Happy reading
***
“Dimana dia?”
“Di kamar mister,” jawab kepala asisten rumah tangga.
“Baik, siapkan makan malam,” perintah Daffin. Iya Daffin, pria yang dua hari lalu meminta Aluna telanjang jika ingin keluar rumah.
Tidak ada kisah spesial selama Daffin pergi kerja ke Toronto. Aluna betah mengurung diri di kamar Daffin, tidak beranjak sama sekali. Bahkan makan saja Aluna dibawakan karena tidak mau bergerak dari ranjang.
“Bawa koper saya ke ruang kerja,” perintah Daffin pada Jack.
“Baik mister.” Jack langsung melakukan apa yang Daffin perintahkan.
Tersisa Daffin yang berdiri mengatur napas pada ujung tangga bawah. Dua hari sudah dia di Toronto tanpa menerima informasi apa pun tentang Aluna. Wanita itu sama sekali tidak menelpon dirinya, bahkan Jack tempat Daffin mendapat informasi tidak bisa memberikan apa-apa karena Aluna melarang Jack masuk. Hanya mengizinkan kepala
Happy reading***Wushh…Suara angin dari hairdryer menjadi pengisi ruang kamar Daffin. Pemilik dari barang wanita itu adalah Aluna yang saat ini memposisikan diri duduk di atas karpet berbulu tebal, menyandarkan punggung pada kedua paha Daffin. Sekarang ini posisinya itu Daffin duduk pada sofa di depan ranjang miliknya dengan Aluna duduk bersila di antara kedua pahanya. Lebih hebatnya lagi Daffin saat ini tengah mengeringkan rambut Aluna menggunakan hairdryer. Ya apalagi jika bukan paksaan dari Aluna yang merengek meminta pada Daffin untuk mengeringkan rambutnya.“Kamu gak ada bawa oleh-oleh buat aku?” tanya Aluna membuka percakan. Hihi… asal kalian tahu saja, mereka tadi di kamar mandi benar-benar bercinta dahsyat. Bahkan Daffin saja sampai mengaku lelah karena ulah Aluna yang tidak habis-habisnya menggoda.“Tidak.”Bibir Aluna maju ke depan, sedikit mendongakkan kepala, mengintip suaminya yang memberi
Happy reading***“Kenapa?” tanya Aluna penuh rasa bingung.“Kenapa kamu gak suka senyum?” lagi Aluna bertanya. Baru pertama kali Aluna mendengar ada orang yang tidak suka senyum. Kan biasanya kalau ditanya apa yang tidak kamu sukai, pasti jawabannya tidak suka buah, tidak suka sayur, dan hal lain yang menurut Aluna masih normal.“Ya tidak suka, tidak perlu alasan kan?” Daffin mengangkat bahu santai, dia tidak suka senyum ya itu juga hak dia bukan, tidak ada yang bisa melarang.“Harus, semua yang tidak kamu sukai harus punya alasan Daffin.” Aluna menatap serius Daffin.“But I have no reason for that.” Daffin tidak tahu apa alasan dia tidak suka tersenyum pada orang lain, ya hanya tidak ingin saja, sesimpel itu jawabannya.Diam, Aluna menatap lekat semua wajah Daffin, mulai dari mata, hidung, bibir, kedua pipinya, sampai ke telinga. Sekarang Aluna bertambah keinginan atas Daff
Happy reading***“Hoaamm…”Oke kita perlu mencoret Aluna dari sikap anggun dan kalem, nyatanya wanita satu ini malah dengan santai menguap lebar. Tidak sadar jika mulutnya masih bau, ditambah tangan terangkat meregangkan tubuh. Ya tidak apa-apa Aluna mau melakukan itu, toh juga orang kalau bangun akan melakukan hal yang sama seperti Aluna. But, disini ada pengecualian.“Kenapa ganteng bangen sih kamu pas lagi bobok,” bisik Aluna setelah usai dari rutinitas baru bangunnya. Menatap Daffin yang masih lelap tidur di sampingnya.Iya Daffin pemirsah, suami wanita itu, jadi sekarang tahu kan permasalahan kenapa Aluna harus menjaga sikap sedikit agar seperti wanita anggun kebanyakan. Yasudahlah, terserah Aluna saja bagaimana mau membuat Daffin terkesan padanya.Cup.“Bangun yuk handsome,” bisik Aluna tepat di samping telinga Daffin setelah mencuri satu kecupan pada bibir sexy suaminya.
Happy reading***“Ini kamu niat berenang tidak?” Daffin menatap datar ke arah Aluna yang justru hanya menyengir.Sudah hampir tiga puluh menit Daffin dipaksa Aluna berenang mengitari kolam, jelas lelah. Mana sebelumnya Daffin jarang berenang, ototnya sedikit kaku sekarang. Sementara Aluna yang memaksa Daffin berenang hanya duduk santai di pinggiran kolam memainkan air kolam seperti anak bebek.“Niat, ini buktinya aku ajak kamu berenang,” balas Aluna memberikan anggukan kepala. Tubuhnya masih dibalut bathrobe sebatas paha, sengaja Aluna tarik karena kakinya sengaja direndam dalam kolam renang.Mengembuskan napas berat, harus berapa kali lagi Daffin menahan sabar dengan semua sikap dan kelakuan Aluna? Tadi wanita itu yang memaksanya berenang, giliran sampai di kolam malah hanya duduk diam dipinggiran seperti anak kecil takut air.“Turun,” perintah Daffin memanggil Aluna turun ke dalam kolam renang.&
Happy reading***Kali ini tidak ada lagi asisten rumah tangga yang mengganggu Aluna memasak di dapur karena sebelumnya Daffin sudah memberitahukan pada semua asistennya kalau dia dan Aluna akan memasak sendiri untuk makan siang. Tapi yang menjadi permasalahannya sekarang adalah.“Kita mau masak apa?” tanya Aluna bingung, melihat isi kulkas yang begitu banyak akan bahan-bahan masakan membuat Aluna tidak tahu harus memasak apa.Sama halnya dengan Daffin, dia sedari tadi mengeluar-masukkan beberapa bahan masakan karena bibir Aluna plin-plan memberi perintah.“Masak omlet saja mau?”Aluna menoleh, menatap Daffin yang berdiri di sampingnya memegang bawang bombai dan wortel. Sebenarnya tadi Aluna sudah berencan ingin membuat steak, tapi Daffin menolak karena alasan dia tidak mau makan siang dengan menu terlalu berat.“Cuma omlet yang kamu tahu?” balik Daffin bertanya. Menatap datar Aluna yang mengusulkan
Happy reading***“Hiks.”“Sudah ya, lagi pula itu hanya film.” Sudah satu jam Daffin terus membujuk Aluna agar berhenti menangis. Film yang mereka tonton bahkan tidak sampai selesai tapi tangis Aluna melebih tangis kepedihan pemeran wanita yang suaminya dijadikan tumbal oleh penyihir.“Minum dulu, nanti suara kamu hilang.”Daffin menyodorkan gelad ke hadapan Aluna yang masih mengelap kedua matanya dengan tisu. Ruang kerja Daffin sekarang sudah berubah total menjadi lautan tisu.“Minum Aluna,” paksa Daffin karena Aluna terus saja menggeleng.“Gak mau hiks, aku tidak suka air putih. Nanti malah seperti pria di film itu, berubah menjadi hantu karena air putihnya sudah diberi mantar,” tolak keras Aluna menjauhkan tangan Daffin yang menyodorkan air putih dari hadapan wajahnya.“Hah…” Mengembuskan napas berat, Daffin tidak percaya Aluna segitu peranoidnya
Happy reading***“Pagi suami!!!”Teriakan Aluna menjadi pembuka dalam bab ini, berpenampilan santai dengan celana jeans putih, baju polos bewarna peach, dan jelas snekers putih. Aluna sudah sangat siap untuk berangkat bersama Daffin.“Sudah menunggu lama?” tanya Aluna memberikan senyum, berdiri tepat di depan Daffin yang sudah memberikan tatapan datar.“Lain kali kalau tahu pagi ini kamu ada kuliah tolong bangunnya lebih awal,” saran dari Daffin yang sangat tidak diterima baik oleh telinga Aluna.“Yayaya… kamu bilang gitu coba ngaca dulu deh. Semalam siapa yang bikin aku mendesah sampai dini hari?” Aluna menatap Daffin alis terangkat, bertanya dengan nada menantang.“Sudahlah, sekarang ayo berangkat.”Membuang napas kasar, Aluna berusaha menahan sabar dengan sikap Daffin yang tidak mau disalahkan. Enak saja memarahi Aluna dan menyuruh bangun pagi, tidak sadar a
Happy reading***Fokus Aluna tidak pernah lepas dari wajah dosen dan papan tulis yang ada di depan kelas. Saat ini sesuai agenda pertamanya setelah libur cuti untuk menikah adalah masuk kuliah. Sangat jauh berbeda mimik wajah Aluna saat bersama orang terdekatnya dan saat berada di ruang kelas. Sangat serius, bahkan saking seriusnya Aluna sampai tidak berani menatap ke arah lain kecuali buku catatan miliknya.“Ah… yang masih menjadi pusat permasalahan antar beberapa negara itu konflik perdagangan,” bisik Aluna mengulang apa yang dikatakan oleh dosen. Tangannya bergerak mencatat beberapa hal penting dari perkataan dosen.“Perbedaan mata uang juga kerap kali manjadi penyebab gagal terjadinya ekspor dan impor,” lagi Aluna berbisik, menganggukkan kepala mengerti dengan apa yang baru saja dia sebutkan.“Right, kelas kita selesai pagi ini, tugas sudah saya upload pada drive, silahkan kalian kerjakan. Terima kasih.&rdq
Happy reading***“Saya berterima kasih kepada seluruh tamu undangan, para investor yang telah menyempatkan diri hadir pada acara 12 tahun Royal Group.” Daffin berdiri di atas podium dalam acara ulang tahun perusahaan yang dirinya dan sang Papa rintis.Selesai dengan masa jabatan sebagai duta besar, Daffin benar-benar terjun dalam dunia bisnis dan mengambil alih perusahaan atas permintaan sang Papa. Ada begitu banyak kemajuan yang terjadi selama Daffin menjabat sebagai CEO Royal Group. Satu-persatu investor mulai mendekat dan mengajak kerja sama yang membuat Royal Group melebarkan sayap kesegala bidang. Malam ini sebagai pembuktian, Daffin yang berdiri dengan Aluna dan kedua buah hatinya dihadapan begitu banyak tamu undangan memaparkan keuntungan Royal Group selama satu tahun terakhir.“Tidak etis rasanya jika saya tidak membiarkan dewan direksi sekaligus pemegang saham terbesar di Royal Group hanya diam tanpa memberikan sambutan,” ucap Daffin, menoleh menatap Aluna yang masih terseny
Happy reading***“Sayang!”Daffin melambaikan tangan saat dirinya melihat Aluna celingak-celinguk menatap seisi ballroom. Jelas teriakan Daffin yang cukup menggelegar itu membuat banyak pasang mata menatap ke arah Aluna dan Alisia yang tengah berjalan menghampiri suami masing-masing.“Halo anak Papa.” Adnan langsung membawa Haresh ke dalam gendongannya.“Ini acara apa sebenarnya?” tanya Alisia yang masih belum tahu dirinya tengah menghadiri acara apa. “Teman kamu yang mana yang mengundang? Aku kenal mereka? Atau mereka kenal aku tidak?” cecar Alisia membuat suaminya terkekeh.“Bukan acara teman aku,” jawab Adnan, melirik Daffin yang tengah merapikan rambut Aluna. “Tapi acara kita,” lanjutnya.“Ha?” Aluna menatap kakaknya. “Kita?” Jujur Aluna semakin tidak mengerti dengan maksud acara kita.Baru saja Aluna ingin membuka mulut ada sep
Happy reading***Aluna sudah kelimpungan mengurus Ara dan Haresh, belum lagi Aziel yang sedari tadi terus merengek. Pagi-pagi kepalanya sudah dibuat pecah, mana Ara susah sekali diatur sejak Haresh datang. Kedua bocah itu hobi sekali berlari-lari membuat Aluna kewalahan untuk memasangkan pakaian.“Sini biar Aziel sama kakak.” Alisia muncul dengan gaun biru dongker miliknya.Mengembuskan napas lega, Aluna menganggukkan kepala lantas berjalan keluar kamar mencari Ara yang belum dikuncir rambutnya. Pagi ini mereka membagi tugas, tapi karena Gail tiba-tiba demam membuat Alisia haru benar-benar mengurus anaknya, jadilah Haresh Aluna yang mengurus.Aluna ingin menyumpah rasanya, tadi Daffin dan Adnan meminta mereka semua berdandan dengan rapi dan akan dijemput pukul sepuluh yang artinya tiga puluh menit lagi. Tidak ada penjelasan Daffin dan Adnan pergi begitu saja, menyerahkan tugas mengurus dan menyiapkan anak-anak pada istri masing-masing.
Happy reading***Daffin menahan tawanya saat menatap Aziel berjalan dengan sempoyongan. Bayi yang baru saja menginjak umur dua tahun itu tengah berjalan menghampiri Aluna yang tengah menguncir rambut Ara. Tersenyum lucu menatap putranya yang berjalan tertatih dengan menjaga keseimbangan tubuh. Jujur saja melihat Aziel yang pantatnya masih dilapisi popok dengan langkah sempoyongan membuat perut Daffin tergelitik.“Buahahahahaha…”Tawa Daffin tidak bisa ditahan lagi saat Aziel jatuh terduduk kala kakinya gagal menjaga keseimbangan tubuh. Anak laki-laki itu yang tahu tengah ditertawai langsung menangis kencang.“Hahaha…” bukannya berhenti tertawa Daffin malah menjadi-jadi, terpingkal-pingkal dengan melihat wajah memerah Aziel dengan air mata membanjiri wajah.“Daffin!” Aluna menatap tajam suaminya.“Haha… iya-iya.” Daffin mengangkat tangan, lekas bangun dari duduknya m
Happy reading***Semuanya mengerubungi si tampan yang berada pada ranjang khusus bayi. Anak laki-laki Daffin dan Aluna telah lahir dengan berat normal dan kondisi sehat. Alisia bahkan menangis saat dirinya yang diizinkan menggendong bayi Aluna pertama kali karena Daffin masih dalam kondisi bergetar setelah menemani Aluna melahirkan.“Lihat sayang, adiknya tampan sekali,” tunjuk Lisa yang tengah menggendong Ara. “Mirip banget sama Papa,” lanjutnya dengan senyum mengembang. Kepala Lisa mendunga menatap ke arah Aluna yang tengah istirahat karena tenaganya habis terkuras. Senyum bangga Lisa berikan pada Aluna walau kakaknya itu tidak melihat, Lisa bahagia kakaknya telah melewati rasa sakit saat melahirkan.“Mirip Ara ya adik kecilnya,” girang Ara melihat adiknya yang masih memejamkan mata.“Ih mirip tante tahu, tidak ada tuh mirip Ara sama sekali.” Salina menggelengkan kepala, waktunya menggoda Ara akhir
Happy reading***Alisia menggandeng Haresh dengan langkah terburu-buru melewati lorong rumah sakit, dibelakangnya ada Adnan dengan wajah panik. Suami Alisia itu sibuk menghubungi nomor telpon Daffin sejak sampai di rumah sakit. Sialnya, Daffin justru tidak mengangkat satu pun panggilan darinya.“Anak ini kemana sebenarnya,” gerutu Adnan, sudah ada puluhan panggilan hanya untuk Daffin saja tapi tak satu pun diangkat.“Gimana? Daffin ada angkat telpon?” tanya Alisia saat mereka sudah berada di depan salah satu ruangan VVIP rumah sakit.Adnan menggelengkan kepala. “Buru-buru diangkat, operator yang jawab terus,” ujarnya dengan napas berembus kasar. “Kita masuk saja dulu,” pinta Adnan. Menarik gagang pintu dan mendorong pelan.Pertama kali yang terlihat adalah Aluna yang meringis di atas ranjang rumah sakit, disamping Aluna ada kedua orang tua Daffin yang sudah terbang dari Australia ke Canada sej
Happy reading***Daffin dan Adnan berjalan masuk ke dalam kediaman baru milik Daffin dan Aluna. Semenjak masa jabatan Daffin sebagai duta besar berakhir, dia beserta semua keluarganya pindah dari kondominium, membeli rumah yang jaraknya cukup jauh dari rumah awal mereka. Walau tidak sebesar kondominium tapi rumah yang dibeli Daffin bisa dibilang cukup besar karena memiliki fasilitas yang lengkap. Rumah yang Daffin dan keluarganya tinggali sekarang adalah hasil dari bantuan dari Adnan yang mencarikan mereka rumah.“Aku suka rumah ini,” ujar Adnan saat melihat kolam renang yang mereka lewati untuk sampai ke ruang keluarga. “Untung saja kemarin kamu mau membeli rumah ini, jika tidak aku yang ambil,” canda Adnan yang dibalas kekehan oleh Daffin.“Terima kasih yang ke seratus kali,” ucap Daffin mengingat dia dan Aluna berterima kasih berkali-kali pada Adnan yang membantu mereka mencari rumah, dan mendapat harga diskon karen
Happy reading***Tepat seperti judul untuk bab ini, jam tujuh pagi Aluna dan Alisia tengah menikmati usapan lembut angin yang menerpa kulit mereka. Jalan-jalan pagi sekitaran komplek mereka memang menyenangkan, tak lupa juga dengan Haresh dan Ara yang menemani. Agenda mereka hari ini adalah piknik di taman komplek, hanya mereka berempat karena Daffin dan Adnan tengah keluar karena ada urusan bisnis.“Kandungan kamu gimana? Sehat kan?” Alisia mengusap perut Aluna yang sudah membuncit memasuki umur delapan bulan.“Sejauh ini kata dokter aku dan si kecil sehat-sehat saja,” jawab Aluna. “Semoga saja tidak ada hal buruk terjadi sampai satu bulan kedepan,” harap Aluna.Selama masa kehamilannya Aluna benar-benar menjaga dirinya dengan baik. Dia sama sekali tidak pernah mengerjakan hal berat, pekerjaan rumah pun hanya mencuci piring saja, selebihnya Aluna serahkan pada ART. Aluna terus memikirkan hal positif agar tidak
Happy reading***Tatapan tajam Alisia membuat Adnan sudah seperti buruh upah yang bekerja tiada henti, sejak pagi buta Adnan seperti setrikaan bolak balik mengangkat barang. Ingin rasanya Adnan mengeluh pada istrinya, tapi Alisia malah acuh dan lebih fokus bermain dengan Haresh. Memang nasib melawan istri, tidak ada yang akan membela apalagi kata-kata Alisia.“Ini itu buat adik kamu.” Adnan sih langsung angkat tangan.“Ini mau ditaruh di mana sayang?” tanya Adnan saat mendorong tempat tidur bayi yang memiliki roda.Alisia menatap seluruh isi kamar yang kata Daffin menjadi kamar sementara anak Daffin dan Aluna. “Di mana ya?” bingung Alisia saat tidak menemukan space yang tepat.Adnan mengembuskan napas, setidaknya dia bisa istirahat sebentar selama istrinya berpikir. “Kamu sih, banyak banget belinya,” ucap Adnan. No! Dia tidak mengeluh karena pengeluaran sang istri yang diluar nalar demi membel