POV OCHA. ***“Ya ampun, Ocha, kamu sudah di kota berapa tahun Bedain berlian sama emas aja nggak tahu?! Kamu itu ya, Ocha, bener-bener polos banget. Berlian sama emas itu, mahalan berlian, Ocha. Tergantung nilainya juga dan tergantung gradenya juga. Tapi, setahuku, berlian dan emas itu memiliki harga berbeda dan tentunya lebih mahal berlian karena berlian itu sangat langka. Sedangkan emas bisa ditambang di beberapa tempat. Meskipun harganya mahal juga, tetap saja berlian nomor satu. Kenapa, sih, kamu gampang banget dibohongin sama si Eko? Kalau istrinya Eko dibelikan berlian, kamu juga harus dibelikan berlian. Kayak aku, nih, misalnya. Mas Ilham belikan berlian istrinya. Aku juga minta, dong, dibelikan berlian,” jawab Rini. Dia berkali-kali menoyor kepalaku.“Oh, jadi mahalan berlian, ya? Kenapa sih, A' Eko malah bohongin aku begitu? Awas aja nanti kalau ketemu dia. Aku bakalan minta belikan berlian juga. Untung aku tanya sama kamu, Rin,” kataku lagi. Hatiku benar-benar kesal sama A
POV OCHA. ****“Apa kamu pikir A' Eko akan marah padaku, Rin?” tanyaku kepadanya. Tentu saja dengan suara pelan. Aku tidak mau resepsionis yang mengantarkan kami mendengarnya.“Marah atau tidak, bukan hak dia. Toh, kamu bukan siapa-siapa dia. Kamu dan dia hanya sebatas simpanan saja. Belum ada ikatan pernikahan, kan? Bebas, dong. Lagi pula, dia berbohong padamu katanya pulang kampung. Nyatanya dia juga menginap di hotel mewah ini. Kamu saja belum pernah diajak ke sini, kan? Ini begitu istrinya pulang, langsung diajak menginap di hotel mewah ini. Kalau aku jadi kamu, sih, aku bakalan tinggalin itu si Eko. Tapi, lagi-lagi terserah apa kata hatimu. Aku tidak bisa memaksakan. Walau gimana pun juga, yang namanya cinta, yang namanya hati itu, tidak akan pernah goyah. Walau dengan ujian sekeras apa pun. Apalagi kamu gadis polos begini. Dibujuk dan dirayu sedikit saja, kamu sudah luluh lagi," jawab Rini panjang lebar.“Iya, Rin. Kamu benar dan aku hari ini benar-benar kecewa pada A' Eko,” j
POV OCHA.***“Maaf, Pak. Lama aku ganti bajunya. Soalnya tadi aku sedikit merenung. Ternyata Bapak sangat menghargai aku sebagai perempuan. Aku terharu, Pak,” jawabku jujur. Pak Sudarsono hanya manggut-manggut saja.“Itulah hidup, Ocha. Keras dan kalau kita tidak bisa melalui tantangannya, maka kita akan game over. Itu sebabnya kita sebagai manusia diberi akal pikiran untuk menaklukkan tantangan itu. Kita diberi akal pikiran bukan hanya sekedar menaklukkan tantangan, tapi kita juga harus berpikir membedakan mana yang baik dan mana yang tidak. Aku senang memanggil gadis-gadis muda seperti kamu ini, Ocha. Di mana mereka sudah kehilangan masa depannya dan yang dipikirkan hanya uang belaka. Dengan menasihati mereka, aku menjadi sedikit lega dan aku merasa hidupku sedikit bermanfaat untuk orang lain. Kamu jangan cemas! Kamu tentu saja tetap akan aku bayar, tapi berjanjilah setelah ini kamu akan merubah hidupmu untuk menjadi ke arah yang lebih baik. Agar aku pun tidak sia-sia memanggilmu
POV OCHA. ***[Ocha, sudahi semuanya! Aku akan menjamin hidupmu. Aku akan kirimkan uang padamu, tapi please! Jangan kamu tidur dengan laki-laki lain. Cukup malam ini saja, Ocha! Jangan kamu teruskan di lain waktu! Membayangkanmu malam ini saja, aku tidak bisa. Apalagi jika aku harus membiarkanmu di malam-malam berikutnya dengan laki-laki lain.][Ocha, aku berjanji akan melakukan segalanya untukmu.][Ocha, tolong HP-mu aktifin! Aku ingin sekali menelepon. Urusanku dengan istriku sudah selesai.][Ocha, kita ketemu di taman bawah, ya! Aku tunggu kamu sekarang!][Ocha, please! Aktifin HP-mu!][Ocha, jangan buat aku gila.][Ocha, jika HP-mu tidak juga aktif, aku akan menghampiri kamu ke kamar itu.][Ocha, aku tidak main-main dengan ucapanku. Kamu tahu itu, kan? Aku adalah pria ternekat di bumi ini.][Ocha, HP-mu sudah aktif. Tolong, angkat teleponku sebentar saja!]Padahal ini sudah jam 02.00 malam. A' Eko tidak menyerah untuk menghubungiku. Berkali-kali dia meneleponku berkali-kali pula
POV OCHA. ***“Ayo, dong, bangun, Ocha! Ini penting banget. Kamu harus tahu, Ocha. Cepetan bangun!” ucap Rini lagi. Kali ini dia berusaha mendudukkanku. Bahuku terus saja ditepuk-tepuk.“Udah, kamu ngomong aja. Aku dengerin, kok. Mataku ini nggak bisa buka, loh! Aku ngantuk banget. Cepat ngomong dan setelah itu pergi dari kamar ini. Kamu mau ngomong apa, Rini? Apa kamu mau pinjam duit? Nanti aku pinjamin. Berapa? Rp50.000, Rp100.000? Yang penting kamu jangan ganggu tidurku,” jawabku. Mataku seperti dilem tidak bisa terbuka.“Pinjem duit sama kamu? Nggak salah, Cha? Yang ada kamu itu yang sering pinjem duit sama aku. Belum pernah, kan, kita selama temenan, selama kenal, aku pinjemin uang sama kamu. Dasarnya kamu itu belagak kaya. Sudah, bangun dulu! Pokoknya, begitu kamu mendengarkan pernyataan ini, pasti matamu akan langsung terbuka," jawab Rini seraya menoyor kepalaku.“Ya udah. Buruan! Makanya bilang, Rini! Jangan ganggu tidurku. Mataku ngantuk sekali!” teriakku.“Oke-oke. Baik sek
POV OCHA. ****“Benar kata Rini. Kami sedang buru-buru. Tolong jangan halangin jalan kami!” tegasku pada A' Eko.“Jadi kamu lebih dengerin kata orang lain daripada kataku? Begitu Ocah! Jadi apa bagusnya laki-laki semalam itu? Apa dia lebih menggairahkan, lebih kaya atau lebih memperlakukanmu sebagai Ratu, jadi kamu lebih dengerin dia daripada aku yang sudah menjadi pacarmu selama dua tahun? Gila kamu! Tak pernah kusangka kamu perempuan murahan yang mau tidur dengan siapa pun. Untung saja tidak ada orang di sini. Kalau ada yang pasti kamu akan menjadi tontonan gratis dan akan menjadi gosip!" teriak A Eko.Plak!Kali ini aku yang menampar wajah Eko. Antara sadar dan tidak yang jelas ucapan A' Eko sangat menyinggung, membuat kesal dan juga emosi. Kurang ajar sekali aku dikatakan perempuan murahan olehnya. Memang selama ini yang memakai aku siapa? Jika aku perempuan murahan, lalu Eko apa? Okelah kalau aku perempuan murahan, tapi bukan serta merta dia bebas mengatakan aku seperti itu. Toh
POV OCHA. ****“Iya aneh. Mereka nggak ada yang nangis. Padahal ini dalam keadaan berduka. Bahkan tidak ada yang membacakan doa di samping jenazah Bapak Sudarsono. Ya begitulah manusia, Cha. Di saat manusia lain dianggap sebagai sampah dan manusia berdosa, maka manusia lainnya pun akan ikut-ikutan menghakimi,” jawab Rini. Aku sedikit paham dengan apa yang diucapkannya. Berarti orang-orang tadi yang ada di sana menganggap Bapak Sudarsono adalah lelaki sampah yang mungkin mereka beranggapan seperti itu karena Bapak Sudarsono sering memakai wanita-wanita muda untuk menemaninya tidur.“Tapi kasihan, loh, Rin. Sungguh Bapak itu kasihan. Padahal sebenarnya Bapak Sudarsono itu, orang baik. Hanya orang-orang yang tidak mau membuka hati saja dan tidak mau mencari tahu lebih dalam yang beranggapan bahwa Bapak Sudarsono itu tidak baik,” jawabku.“Ih! Kamu itu ya, Ocha. Kan, aku sudah bilang sama kamu. Semua laki-laki itu paling akan berperilaku baik sama perempuan yang dibooking-nya. Jadi plea
POV OCHA. ****Guyuran air yang membasuh seluruh tubuh, membuatku sedikit rileks. Segar sekali. Malam ini aku sengaja mandi wajib taubat dan setelah ini aku akan salat taubat dan juga setelah sholat taubat, aku akan meminta pertanggungjawaban dari A' Eko untuk menikahiku. Jika dia tidak mau, maka aku akan tinggalkan dia. Aku akan memulai kehidupanku dan dengan nominal uang 10 juta yang aku kirimkan ke Emak, akan kuminta untuk membuka usaha.“Rini, kamu kah itu?” Tadi aku dengar dari kamar mandi seperti ada seseorang yang membuka pintu kamarku. Padahal, kan, Rini masih beli makan. Ah, pasti itu dia. Anak ini tidak mungkin tidak mengunci pintu.Klek!Begitu aku buka pintu kamar mandi, ternyata lampu di kamarku mati. Padahal aku waktu ke kamar mandi menyala. Aneh sekali! Apakah ada seseorang di sini? Dengan hati-hati aku meraba-raba dinding dan saat aku hendak menghidupkan lampu, seseorang memelukku dari belakang. Bukan hanya memelukku. Bahkan dia meremas kedua payud*r*ku dan mencium p
POV Lisa. ***“Ibu, aku ada di mana? Di mana Via da Bapak?” tanyaku pada ibu yang sedang mengaji di sampingkuAku pindai ruangan ini dan sekarang aku paham aku ada di mana seingatku memang aku pingsan rupanya aku dirawat di sini.“Alhamdulillah ... Nak, kamu sudah sadar. Bapak ada di luar. Via juga ada di luar sama Mbok. Alhamdulillah sadar, Ibu senang sekali. Kamu pingsan terlalu lama Lisa, sampai membuat Ibu khawatir. Jangan tinggalkan Ibu, ya, Nak, kita hadapi ini sama-sama kalau kamu sakit begini Ibu juga ikut sakit. Kalau kamu lemah, Ibu lemah tidak bisa berbuat apa-apa, tapi kalau kamu kuat menghadapi, Ibu akan jauh lebih kuat lagi. Lisa, maafkan Ibu. Sungguh maafkan Ibu selama ini tidak jadi orang tua yang perhatian padamu sampai-sampai masalah seperti ini harus kamu telan sendiri. Ayo, Sayang, bangkit anak Ibu yang cantik anak ibu yang kuat. Tetaplah bersama Ibu, tetaplah menjadi kebanggaan Ibu yang tidak pernah takut apa pun di luar sana. Ibu akan selalu ada di sampingmu sam
POV Lisa. ***“Ibu, nggak usah kebiasaan memotong pembicaraan orang lain. Kalaupun orang tuanya teh Ocha mau mengatakan sesuatu ya, biarkan saja dulu berbicara setelah selesai berbicara baru Ibu menyangkalnya tidak begini. Namanya nggak sopan,” kataku.“Mungkin ini akan terdengar aneh, tapi kami harus mengungkapkan kebenarannya. Neng Lisa maafkan Ibu selama ini menyembunyikan padahal sebenarnya awal dari kedatangan kami ke sini ingin memberitahukan kebenaran ini pada Neng Lisa, tapi yang ada banyak sekali kendala-kendalanya dan mungkin hari ini adalah kesempatan yang Tuhan berikan kepada kami untuk mengatakan sejujurnya. Perlu Neng Lisa dan keluarga tahu bahwa Ocha benar-benar istrinya ke dua Eko. Sedangkan Rara istri ketiganya Eko jelas,” bapaknya Teh Ocha.Ibuku jangan ditanya beliau langsung ambruk jatuh ke lantai,meski tidak pingsan, tapi aku yakin hatinya hancur mendengar kejujuran ini semua.“Kenapa begini? Kenapa rumah tangga anakku jadi begini sakit sekali aku mendengarnya. A
POV Lisa. *** “Lapor sana, lapor cepetan aku tidak akan pernah takut! Asal kamu tahu saja ya, perempuan murahan, pezina macam kamu bisa dipenjara. Perselingkuhan yang kamu lakukan dengan Eko bisa kena pasal dan kamu akan membusuk di penjara bersama Eko! Paham kamu?!” teriak ibuku tepat di depan wajahnya Rara sampai dia mundur matanya dan wajahnya merah aku tahu Rara ketakutan. “Jangan sok tahu Ibu tua. Aku dan A Eko itu melakukannya atas dasar suka dan sama suka, jadi tidak ada yang bisa memisahkan kami dan begitu dengan kamu tidak akan pernah bisa memenjarakan kami,” jawab Rara. “Dasar perempuan bodoh! Selain bodoh kamu juga norak. Perselingkuhan zaman sekarang bisa dipenjarakan. Oh, ya, aku baru tahu kalau ternyata seleranya Eko rendahan begini. Lihat besan selingkuhannya Eko bahkan tidak lebih baik daripada Lisa. Udik sudah seperti jemuran jalan nggak jelas begitu. Pokoknya aku mau Eko dan Lisa pisah,” ucap ibuku. “Terserah kamu saja Besan yang penting aku juga tetap pada pendi
POV Lisa. **** “Bahkan perempuan yang duduk di seberang Ibu yang diperkenalkan sebagai saudara itu adalah maduku,” kataku lagi. Perih sekali aku harus mengatakan jujur kepada kedua orang tuaku, tapi di sisi lain aku plong karena merasa berhasil mengeluarkan racun yang ada di dalam dadaku. “Apa!” teriak ibuku. “Be—san ... ini masuknya gimana, ya, tolong jelaskan pada kami!” bentak bapak. “Tidak ... ini pasti Lisa dan Besan sedang ngeprank kan, bentar lagi kan Ibu mau ulang tahun jadi pasti kalian bikin surprise kan?” kata ibuku sepertinya beliau memang belum bisa menerima kenyataan ini, tapi air mata sudah membasahi pipinya. “Tenang dulu Bu, kita minta penjelasan mengenai ini dari Besan dan juga Lisa,” sahut Bapak seraya mengusap bahu ibu. “Bapak, tahu ‘kan kalau mereka biasanya memang suka bikin kejutan begini. Bikin hati orang tua cemas ujung-ujungnya nge-prank seperti yang sering kita lihat di YouTube itu loh, Pak dan ujung-ujungnya kita dapat hadiah. Iya, kan, Lisa?” kata i
POV Lisa.****“Iya, Besan memang aku yang melarang Lisa untuk memberitahukannya pada kalian karena kami pikir bisa menyelesaikannya. Kasihan kalian juga kan, kalau terbebani dengan masalah anakku. Sudah kukatakan tadi bahwa anakku di sini posisinya bersalah Aku malu jika harus memberitahukan padamu. Aku juga yang mewanti-wanti Lisa agar tidak memberitahukan bukan kami tidak menghargai Besan, tapi sebenarnya malu," jawab ibu mertua aku beliau pasang muka sesedih mungkin.Bapak menatapku meminta penjelasan. Aku mengangguk saja karena memang aku tidak perlu menjelaskan apa-apa. Biarkan saja Ibu mendramatisir apa yang terjadi itu tidak akan pernah merubah keputusanku nantinya jadi aku bebaskan saja Ibu mengarang cerita.“Tapi, ya, enggak boleh gitu juga lah besan. Kita ini kan, keluarga jadi mau sekecil apa pun permasalahan kita harus berdiskusi apalagi ini sampai di penjara loh, si Eko dan sampai dihajar bahkan kritis begitu. Kita bisa menuntut yang menghajar Eko jangan mau kita diinjak
POV Lisa. ***“Ibu sama Bapak cuma berdua aja si Via nggak nangis kan, Bu," tanyaku mengalihkan pembicaraan. Aku muak mendengar ucapan manis mertuaku yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.“Eggak ... tadi sih, sama Mbok lagi mainan boneka. Happy kok, Ibu sama Bapak ke sini juga nggak sendiri sama saudara besan loh, tadi ketemu di depan rumah si Lisa. karena mereka kaget Eko ada di rumah sakit ya, sudah akhirnya kami ajak ke sini," jawab ibuku. Sementara Salsa dan mertuaku terlihat kaget aku pun sebenarnya iya, tapi mencoba bersikap biasa saja. Saudara yang dimaksud orang tuaku pasti itu Teh Ocha dan kedua orang tuanya kalau begitu moment ini sungguh sangat istimewa. Aku tidak akan menyia-nyiakannya. Saatnya aku membongkar kebusukan mertua dan suamiku di depan orang tuaku.“Saudara yang mana besan? “tanya mertuaku sok tidak tahu. Padahal dari matanya jelas terbaca beliau sangat panik.“Si Ocha sama orang tuanya tapi tadi lagi izin ke toilet katanya kebelet. Oh, ya, Eko sakit apa
POV Lisa. ***Aku benar-benar tidak menduga bahwa dia otaknya konslet bahkan lebih konslet dari Teh ocha. Ya, Tuhan beginikah selera suamiku? Selera seorang berpendidikan tinggi sungguh turun derajat sekali karena sewaktu dulu kuliah Mas Eko itu termasuk lelaki yang benar-benar pemilih kualitas perempuan giliran selingkuh kok, sama remahan rengginang begini. Astagfirullah dan itu menjadi sainganku kalau diladenin mungkin sampai lebaran monyet tidak akan berhenti. Ya, lebih baik aku diam saja malas ngeladenin orang-orang yang otaknya lebih konslet daripada Teh Ocha.“Diamkan kamu nggak usah balas ucapanku. Makanya kalau mau ngomong itu ngaca dulu kamu itu siapa? Ih ... malas banget meskipun kata Eko kamu adalah wanita yang paling berjasa dalam hidupnya, tapi kalau soal yang lain contohnya soal ranjang A Eko selalu memujiku bawa aku adalah yang terbaik,” kata Rara seraya mengibaskan rambut pirangnya.Astaghfirullahaladzim aku mimpi apa ya, bisa berhadapan dengan pelakor model begini. S
POV Lisa. ***“Puas kamu, Lisa, udah buat anak Ibu begini. Pokoknya kamu harus mempertanggungjawabkan semuanya. Lihatlah sekarang Eko kritis. Ibu benar-benar kecewa sama kamu," ucap mertuaku begitu melihat kedatanganku. Untung saja Via tidak aku ajak karena situasi di sini sangat tidak kondusif. Mertuaku bahkan berusaha menyerangku.“Puas banget tuh, aku kira datang ke sini Mas Eko tinggal nama ternyata masih ada orangnya, ya, meskipun dalam keadaan kritis," jawabku pasti mereka semua tidak akan pernah menyangka bahwa aku akan menjawab seperti itu bahkan orang-orang sampai melongo.“Apa kamu bilang, dasar ya, kamu itu istri nggak tahu diri suami sekarat malah Alhamdulillah, benar-benar ya kamu kurang seons otaknya pantas aja dia pergi ninggalin kamu lihatlah, Bu, menantu yang Ibu bangga-banggakan ternyata begitu kan? Licik dan jahat. Bahkan dia mendoakan suaminya meninggal," sahut Rara. Aku hanya tertawa saja mendengarkan ocehannya. Terserah mau ngomong apa aku tak peduli.“Teteh kay
POV Lisa. *** “Ya, mau bagaimana lagi Ibu juga khawatir, tapi kalau kita pergi malam ini lebih mengkhawatirkan keselamatan kita. Duh, tiba-tiba kepala Inu jadi pusing begini memikirkan sesuatu yang terjadi semuanya secara tiba-tiba,” keluh mertuaku. “Ayo, Mbok kita pergi dari sini aku nggak mau lagi mendengarkan perdebatan mereka!" ajakku pada Mbok, lalu kumatikan lampu agar mereka benar-benar pulang. “Tuh, kan, lampunya mati lagi, Bu. Sudahlah Ayo, kita pulang!" teriak Salsa. Sampai kamar aku menimbang-nimbang apa yang harus aku lakukan. Sejujurnya aku sedikit khawatir pada Mas Eko. Pasti sakit maag-nya kambuh lagi sampai dia dibawa ke rumah sakit begitu. Mas Eko itu orangnya milih-milih soal makanan sedangkan di penjara pasti makan seadanya dan Mas Eko nggak mau makan itu sebabnya dia sakit. “Apakah besok Ibu akan jenguk pak Eko?" tanya Mbok Wati. Aku menggeleng saja belum tahu apa yang akan aku lakukan besok. “Mbok, jadi curiga jangan-jangan Bapak dipenjara digebukin sama na