak memperbolehkan aku untuk pergi ke kantor. Jadi, dari pada wajahku kena tampar lagi olehnya lebih baik aku menurut saja dan mengatakan kepada pihak kantor kalau aku sedang sakit.Yah, walaupun aku tidak menjamin alasan itu akan diterima oleh atasanku mengingat lembur kemarin adalah aku yang meminta sendiri dan aku juga yang membatalkan senaknya. Aku meminta lembur karena aku butuh uang lebih diakhir bulan nanti, tentu saja untuk mengganti uang yang aku pinjam untuk Lhambang, aku berjanji untuk menggantinya meskipun aku meminjam uang tersebut kepada kakakku."Ghe?" Itu suara Lhambang, yang baru saja terbangun dari tidurnya.Dengan langkah cepat aku menghampiri Lhambang di dalam kamar, aku tidak mau kena omel lagi hanya karena aku terlalu lama menghampirinya padahal katanya jar

  • Aku Melihatmu Saat Melihat Bunga   52 | Efek Jatuh Cinta

    TISSASelimut yang masih menyelimuti tubuhku, pendingin ruangan yang masih menyala serta hujan yang mengguyur bumi menjadi saksi bahwa hari mingguku kali ini benar-benar sangat nyaman. Masih menscroll media sosial, dari satu aplikasi lalu ke aplikasi berikutnya jam sembilan pagi ini aku masih betah tidur-tiduran diatas kasurku.Tumben sekali, biasanya Ibuku akan masuk kamar lalu menyuruhku untuk bangun. Setidaknya untuk membantunya membereskan rumah yang sebenarnya selalu rapih ini atau sekedar olahraga bersama keliling komplek dan berakhir singgah di pasar untuk membeli kebutuhan rumah. Tapi hari minggu kali ini agak berbeda, sedikit lebih tenang dan sedikit lebih membahagiakan karena ketika aku bangun ada satu pesan yang selalu aku mimpikan untuk masuk ke dalam ponselku ketika pagi tiba. Yap! Chat dari Syailendra yang berhasil membuat pagiku yang sedang mendung ini menjadi lebih berwarna.Pesannya memang bukan sebuah pesan yang romantis, dipesan itu Syailendra hanya membalas pesanku

  • Aku Melihatmu Saat Melihat Bunga   52 | Tak Sengaja

    SYAILENDRAHari ini aku berjanji untuk berkunjung ke rumah Tissa, tapi sebelum berkunjung aku sudah menyempatkan diri datang ke tukang martabak pinggir jalan. Bukan abang-abang yang sedang berdagang di pinggir jalan melainkan di sebuah toko yang letaknya kebetulan berada di pinggir jalan, katanya ayahnya Tissa sangat suka martabak telur di tempat ini sebab itulah aku membelikannya martabak telur saja sebagai bawaanku malam ini. Karena aku bingung, apa yang harus aku bawa ke sana. Niatku hanya ingin bertamu karena Ibunya Tissa mengundangku untuk makan malam, jadilah aku ke sana malam hari ini selepas pulang bekerja. Ini pun aku datang agak telat, biasanya memang aku pulang sore tetapi tadi ada sedikit pekerjaan yang harus aku selesaikan hari ini juga makanya aku datang agak terlambat sedikit."Ndra!" Seseorang memanggil namaku dari arah belakang, ketika aku menoleh. Aku sudah menemukan seseorang yang sangat aku kenali sekali.Karena itulah, sembari tersenyum aku melangkah mendekatinya

  • Aku Melihatmu Saat Melihat Bunga   51 | Pada Akhirnya

    GHEAPada akhirnya Lhambang mengantarkan aku pulang ke rumah, dengan mengancam perihal mobil yang akan aku ambil barulah dia mau mengantarkan aku pulang ke rumah. Sepanjang jalan menuju rumahku ini dia terus-terusan mengoceh perihal ini dan itu membuatku makin malas untuk meladeni dirinya. Bukan, ini bukan pekara aku yang sudah tak cinta lagi dengannya tapi ini perkara harga diri. Sampai saat ini aku masih menyukainya, saat ini aku hanya sedang memberikan pelajaran saja bagi dirinya kalau dia tak boleh semena-mena dengan diriku karena semua yang dia pakai dan gunakan saat ini adalah milikku. Jadi satu-satunya orang yang boleh sombong dan semena-mena itu adalah aku."Kamu masih marah sama aku?" Sambil menyetir, dia menoleh padaku sesekali untuk melihat ekspresiku saat ini. "Ghe?""Hmm?" Tadinya aku masih enggan untuk menyahuti dirinya t

  • Aku Melihatmu Saat Melihat Bunga   50 | Anggap Ini Cobaan

    GHEATiada satupun dari kita yang selalu tertawa tanpa hadirnya air mata. Namun Allah tak akan menguji hamba-Nya melebihi kadar kemampuan nya. Aku selalu ingat ketika Syailendra ceramah mengenai hidup manusia, dulu ketika Syailendra mengatakan kata-kata bijak perihal hidup aku tak pernah sama sekali mendengarkan apa yang dia katakan dengan seksama. Tapi kadang-kadang kata-katanya itu bisa masuk ke dalam pikiranku dengan sendirinya, membuat aku berpikir kalau apa yang dia katakan itu sebenarnya memang benar. Akunya saja yang selama ini menolak ini dan itu perihal perkataannya padahal perkataannya itu adalah benar, sangat-sangat benar dan memang fakta."Udah?" Aku menoleh pada Lhambang yang baru saja keluar dari kamar mandi."Apanya yang udah?""Transfer ke aku, udah belum?" Katanya santai sambil

  • Aku Melihatmu Saat Melihat Bunga   49 | Bincang Malam

    SYAILENDRADulu waktu umurku masih belasan tahun, sering berkata kepada teman-temanku kalau nanti ketika aku ingin menikah aku pasti tak perlu pusing mengajak wanita manapun untuk menikah. Aku tampan, aku kaya. Keluargaku baik, aku juga bukan tipekal orang yang suka macam-macam. Siapa yang tak mau denganku? Pastilah mau, karena pada saat kita ada di umur-umur belasan tahun sesorang hanya akan mengagumi orang lain hanya dari kemewahan. Ketulusan hati? Tak perlu, pada umur-umur belasan tahun aku tak pernah memikirkan perihal hati. Semuanya dengan mudah bisa aku dapatkan kalau aku kaya dan hidup berkecukupan, wanita manapun pada saat umur belasan tahun pasti akan memikirkan hal yang sama.Tapi diumurku yang sekarang, yang hampir mencapai angka tiga, saat ini aku lebih memilih mengagumi seseorang karena ketulusan hatinya. Sebab itulah mungkin saat ini aku selalu gagal perihal per

DMCA.com Protection Status