Tissa
"Yaaahhh, ketemu lo lagi ketemu lo lagi gue." Aku yang sedang mengetikan pesan untuk Lhambang mendadak menjadi tersenyum lebar dan mengunci layar ponselku dengan segera, bodo amat deh dengan Lhambang. Manusia dihadapanku ini lebih menarik soalnya.
"Hahaha .... iya nih, bosen nggak lo ketemu gue terus?" Dia menjawab sembari memasukan kedua tangan pada saku celannya, senyumnya lebar dan ganteng abis.
Kadang kalau lagi punya pikiran begini aku suka istighfar dalam hati, yaiyalah aku istighfar orang yang lagi aku puji-puji dan kagumi ini adalah pacar orang lain. 'Kan, kalau begini kedengarannya aku seperti cewek gatel yang nggak punya kerjaan lain selain gangguin cowok orang. Tapi mau bagaimana lagi, katanya 'kan, selama janur kuning belum melengkung ya hajar saja terus. Lagi pula Ghea ini juga nggak ada otak sih, udah dapat cowok yang sempurna macem Syailendra eh dia malah pilih rumput tetangga yang belum tentu bener-bener menarik seperti yang dia lihat selama ini. Jadi, kalau Ghea menyia-nyiakan Syailendra demi Lhambang aku kira sih dia beneran akan menyesal nantinya.
"Enggak lah, cuma lo mendingan pindah aja deh ke kantor gue. Dari pada pagi dan sore udah nangkring di sini, mending pindah aja ke sini sekalian."
"Hahaha, boleh juga tuh ide lo. Ntar deh coba gue pikirin, ini lo mau balik Tiss?"
"Iya, kenapa lo mau nganterin gue balik?"
Percaya diri saja dulu baru malu kemudian, basa-basi begini kan nggak ada salahnya namanya juga dia temen aku. Yah, meskipun kami nggak deket-deket banget kalau kumpul juga dia lebih sering ngebucinin Ghea dan ngobrol sama Lhambang tapi setidaknya kami sering ketemu dan pernah tertawa bersama. Itu saja sudah cukup kan untuk membuat aku mempunyai basa-basi seperti itu kepada Syailendra?
Dulu kupikir Syailendra ini kena peletnya Ghea, ya gimana enggak. Orang dia apa-apa juga nurut banget sama Ghea, sampe dikerjain sekalipun sama Ghea dia tetep setia dan nunjukin diri kalau dia memang sesayang itu sama Ghea. Gila sih, aku yang ngeliat dia begitu rasanya kasihan, kesel dan juga iri. Ya gimana enggak, orang dia di kerjain abis-abisan sama Ghea. Mulai dari dijadiin bank berjalan, disuruh ini dan itu. Syailendra yang bawain belanjaan Ghea, Gheanya malah jalan sama cowok lain. Coba, kasih tahu aku Syailendra ini bodoh atau apa?
Nih, kaya gini aja nih contohnya.
Tadi pagi aku ketemu dia di sini, dia panik nyariin Ghea yang katanya nggak bisa dihubungi. Dan sekarang, pas jam pulang kantor juga dia udah nangkring lagi di depan kantor kami. Ngapain? Ya nungguin Ghealah pastinya.
Kasihankan dia? Syailendra juga kan punya pekerjaan, nggak mungkin dong seorang pengacra macem dia kesibukannya cuma antar jemput dan mencemaskan Ghea? Dia juga pasti punya kesibukan lain yang mungkin lebih penting dari pada Ghea namun dia mengabaikan itu untuk Ghea.
Agak nggak sehat sih pacaran seperti ini, maksudku, kalau emang Ghea udah nggak mau sama Syailendra ya tegasin. Syailendra juga kadang-kadang emang nggak ada otaknya juga sih, kalau cewek udah nggak mau sama dia ya yaudah sih. Ngapain dia pertahanin tuh cewek mati-matian? Emang itu cewek peduli kalau dia bersikap kayak gini?
Dia--Syailendra, boleh mempertahankan cewek yang dia sukai asalkan itu cewek ya cewek bener. Ini dia udah tahu kalau cewek yang lagi dia coba pertahanin itu cewek nggak bener masih ada dia tutup mata dan menganggap kalau cuma dia cewek terbaik yang harus dia pertahankan mati-matian untuk tetap ada disisinya.
Kan sakit jatuhnya, aku curiga dia rada gila. Tapi aku juga sangsi kalau dia gila, masalahnya dia terlihat cukup waras untuk membuktikan diri kalau dia itu nggak gila. Dia cuma cinta mampus aja sama cewek yang salah dan dia belum sadari itu sepenuhnya.
Aku juga sih seharusnya nggak perlu mengomentari kisah percintaan mereka dalam hati seperti ini, karena yah. Belum tentu kisah percintaanku juga lebih baik dari mereka, mungkin saat ini aku hanya sedang iri saja kedapa Ghea. Karena mendapatkan Syailendra, dan aku juga saat ini sebenarnya sedang menjadi cewek yang sangat bodoh.
Kenapa? Aku bilang tadi bahwa jika Ghea sudah tidak ingin bersama Syailendra ya dia tegasin. Tapi aku apa? Aku malah tidak menegaskan diri jika aku sudah tidak ingim bersama Lhambang, padahal aku juga mungkin sedang dalam posisi yang sama seperti Ghea. Sama-sama muak dengan pasangan kami masing-masing.
Aku sih jujur tidak tahu alasan pastinya kenapa Ghea muak dengan Syailendra, karena kan hanya Ghea yang bisa menilai baik dan buruknya Syailendra. Kalau menurut dia sikap Lhambang lebih baik dari Syailendra ya itu haknya, karena dia kan saat ini hanya bisa melihat Lhambang dari luar saja begitu pun denan aku, aku saat ini hanya bisa melihat Syailendra dari luar saja makanya aku jatuh cinta kepadanya.
Kalau nanti kami--aku dan Ghea, tahu kejelekan orang yang lagi kami taksir juga kami akan menyesal nantinya. Meminta kepada Tuhan agar dia--orang yang sudah kami buang, dikembalikan kepada kami karena rupanya dialah orang yang paling baik untuk kami.
Coba saja kalau tidak percaya, katanya kan penyesalan itu datangnya belakangan. Ada orang yang nekat dan tidak takut menyesal dan ada pula orang yang nekat tapi ujungnya dia menangisi keputusannya hari itu, dan menurut kalian, aku ini termasuk ke dalam tipekal orang yang mana? Yang takut menyesal atau tidak?
"Emang lo nggak balik sama Lhambang?" Dia bertanya dengan nada ingin tahu Ghea sudah pulang apa belum.
Aku bisa tahu itu dari gelagatnya, matanya tak pernah fokus kepadaku. Dia sedari tadi meskipun tersenyum kepadaku matanya selalu melirik sana melirik sini mencari Ghea. Dia takut sekali jika Ghea tidak bisa terjangkau dengan radarnya.
Menurut kalian Syailendra itu cinta beneran atau enggak sih sama Ghea? Apa dia ini punya kelainan atau apa? Karena jujur aku pernah salah sekali dalam menilai seorang laki-laki, orang yang aku pikir dia paling manis, romantis dan penyayang nyatanya justru menjadi orang yang paling mengerikan.
Karena itu aku nggak mau salah nilai orang lagi, cukup yang kemarin saja aku jadikan pelajaran. Aku ini kan bukan keledai, yang melakukan kesalahan sampai berkali-kali dan tak pernah mau belajar dari pengalaman.
Tidak, aku tidak mau menjalani hidup seperti keledai. Karena itulah aku harus berhati-hati agar tidak salah jalan lagi.
"Enggak, gue balik sendiri hari ini." Syailendra menaikan sebelah alisnya dan menatapku, tumben dia menatapku. Biasanya yang dia selalu tatap hanya Ghea.
"Kenapa?"
"Apanya yang kenapa?" Duh, kok aku jadi lemot begini sih.
"Kenapa lo balik sendiri?"
"Karena Lhambang lagi lembur." Aku tahu dia pasti sebentar lagi akan menanyakan perihal Ghea.
"Sama Ghea?" Tuh 'kan, aku bilang juga apa. Muak bener aku denger nama Ghea, nggak tahu kenapa. Aku cemburu kali ya?
"Ya enggak dong, 'kan mereka beda divisi." Kujawab saja begitu, dan kuharap dia tidak lagi menyebut nama Ghea.
"Berarti Ghea nggak lembur 'kan?"
"Enggak tahu sih gue, coba aja lo wa dia, Ndra." Ujarku membuat Syailendra memutar bola mata.
"Justru susah banget gue buat ngehubungin dia makanya gue nangkring disini buat nungguin dia balik." Syailendra mengatakan alasannya ada di kantorku sedangkan aku menatapnya datar, tak ada raut wajah bahagia seperti tadi.
"Ghea itu udah gede, Ndra. Dia bisa balik sendiri kalau emang dia mau. Nggak usah terlalu berlebian begini, cewek juga kadang bisa risih kalau lo bersikap seperti ini." Mampus, aku paitin aja dia sekalian deh. "Udah mendingan lo balik, Ndra. Lakuin hal yang lebih penting sekarang. Bukan karena gue nggak suka lo ada di sini buat jemput Ghea, tapi yang gue nggak suka adalah lo terlalu over. Mungkin itu yang buat Ghea nggak nyaman sama lo, Ndra. Membuktikan diri kalau kita layak sama dia itu nggak harus dengan memaksa dia buat tetap tinggal, Ndra. It's something different babe."
****
SYAILENDRATahu ah, gondok aku sama Tissa. Bisa-bisanya dia berbicara seperti itu, ya itu memang haknya sih. Dia mau berbicara seperti apa juga itu haknya, hanya saja seharusnya dia bisa sedikit saja lebih prihatin gitu kepadaku. Saat ini 'kan aku sedang dalam kondisi patah hati, meskipun aku nggak tahu pasti dia tahu atau tidak kondisiku saat ini tapi setidaknya mbok ya dia jangan tarlalu kejam gitulah bicaranya kepadaku. Aku saja tadi saat dia berbicara seperti itu langsung diam dan tidak bisa berkata apa-apa lagi, karena jujur aku merasa tertampar saat Tissa mengatakan kalimat panjang kali lebar itu kepadaku tadi.Jadi yang tadi aku lakukan padanya hanyalah diam, balik badan dan pergi begitu saja dengan tampang bodoh bin tolol yang pernah aku punya. Padahal aku tahu, Ghea ada di dalam. Sedang memandangi kami dari balik pintu loby, aku tahu tapi aku pura-pura tidak
GheaAku baru saja tiba di kantor setelah bergulat dengan kantukku pagi-pagi buta begini. Bagaimana tidak, sudah beberapa hari ini aku berangkat dari rumah subuh buta karena menghindari Syailendra Akbar Gibran, mantan pacarku yang belum bisa move on dariku. Merepotkan? Tentu saja iya, perkara aku yang tidak mau pergi dan pulang dengannya aku jadi harus mengorbankan diriku sendiri beberapa hari ini. Bangun subuh, berangkat pagi-pagi buta dan sampai di kantor dengan keadaan kantor masih sepi begini. Aku heran dengan Syailendra, kenapa ya dia susah sekali move on padahal aku sudah jungkir balik membuat dia benci kepadaku, harus aku apakan ya dia?Aku tidak mau mempunyai hubungan buruk dengannya, biar bagaimana pun juga sebenarnya Syailendra itu orang baik. Dia memperlakukan aku dengan baik dan dia juga dari keluarga baik-baik, jadi aku sama sekali tidak ingin mempunyai hubungan
Tissa"Lah, gue nggak salah lihat ini?" Aku mengusap-usap mata beberapa kali, saking tidak percayanya dengan apa yang aku lihat saat ini. Syailendra? Di teras rumahku? Pagi-pagi ini? Dia salah alamat atau bagaimana ya?"Udah siap lo?""Udah, kenapa lo ada di sini pagi-pagi gini, Ndra?" Aku duduk di kursi sebelahnya, tempat yang tadi di duduki Ayahku untuk menemani Syailendra."Mau jemput lo, lo hari ini nggak berangkat bareng Lhambang, 'kan?" Tanyanya, Syailendra mengalihkan pandangannya ke arahku."Tumben, ada angin apa?""Angin sepoy-sepoy. Serius nih, lo berangkat barenga cowok lo nggak?" Alis Syailendra bertaut, sepenasaran itukah dia dengan jawabanku?"Enggak, dia masih
SyailendraAku tidak menyangka jika Tissa memang bisa selucu ini, kupikir dia hanya akan bersikap galak dan kalau ngomong suka nggak ngenakin aja. Tapi tadi aku sedikit mau ketawa ngakak saat melihat tingkah konyolnya, kok bisa-bisanya ya dia seambigu tadi. Orang lain mungkin akan berpikir negatif tentang kata yuk yang aku ucapkan tadi, dan Tissa salah satu dari orang lain yang berpikir negatif itu.Maksudku tadi saat mengatakan yuk padanya artinya aku mengajaknya berpamitan kepada orang rumahnya, masa iya aku datang bersalaman dengan Ayahnya dan pulang main slonong boy saja 'kan tidak sopan. Biarpun kurang iman gini aku masih tahu adat dan sopan santun kali.Tapi Tissa malah menganggap yuk ku yang tadi adalah yuk yang lain, kalau aku pacarnya saat ini mungkin yuk yang kumaksudkan a
GheaRencana PDKT? Bubar jalan.Aku sudah mempunyai niat untuk menjenguk Lhambang nanti sore selepas pulang bekerja, tadinya aku memang akan mengunjungi dia kemarin tapi kemarin aku sibuk sekali. Lembur pula, jadi aku tidak bisa menjenguk Lhambang kemarin. Dan sepertinya hari ini pun aku gagal untuk menjenguk Lhambang, kenapa? Orang yang mau aku jenguk rupanya sudah masuk saat ini. Jadi, untuk apa aku menjenguknya kalau dia saja sudah masuk. Lhambang memang masih terlihat sekali tidak enak badannya, wajahnya masih pucat dan aku masih terlalu khawatir dengan kondisinya. Kalau masih sakit begitu untuk apa juga dia masuk kerja? Lebih baik dia istirahat saja di rumah.Lhambang yang aku tahu memang gila kerja, dia anak sulung dari keluarga yang sederhana. Jadi aku mewajarkan jika dia gila kerja, dia pasti ingin memberikan khidupan yang baik
GheaAku nggak terlalu mikirin juga sih soal kata-kata Lhambang tadi pagi yang katanya nganter Ghea karena kebetulan ketemu di jalan. Tadi, saat aku kebingungan setengah mampus karena takut Lhambang marah kepadaku karena aku menjelek-jelekan Tissa secara langsung. Aku malah dibuat terkesima kepadanya karena dia malah bilang Tissa kadang emang suka ngelengkelin sih, Ghe. Wajar kalau sekarang lo marah karena Tissa bersikap begini sementara lo tahu gue lagi sakit. Gila, aku pikir tadinya Lhambang malah akan marah dan memakiku, tapi dia malah bilang begitu dan lalu berkata nggak apa-apa, nggak usah dipikirin. Gue nggak marah, santai aja.Tadinya kami memang akan langsung makan dikantin bersama, tapi sebuah mobil yang sangat aku kenali berhenti di lobi. Aku dan Lhambang sempat berhenti karena terkejut salah satu orang yang turun dari mobil itu adalah Tissa, orang
SYAILENDRAEntah aku harus bersyukur atau pura-pura mati saja saat ini, kantorku sedang kedatangan tamu penting sore hari ini. Coba tebak siapa? Yap, Ghea. Nggak angin nggak ada hujan, tau-tau mantan pacarku yang paling nyebelin ini muncul gitu aja di kantorku. Ini pertama kalinya dia datang ke sini dengan status sebagai teman bukan klien.Dulu, kami pertama kali bertemu memang disini. Di kantorku, bedanya dia datang bersama dengan kakaknya yang menjadi korban kekerasan pacarnya sendiri. Karena pacarnya itu anak orang kaya yang nggak mungkin banget dihukum apalagi sampai masuk penjara, Ghea dan kakaknya datang ke sini untuk memintaku membelanya. Hari itulah aku jatuh cinta pada pandangan pertama kepadanya.Kasusnya selesai, kami berpacaran. Sesingkat itulah pdkt kami karena memang dari awal pun aku tahu kalau Ghea hany
TISSAAku rasa ada rasa sangat wajar kalau saat ini aku ingin sekali memanggil tukang pijat lewat aplikasi ojek online untuk manjakan tubuhku yang nyaris runtuh saat ini, bagaimana tidak, baru saja aku selesai menyuci lima bak pakaian saat ini aku malah harus menyeterika setumpuk pakaian si pemilik rumah, padahal aku baru saja pulang bekerja lembur.Coba tebak deh siapa kira-kira orang yang bisa melakukan hal separah ini sama aku? Yap, tentu saja pacarku sendirilah pelakunya. Tadi saat jam pulang kerja selesai dia langsung menghampiriku ke divisiku, dia bilang dia ingin makan malam denganku tapi aku sempat menolaknya dengan mengatakan bahwa aku lembur. Tapi sialnya, dia malah mau menungguku pulang bekerja lembur.Sialan banget 'kan? Padahal aku tahu maksud dan tujuan dia mengajakku makan malam itu untuk apa, y
GHEAAku dibawa ke rumah sakit oleh Tissa dan juga Syailendra, apa yang mereka pikirkan saat menolongku aku tidak tahu. Yang aku tahu adalah Tissa yang menangis saat dia melihatku di dalam kamar dalam kondisi yang tidak mau aku jelaskan, lalu dia pun menangis sepanjang jalan menuju rumah sakit. Dia terus mengusap punggungku tanpa mengatakan apapun, karena mungkin memang hanya itulah yang bisa dia lakukan, mengusap punggungku dan kemudian menangis. Syailendra tidak berbicara apapun padaku, sampai saat ini sampai kami tiba di rumah sakit dia tidak berbicara apapun padaku. Di UGD ini, aku hanya di temani Tissa, Syailendra sedang berada di luar ruangan menunggu Ibuku datang.Padahal aku sudah mengatakan kepadanya kalau dia tidak usah memberitahu kan Ibuku soal kondisiku saat ini, dan memang benar dia tidak memberitahukannya kepada Ibuku tapi dia malah memberitahu kakakku, jadilah sekarang Ibuku mengetahui bagaimana kondisi anak bungsunya saat ini. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana hi
TISSAAku berkali-kali mendapati Syailendra bergerak gelisah saat mengemudi. Berkali-kali pun jawabannya saat menanggapi obrolannya denganku tampak tidak nyambung, singkatnya. Syailendra sedang tidak fokus saat ini dan sialnya aku tahu kenapa dia jadi tidak fokus seperti itu. Berkali-kali aku memikirkannya, berkali-kali itu juga aku jadi kesal dibuatnya.Aku tidak bertanya kenapa kakaknya Ghea menelpon dan mengirimnya pesan, telponnya memang tidak dia angkat tetapi pesannya dia baca sehingga hal itulah yang membuat aku jadi kesal sendiri sebab setelahnya Syailendra terlihat sekali tidak fokus saat ini. Untungnya, hanya aku yang ikut di mobil Syailendra kalau betulan Mamaku juga ikut disini, bisa dipastikan suasana akan berubah menjadi canggung.Sejujurnya, aku penasaran sekali tentang apa isi pesan kakaknya Ghea kepada Syailendra sehingga pesan itu bisa membuat Syailendra menjadi seperti ini. Tapi, disatu sisi pun aku merasa bahwa aku tidak berhak bertanya sebab aku bukan siapa-siapa
SYAILENDRAPagi hujan, siang cerah. Kondisi cuaca Jakarta memang tidak bisa dipresiksi semaksimal mungkin, aku hampir saja merutuki cuaca karena mereka hari ini aku terpaksa datang dengan salah konstum. Kalau tahu siang hari ini tidak akan turun hujan juga seperti pagi hari tadi, mana mau aku datang ke kedai kopi kakaku dengan swetter panas begini.Yah, tapi apa mau dikata deh. Sudah kejadian, lagipula mau datang pakai baju apapun aku, aku yakin aku masih dan akan sangat terlihat tampan.Hahaha ...Kok aku geli sendiri ya mendengarnya? Biarlah, aku kan jomlo, tidak ada yang memuji aku ganteng lagi sekarang jadi biarkan saja aku memuji diriku sendiri saat ini."Kenapa sih?""Hah? Apa? Apa yang kenapa?""Kamu kenapa?""Aku?" aku menunjuk diriku sendiri saat Tissa bertanya aku kenapa, aku kamu dengan Tissa memang hal yang baru tapi entah kenapa aku nyaman dengan kata ganti Lo-Gue diantara kami ini. "Aku kenapa?""Kayak orang bingung." Tissa menggaruk kecil hidungnya, kemudian melemparkan
GHEAMalam minggu kemarin, aku tidak pulang ke rumah Ibuku. Aku juga tidak masuk lembur, padahal hari sabtu kemarin adalah hari dimana aku seharusnya bekerja lembur tapi aku tidak melakukannya sebab Lhambang tidak memperbolehkan aku untuk pergi ke kantor. Jadi, dari pada wajahku kena tampar lagi olehnya lebih baik aku menurut saja dan mengatakan kepada pihak kantor kalau aku sedang sakit.Yah, walaupun aku tidak menjamin alasan itu akan diterima oleh atasanku mengingat lembur kemarin adalah aku yang meminta sendiri dan aku juga yang membatalkan senaknya. Aku meminta lembur karena aku butuh uang lebih diakhir bulan nanti, tentu saja untuk mengganti uang yang aku pinjam untuk Lhambang, aku berjanji untuk menggantinya meskipun aku meminjam uang tersebut kepada kakakku."Ghe?" Itu suara Lhambang, yang baru saja terbangun dari tidurnya.Dengan langkah cepat aku menghampiri Lhambang di dalam kamar, aku tidak mau kena omel lagi hanya karena aku terlalu lama menghampirinya padahal katanya jar
TISSASelimut yang masih menyelimuti tubuhku, pendingin ruangan yang masih menyala serta hujan yang mengguyur bumi menjadi saksi bahwa hari mingguku kali ini benar-benar sangat nyaman. Masih menscroll media sosial, dari satu aplikasi lalu ke aplikasi berikutnya jam sembilan pagi ini aku masih betah tidur-tiduran diatas kasurku.Tumben sekali, biasanya Ibuku akan masuk kamar lalu menyuruhku untuk bangun. Setidaknya untuk membantunya membereskan rumah yang sebenarnya selalu rapih ini atau sekedar olahraga bersama keliling komplek dan berakhir singgah di pasar untuk membeli kebutuhan rumah. Tapi hari minggu kali ini agak berbeda, sedikit lebih tenang dan sedikit lebih membahagiakan karena ketika aku bangun ada satu pesan yang selalu aku mimpikan untuk masuk ke dalam ponselku ketika pagi tiba. Yap! Chat dari Syailendra yang berhasil membuat pagiku yang sedang mendung ini menjadi lebih berwarna.Pesannya memang bukan sebuah pesan yang romantis, dipesan itu Syailendra hanya membalas pesanku
SYAILENDRAHari ini aku berjanji untuk berkunjung ke rumah Tissa, tapi sebelum berkunjung aku sudah menyempatkan diri datang ke tukang martabak pinggir jalan. Bukan abang-abang yang sedang berdagang di pinggir jalan melainkan di sebuah toko yang letaknya kebetulan berada di pinggir jalan, katanya ayahnya Tissa sangat suka martabak telur di tempat ini sebab itulah aku membelikannya martabak telur saja sebagai bawaanku malam ini. Karena aku bingung, apa yang harus aku bawa ke sana. Niatku hanya ingin bertamu karena Ibunya Tissa mengundangku untuk makan malam, jadilah aku ke sana malam hari ini selepas pulang bekerja. Ini pun aku datang agak telat, biasanya memang aku pulang sore tetapi tadi ada sedikit pekerjaan yang harus aku selesaikan hari ini juga makanya aku datang agak terlambat sedikit."Ndra!" Seseorang memanggil namaku dari arah belakang, ketika aku menoleh. Aku sudah menemukan seseorang yang sangat aku kenali sekali.Karena itulah, sembari tersenyum aku melangkah mendekatinya
GHEAPada akhirnya Lhambang mengantarkan aku pulang ke rumah, dengan mengancam perihal mobil yang akan aku ambil barulah dia mau mengantarkan aku pulang ke rumah. Sepanjang jalan menuju rumahku ini dia terus-terusan mengoceh perihal ini dan itu membuatku makin malas untuk meladeni dirinya. Bukan, ini bukan pekara aku yang sudah tak cinta lagi dengannya tapi ini perkara harga diri. Sampai saat ini aku masih menyukainya, saat ini aku hanya sedang memberikan pelajaran saja bagi dirinya kalau dia tak boleh semena-mena dengan diriku karena semua yang dia pakai dan gunakan saat ini adalah milikku. Jadi satu-satunya orang yang boleh sombong dan semena-mena itu adalah aku."Kamu masih marah sama aku?" Sambil menyetir, dia menoleh padaku sesekali untuk melihat ekspresiku saat ini. "Ghe?""Hmm?" Tadinya aku masih enggan untuk menyahuti dirinya t
GHEATiada satupun dari kita yang selalu tertawa tanpa hadirnya air mata. Namun Allah tak akan menguji hamba-Nya melebihi kadar kemampuan nya. Aku selalu ingat ketika Syailendra ceramah mengenai hidup manusia, dulu ketika Syailendra mengatakan kata-kata bijak perihal hidup aku tak pernah sama sekali mendengarkan apa yang dia katakan dengan seksama. Tapi kadang-kadang kata-katanya itu bisa masuk ke dalam pikiranku dengan sendirinya, membuat aku berpikir kalau apa yang dia katakan itu sebenarnya memang benar. Akunya saja yang selama ini menolak ini dan itu perihal perkataannya padahal perkataannya itu adalah benar, sangat-sangat benar dan memang fakta."Udah?" Aku menoleh pada Lhambang yang baru saja keluar dari kamar mandi."Apanya yang udah?""Transfer ke aku, udah belum?" Katanya santai sambil
SYAILENDRADulu waktu umurku masih belasan tahun, sering berkata kepada teman-temanku kalau nanti ketika aku ingin menikah aku pasti tak perlu pusing mengajak wanita manapun untuk menikah. Aku tampan, aku kaya. Keluargaku baik, aku juga bukan tipekal orang yang suka macam-macam. Siapa yang tak mau denganku? Pastilah mau, karena pada saat kita ada di umur-umur belasan tahun sesorang hanya akan mengagumi orang lain hanya dari kemewahan. Ketulusan hati? Tak perlu, pada umur-umur belasan tahun aku tak pernah memikirkan perihal hati. Semuanya dengan mudah bisa aku dapatkan kalau aku kaya dan hidup berkecukupan, wanita manapun pada saat umur belasan tahun pasti akan memikirkan hal yang sama.Tapi diumurku yang sekarang, yang hampir mencapai angka tiga, saat ini aku lebih memilih mengagumi seseorang karena ketulusan hatinya. Sebab itulah mungkin saat ini aku selalu gagal perihal per