Happy reading
***
“Sebelum aku masuk ke dalam nama-nama ini,” jeda Raynold pada kalimatnya, menatap bergiliran Aluna dan Daffin.
“Tentu kamu sudah tahu bukan apa yang kamu alami Aluna?” tanya Raynold langsung to the point.
“Bipolar,” jawab Aluna mencicit. Dia tahu penyakitnya apa, dia pernah melakukan pengobatan sebelumnya dan itu gagal.
“Aku sudah melakukan pengobatan sebelumnya, tapi gagal dan kamu pasti sudah tahu dari biodata itu,” lanjut Aluna. Dia tidak perlu melakukan story telling tentang penyakitnya bukan, toh juga Raynold sudah mencari tahu lebih dulu bahkan mendapatkan informasi sangat jelas tentang penyakitnya.
“So, aku tidak perlu melakukan psycoeducation bukan? Karena kamu pasti sudah mendapatkan pada psikolog sebelumnya.” Raynold sedikit merasa santai karena Aluna juga yang bisa bersahabat dari awal datang.
“Iya,” jawab Aluna singkat. Dia sudah paha
Happy reading***“Siklotimia?”Tatapan Raynold tertuju pada Daffin karena pertanyaan pria itu. Suami Alun aitu tiba-tiba saja terfokus pada satu kata yang membuat dia sedikit merasa tidak suka.“Kenapa?” tanya Aluna, meraih tangan Daffin untuk digenggam.“Jelaskan aku apa itu siklotimia,” pinta Daffin pada Raynold.“Harus langsung kesana? Tidak mau aku jelaskan fase awal dari bipolar dulu?” Raynold malah balik bertanya. Ya dia tidak keberatan sih mau diminta untuk menjelaskan bagian yang mana, tapi takutnya Daffin akan susah mengerti jika dia menjelaskan secara acak.“Iya,” balas Daffin yakin.Raynold mengangguk, dia sejenak menatap Aluna lebih dulu. Bukan apa-apa, disini Aluna yang menjadi pasiennya sementara Daffin hanya berperan sebagai wali selama pengobatan berlangsung. Jadi ya Raynold harus lebih dulu bertanya pada paseinnya.“Silahkan.” Aluna
Happy reading***Wusssh…Angin langsung menyapa Aluna saat kakinya berdiri di pasir pantai. Sesuai janjinya Daffin mengajak Aluna pergi ke pantai, melupakan sejenak pekerjaan yang menumpuk di kantor kedutaan. Daffin berdiri dengan tangan yang masih setia menggenggam tangan Aluna, menatap hamparan luas putihnya pasir pantai dan deruan ombak.“Ini serius kita tidak apa-apa ke pantai?” Aluna menoleh menatap Daffin. Dia sebenarnya senang diajak ke pantai, tapi Aluna memikirkan pekerjaan Daffin yang super sibuk. Tadi saja sebelum pergi menemui Raynold suaminya itu mengatakan akan rapat dengan bawahannya.“Aku kan yang mengajak berlibur, jadi tidak ada apa-apa, lagi pula duta besar juga butuh refreshing,” jawab Daffin sambil bercanda.“Tidak mau ke sana?”Daffin menunjuk tempat duduk yang disediakan untuk beberapa pelanggan dari salah satu tempat makan di pantai itu.“Ayo,” ajak
Happy reading***“Sekarang mau apa lagi?”Sudah dua jam mereka di pantai, menghabiskan waktu dengan mengobrol sambil menikmati makanan. Kalau dihitung mungkin ada lima kali Daffin memesan ulang makanan karena Aluna yang mengatakan ingin makan ini ingin makan itu.“Apa ya.” Meletakkan jari telunjuk pada dagu, Aluna sibuk berpikir cara agar bisa berdua lebih lama dengan Daffin.“Ini sudah jam lima sore, kalau kita pulang nanti bisa jadi sampai rumahnya malam.” Daffin memperlihatkan jam tangannya.Mulut Aluna mengerucut, baru saja otaknya mencari cara supaya lebih lama lagi berduaan di pantai. Daffin memang sangat tahu cara membuat orang senang dan badmood dalam satu waktu.“Tapi aku mau itu,” tunjuk Aluna ke arah air pantai.Jelas Daffin mengikuti arah telunjuk Aluna, dahinya mengerut tidak mengerti. Jari telunjuk Aluna sama sekali tidak menunjuk suatu benda atau apa pun, kosong ha
Happy reading *** Niat awal Daffin yang ingin menginap di hotel dekat pantai tempat mereka bermain tadi gagal sudah. Kantor kedutaan menelponnya, ada urusan urgent yang harus dia kerjakan segera. “Tadi katanya mau libur,” cibir Aluna dengan mimik cemberut. “Ada yang harus aku kerjakan sekarang Aluna, jadi mengerti.” Daffin menginjak rem mobil yang dia kemudikan, mereka sampai tepat di depan pintu masuk kondominium. Langsung membuka pintu mobil dan keluar begitu saja, meninggalkan Aluna yang melongo tidak percaya. “Tadi saja di pantai sikapnya sudah membuat aku kegeeran,” misuh-misuh sesuka hati. Aluna membuka pintu mobil, keluar dengan masih mempertahankan mimik cemberutnya. Brak! Rusak sudah pintu mobil Daffin karena Aluna yang membanting dengan keras. “Bodo amat! Dia banyak uang kan? Jadi satu mobil rusak juga tidak jadi masalah untuknya.” Tidak ada rasa bersalah sama sekali dalam diri Aluna. Dia justru dengan santai mengangkat bahu dan berlenggok bak model di atas catwalk.
Happy reading***“Pagi semuanya!” teriakan Aluna menjadi pembuka pagi hari di kediaman Adnan.“Sudah lama singa tidak mengaum, sekarang muncul lagi.” Adnan yang tengah membantu Alisia menata sarapan menimpali teriakan adiknya.“Shut up bung! Jangan merusak pagiku,” ucap Aluna datar sambil mengacungkan kepalan tangan.“Ih udah lama ya kita gak sarapan bareng gini.”Tap.Aluna langsung duduk di kursi meja makan setelah berucap riang. Menatap sarapan buatan kakak iparnya dengan mata berbinar. Aluna sudah lupa kapan terakhir kali dia memakan masakan buatan Alisia.“Kamu sih udah jarang main kesini,” balas Alisia menanggapi ucapan Aluna. Dia juga sebenarnya rindu makan dilengkapi ocehan adik iparnya, tapi ya mau bagaimana lagi, mereka sudah punya kehidupan pribadi masing-masing.“Biarin aja sayang dia jarang datang kesini, nanti kalau sering malah beras kita yang habis.”Plak!Lengan atas Adnan langsung mendapat pukulan dari istrinya. Baru saja matahari naik memperlihatkan sehatnya pancar
Happy reading***“Sering-sering ke sini ya kalian.”Aluna mengacungkan jempol sebagai jawaban atas permintaan Alisia. Dia dan Daffin berpamitan pulang setelah semalam Aluna menginap.“Aluna dijaga Daffin, nakal soalnya,” celetuk Adnan yang langsung dibalas sinis oleh Aluna.“Pasti,” jawab Daffin dengan anggukan kepala.“Udah deh, pulang aja, disini banyak dibulinya,” asal Aluna bicara.“Yuk.”Tidak menunggu lama Aluna langsung menarik pergelangan suaminya, membawa keluar dari pagar rumah kakaknya. Mereka pulang dengan jalan kaki karena Daffin tadi datang ke rumah Adnan tidak menggunakan apa-apa, toh juga mereka satu komplek.“Daffin,” panggil Aluna, sedikit mendunga saat menatap suaminya. Maklum Aluna itu pendek, jadi ya mau tidak mau dia harus mendunga setiap ingin menatap pak suami.“Hmmm.”“Aku bertanya boleh?”“Kalau aku berhenti kuliah dan diam di rumah tidak apa-apa?” Aluna langsung mengajukan keinginannya tanpa menunggu jawaban Daffin lebih dulu.Tap.Langkah Daffin terhenti,
Happy reading***Pagi-pagi Aluna memutar musik klasik pada piringan hitam yang ada pada ruang tengah kondominium. Dia baru saja menyelesaikan sarapan, duduk santai menunggu Daffin yang masih menikmati sarapannya di ruang makan. Tidak seperti biasanya, pagi ini Aluna sarapan lebih dulu tidak menunggu Daffin, saat suaminya duduk di meja makan Aluna langsung bergegas pergi karena sarapannya sudah habis.“Huh…” meniup asap yang keluar dari teh hagat miliknya. Aluna memejamkan kedua mata menikmati paginya.“Teh ditemani musik klasik memang perpaduan paling sempurna,” bisik Aluna dengan gelengan kepala sambil menelan habis wewangian teh miliknya.“Apalagi dengan croissant,” lanjut Aluna pelan.Merasa puas menghirup uap hangat dan wangi teh, Aluna meletakkan secangkir teh miliknya ke atas meja. Menyilangkan kaki kanan di atas kaki kiri, Aluna menatap ke depan. Ada kaca besar yang langsung memperlihatkan kolam ikan dan taman belakang milik suaminya.“Tidak perlu jauh-jauh mencari tempat refr
Happy reading***“Masih mau marah?” tanya Daffin pada Aluna yang masih enggan cerewet seperti semual. Posisi mereka memang sudah duduk berdampingan dengan kepala Aluna menyender pada pundak suaminya.“Habisnya kamu sih, itu mahasiswi tahu berniat mengambil kesempatan masih saja dilayani,” sewot Aluna sambil menampilkan mimik kesal. Ingatkan Aluna untuk mencakar wajah perempuan kemarin jika bertemu.“Hah…”Napas berat terembus dari bibir Daffin, masih tidak habis pikir dengan faktor yang membuat Aluna marah. Padahal yang jelas-jelas mengajak ke café adalah mahasiswinya bukan dia, tapi kenapa malah Daffin yang kena imbasnya.“Yasudah, aku minta maaf ya? Jangan marah, senyum,” tanya Daffin sekaligus meminta kedua seudut bibir istrinya agar terangkat.“Tidak baik Aluna marah lama-lama sama suami, dosa,” peringat Daffin.“Ih kamu mah, sukanya bawa-bawa dosa.”Aluna langsung mengambil jarak, menatap sebal pada Daffin yang justru terkekeh. Puas sekali suaminya itu membuat Aluna sadar kalau
Happy reading***“Saya berterima kasih kepada seluruh tamu undangan, para investor yang telah menyempatkan diri hadir pada acara 12 tahun Royal Group.” Daffin berdiri di atas podium dalam acara ulang tahun perusahaan yang dirinya dan sang Papa rintis.Selesai dengan masa jabatan sebagai duta besar, Daffin benar-benar terjun dalam dunia bisnis dan mengambil alih perusahaan atas permintaan sang Papa. Ada begitu banyak kemajuan yang terjadi selama Daffin menjabat sebagai CEO Royal Group. Satu-persatu investor mulai mendekat dan mengajak kerja sama yang membuat Royal Group melebarkan sayap kesegala bidang. Malam ini sebagai pembuktian, Daffin yang berdiri dengan Aluna dan kedua buah hatinya dihadapan begitu banyak tamu undangan memaparkan keuntungan Royal Group selama satu tahun terakhir.“Tidak etis rasanya jika saya tidak membiarkan dewan direksi sekaligus pemegang saham terbesar di Royal Group hanya diam tanpa memberikan sambutan,” ucap Daffin, menoleh menatap Aluna yang masih terseny
Happy reading***“Sayang!”Daffin melambaikan tangan saat dirinya melihat Aluna celingak-celinguk menatap seisi ballroom. Jelas teriakan Daffin yang cukup menggelegar itu membuat banyak pasang mata menatap ke arah Aluna dan Alisia yang tengah berjalan menghampiri suami masing-masing.“Halo anak Papa.” Adnan langsung membawa Haresh ke dalam gendongannya.“Ini acara apa sebenarnya?” tanya Alisia yang masih belum tahu dirinya tengah menghadiri acara apa. “Teman kamu yang mana yang mengundang? Aku kenal mereka? Atau mereka kenal aku tidak?” cecar Alisia membuat suaminya terkekeh.“Bukan acara teman aku,” jawab Adnan, melirik Daffin yang tengah merapikan rambut Aluna. “Tapi acara kita,” lanjutnya.“Ha?” Aluna menatap kakaknya. “Kita?” Jujur Aluna semakin tidak mengerti dengan maksud acara kita.Baru saja Aluna ingin membuka mulut ada sep
Happy reading***Aluna sudah kelimpungan mengurus Ara dan Haresh, belum lagi Aziel yang sedari tadi terus merengek. Pagi-pagi kepalanya sudah dibuat pecah, mana Ara susah sekali diatur sejak Haresh datang. Kedua bocah itu hobi sekali berlari-lari membuat Aluna kewalahan untuk memasangkan pakaian.“Sini biar Aziel sama kakak.” Alisia muncul dengan gaun biru dongker miliknya.Mengembuskan napas lega, Aluna menganggukkan kepala lantas berjalan keluar kamar mencari Ara yang belum dikuncir rambutnya. Pagi ini mereka membagi tugas, tapi karena Gail tiba-tiba demam membuat Alisia haru benar-benar mengurus anaknya, jadilah Haresh Aluna yang mengurus.Aluna ingin menyumpah rasanya, tadi Daffin dan Adnan meminta mereka semua berdandan dengan rapi dan akan dijemput pukul sepuluh yang artinya tiga puluh menit lagi. Tidak ada penjelasan Daffin dan Adnan pergi begitu saja, menyerahkan tugas mengurus dan menyiapkan anak-anak pada istri masing-masing.
Happy reading***Daffin menahan tawanya saat menatap Aziel berjalan dengan sempoyongan. Bayi yang baru saja menginjak umur dua tahun itu tengah berjalan menghampiri Aluna yang tengah menguncir rambut Ara. Tersenyum lucu menatap putranya yang berjalan tertatih dengan menjaga keseimbangan tubuh. Jujur saja melihat Aziel yang pantatnya masih dilapisi popok dengan langkah sempoyongan membuat perut Daffin tergelitik.“Buahahahahaha…”Tawa Daffin tidak bisa ditahan lagi saat Aziel jatuh terduduk kala kakinya gagal menjaga keseimbangan tubuh. Anak laki-laki itu yang tahu tengah ditertawai langsung menangis kencang.“Hahaha…” bukannya berhenti tertawa Daffin malah menjadi-jadi, terpingkal-pingkal dengan melihat wajah memerah Aziel dengan air mata membanjiri wajah.“Daffin!” Aluna menatap tajam suaminya.“Haha… iya-iya.” Daffin mengangkat tangan, lekas bangun dari duduknya m
Happy reading***Semuanya mengerubungi si tampan yang berada pada ranjang khusus bayi. Anak laki-laki Daffin dan Aluna telah lahir dengan berat normal dan kondisi sehat. Alisia bahkan menangis saat dirinya yang diizinkan menggendong bayi Aluna pertama kali karena Daffin masih dalam kondisi bergetar setelah menemani Aluna melahirkan.“Lihat sayang, adiknya tampan sekali,” tunjuk Lisa yang tengah menggendong Ara. “Mirip banget sama Papa,” lanjutnya dengan senyum mengembang. Kepala Lisa mendunga menatap ke arah Aluna yang tengah istirahat karena tenaganya habis terkuras. Senyum bangga Lisa berikan pada Aluna walau kakaknya itu tidak melihat, Lisa bahagia kakaknya telah melewati rasa sakit saat melahirkan.“Mirip Ara ya adik kecilnya,” girang Ara melihat adiknya yang masih memejamkan mata.“Ih mirip tante tahu, tidak ada tuh mirip Ara sama sekali.” Salina menggelengkan kepala, waktunya menggoda Ara akhir
Happy reading***Alisia menggandeng Haresh dengan langkah terburu-buru melewati lorong rumah sakit, dibelakangnya ada Adnan dengan wajah panik. Suami Alisia itu sibuk menghubungi nomor telpon Daffin sejak sampai di rumah sakit. Sialnya, Daffin justru tidak mengangkat satu pun panggilan darinya.“Anak ini kemana sebenarnya,” gerutu Adnan, sudah ada puluhan panggilan hanya untuk Daffin saja tapi tak satu pun diangkat.“Gimana? Daffin ada angkat telpon?” tanya Alisia saat mereka sudah berada di depan salah satu ruangan VVIP rumah sakit.Adnan menggelengkan kepala. “Buru-buru diangkat, operator yang jawab terus,” ujarnya dengan napas berembus kasar. “Kita masuk saja dulu,” pinta Adnan. Menarik gagang pintu dan mendorong pelan.Pertama kali yang terlihat adalah Aluna yang meringis di atas ranjang rumah sakit, disamping Aluna ada kedua orang tua Daffin yang sudah terbang dari Australia ke Canada sej
Happy reading***Daffin dan Adnan berjalan masuk ke dalam kediaman baru milik Daffin dan Aluna. Semenjak masa jabatan Daffin sebagai duta besar berakhir, dia beserta semua keluarganya pindah dari kondominium, membeli rumah yang jaraknya cukup jauh dari rumah awal mereka. Walau tidak sebesar kondominium tapi rumah yang dibeli Daffin bisa dibilang cukup besar karena memiliki fasilitas yang lengkap. Rumah yang Daffin dan keluarganya tinggali sekarang adalah hasil dari bantuan dari Adnan yang mencarikan mereka rumah.“Aku suka rumah ini,” ujar Adnan saat melihat kolam renang yang mereka lewati untuk sampai ke ruang keluarga. “Untung saja kemarin kamu mau membeli rumah ini, jika tidak aku yang ambil,” canda Adnan yang dibalas kekehan oleh Daffin.“Terima kasih yang ke seratus kali,” ucap Daffin mengingat dia dan Aluna berterima kasih berkali-kali pada Adnan yang membantu mereka mencari rumah, dan mendapat harga diskon karen
Happy reading***Tepat seperti judul untuk bab ini, jam tujuh pagi Aluna dan Alisia tengah menikmati usapan lembut angin yang menerpa kulit mereka. Jalan-jalan pagi sekitaran komplek mereka memang menyenangkan, tak lupa juga dengan Haresh dan Ara yang menemani. Agenda mereka hari ini adalah piknik di taman komplek, hanya mereka berempat karena Daffin dan Adnan tengah keluar karena ada urusan bisnis.“Kandungan kamu gimana? Sehat kan?” Alisia mengusap perut Aluna yang sudah membuncit memasuki umur delapan bulan.“Sejauh ini kata dokter aku dan si kecil sehat-sehat saja,” jawab Aluna. “Semoga saja tidak ada hal buruk terjadi sampai satu bulan kedepan,” harap Aluna.Selama masa kehamilannya Aluna benar-benar menjaga dirinya dengan baik. Dia sama sekali tidak pernah mengerjakan hal berat, pekerjaan rumah pun hanya mencuci piring saja, selebihnya Aluna serahkan pada ART. Aluna terus memikirkan hal positif agar tidak
Happy reading***Tatapan tajam Alisia membuat Adnan sudah seperti buruh upah yang bekerja tiada henti, sejak pagi buta Adnan seperti setrikaan bolak balik mengangkat barang. Ingin rasanya Adnan mengeluh pada istrinya, tapi Alisia malah acuh dan lebih fokus bermain dengan Haresh. Memang nasib melawan istri, tidak ada yang akan membela apalagi kata-kata Alisia.“Ini itu buat adik kamu.” Adnan sih langsung angkat tangan.“Ini mau ditaruh di mana sayang?” tanya Adnan saat mendorong tempat tidur bayi yang memiliki roda.Alisia menatap seluruh isi kamar yang kata Daffin menjadi kamar sementara anak Daffin dan Aluna. “Di mana ya?” bingung Alisia saat tidak menemukan space yang tepat.Adnan mengembuskan napas, setidaknya dia bisa istirahat sebentar selama istrinya berpikir. “Kamu sih, banyak banget belinya,” ucap Adnan. No! Dia tidak mengeluh karena pengeluaran sang istri yang diluar nalar demi membel