Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabat
Happy Reading
***
Bugh.
Bugh.
Tap.
“Kamu mau merusak semua sayur yang saya beli?” Daffin menahan tangan Aluna dengan tatapan tajam.
“Hehe… maaf,” balas Aluna dengan cengiran tanpa ada rasa bersalah.
Bugh.
Memejamkan kedua mata kesal, sungguh Daffin benar-benar akan meledak jika gadis bernama Aluna dibiarkan lebih lama didekatnya. Bagaimana tidak, sehabis mereka berbelanja Aluna memaksa ikut pulang dengan mobilnya, berceloteh sepanjang jalan seperti petasan seribuan. Sekarang sampai di rumah, gadis itu dengan seenak jidatnya meletakkan kantong kresek belanjaan dengan keras keatas meja pantry.
“Sudah selesai? Kalau begitu silahkan pulang,” ujar Daffin dengan nada pelan yang menyiratkan makna begitu dalam. Lebih tepatnya pria ini tengah mengusir Aluna dengan cara halus.
“Kamu ngusir aku?” tanya Alana menatap Daffin, bibirnya mencebik dengan kedua tangan sengaja dilipat di depan perut. Tolong ya Aluna, jangan sekali-kali bersikap imut di depan Daffin. Kenapa? Ya karena tidak mempan.
“Kamu masih sadar dirikan? Kalau sudah ya lakukan.”
Setelah mengatakan hal itu Daffin berlalu dari hadapan Aluna, berjalan menghampiri kulkas. Membuka pelan, meraih satu botol air dingin yang siap mendinginkan tenggorokan dan pikirannya.
“Tapi aku tidak mau pulang!”
Glek.
Glek.
Persetan dengan semua pria yang sering memamerkan roti sobeknya di pinggir pantai, gerakan pelan jakun Daffin nyatanya lebih menggoda Aluna saat ini.
“Waw!” dan jangan salahkan tangan Aluna.
Shap.
“What are you doing?!”
Dengan cepat Daffin menepis tangan Aluna yang bergerak menyentuh jakunnya. Sial! Aluna benar-benar menguji kesabarannya, siapa pun tolong tahan Daffin untuk tidak melempar Aluna keluar dari kondominium miliknya.
“Selama aku masih baik-baik, tolong keluar sekarang juga, atau-.”
“Atau apa?” potong Aluna.
Harus dengan kata apa kita mendeskripsikan sikap Aluna yang satu ini, tidak tahu malu bercampur keras kepala.
“Hah… up to you.” Memilih mengalah, Daffin benar-benar keluar dari dapurnya. Berjalan meninggalkan Aluna yang berjingkrak-jingkrak girang karena merasa menang.
“Jadi bibi, apa yang akan kita masak?” Aluna menatap kepala pelayan yang sedari tadi memperhatikan mereka dengan senyum lebar.
Doakan saja Aluna tidak akan membakar dapur Daffin, yah selama masih ada yang mengawasi jadi masih ada persentase aman, walau pun hanya tiga puluh persen.
***
Berbeda dengan Aluna yang saat ini entah melakukan apa pada dapurnya, Daffin lebih memilih berdiam diri dalam ruang kerja. Mengambil beberapa berkas penting, dan mulai fokus pada layar kompter di depannya.
Kacamata yang membingkai wajah Daffin saat ini semakin menambah kesan tampan. Sungguh, jika ada kesalahan terlahir tampan di dunia ini, maka sudah dari dulu Daffin akan masuk kedalam penjara karena sering membuat para wanita menjerit kagum. Mata tajam, hidung mancung, alis runcing, bibir tipis sexinya, pipinya yang dengan jelas memperlihatkan rahang kokoh. Oke, apakah kalian bisa membayangkan bagaimana visual Daffin? Pasti bisa dong ya.
Tap.
Meletakkan kaca mata ke atas meja, Daffin menatap datar pintu masuk ruang kerja pribadinya. Menarik nafas dalam dan menghembuskan perlahan.
“Apa yang harus aku lakukan pada gadis itu?”
Sudah lama Daffin diruang kerjanya dan mengerjakan beberapa hal, tapi kepalanya belum bisa fokus. Memikirkan apa yang Aluna lakukan di rumahnya, sungguh hal ini benar-benar membuat kepala Daffin pening.
“Berpikir Daffin, gadis itu tidak boleh ada lagi dirumah mu, dud.” Menyugar rambut kebelakang dengan tangan kanannya. Andai saja Daffin tidak tahu yang namanya kemanusiaan mungkin saat ini dia sudah menyeret kasar Aluna dan melaporkan ke pihak kepolisian atas laporan mengganggu kenyaman dirinya.
“Sejak kapan juga Adnan memiliki adik gila seperti itu?”
Hanya tidak menyangka saja kalau rekan kerja sesama duta besar yang kebetulan rumah mereka berdekatan memiliki adik tidak jelas bentukannya seperti Aluna. Sungguh Daffin tidak menyangka Adnan yang terkenal kalem dan pendiam akan memiliki adik seperti Aluna dengan sifat tidak tahu malu.
“Hah…” lagi-lagi Daffin menghembuskan napas pelan.
Dia tidak bisa berdiam diri di ruang kerjanya disaat otak tidak bisa diajak bekerja sama. Berdiri dari duduknya, Daffin melangkah menuju tangga yang ada diujung ruang kerjanya sebelah kanan dekat kaca. Satu-persatu anak tangga dinaikinya, Daffin hanya berharap setelah ini dia bisa mendapatkan ketenangan sedikit sebelum melanjutkan pekerjaan.
Cklek.
“Hai.”
“Shit.”
“Gak boleh nyumpahin orang Daffin.”
Memang hari ini sudah menjadi hari sial untuk Daffin, ya kalian bayangkan saja, niat hati ingin menuju kamar untuk beristirahat, lah sekarang malah bertemu Aluna yang tengah tengkurap di atas ranjangnya.
“Sedang apa kamu disini?”
“Bobo sianglah, masa berenang.” Ouh cantik sekali jawaban kamu Aluna.
“Hah…”
Berhembus sudah semua kesabaran Daffin, untuk pertama kalinya dia ingin membuang orang ke laut lepas. Kenapa? Karena Daffin paling tidak suka melihat orang lain masuk ke dalam kamarnya selain pelayan rumah dan asisten pribadinya, orang tuanya saja bahkan tidak berani masuk ke dalam kamarnya sebelum ada izin, lah Aluna? Memang kuntilanak.
“Kamu tahu tata krama bertamu ke rumah orang?” tanya Daffin. Kedua matanya menatap Aluna, kali ini tidak dengan tatapan tajam, Daffin tahu melawan gadis tidak jelas seperti Aluna harus menggunakan perlakuan khusus.
“Tahu,” jawab Aluna dengan anggukan pasti.
Aluna merubah posisinya dari telungkup menjadi duduk dengan kaki terlipat. Menatap Daffin dengan senyum menyengir sarat akan makna.
“Jangan salah paham ya, tadi aku kesini berniat meminjam baju terus…”
“Lepas baju itu sekarang,” perintah Daffin. Sial! Daffin baru sadar, kemeja biru langit yang digunakan Aluna adalah miliknya.
“Kamu mau aku telanjang sekarang?”
“Tidak!”
“Ya sudah pinjamkan dulu.”,
“Hah…” entah sudah berapa kali Daffin menghembuskan napas karena gadis di depannya.
Tap. Tap.
Melangkah pelan ke arah kursi malas di dekat jendelan yang langsung terhubung dengan balkon, mendudukkan diri. Daffin menatap datar ke arah Aluna yang masih nyaman pada posisinya.
“Tadi saat aku mencoba membuatkan kamu makan siang, aku…”
“Siapa yang meminta?”
“Ck! Bisa tidak sih jangan potong pembicaraan orang?!”
Daffin mengernyit dengan mimik wajah heran dan sikap Aluna. Gadis yang sudah jelas tamu tidak diundang di depannya itu malah sekarang mau mengatur dirinya? Dunia tertawa melihat kekonyolan yang Daffin dapatkan.
“Diam dan dengar aku selesai ngomong, awas saja kamu memotong, baju kamu gak aku balikin!”
Dih ancaman macam apa itu Aluna?
“Tadi baju aku ketumpahan kaldu soup makanya ke kamar kamu pinjam baju.” Oke, penjelasan Aluna sudah selesai.
Memajamkan kedua mata, Daffin seharusnya dari awal tidak perlu berbuat baik pada gadis di depannya. Ya iya, sudah diberi hati malah minta jantung sikap Aluna.
“Sudah selesai kan?” Daffin berdiri dari duduknya.
“Apa?”
“Meminjam baju saya?” melangkah pelan kearah pintu kamar.
Aluna mengangguk pasti dengan senyum lebar dan juga jempol teracung. Gadis ini memberikan tanda bahwa dia sudah selesai dengan kegiatan masuk diam-diam ke kamar Daffin dan mengambil salah satu baju pria itu. Bahkan dengan rasa percaya diri yang terlalu tinggi Aluna dengan santai berdiri dan memutar tubuhnya seolah memposisikan diri seperti sinderella.
Tap.
“Eh!”
“Kalau begitu ayo keluar dari rumah saya.” Menarik sedikit kencang tangan gadis didepannya, Daffin dengan cepat berjalan ke arah pintu kamar. Dia sudah tidak tahan melihat sikap Aluna yang terlalu membuat posisi nyamannya terganggu.
“Tidak mau!” jelas Aluna memberontak keras. Dia sudah seperti kucing yang ditarik paksa oleh majikan.
“Dan saya tidak menerima penolakan.”
Daffin menatap tajam Aluna yang sedari tadi memberontak dan berusaha untuk dilepas genggamannya. Yah… lamayan ampuh karena sekarang Aluna menciut takut dengan kepala tertunduk. Hei! Siapa yang tidak akan takut jika ditatap tajam dengan rahang yang mengeras?
Tidak ada perlawanan membuat Daffin merasa puas, mengangkat tangan dan,
Cklek!
“Halo sayang, kamu apa… oh Hei! Ini siapa?”
“Shit!”
Buruk sudah Hari Daffin. Niatnya ingin mengusir ular pengganggu malah sekarang dihadang oleh kembarannya. Bukan kembaran sih, tapi sejenisnya. Sama-sama suka membuat hidup Daffin ricuh dan tidak tenang.
“Hai cantik, nama kamu siapa?”
Ting! Ting! Ting!
Aluna yang tadi menunduk sekarang mendunga dengan kedua mata mengerjap bodoh. Menatap bingung wanita yang berdiri di depannya. Sayang? Jangan bilang Daffin sudah memiliki hubungan dengan?
“Tidak mau memperkenalkan pada Mama?”
“Oh God!” Mulut cempreng Aluna kini hanya berbisik.
Kepalanya yang tadi berpikir Daffin berpacaran dengan tante-tante karena panggilan sayang kini langsung musnah. Tergantikan dengan pikiran ingin hilang detik ini juga.
“Pacarnya Daffin ya?” tanya wanita paruh baya yang membuat mulut Daffin diam ini menatap Aluna dengan senyum lebar.
Fine! Sepertinya Daffin harus mengusir Aluna terlebih dahulu sebelum menghadapi sang mama yang sebelas dua belas suka merepotkan dirinya seperti gadis disampingnya.
.
To be continued
***
Terbit : 16/01/22
Jangan lupa follow instagra, author ya @squidturtle_
Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabatHappy reading***“Pacarnya Daffin ya?” tanya wanita paruh baya yang membuat mulut Daffin diam ini menatap Aluna dengan senyum lebar.Fine! Sepertinya Daffin harus mengusir Aluna terlebih dahulu sebelum menghadapi sang mama yang sebelas dua belas suka merepotkan dirinya seperti gadis disampingnya.Tap.“Ih apasih?” Aluna langsung menepis tangan Daffin yang ingin menyeretnya keluar rumah. Tentu saja Aluna tidak mau meninggalkan kesempatan ini.“Halo tante, perkenalkan saya Aluna tetangga Daffin,” senyum yang dibuat semanis mungkin, Aluna menjulurkan tangan untuk berkenalan dengan Mama pria disampingnya.Mama Daffin tersenyum dan membalas uluran tangan Aluna, melihat penampilan Aluna semakin membuat senyum Mama melebar.“Aluna umur berapa?”Strike! Tahan Aluna untuk tidak melompat girang, huhu… sudah menuju awal baik pende
Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabat Happy Reading *** Malam sudah menampakkan wujudnya, terbukti dengan cahaya matahari yang telah hilang tergantikan dengan warna gelap dari pekatnya langit. Untung saja masih ada lampu jalan yang mau berbaik hati memberikan penerangan disunyinya komplek perumahan elit ini. Ya tapi tetap saja, walau pun sudah ada penarangan hawa dingin masih terasa. “Ya Tuhan yang benar saja kak Alisia memberikan ide.” Jika hawa dingin masih terasa, sangat berbeda dengan tubuh gadis yang saat ini berdiri di depan pintu hitam menjulang tinggi. Seolah dingin tidak ada artinya pada tubuh Aluna yang berdiri dengan tangan penuh tentengan, “Aku mana tahu cara beramah tamah dengan benar.” Aluna menghembuskan napas pelan, tidak habis pikir dengan ide Alisia yang sukses membuat dia berdiri di depan gerbang rumah Daffin. Habis sudah Aluna, menyesal penuh dia tadi sudah menceritakan kejadian di rumah Daffin pada
Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabatHappy Reading***“Oke, ini hari pertama jadi tidak boleh ricuh Aluna.”Gadis yang berdiri di depan cermin itu berulang kali memutar tubuhnya, berkaca apakah pakaiannya sudah rapi atau tidak. Sebenarnya sedikit bingung dengan Aluna, dia ini bukan mau menjadi mahasiswa baru program sarjana yang benar-benar harus memperhatikan penampilan layaknya maba-maba kebanyakan. Ayolah, dia ini mau mengejar jenjang master.“Tapi harus tetap cantik, supaya terlihat seperti mahasiswa baru.”Fine, terserah kamu saja Aluna.Tok. Tok. Tok.“Masuk!”Cklek.“Ayo turun sarapan, jangan buat kakak telat ke kantor.” Adnan muncul dengan setelan jas rapi dan wangi semerbak. Sungguh jika Adnan belum menikah mungkin ada tokoh pemeran wanita selain Alisia yang siap memperebutkan pria itu.“Penampilan aku sudah oke belum?” tanya Aluna den
Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabat Happy Reading *** Ah, ternyata orang yang dihampiri oleh Aluna adalah Salina, perempuan tadi pagi. Bukannya mau sok kenal, tapi Aluna tidak punya pilihan lain selain menghampiri Salina. Hanya dia yang duduk sendiri, selebihnya sudah memiliki kelompok. Ah iya juga, sekedar informasi untuk kalian, universitas tempat Aluna melanjutkan kuliah sekarang sistem orientasinya tidak seperti kampus yang lain. Jika sudah jam makan siang maka mahasiswa baru diperbolehkan melakukan kegiatan apa yang mereka inginkan. “Aku sudah tahu nama kamu, maksudnya itu aku yang belum memperkenalkan diri.” “Kenalin, Aluna Grazella Xavier, kamu bisa panggil aku Aluna.” Perempuan di depan Aluna ini hanya memberikan senyum sebagai balasan yang jujur sangat membuat Aluna merasa krik-krik. Ini resikonya tidak punya teman di tempat baru. “Kamu semester berapa dijurusan designer?” Aluna tidak mau mati kutu, dia akan mencob
Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabatHappy reading***Hening.Tidak ada lagi suara, kedua manusia di dalam ini sibuk dengan kegiatan masing. Memang benar-benar sunyi, bahkan Aluna yang tidak pernah diam jika ada Daffin kini terbukti lebih memilih bungkam dengan tangan sibuk memainkan tablet. Sementara Daffin? Pria ini juga sibuk dengan urusan dua pekerjaannya. Tapi siapa sangka, Daffin yang awalnya merasa nyaman karena mulut Aluna tertutup rapat tidak mengeluarkan suara kini sedikit terganggu.Terganggu? Iya, pria ini merasa aneh karena tidak direcoki oleh pertanyaan tidak bermutu gadis disepannya. Gerakan mata sebagai bukti bahwa Daffin tidak lagi fokus pada pekerjaannya. Menatap dengan aneh Aluna yang memasang wajah datar dengan tatapan fokus pada layar putih tablet.“Jika kamu tidak ada kerjaan atau jam kuliah, sebaiknya kamu pulang.”“Kamu juga mau pulang?” tidak ada satu menit Aluna langsung menjawab.
Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabatHappy Reading***Dua puluh menit mobil melaju dalam diam, tidak ada satu percakapan pun di antara mereka berdua setelah Daffin memilih mengalah dan mengantarkan Aluna kemana gadis itu mau. Bukannya tidak ada percakapan, hanya saja saat ini Aluna sudah bergelut dengan tablet miliknya. Daffin juga bukan hanya menyetir saja, pria ini tengah menerima telpon dari sekretarisnya dan membahas masalah pekerjaan. Ya mau tidak mau mereka harus mengerjakan urusan masing-masing.Tut.Panggilan terputus saat Daffin memberikan tugas pada sang sekretaris untuk mengatur jadwal meeting dengan staff kedutaan.“Kenapa kalian tidak melakukan kerja sama saja?”Shap.Kepala Daffin langsung menoleh saat mendengar suara Aluna tiba-tiba. Mengerutkan alis karena dia tidak mengerti apa yang dimaksud oleh gadis di sampingnya.“Maksud aku, kenapa antara Canada dan Australia tidak melakukan ke
Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabatHappy reading***“WHAT?”Ini kalau butik bukan milik Alisia mungkin saja beberapa pelanggan sudah merutukinya karena teriakan keras menggema. Aluna saja yang di depannya sampai menutup telinga.“Maksud kamu Daffin tetangga kita?” tanya Alisia dengan mimik wajah penuh rasa penasaran. Kepala Aluna mengangguk membenarkan pertanyaan Alisia.“Daffin duta besar Australia itu?” Lagi kepala Aluna mengangguk.“Daffin yang membuat kamu menjadi aneh itu?”“Astaga iya kakak ku sayang, harus bertanya berapa kali baru percaya?”Aluna merolingkan mata malas, ini kakak iparnya kenapa drama banget sih. Siapa lagi coba pria bernama Daffin yang dia kenal kalau bukan Euan Daffin Adelard, tetangga mereka.“Kok aku gak tau sih dia menjadi dosen di kampus kamu?” Wajah tidak percaya Alisia masih terpasang, bahkan saking kagetn
Happy reading***Tap. Tap. Tap.“Aluna pelan-pelan kalau turun.”Pagi-pagi kediaman Adnan sudah dibuat ribut, ya siapa lagi kalau bukan Aluna dan Alisia. Si dua A yang selalu membuat gendang telinga Adnan berdengung.“Selamat pagi kakak-kakak yang paling aku sayang.”Bugh.Baru saja Adnan mau menyahut tapi sudah dihantam dari belakang oleh pelukan sang adik. Oke, agaknya Aluna sedang memiliki mood yang bagus dan Adnan sedang tidak berpikir untuk merusak suasana hati adiknya.“Kamu mau kemana pagi-pagi sudah rapi?” tanya Alisia yang melihat Aluna masih memeluk manja suaminya.“Mengumpulkan tugas,” jawab Aluna disertai senyum lebar.“Hari libur begini?” kali ini Adnan yang bertanya. Dia memperhatikan pakaian adiknya, celana jeans putih sepaha, kaus putih yang dilapisi mantel rajut bewarna peach, dan sneakers putih.“Benar sekali.”
Happy reading***“Saya berterima kasih kepada seluruh tamu undangan, para investor yang telah menyempatkan diri hadir pada acara 12 tahun Royal Group.” Daffin berdiri di atas podium dalam acara ulang tahun perusahaan yang dirinya dan sang Papa rintis.Selesai dengan masa jabatan sebagai duta besar, Daffin benar-benar terjun dalam dunia bisnis dan mengambil alih perusahaan atas permintaan sang Papa. Ada begitu banyak kemajuan yang terjadi selama Daffin menjabat sebagai CEO Royal Group. Satu-persatu investor mulai mendekat dan mengajak kerja sama yang membuat Royal Group melebarkan sayap kesegala bidang. Malam ini sebagai pembuktian, Daffin yang berdiri dengan Aluna dan kedua buah hatinya dihadapan begitu banyak tamu undangan memaparkan keuntungan Royal Group selama satu tahun terakhir.“Tidak etis rasanya jika saya tidak membiarkan dewan direksi sekaligus pemegang saham terbesar di Royal Group hanya diam tanpa memberikan sambutan,” ucap Daffin, menoleh menatap Aluna yang masih terseny
Happy reading***“Sayang!”Daffin melambaikan tangan saat dirinya melihat Aluna celingak-celinguk menatap seisi ballroom. Jelas teriakan Daffin yang cukup menggelegar itu membuat banyak pasang mata menatap ke arah Aluna dan Alisia yang tengah berjalan menghampiri suami masing-masing.“Halo anak Papa.” Adnan langsung membawa Haresh ke dalam gendongannya.“Ini acara apa sebenarnya?” tanya Alisia yang masih belum tahu dirinya tengah menghadiri acara apa. “Teman kamu yang mana yang mengundang? Aku kenal mereka? Atau mereka kenal aku tidak?” cecar Alisia membuat suaminya terkekeh.“Bukan acara teman aku,” jawab Adnan, melirik Daffin yang tengah merapikan rambut Aluna. “Tapi acara kita,” lanjutnya.“Ha?” Aluna menatap kakaknya. “Kita?” Jujur Aluna semakin tidak mengerti dengan maksud acara kita.Baru saja Aluna ingin membuka mulut ada sep
Happy reading***Aluna sudah kelimpungan mengurus Ara dan Haresh, belum lagi Aziel yang sedari tadi terus merengek. Pagi-pagi kepalanya sudah dibuat pecah, mana Ara susah sekali diatur sejak Haresh datang. Kedua bocah itu hobi sekali berlari-lari membuat Aluna kewalahan untuk memasangkan pakaian.“Sini biar Aziel sama kakak.” Alisia muncul dengan gaun biru dongker miliknya.Mengembuskan napas lega, Aluna menganggukkan kepala lantas berjalan keluar kamar mencari Ara yang belum dikuncir rambutnya. Pagi ini mereka membagi tugas, tapi karena Gail tiba-tiba demam membuat Alisia haru benar-benar mengurus anaknya, jadilah Haresh Aluna yang mengurus.Aluna ingin menyumpah rasanya, tadi Daffin dan Adnan meminta mereka semua berdandan dengan rapi dan akan dijemput pukul sepuluh yang artinya tiga puluh menit lagi. Tidak ada penjelasan Daffin dan Adnan pergi begitu saja, menyerahkan tugas mengurus dan menyiapkan anak-anak pada istri masing-masing.
Happy reading***Daffin menahan tawanya saat menatap Aziel berjalan dengan sempoyongan. Bayi yang baru saja menginjak umur dua tahun itu tengah berjalan menghampiri Aluna yang tengah menguncir rambut Ara. Tersenyum lucu menatap putranya yang berjalan tertatih dengan menjaga keseimbangan tubuh. Jujur saja melihat Aziel yang pantatnya masih dilapisi popok dengan langkah sempoyongan membuat perut Daffin tergelitik.“Buahahahahaha…”Tawa Daffin tidak bisa ditahan lagi saat Aziel jatuh terduduk kala kakinya gagal menjaga keseimbangan tubuh. Anak laki-laki itu yang tahu tengah ditertawai langsung menangis kencang.“Hahaha…” bukannya berhenti tertawa Daffin malah menjadi-jadi, terpingkal-pingkal dengan melihat wajah memerah Aziel dengan air mata membanjiri wajah.“Daffin!” Aluna menatap tajam suaminya.“Haha… iya-iya.” Daffin mengangkat tangan, lekas bangun dari duduknya m
Happy reading***Semuanya mengerubungi si tampan yang berada pada ranjang khusus bayi. Anak laki-laki Daffin dan Aluna telah lahir dengan berat normal dan kondisi sehat. Alisia bahkan menangis saat dirinya yang diizinkan menggendong bayi Aluna pertama kali karena Daffin masih dalam kondisi bergetar setelah menemani Aluna melahirkan.“Lihat sayang, adiknya tampan sekali,” tunjuk Lisa yang tengah menggendong Ara. “Mirip banget sama Papa,” lanjutnya dengan senyum mengembang. Kepala Lisa mendunga menatap ke arah Aluna yang tengah istirahat karena tenaganya habis terkuras. Senyum bangga Lisa berikan pada Aluna walau kakaknya itu tidak melihat, Lisa bahagia kakaknya telah melewati rasa sakit saat melahirkan.“Mirip Ara ya adik kecilnya,” girang Ara melihat adiknya yang masih memejamkan mata.“Ih mirip tante tahu, tidak ada tuh mirip Ara sama sekali.” Salina menggelengkan kepala, waktunya menggoda Ara akhir
Happy reading***Alisia menggandeng Haresh dengan langkah terburu-buru melewati lorong rumah sakit, dibelakangnya ada Adnan dengan wajah panik. Suami Alisia itu sibuk menghubungi nomor telpon Daffin sejak sampai di rumah sakit. Sialnya, Daffin justru tidak mengangkat satu pun panggilan darinya.“Anak ini kemana sebenarnya,” gerutu Adnan, sudah ada puluhan panggilan hanya untuk Daffin saja tapi tak satu pun diangkat.“Gimana? Daffin ada angkat telpon?” tanya Alisia saat mereka sudah berada di depan salah satu ruangan VVIP rumah sakit.Adnan menggelengkan kepala. “Buru-buru diangkat, operator yang jawab terus,” ujarnya dengan napas berembus kasar. “Kita masuk saja dulu,” pinta Adnan. Menarik gagang pintu dan mendorong pelan.Pertama kali yang terlihat adalah Aluna yang meringis di atas ranjang rumah sakit, disamping Aluna ada kedua orang tua Daffin yang sudah terbang dari Australia ke Canada sej
Happy reading***Daffin dan Adnan berjalan masuk ke dalam kediaman baru milik Daffin dan Aluna. Semenjak masa jabatan Daffin sebagai duta besar berakhir, dia beserta semua keluarganya pindah dari kondominium, membeli rumah yang jaraknya cukup jauh dari rumah awal mereka. Walau tidak sebesar kondominium tapi rumah yang dibeli Daffin bisa dibilang cukup besar karena memiliki fasilitas yang lengkap. Rumah yang Daffin dan keluarganya tinggali sekarang adalah hasil dari bantuan dari Adnan yang mencarikan mereka rumah.“Aku suka rumah ini,” ujar Adnan saat melihat kolam renang yang mereka lewati untuk sampai ke ruang keluarga. “Untung saja kemarin kamu mau membeli rumah ini, jika tidak aku yang ambil,” canda Adnan yang dibalas kekehan oleh Daffin.“Terima kasih yang ke seratus kali,” ucap Daffin mengingat dia dan Aluna berterima kasih berkali-kali pada Adnan yang membantu mereka mencari rumah, dan mendapat harga diskon karen
Happy reading***Tepat seperti judul untuk bab ini, jam tujuh pagi Aluna dan Alisia tengah menikmati usapan lembut angin yang menerpa kulit mereka. Jalan-jalan pagi sekitaran komplek mereka memang menyenangkan, tak lupa juga dengan Haresh dan Ara yang menemani. Agenda mereka hari ini adalah piknik di taman komplek, hanya mereka berempat karena Daffin dan Adnan tengah keluar karena ada urusan bisnis.“Kandungan kamu gimana? Sehat kan?” Alisia mengusap perut Aluna yang sudah membuncit memasuki umur delapan bulan.“Sejauh ini kata dokter aku dan si kecil sehat-sehat saja,” jawab Aluna. “Semoga saja tidak ada hal buruk terjadi sampai satu bulan kedepan,” harap Aluna.Selama masa kehamilannya Aluna benar-benar menjaga dirinya dengan baik. Dia sama sekali tidak pernah mengerjakan hal berat, pekerjaan rumah pun hanya mencuci piring saja, selebihnya Aluna serahkan pada ART. Aluna terus memikirkan hal positif agar tidak
Happy reading***Tatapan tajam Alisia membuat Adnan sudah seperti buruh upah yang bekerja tiada henti, sejak pagi buta Adnan seperti setrikaan bolak balik mengangkat barang. Ingin rasanya Adnan mengeluh pada istrinya, tapi Alisia malah acuh dan lebih fokus bermain dengan Haresh. Memang nasib melawan istri, tidak ada yang akan membela apalagi kata-kata Alisia.“Ini itu buat adik kamu.” Adnan sih langsung angkat tangan.“Ini mau ditaruh di mana sayang?” tanya Adnan saat mendorong tempat tidur bayi yang memiliki roda.Alisia menatap seluruh isi kamar yang kata Daffin menjadi kamar sementara anak Daffin dan Aluna. “Di mana ya?” bingung Alisia saat tidak menemukan space yang tepat.Adnan mengembuskan napas, setidaknya dia bisa istirahat sebentar selama istrinya berpikir. “Kamu sih, banyak banget belinya,” ucap Adnan. No! Dia tidak mengeluh karena pengeluaran sang istri yang diluar nalar demi membel