Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabat
Happy Reading
***
“Kamu kenapa tidak menelpon kalau mau datang? Tiba-tiba muncul di depan rumah dan ngomel tidak jelas begini.” Perkenalkan dia adalah Dareen Adnan Xavier, kakak dari Aluna.
“Kan sudah aku bilang kak, aku ini datang mau beri kejutan tapi ya… apesnya saja dompet dan tas berisi barang-barang penting kecopetan,” cetus Aluna. Sekarang dia sudah bisa duduk nyaman di rumah sang kakak, menyandarkan punggung pada kepala sofa. Sungguh tubuhnya sangat dimanja setelah mengalami kesialan bertubi-tubi.
“Makanya kamu sebelum datang kemari beritahu kakak dulu, masih mending kecopetan kalau kamu sampai kesasar bagaimana?”
Merolingkan mata malas, Aluna menutup telinga dan memejamkan kedua mata, ini kakaknya pasti akan ceramah panjang lebar. Aluna malas mendengar omelan kakaknya, dia lelah dan butuh istirahar.
“Hah… yasudah kamu istirahat dikamar sana,” melihat sikap adiknya yang acuh tak acuh membuat Adnan tidak ada pilihan lain selain menyuruh Aluna masuk kedalam kamar, percuma juga dia bicara panjang lebar kalau diabaikan.
Aluna langsung bangun dari tidur telentangnya, memasang senyum cerah dan bersiap menarik koper miliknya. Tidur memang adalah hal utama yang sekarang dia butuhkan, bayangkan saja penerbangan dari Luxembourg ke Canada memakan waktu 12 jam dengan satu kali transit. Sangat wajar Aluna merasa lelah, belum lagi dengan kejadian tadi, berlipat-lipat rasa lelahnya.
“Sayang, bisa tolong bawakan kue ini untuk Daffin? Sebagai ucapan terimakasih kita karena dia sudah membantu kita.”
Tap.
Langkah Aluna yang sudah berada diundakan tangga ke lima langsung terhenti. Memutar tubuh secepat kilat dan menatap wanita yang berdiri di depan kakaknya. Alisia Atalia Xavier atau yang biasa dipanggil Alisia itu adalah kakak ipar Aluna, kakaknya memang sudah menikah, mungkin sudah menginjak umur satu tahun pernikahan.
“Kak stop!” Aluna langsung mengacungkan telapak tangan dan berteriak keras saat Adnan ingin mengambil satu piring berisi kue buatan istrinya.
Tap. Tap. Tap.
Seperti orang yang kesurupan, Aluna berlari secepat mungkin dan langsung berdiri di depan Alisia yang menatapnya bingung. Tanpa rasa bersalahnya Aluna mengambil piring berisi kue dari tangan Alisia dengan cengiran polos.
“Aku saja ya kak yang pergi mengantar kue buatan kakak?” Aluna menawarkan diri, dia menatap Alisia dengan tatapan memohon.
“Boleh saja sih, tapi kamu tahu siapa Daffin?” tanya Alisia. Sedikit bingung dengan perubahan sikap adik iparnya. Tadi saja saat sampai rumah langsung mengomel panjang lebar menyalahkan Adnan padahal mereka juga dibuat terkejut dengan kedatangan Aluna. Sekarang malah seperti kegirangan begini.
“Sangat tahu, jadi tidak apa-apa kan aku yang mengantar kuenya?” Aluna menatap bergiliran Alisia dan Adnan, berharap mereka mengizinkan dan tidak memasang rasa curiga.
“Yasudah sana, hati-hati ya,” tentu saja Alisia tidak melarang.
Cup.
“Terimkasih kakak ipar aku yang paling cantik.”
Adnan menggelengkan kepala mendengar pujian dan melihat Aluna mengecup pipi kanan istrinya. Adiknya itu kalau ada maunya pasti langsung bersikap manis, seperti sekarang. Apalagi melihat Aluna langsung berlalu begitu saja dengan senyum lebar.
“OH IYA KAK, INI KUENYA UNTUK APA?”
Kepala Adnan langsung menoleh ke arah lorong tembok rumah menuju pintu utama, menatap horror Aluna yang menyembulkan kepala dengan mimik bertanya.
“BILANG SAJA TERIMAKASIH DARI KAKAK KARENA SUDAH MEMBANTU KEMARIN.”
Aluna langsung mengacungkan jempol setelah mendapat balasan Alisia, kembali melanjutkan langkah ke tujuan utama tempat kue di tangannya berlabuh. Tersenyum penuh maksud akan rencana dalam pikiran.
Sementara Adnan? Dia dibuat pusing oleh dua perempuan yang baru saja membuat rumahnya heboh. Bayangkan saja, dua orang bisa membuat satu rumah penuh dengan suara teriakan mereka.
“Lain kali, kalian pakai pengeras suara saja supaya tetangga juga bisa mendengar,” ucap Adnan menatap istrinya yang masih berdiri.
“Hehe… maaf,” cengir Alisia tanpa rasa bersalah. Fix! Aluna dan Alisia memang satu spesies, 2A yang meresahkan.
***
Senyum Aluna tidak luntur sedari tadi, berjalan sudah seperti orang gila dengan sepiring roti. Untung saja komplek tempatnya berada adalah milik kalangan orang beruang jadi sedikit sepi, coba kalau ramai mungkin saja Aluna sudah mendapat cap orang aneh.
“Ternyata tidak perlu besok untuk bertemu Aluna,” ucap Aluna dengan nada penuh rencana setelah kedua kakinya berdiri tepat di depan gerbang rumah Daffin.
Ting. Tong.
Menakan bel dengan hati-hati, kali ini tidak boleh ribut seperti yang tadi, harus lemah lembut.
Pret! Giliran ada maksudnya saja pakai istilah lemah lembut segala, tadi saja memaki orang tuli karena tidak dibukakan gerbang.
“Hai!” sapa Aluna dengan telapak tangan kanan terangkat menyapa. Inilah Aluna yang penuh maksud, menyapa pria yang tadi dia maki tuli karena tidak membuka gerbang.
“Aku membawa kue sebagai ucapan terimakasih.”
Aluna menyodorkan kue berwarna coklat kehadapan Jack yang masih diam. Jelas bingung, belum ada dua jam Aluna pergi dari depan gerbang Daffin sekarang muncul dengan kue di tangan.
“Terimkasih nona, akan saya sampaikan pada Mister Daffin.”
“Oh no no no.” Aluna langsung menarik kue buatan Alisia saat Jack akan mengambilnya.
“Kalau memberikan hadiah apalagi sebagai ucapan terimakasih harus diberikan kepada orangnya langsung, tidak boleh pakai perantara.” Alasan saja kamu Aluna.
Tap.
“Jadi permisi ya.”
Aluna masuk menorobos gerbang Daffin setelah menggeser posisi berdiri Jack ke samping, gadis ini memang tidak memiliki rasa takut sama sekali. Berlari secepat mungkin menuju pintu utama rumah yang terbuka lebar. Aluna takut kalau Jack menangkapnya sebelum masuk ke dalam rumah, pasti nanti akan ditarik keluar. Ya jelas saja ditarik, orang kamu main nyelonong masuk rumah orang.
“Daffin mana?” Aluna lebih luar biasa lagi main bertanya pada salah satu wanita paruh baya berseragam yang lewat di depannya. Jelas wanita yang Aluna tanya diam tidak menjawab, menatap Aluna penuh tanda tanya.
“Nona saya mohon jangan membuat keributan di rumah ini,” dan ini suara Jack yang menyusul Aluna, dia takut saja kalau gadis yang main menerobos masuk rumah bosnya akan membuat ulah.
“Siapa yang mau membuat keributan? Kan aku kesini mencari Daffin bukan mencari ribut.”
Aluna langsung menghindar saat melihat tangan Jack ingin menariknya keluar. Menatap kesal pria itu, enak saja main tarik, dia pikir Aluna ini kucing apa. Mana mau dia pergi sebelum niat dan tujuan utama terlaksana.
“Mister Daffin tidak mau diganggu, jadi saya mohon pengertian nona, dan untuk kuenya pasti akan saya berikan.” Jack hanya tidak mau kelakuan Aluna akan membuat bossnya marah besar.
“Perkenalkan aku Aluna Grazella Xavier, kamu bisa panggil Aluna. Jadi begini ya, aku sama sekali tidak ada niat untuk menganggu, hanya ingin memberikan hadiah.”
Astaga-astaga, bisa tidak sih ada yang memberi tahu Aluna kalau sikapnya itu akan membuat orang marah besar? Ya bisa buktinya Jack berusaha menjelaskan, tapi Aluna saja yang tidak mau mendengar.
“Jadi sekarang Daffin ada dimana?” tanya Aluna sekali lagi. Menatap bergiliran antara Jack dan wanita paruh baya di depannya.
“Mister sedang mengerjakan pekerjaan di ruang kerjanya jadi nona…“
Ucapan Jack langsung terpotong setelah melihat Aluna berlalu begitu saja. Berjalan sesuka hati, Aluna memutari lantai satu kondominium Daffin guna mencari ruang kerja pria itu. Bodo amat dengan Jack yang sedari tadi mengikutinya dengan kalimat-kalimat melarang. Aluna lebih fokus menatap setiap pintu dan memikirkan dimana kira-kira ruang kerja Daffin, tidak mungkin kan Jack akan memberitahunya.
“Nona lebih baik-“
“Ah pasti ini,” ucap Aluna dengan nada riang, lagi-lagi dia memotong ucapan Jack. Gadis ini langsung masuk kedalam ruangan yang pintunya terbuka sedikit.
“Kan benar, ini ruang kerjanya.”
Aluna langsung tersenyum saat melihat Daffin tengah duduk di balik meja yang terdapat banyak tumpukan kertas.
“Stop! Kamu dilarang bicara, lebih baik sekarang keluar saja ya.”
Melepas piring yang berisi kue buatan Alisia, setelahnya mendorong pelan tubuh Jack untuk keluar, menuntup pintu dan menguncinya begitu saja. Wah adik Adnan ini memang luar biasa, bisa-bisanya bertindak sesuka hati. Bahkan panggilan-panggilan Jack yang meminta dia untuk keluar Aluna abaikan.
“Mau apa kamu?” Daffin yang sedari tadi diam menatap sekarang berdiri saat melihat Aluna berjalan mendekat.
“Aku hanya mau mengantar kue dari kakak ku sebagai ucapan terimakasih,” jawab Aluna. Meletakkan kue buatan Alisia di atas meja. Aluna mendunga menatap Daffin, berdecak karena pria di depannya ini terus saja memasang wajah datar tanpa ekspresi kepadanya.
“Bawa lagi dan katakan terimakasih.”
Walau Daffin tidak tahu kakak siapa yang gadis di depannya ini maksud, dia hanya ingin tidak diganggu apalagi oleh Aluna.
“Tidak mau! kamu makan dulu kuenya baru nanti piringnya aku bawa pulang.”
Mari ucapkan kata selamat pada Daffin karena sudah masuk dalam list pria yang akan Aluna ganggu.
.
To be continued
***
Terbit : 09/01/22
Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabatHappy reading***Aluna memang luar biasa, tidak ada takut-takutnya walau sudah ditatap tajam oleh Daffin, bahkan diusir pun gadis ini masih betah diam enggan beranjak walau satu langkah. Sekarang, Aluna malah dengan santai duduk pada salah satu sofa di dekat jendela, menatap Daffin yang siap meledak dengan sikapnya.“Apa tujuan kamu?” tanya Daffin, dia mencoba untuk lunak sedikit. Daffin tahu gadis modelan Aluna memang akan menganggu dan dia sangat ingin gadis penganggu itu cepat-cepat pergi.“Kenalan sama kamu, tadi belum sempat karena ucapan aku dipotong oleh si tampan satuan,” sahut Aluna dengan nada santai. Oh iya dia lupa mengatakan kalau pria yang membuka gerbang tadi juga tampan, tapi tidak melebihi ketampanan Daffin karena Daffin itu apa ya sebutannya, ah iya perfect, hihi...“Daffin, jadi sekarang keluar!”Haa?Aluna menatap bingung Daff
Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabatHappy reading***“Good morning semua!!!” Seperti biasa, jika Aluna ada maka tidak akan pernah sunyi.Tap.“Selamat pagi juga,” balas Alisia dengan senyum lebar. Istri Adnan meletakkan sarapan mereka di atas meja makan, memberi kode pada Aluna untuk duduk didekatnya.Tapi bukannya menurut Aluna malah memilih duduk di samping Adnan yang tengah fokus pada ipadnya. Menopang dagu dengan tatapan aneh pada sang kakak, Aluna menggerakkan jari mengetok-ngetok meja.“Suami lihat adik kamu sebentar,” pinta Alisia, dia mengerti dengan sikap adik iparnya membuat Alisa langsung merebut ipad Adnan. Dia tahu kalau Aluna sudah memasang tampang aneh dengan senyum misterius pasti ada maunya dan kalau tidak dituruti pasti akan panjang masalah.“Jadi kapan kakak mau menemani aku?”Seperti dugaan Alisia, tanpa banyak kata Aluna langsung to the point
Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabatHappy reading***Harus kita mulai dengan apa cerita ini? Kebar-baran Aluna kah? Atau ingin membahas sitampan Daffin? Ah agaknya lebih seru kalau membahas sitampan, karena pasti kaum hawa suka dengan kaum Adam yang tampan, dingin, dan jangan lupa dompet tebal penjamin masa depan.“Kesepakatan ini sangat penting untuk negara kita.”Seperti biasa suara berat Daffin selalu sukses membuat gendang telinga orang yang lewat di sampingnya merinding suka.“Jelas sangat penting karena bisa membuka era baru dalam hubungan ekonomi antara Canada dan Australia,” lagi Daffin bersuara.“Hah… hah… hah…”Kalimat yang setelahnya dilanjutkan dengan nafas terengah-engah, udara sejuk dipagi hari sangat bagus bukan dilengkapi dengan lari pagi seperti yang Daffin lakukan sekarang. Dengan setelah traning hitam, kaus oblong hitam, dan pelengkap topi hitam. S
Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabatHappy Reading***Musik klasik terputar jelas di kediaman Adnan pagi ini, penghantar sejuknya udara pagi serta teman untuk sarapan.“Pudingnya dimakan Aluna bukan dipelototi.”Shap.Kepala Aluna yang sedari tadi menunduk mendunga menatap Alisia. Kakak iparnya itu berdiri dengan tangan terlipat di depan perut, menatapnya dengan penuh tanya.“Tidak enak ya pudding buatan kakak?” Alisia meraih pudding buatannya yang sedari tadi didiami. Mengambil suapan pertama dan langsung menatap Aluna.“Enak kok,” bisik Alisia setelah merasakan pudding buatannya.“Ya memang enak,” timpal Aluna.“Terus kenapa kamu tatap terus dari tadi?” Alis kanan Alisia terangkat, tumben-tumben adik iparnya yang notaben seribut pasar dan seperti ulat pagi ini jadi pendiam. Tidak biasanya Aluna bersikap seperti sekarang, ya walau pun baru meni
Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabat Happy Reading *** Bugh. Bugh. Tap. “Kamu mau merusak semua sayur yang saya beli?” Daffin menahan tangan Aluna dengan tatapan tajam. “Hehe… maaf,” balas Aluna dengan cengiran tanpa ada rasa bersalah. Bugh. Memejamkan kedua mata kesal, sungguh Daffin benar-benar akan meledak jika gadis bernama Aluna dibiarkan lebih lama didekatnya. Bagaimana tidak, sehabis mereka berbelanja Aluna memaksa ikut pulang dengan mobilnya, berceloteh sepanjang jalan seperti petasan seribuan. Sekarang sampai di rumah, gadis itu dengan seenak jidatnya meletakkan kantong kresek belanjaan dengan keras keatas meja pantry. “Sudah selesai? Kalau begitu silahkan pulang,” ujar Daffin dengan nada pelan yang menyiratkan makna begitu dalam. Lebih tepatnya pria ini tengah mengusir Aluna dengan cara halus. “Kamu ngusir aku?” tanya Alana menatap Daffin, bibirnya mencebik dengan kedua tangan sengaj
Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabatHappy reading***“Pacarnya Daffin ya?” tanya wanita paruh baya yang membuat mulut Daffin diam ini menatap Aluna dengan senyum lebar.Fine! Sepertinya Daffin harus mengusir Aluna terlebih dahulu sebelum menghadapi sang mama yang sebelas dua belas suka merepotkan dirinya seperti gadis disampingnya.Tap.“Ih apasih?” Aluna langsung menepis tangan Daffin yang ingin menyeretnya keluar rumah. Tentu saja Aluna tidak mau meninggalkan kesempatan ini.“Halo tante, perkenalkan saya Aluna tetangga Daffin,” senyum yang dibuat semanis mungkin, Aluna menjulurkan tangan untuk berkenalan dengan Mama pria disampingnya.Mama Daffin tersenyum dan membalas uluran tangan Aluna, melihat penampilan Aluna semakin membuat senyum Mama melebar.“Aluna umur berapa?”Strike! Tahan Aluna untuk tidak melompat girang, huhu… sudah menuju awal baik pende
Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabat Happy Reading *** Malam sudah menampakkan wujudnya, terbukti dengan cahaya matahari yang telah hilang tergantikan dengan warna gelap dari pekatnya langit. Untung saja masih ada lampu jalan yang mau berbaik hati memberikan penerangan disunyinya komplek perumahan elit ini. Ya tapi tetap saja, walau pun sudah ada penarangan hawa dingin masih terasa. “Ya Tuhan yang benar saja kak Alisia memberikan ide.” Jika hawa dingin masih terasa, sangat berbeda dengan tubuh gadis yang saat ini berdiri di depan pintu hitam menjulang tinggi. Seolah dingin tidak ada artinya pada tubuh Aluna yang berdiri dengan tangan penuh tentengan, “Aku mana tahu cara beramah tamah dengan benar.” Aluna menghembuskan napas pelan, tidak habis pikir dengan ide Alisia yang sukses membuat dia berdiri di depan gerbang rumah Daffin. Habis sudah Aluna, menyesal penuh dia tadi sudah menceritakan kejadian di rumah Daffin pada
Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabatHappy Reading***“Oke, ini hari pertama jadi tidak boleh ricuh Aluna.”Gadis yang berdiri di depan cermin itu berulang kali memutar tubuhnya, berkaca apakah pakaiannya sudah rapi atau tidak. Sebenarnya sedikit bingung dengan Aluna, dia ini bukan mau menjadi mahasiswa baru program sarjana yang benar-benar harus memperhatikan penampilan layaknya maba-maba kebanyakan. Ayolah, dia ini mau mengejar jenjang master.“Tapi harus tetap cantik, supaya terlihat seperti mahasiswa baru.”Fine, terserah kamu saja Aluna.Tok. Tok. Tok.“Masuk!”Cklek.“Ayo turun sarapan, jangan buat kakak telat ke kantor.” Adnan muncul dengan setelan jas rapi dan wangi semerbak. Sungguh jika Adnan belum menikah mungkin ada tokoh pemeran wanita selain Alisia yang siap memperebutkan pria itu.“Penampilan aku sudah oke belum?” tanya Aluna den
Happy reading***“Saya berterima kasih kepada seluruh tamu undangan, para investor yang telah menyempatkan diri hadir pada acara 12 tahun Royal Group.” Daffin berdiri di atas podium dalam acara ulang tahun perusahaan yang dirinya dan sang Papa rintis.Selesai dengan masa jabatan sebagai duta besar, Daffin benar-benar terjun dalam dunia bisnis dan mengambil alih perusahaan atas permintaan sang Papa. Ada begitu banyak kemajuan yang terjadi selama Daffin menjabat sebagai CEO Royal Group. Satu-persatu investor mulai mendekat dan mengajak kerja sama yang membuat Royal Group melebarkan sayap kesegala bidang. Malam ini sebagai pembuktian, Daffin yang berdiri dengan Aluna dan kedua buah hatinya dihadapan begitu banyak tamu undangan memaparkan keuntungan Royal Group selama satu tahun terakhir.“Tidak etis rasanya jika saya tidak membiarkan dewan direksi sekaligus pemegang saham terbesar di Royal Group hanya diam tanpa memberikan sambutan,” ucap Daffin, menoleh menatap Aluna yang masih terseny
Happy reading***“Sayang!”Daffin melambaikan tangan saat dirinya melihat Aluna celingak-celinguk menatap seisi ballroom. Jelas teriakan Daffin yang cukup menggelegar itu membuat banyak pasang mata menatap ke arah Aluna dan Alisia yang tengah berjalan menghampiri suami masing-masing.“Halo anak Papa.” Adnan langsung membawa Haresh ke dalam gendongannya.“Ini acara apa sebenarnya?” tanya Alisia yang masih belum tahu dirinya tengah menghadiri acara apa. “Teman kamu yang mana yang mengundang? Aku kenal mereka? Atau mereka kenal aku tidak?” cecar Alisia membuat suaminya terkekeh.“Bukan acara teman aku,” jawab Adnan, melirik Daffin yang tengah merapikan rambut Aluna. “Tapi acara kita,” lanjutnya.“Ha?” Aluna menatap kakaknya. “Kita?” Jujur Aluna semakin tidak mengerti dengan maksud acara kita.Baru saja Aluna ingin membuka mulut ada sep
Happy reading***Aluna sudah kelimpungan mengurus Ara dan Haresh, belum lagi Aziel yang sedari tadi terus merengek. Pagi-pagi kepalanya sudah dibuat pecah, mana Ara susah sekali diatur sejak Haresh datang. Kedua bocah itu hobi sekali berlari-lari membuat Aluna kewalahan untuk memasangkan pakaian.“Sini biar Aziel sama kakak.” Alisia muncul dengan gaun biru dongker miliknya.Mengembuskan napas lega, Aluna menganggukkan kepala lantas berjalan keluar kamar mencari Ara yang belum dikuncir rambutnya. Pagi ini mereka membagi tugas, tapi karena Gail tiba-tiba demam membuat Alisia haru benar-benar mengurus anaknya, jadilah Haresh Aluna yang mengurus.Aluna ingin menyumpah rasanya, tadi Daffin dan Adnan meminta mereka semua berdandan dengan rapi dan akan dijemput pukul sepuluh yang artinya tiga puluh menit lagi. Tidak ada penjelasan Daffin dan Adnan pergi begitu saja, menyerahkan tugas mengurus dan menyiapkan anak-anak pada istri masing-masing.
Happy reading***Daffin menahan tawanya saat menatap Aziel berjalan dengan sempoyongan. Bayi yang baru saja menginjak umur dua tahun itu tengah berjalan menghampiri Aluna yang tengah menguncir rambut Ara. Tersenyum lucu menatap putranya yang berjalan tertatih dengan menjaga keseimbangan tubuh. Jujur saja melihat Aziel yang pantatnya masih dilapisi popok dengan langkah sempoyongan membuat perut Daffin tergelitik.“Buahahahahaha…”Tawa Daffin tidak bisa ditahan lagi saat Aziel jatuh terduduk kala kakinya gagal menjaga keseimbangan tubuh. Anak laki-laki itu yang tahu tengah ditertawai langsung menangis kencang.“Hahaha…” bukannya berhenti tertawa Daffin malah menjadi-jadi, terpingkal-pingkal dengan melihat wajah memerah Aziel dengan air mata membanjiri wajah.“Daffin!” Aluna menatap tajam suaminya.“Haha… iya-iya.” Daffin mengangkat tangan, lekas bangun dari duduknya m
Happy reading***Semuanya mengerubungi si tampan yang berada pada ranjang khusus bayi. Anak laki-laki Daffin dan Aluna telah lahir dengan berat normal dan kondisi sehat. Alisia bahkan menangis saat dirinya yang diizinkan menggendong bayi Aluna pertama kali karena Daffin masih dalam kondisi bergetar setelah menemani Aluna melahirkan.“Lihat sayang, adiknya tampan sekali,” tunjuk Lisa yang tengah menggendong Ara. “Mirip banget sama Papa,” lanjutnya dengan senyum mengembang. Kepala Lisa mendunga menatap ke arah Aluna yang tengah istirahat karena tenaganya habis terkuras. Senyum bangga Lisa berikan pada Aluna walau kakaknya itu tidak melihat, Lisa bahagia kakaknya telah melewati rasa sakit saat melahirkan.“Mirip Ara ya adik kecilnya,” girang Ara melihat adiknya yang masih memejamkan mata.“Ih mirip tante tahu, tidak ada tuh mirip Ara sama sekali.” Salina menggelengkan kepala, waktunya menggoda Ara akhir
Happy reading***Alisia menggandeng Haresh dengan langkah terburu-buru melewati lorong rumah sakit, dibelakangnya ada Adnan dengan wajah panik. Suami Alisia itu sibuk menghubungi nomor telpon Daffin sejak sampai di rumah sakit. Sialnya, Daffin justru tidak mengangkat satu pun panggilan darinya.“Anak ini kemana sebenarnya,” gerutu Adnan, sudah ada puluhan panggilan hanya untuk Daffin saja tapi tak satu pun diangkat.“Gimana? Daffin ada angkat telpon?” tanya Alisia saat mereka sudah berada di depan salah satu ruangan VVIP rumah sakit.Adnan menggelengkan kepala. “Buru-buru diangkat, operator yang jawab terus,” ujarnya dengan napas berembus kasar. “Kita masuk saja dulu,” pinta Adnan. Menarik gagang pintu dan mendorong pelan.Pertama kali yang terlihat adalah Aluna yang meringis di atas ranjang rumah sakit, disamping Aluna ada kedua orang tua Daffin yang sudah terbang dari Australia ke Canada sej
Happy reading***Daffin dan Adnan berjalan masuk ke dalam kediaman baru milik Daffin dan Aluna. Semenjak masa jabatan Daffin sebagai duta besar berakhir, dia beserta semua keluarganya pindah dari kondominium, membeli rumah yang jaraknya cukup jauh dari rumah awal mereka. Walau tidak sebesar kondominium tapi rumah yang dibeli Daffin bisa dibilang cukup besar karena memiliki fasilitas yang lengkap. Rumah yang Daffin dan keluarganya tinggali sekarang adalah hasil dari bantuan dari Adnan yang mencarikan mereka rumah.“Aku suka rumah ini,” ujar Adnan saat melihat kolam renang yang mereka lewati untuk sampai ke ruang keluarga. “Untung saja kemarin kamu mau membeli rumah ini, jika tidak aku yang ambil,” canda Adnan yang dibalas kekehan oleh Daffin.“Terima kasih yang ke seratus kali,” ucap Daffin mengingat dia dan Aluna berterima kasih berkali-kali pada Adnan yang membantu mereka mencari rumah, dan mendapat harga diskon karen
Happy reading***Tepat seperti judul untuk bab ini, jam tujuh pagi Aluna dan Alisia tengah menikmati usapan lembut angin yang menerpa kulit mereka. Jalan-jalan pagi sekitaran komplek mereka memang menyenangkan, tak lupa juga dengan Haresh dan Ara yang menemani. Agenda mereka hari ini adalah piknik di taman komplek, hanya mereka berempat karena Daffin dan Adnan tengah keluar karena ada urusan bisnis.“Kandungan kamu gimana? Sehat kan?” Alisia mengusap perut Aluna yang sudah membuncit memasuki umur delapan bulan.“Sejauh ini kata dokter aku dan si kecil sehat-sehat saja,” jawab Aluna. “Semoga saja tidak ada hal buruk terjadi sampai satu bulan kedepan,” harap Aluna.Selama masa kehamilannya Aluna benar-benar menjaga dirinya dengan baik. Dia sama sekali tidak pernah mengerjakan hal berat, pekerjaan rumah pun hanya mencuci piring saja, selebihnya Aluna serahkan pada ART. Aluna terus memikirkan hal positif agar tidak
Happy reading***Tatapan tajam Alisia membuat Adnan sudah seperti buruh upah yang bekerja tiada henti, sejak pagi buta Adnan seperti setrikaan bolak balik mengangkat barang. Ingin rasanya Adnan mengeluh pada istrinya, tapi Alisia malah acuh dan lebih fokus bermain dengan Haresh. Memang nasib melawan istri, tidak ada yang akan membela apalagi kata-kata Alisia.“Ini itu buat adik kamu.” Adnan sih langsung angkat tangan.“Ini mau ditaruh di mana sayang?” tanya Adnan saat mendorong tempat tidur bayi yang memiliki roda.Alisia menatap seluruh isi kamar yang kata Daffin menjadi kamar sementara anak Daffin dan Aluna. “Di mana ya?” bingung Alisia saat tidak menemukan space yang tepat.Adnan mengembuskan napas, setidaknya dia bisa istirahat sebentar selama istrinya berpikir. “Kamu sih, banyak banget belinya,” ucap Adnan. No! Dia tidak mengeluh karena pengeluaran sang istri yang diluar nalar demi membel