"Maafkan kami atas kelalaian ini Bu, ka ...." Sedang serius ngobrol ponselku berdering, tertera nama Mbok Wati memanggil. Kupandang sekilas Bidan Linda, beliau memberi kode tidak apa-apa jika aku menjawab telepon ini."Assalamualaikum Mbok?" Tut, tuuutt, sambungan telepon di matikan. Aneh. Ada apa ya. Kenapa perasaanku jadi tidak enak begini. Lebih baik aku selesaikan urusanku dulu dengan Bidan Linda."Bu Bidan, apakah benar-benar tidak ingat dengan saya?" tanyaku lagi."Lupa-lupa ingat, karena pasien saya kan, banyak Bu, tapi akan lebih akurat jika kita lihat data nanti," jawab beliau tenang.Ting!Ada pesan masuk dari Mbok Wati bersamaan suster Lilis masuk."Ibu, ini berkas bulan Juli tahun lalu." Dua Buku besar dibawa masuk."Mari kita periksa tanggal 14 Juli sesuai dengan akta ini." Bidan Linda dan asistennya tampak serius mencari data. Aku membuka ponsel untuk melihat pesan masuk dari Mbok.[Bu, maaf tadi kuota Mbok habis, jadi mati teleponnya, Mbok cuma mau kasih tahu, itu Bapak
[Mas, kamu di mana bisa datang ke kantor sekarang?] Aku kirim pesan Whatsapp pada Mas Eko. Harus kupastikan dia akan pergi ke mana jika apa yang dikatakan Mbok Wati benar, maka Mas Eko harus menerima konsekuensinya.Aku paling tidak suka dibohongi dan aku paling tidak suka dengan orang yang tidak tepat janji.[Aku di rumah, Dik. Kenapa kamu rindu ya padaku?] jawab Mas Eko dengan pedenya.[BAru juga kamu pergi 2 jam yang lalu dari rumah sudah rindu padaku. Apa aku bilang Dik, makanya kamu enggak usah sok jaim kalau sama aku. Eggak enakan kalau rindu sama aku?] Balas Mas Eko lagi.[Enggak usah ge-er deh, Mas! Jawab aja Kamu lagi di mana?] Tanyaku lagi.[Di rumah, Dik.]Apa yang dikatakan Mbok Wati salah? Akan tetapi perempuan paruh baya itu tidak pernah berbohong padaku. Pasti Mas Eko takut aku marahi makanya dia jawab ada di rumah.Rasanya Percuma saja menekan masalah WA. Lebih baik aku video call dengan dia.Panggilan pertama tidak dijawab ke dua pun tidak dijawab aku yakin sekali
"Ya, sudah tidak apa-apa, Mir. Kamu enggak usah takut begitu, nanti kalau ada setoran lagi langsung Ibu bawa pulang saja." Mirna mengangguk dan meminta maaf atas kelalaiannya.Jam sudah menunjukkan angka 11.00 WIB semoga saja aku tidak ketinggalan jejak mereka. Dulu waktu hamil pernah ke sana mengantar sepupu Mas Eko menikah semoga saja tidak nyasar.Tiga jam perjalanan aku sudah masuk Unit 2 istirahat sebentar ishoma dan lanjut perjalanan. Sampai Rowo Pitu sudah jam empat sore, dan aku bingung mau ke mana. Setiap warga yang kutanya di mana ada hajatan mereka tidak tahu. Apa aku salah alamat ya, tapi benar ini desa Rowo Pitu.Kubuka sosmed mencari hiburan sebentar untuk menghilangkan penat dan lelah. Salsa mengupload fotonya bersama laki-laki yang tidak pernah aku lihat mungkin pacarnya. Di belakangnya ada sepasang pengantin yang duduk di pelaminan.[Sudah sampai. Sakinah, mawadah, warohmah untuk Teh Sinta.] Caption Salsha.Dasar anak itu lebai sekali. Apa-apa diupdate di sosmed, tap
Gadis ini pasti tahu banyak tentang keluarga mertuaku. Buktinya dia tahu pernikahan Mas Eko yang ke dua. Sayangnya mereka tidak mengenaliku. Andai mengenaliku mungkin mereka tidak akan menyambutku seperti ini dan tidak akan beramah-tamah kepadaku."Enggak mungkin berani bawa, takutlah. Eko itu nikah lagi istri tuanya enggak tahu," jawab ibu yang duduk di depanku.Lagi-lagi dadaku bergemuruh. Kalau aku tidak ingat ini ada di mana sudah aku cari Mas Eko dan aku hajar dia habis-habisan. Aku benar-benar tidak terima diperlakukan seperti ini. Harga diriku benar-benar diinjak-injak oleh dia dan keluarganya."Kasihan ya, padahal Eko nikah tiga kali. Pintar juga si Eko sampai istri tuanya enggak tahu," sahut yang lain.Astagfirullah apalagi ini? Menikah tiga kali? Apa Eko yang mereka maksud berbeda dengan Eko suamiku? Hanya kebetulan namanya saja yang sama. Karena Mas Eko hanya menikah dua kali denganku dan juga si Rara, ulat gatal itu.Ini tidak bisa aku terima dengan akal sehat. Otakku ras
"Oh, tidak kenapa-kenapa, Neng. Aku ikut prihatin sama Teh Oca, jadi langsung speechles gini. Apa itu beneran Teh Oca diguna-guna, Bu?" tanyaku lagi."Iya, katanya orang pintar gitu sih, Neng. Dia diguna-guna. Oca kalau sama anak kecil sayang banget dan dia sakit begitu setelah melahirkan terus anaknya meninggal," terang ibu yang duduk di depanku.Innalillahi waInnailaihiroji’uun. Kasihan sekali dia. Kalau sudah begini aku harus marah atau bagaimana?Ya Allah kenapa makin tahu malah semakin runyam begini, jadi anak Teh Oca meninggal. Pasti dia terkena baby blues dan di pikiran dia, Mas Ekolah yang bersalah."Mungkin dia rindu dengan anaknya ya, Bu," ucapku prihatin."Kalau kata Ibu juga gitu Neng. Apa sih istilahnya sekarang ini blus-blus gitu? Ditambah lagi Eko kawin sama adiknya ya, makin sakit jiwa dan raganya. Batin dia tersiksa,” ujar yang lain."Baby blues, Bu.” Jawabku. Benar kata ibu ini pasti Teh Oca banyak menderita batin."Nah, itu iya, baby blues,” sahutnya lagi."Kasih
Assalamualaikum selamat malam semua. Semoga selalu dalam keadaan sehat dan bahagia selalu. Yuk, bagi yang belum follow akuku bantu follow!Happy reading everyone!❤Aku buru-buru pergi dari sini dan kembali ke rumah sebelah untuk mengambil wudu dan salat Magrib. Aku takut ketahuan kalau terlalu lama menguping. Apa yang mereka bicarakan cukup memberi bukti untukku.Setelah salat Maghrib aku muhasabah diri. Aku termenung memikirkan semuanya. Apa salahku selama ini? Kurang cukuplah baktiku? Kurang sempurnakah aku? Padahal aku bisa menerima kekurangan Mas Eko dengan ikhlas tanpa protes sepatah kata pun. Atau aku kurang cantik? Kurasa aku lebih cantik dari pada Rara. Jauh malahan. Atau aku kurang saliha? Kurasa pun tidak karena Rara selalu memakai baju kurang paham sedangkan aku berhijab. Tega sekali Mas Eko berbuat curang di belakangku bahkan doa menjanjikan materi yang banyak untuk para maduku. Bagaimana bisa juta Mas Eko membeli perkebunan dan juga sawah di sini? Dia dapat uang da
"Ibu, Teh, nyebelin! Aku ini mau diet enggak mau makan malam, tapi masih aja dipaksa. Sudah alasan juga mau makan bareng Teteh, Ibu tetap maksa malahan marah-marah." Curhatnya. Lega kukira dia tahu siapa aku."Oh, gampang itu, kita pura-pura makan aja, kamu ambil makan dua piring, tapi dikit-dikit aja biar Teteh yang habisin," jawabku girang entah ide dari mana tiba-tiba muncul begitu saja di kepalaku. Kebetulan juga aku lapar karena belum makan sejak siang tadi. Hanya beberapa kue dan teh manis saja yang kumakan tadi di sini."Benaran, Teh?" tanyanya sumringah."Bener dong, buruan gih, ambil sana! Ingat jangan banyak-banyak, ya? Teteh tunggu di sini," kataku lagi.Aku harus kirim pesan pada Mbok Wati untuk hati-hati di rumah bersama Fia, aku sebenarnya sangat rindu meski baru sehari tidak bertemu anakku itu, tapi demi membongkar kebusukan Mas Eko aku harus sedikit berkorban.Aku makan dengan lahap, karena memang sangat lapar. Gadis ini melihatku heran dan takjub makan banyak, tapi ti
Kulirik jam ternyata sudah jam 05.15 WIB. Ya, Allah ... aku kesiangan! Aku segera lari ke kamar mandi yang ada di luar. Masih sepi bahkan tak terlihat satu orang pun. Kulongok rumah sebelah yang punya hajat banyak para bapak yang tertidur di tenda tamu di sembarang tempat. Apa mereka semua mabuk. Membayangkannya saja aku bergidik ngeri.Tepat jam enam aku selesai salat subuh dan juga zikir pagi. Di luar sudah terdengar suara beberapa orang mungkin yang bantu-bantu punya hajat sudah mulai berdatangan.Aku bangunkan gadis ini sejak tadi, tapi tidak juga mau bangun apa dia tidak salat."Neng, sudah jam enam, emang Eneng enggak sekolah?" "Neng, bangun! Sudah jam 9 lewat, tuh!” seruku berbohong, benar saja gadis ini langsung bangun dan lari ke belakang. Aku tertawa melihat tingkah konyolnya."Ah, Teteh bohong, masih jam 6 tuh!" katanya ngambek sambil menata buku sekolahnya."He he ... maaf deh! Enggak usah cemberut gitu dong, nanti enggak Teteh beliin kuota lagi, loh. Sudah sana mandi na
POV Lisa. ***“Ibu, aku ada di mana? Di mana Via da Bapak?” tanyaku pada ibu yang sedang mengaji di sampingkuAku pindai ruangan ini dan sekarang aku paham aku ada di mana seingatku memang aku pingsan rupanya aku dirawat di sini.“Alhamdulillah ... Nak, kamu sudah sadar. Bapak ada di luar. Via juga ada di luar sama Mbok. Alhamdulillah sadar, Ibu senang sekali. Kamu pingsan terlalu lama Lisa, sampai membuat Ibu khawatir. Jangan tinggalkan Ibu, ya, Nak, kita hadapi ini sama-sama kalau kamu sakit begini Ibu juga ikut sakit. Kalau kamu lemah, Ibu lemah tidak bisa berbuat apa-apa, tapi kalau kamu kuat menghadapi, Ibu akan jauh lebih kuat lagi. Lisa, maafkan Ibu. Sungguh maafkan Ibu selama ini tidak jadi orang tua yang perhatian padamu sampai-sampai masalah seperti ini harus kamu telan sendiri. Ayo, Sayang, bangkit anak Ibu yang cantik anak ibu yang kuat. Tetaplah bersama Ibu, tetaplah menjadi kebanggaan Ibu yang tidak pernah takut apa pun di luar sana. Ibu akan selalu ada di sampingmu sam
POV Lisa. ***“Ibu, nggak usah kebiasaan memotong pembicaraan orang lain. Kalaupun orang tuanya teh Ocha mau mengatakan sesuatu ya, biarkan saja dulu berbicara setelah selesai berbicara baru Ibu menyangkalnya tidak begini. Namanya nggak sopan,” kataku.“Mungkin ini akan terdengar aneh, tapi kami harus mengungkapkan kebenarannya. Neng Lisa maafkan Ibu selama ini menyembunyikan padahal sebenarnya awal dari kedatangan kami ke sini ingin memberitahukan kebenaran ini pada Neng Lisa, tapi yang ada banyak sekali kendala-kendalanya dan mungkin hari ini adalah kesempatan yang Tuhan berikan kepada kami untuk mengatakan sejujurnya. Perlu Neng Lisa dan keluarga tahu bahwa Ocha benar-benar istrinya ke dua Eko. Sedangkan Rara istri ketiganya Eko jelas,” bapaknya Teh Ocha.Ibuku jangan ditanya beliau langsung ambruk jatuh ke lantai,meski tidak pingsan, tapi aku yakin hatinya hancur mendengar kejujuran ini semua.“Kenapa begini? Kenapa rumah tangga anakku jadi begini sakit sekali aku mendengarnya. A
POV Lisa. *** “Lapor sana, lapor cepetan aku tidak akan pernah takut! Asal kamu tahu saja ya, perempuan murahan, pezina macam kamu bisa dipenjara. Perselingkuhan yang kamu lakukan dengan Eko bisa kena pasal dan kamu akan membusuk di penjara bersama Eko! Paham kamu?!” teriak ibuku tepat di depan wajahnya Rara sampai dia mundur matanya dan wajahnya merah aku tahu Rara ketakutan. “Jangan sok tahu Ibu tua. Aku dan A Eko itu melakukannya atas dasar suka dan sama suka, jadi tidak ada yang bisa memisahkan kami dan begitu dengan kamu tidak akan pernah bisa memenjarakan kami,” jawab Rara. “Dasar perempuan bodoh! Selain bodoh kamu juga norak. Perselingkuhan zaman sekarang bisa dipenjarakan. Oh, ya, aku baru tahu kalau ternyata seleranya Eko rendahan begini. Lihat besan selingkuhannya Eko bahkan tidak lebih baik daripada Lisa. Udik sudah seperti jemuran jalan nggak jelas begitu. Pokoknya aku mau Eko dan Lisa pisah,” ucap ibuku. “Terserah kamu saja Besan yang penting aku juga tetap pada pendi
POV Lisa. **** “Bahkan perempuan yang duduk di seberang Ibu yang diperkenalkan sebagai saudara itu adalah maduku,” kataku lagi. Perih sekali aku harus mengatakan jujur kepada kedua orang tuaku, tapi di sisi lain aku plong karena merasa berhasil mengeluarkan racun yang ada di dalam dadaku. “Apa!” teriak ibuku. “Be—san ... ini masuknya gimana, ya, tolong jelaskan pada kami!” bentak bapak. “Tidak ... ini pasti Lisa dan Besan sedang ngeprank kan, bentar lagi kan Ibu mau ulang tahun jadi pasti kalian bikin surprise kan?” kata ibuku sepertinya beliau memang belum bisa menerima kenyataan ini, tapi air mata sudah membasahi pipinya. “Tenang dulu Bu, kita minta penjelasan mengenai ini dari Besan dan juga Lisa,” sahut Bapak seraya mengusap bahu ibu. “Bapak, tahu ‘kan kalau mereka biasanya memang suka bikin kejutan begini. Bikin hati orang tua cemas ujung-ujungnya nge-prank seperti yang sering kita lihat di YouTube itu loh, Pak dan ujung-ujungnya kita dapat hadiah. Iya, kan, Lisa?” kata i
POV Lisa.****“Iya, Besan memang aku yang melarang Lisa untuk memberitahukannya pada kalian karena kami pikir bisa menyelesaikannya. Kasihan kalian juga kan, kalau terbebani dengan masalah anakku. Sudah kukatakan tadi bahwa anakku di sini posisinya bersalah Aku malu jika harus memberitahukan padamu. Aku juga yang mewanti-wanti Lisa agar tidak memberitahukan bukan kami tidak menghargai Besan, tapi sebenarnya malu," jawab ibu mertua aku beliau pasang muka sesedih mungkin.Bapak menatapku meminta penjelasan. Aku mengangguk saja karena memang aku tidak perlu menjelaskan apa-apa. Biarkan saja Ibu mendramatisir apa yang terjadi itu tidak akan pernah merubah keputusanku nantinya jadi aku bebaskan saja Ibu mengarang cerita.“Tapi, ya, enggak boleh gitu juga lah besan. Kita ini kan, keluarga jadi mau sekecil apa pun permasalahan kita harus berdiskusi apalagi ini sampai di penjara loh, si Eko dan sampai dihajar bahkan kritis begitu. Kita bisa menuntut yang menghajar Eko jangan mau kita diinjak
POV Lisa. ***“Ibu sama Bapak cuma berdua aja si Via nggak nangis kan, Bu," tanyaku mengalihkan pembicaraan. Aku muak mendengar ucapan manis mertuaku yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.“Eggak ... tadi sih, sama Mbok lagi mainan boneka. Happy kok, Ibu sama Bapak ke sini juga nggak sendiri sama saudara besan loh, tadi ketemu di depan rumah si Lisa. karena mereka kaget Eko ada di rumah sakit ya, sudah akhirnya kami ajak ke sini," jawab ibuku. Sementara Salsa dan mertuaku terlihat kaget aku pun sebenarnya iya, tapi mencoba bersikap biasa saja. Saudara yang dimaksud orang tuaku pasti itu Teh Ocha dan kedua orang tuanya kalau begitu moment ini sungguh sangat istimewa. Aku tidak akan menyia-nyiakannya. Saatnya aku membongkar kebusukan mertua dan suamiku di depan orang tuaku.“Saudara yang mana besan? “tanya mertuaku sok tidak tahu. Padahal dari matanya jelas terbaca beliau sangat panik.“Si Ocha sama orang tuanya tapi tadi lagi izin ke toilet katanya kebelet. Oh, ya, Eko sakit apa
POV Lisa. ***Aku benar-benar tidak menduga bahwa dia otaknya konslet bahkan lebih konslet dari Teh ocha. Ya, Tuhan beginikah selera suamiku? Selera seorang berpendidikan tinggi sungguh turun derajat sekali karena sewaktu dulu kuliah Mas Eko itu termasuk lelaki yang benar-benar pemilih kualitas perempuan giliran selingkuh kok, sama remahan rengginang begini. Astagfirullah dan itu menjadi sainganku kalau diladenin mungkin sampai lebaran monyet tidak akan berhenti. Ya, lebih baik aku diam saja malas ngeladenin orang-orang yang otaknya lebih konslet daripada Teh Ocha.“Diamkan kamu nggak usah balas ucapanku. Makanya kalau mau ngomong itu ngaca dulu kamu itu siapa? Ih ... malas banget meskipun kata Eko kamu adalah wanita yang paling berjasa dalam hidupnya, tapi kalau soal yang lain contohnya soal ranjang A Eko selalu memujiku bawa aku adalah yang terbaik,” kata Rara seraya mengibaskan rambut pirangnya.Astaghfirullahaladzim aku mimpi apa ya, bisa berhadapan dengan pelakor model begini. S
POV Lisa. ***“Puas kamu, Lisa, udah buat anak Ibu begini. Pokoknya kamu harus mempertanggungjawabkan semuanya. Lihatlah sekarang Eko kritis. Ibu benar-benar kecewa sama kamu," ucap mertuaku begitu melihat kedatanganku. Untung saja Via tidak aku ajak karena situasi di sini sangat tidak kondusif. Mertuaku bahkan berusaha menyerangku.“Puas banget tuh, aku kira datang ke sini Mas Eko tinggal nama ternyata masih ada orangnya, ya, meskipun dalam keadaan kritis," jawabku pasti mereka semua tidak akan pernah menyangka bahwa aku akan menjawab seperti itu bahkan orang-orang sampai melongo.“Apa kamu bilang, dasar ya, kamu itu istri nggak tahu diri suami sekarat malah Alhamdulillah, benar-benar ya kamu kurang seons otaknya pantas aja dia pergi ninggalin kamu lihatlah, Bu, menantu yang Ibu bangga-banggakan ternyata begitu kan? Licik dan jahat. Bahkan dia mendoakan suaminya meninggal," sahut Rara. Aku hanya tertawa saja mendengarkan ocehannya. Terserah mau ngomong apa aku tak peduli.“Teteh kay
POV Lisa. *** “Ya, mau bagaimana lagi Ibu juga khawatir, tapi kalau kita pergi malam ini lebih mengkhawatirkan keselamatan kita. Duh, tiba-tiba kepala Inu jadi pusing begini memikirkan sesuatu yang terjadi semuanya secara tiba-tiba,” keluh mertuaku. “Ayo, Mbok kita pergi dari sini aku nggak mau lagi mendengarkan perdebatan mereka!" ajakku pada Mbok, lalu kumatikan lampu agar mereka benar-benar pulang. “Tuh, kan, lampunya mati lagi, Bu. Sudahlah Ayo, kita pulang!" teriak Salsa. Sampai kamar aku menimbang-nimbang apa yang harus aku lakukan. Sejujurnya aku sedikit khawatir pada Mas Eko. Pasti sakit maag-nya kambuh lagi sampai dia dibawa ke rumah sakit begitu. Mas Eko itu orangnya milih-milih soal makanan sedangkan di penjara pasti makan seadanya dan Mas Eko nggak mau makan itu sebabnya dia sakit. “Apakah besok Ibu akan jenguk pak Eko?" tanya Mbok Wati. Aku menggeleng saja belum tahu apa yang akan aku lakukan besok. “Mbok, jadi curiga jangan-jangan Bapak dipenjara digebukin sama na