Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabat
Happy Reading
***
Dua puluh menit mobil melaju dalam diam, tidak ada satu percakapan pun di antara mereka berdua setelah Daffin memilih mengalah dan mengantarkan Aluna kemana gadis itu mau. Bukannya tidak ada percakapan, hanya saja saat ini Aluna sudah bergelut dengan tablet miliknya. Daffin juga bukan hanya menyetir saja, pria ini tengah menerima telpon dari sekretarisnya dan membahas masalah pekerjaan. Ya mau tidak mau mereka harus mengerjakan urusan masing-masing.
Tut.
Panggilan terputus saat Daffin memberikan tugas pada sang sekretaris untuk mengatur jadwal meeting dengan staff kedutaan.
“Kenapa kalian tidak melakukan kerja sama saja?”
Shap.
Kepala Daffin langsung menoleh saat mendengar suara Aluna tiba-tiba. Mengerutkan alis karena dia tidak mengerti apa yang dimaksud oleh gadis di sampingnya.
“Maksud aku, kenapa antara Canada dan Australia tidak melakukan ke
Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabatHappy reading***“WHAT?”Ini kalau butik bukan milik Alisia mungkin saja beberapa pelanggan sudah merutukinya karena teriakan keras menggema. Aluna saja yang di depannya sampai menutup telinga.“Maksud kamu Daffin tetangga kita?” tanya Alisia dengan mimik wajah penuh rasa penasaran. Kepala Aluna mengangguk membenarkan pertanyaan Alisia.“Daffin duta besar Australia itu?” Lagi kepala Aluna mengangguk.“Daffin yang membuat kamu menjadi aneh itu?”“Astaga iya kakak ku sayang, harus bertanya berapa kali baru percaya?”Aluna merolingkan mata malas, ini kakak iparnya kenapa drama banget sih. Siapa lagi coba pria bernama Daffin yang dia kenal kalau bukan Euan Daffin Adelard, tetangga mereka.“Kok aku gak tau sih dia menjadi dosen di kampus kamu?” Wajah tidak percaya Alisia masih terpasang, bahkan saking kagetn
Happy reading***Tap. Tap. Tap.“Aluna pelan-pelan kalau turun.”Pagi-pagi kediaman Adnan sudah dibuat ribut, ya siapa lagi kalau bukan Aluna dan Alisia. Si dua A yang selalu membuat gendang telinga Adnan berdengung.“Selamat pagi kakak-kakak yang paling aku sayang.”Bugh.Baru saja Adnan mau menyahut tapi sudah dihantam dari belakang oleh pelukan sang adik. Oke, agaknya Aluna sedang memiliki mood yang bagus dan Adnan sedang tidak berpikir untuk merusak suasana hati adiknya.“Kamu mau kemana pagi-pagi sudah rapi?” tanya Alisia yang melihat Aluna masih memeluk manja suaminya.“Mengumpulkan tugas,” jawab Aluna disertai senyum lebar.“Hari libur begini?” kali ini Adnan yang bertanya. Dia memperhatikan pakaian adiknya, celana jeans putih sepaha, kaus putih yang dilapisi mantel rajut bewarna peach, dan sneakers putih.“Benar sekali.”
Ting!Pintu lift terbuka dan menampilkan situasi lantai paling atas, sepi. Tapi itu tidak membuat Aluna merasa horror, dia justru tersenyum senang karena matanya langsung bisa membaca di mana letak ruangan Daffin. Tanpa berlama-lama dia langsung berlari mengampiri pintu didekat kaca besar pada ujung ruangan. Mengabaikan meja sekretaris yang juga kosong, Aluna dengan pelan mendorong pintu yang untungnya tidak terkunci.“Hai!” sapa Aluna. Tidak sia-sia usaha Aluna untuk datang ke kantor Daffin dengan alasan mengumpulkan tugas. Orang yang ingin dihampiri sekarang tengah duduk dengan beberapa kertas ditangan.Haha… iyasih mengumpulkan tugas, tapi berkedok modus bertemu si dosen. Itu tujuan utama Aluna.“Dibalas kek kalau disapa.”Berjalan mendekati meja kerja Daffin, menatap pria yang sekarang juga menatap dirinya tapi dengan tatapan tajam. Ya Aluna juga pantas ditatap seperti itu karena dia seenaknya masuk keruangan oran
Happy reading***Sudah lebih dari lima menit Aluna berdiam diri dalam kamar mandi, gadis ini tidak melakukan apa-apa kecuali memandangi cermin. Memperhatikan penampilannya yang dikomen oleh sang kakak sebagai style gadis muda pergi berlibur. Aluna merasa penampilannya saat ini tidak ada yang salah, masih normal-normal saja untuk gadis di Canada.“Terus apa yang salah?” bisik Aluna bertanya pada cermin.Ada apasih Aluna? Kamu ke toilet begitu lama karena ingin berkaca? Oh God, sudah cantik jadi apa yang perlu dilihat.“Hais… mata perempuan itu memang mau dicolok.” Sudah jelas jawabannya jika Aluna ke kamar mandi karena ditatap aneh oleh sekretaris Daffin.“Sudahlah, yang penting aku merasa cantik.”Tidak mau berpikiran aneh-aneh lagi, Aluna merapikan lagi pakaiannya yang tidak berantakan sama sekali. Mengembangkan senyum lantas memutar tubuh, berjalan keluar dari kamar mandi. Hanya untuk berk
Happy Reading***“Bodoh!” satu kalimat keluar dari bibir Daffin saat kedua matanya terbuka dan mendapati dirinya dan Aluna tidak memakai pakaian apa pun.Kepalanya dengan keras mengingat kejadian apa yang telah mereka lalui beberapa jam lalu. Ingin rasanya Daffin memukul semua benda di dekatnya saat mengingat apa yang sudah mereka lakukan. Tangannya terangkat keatas menyugar rambut kebelakang saat matanya melihat tubuh Aluna menggeliat pelan.“Shit! Apa yang sudah aku perbuat?!” Daffin mau mampus mengingat bagaimana gilanya dia mencumbu Aluna dan sekarang dia terbangun dengan kondisi masih di atas ranjang yang sama tanpa sehelai kain pun.“Hah…” membuang napas kasar, Daffin dengan semua pikirannya ingin segera melenyapkan diri. Meniduri seorang gadis? Ah tidak, yang masih lelap tidur disampingnya sudah bukan gadis lagi melainkan wanita. Mampus sudah nyawa Daffin ditangan Mamanya jika ditahu bercinta denga
Happy Reading***“Kalau orang bertanya itu dijawab Daffin bukan malah kamu suruh diam,” tekan Aluna. Mengambil posisi duduk dihadapan Daffin, sekarang mereka tengah bertatapan dengan kabut yang berbeda.Aluna terlihat biasa saja, sementara Daffin merasa begitu aneh dengan posisi mereka. Ayolah jelas Daffin merasa aneh, dia baru saja meniduri Aluna kemarin sore. Tidak mungkin kan dia akan terlihat biasa saja.“Lihat aku gitu banget, kenapa? Ada yang aneh?”Jangan kalian kira Aluna tidak tahu ada apa dengan Daffin, yang mengalami itu mereka tapi ya sekedar basa-basi agar bukan suara jangkrik yang memenuhi mereka.“Kamu tidak datang untuk marah-marah dan merusak kantor saya kan?” Haha… jika kalian menjadi Aluna mungkin kalian akan tertawa karena melihat mimik lucu Daffin. Pria yang biasanya berwibawa itu kini menatap parno wanita di depannya.“Ck! Jadi kamu kira aku kesini untuk mengacau?
Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabat Happy reading *** Harus kita mulai dengan apa bab ini? Bingung, sangat bingung sama seperti Aluna yang saat ini duduk dengan kepala menunduk menatap ubin putih di depannya. Wanita ini tidak tahu harus memposisikan dirinya di mana? Dia seperti orang asing di rumah sakit tempatnya berada. Ya kalian tahu kalau di bab sebelumnya Mama Daffin pingsan bukan, sekarang Aluna tengah duduk di depan kamar rawat inap Mama Daffin. Masuk? Jangan gila, Aluna tidak punya keberanian untuk itu. “Mana berani aku masuk, aura Papanya saja sudah mengintimidasi,” bisik Aluna pada ubin putih di depannya. Tadi saat melihat pria tua yang ternyata Papa Daffin membuat Aluna bergidik ngeri. Aluna jadi tahu dari mana sifat dingin dan tidak bersahabat Daffin berasal. “Hah…” Menghela napas lelah, Aluna pusing dengan semua yang terjadi padanya. Semuanya begitu singkat, sesingkat kedatangannya ke Canada. Dia datang ke Canada
Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabatHappy reading***“Aku membebaskanmu bersama pria lain.”Tersenyum mengejek, benarkan tebakan Aluna, memang ada yang tidak beres dengan tawaran menikah Daffin. Menatap remeh Daffin yang masih menatapnya. Kalau tempat mereka bicara bukan rumah sakit, mungkin Aluna sudah mengeluarkan teriakan nama binatang pada Daffin.“Kamu tahu, sikap kamu terlalu bajingan Mister Adelard,” ucap Aluna dengan penekanan dikata bajingan.“Semua sifat saya akan kamu ketahui setelah kita menikah nanti, seberapa bajingan pria di depan kamu sekarang,” balas Daffin dan langsung ditanggapi anggukan kepala oleh Aluna.Kita sudah tahu bukan kalau dari awal cerita ini dimulai seorang Aluna Grazella Xavier adalah gadis gila, jadi tidak heran jika saat ini Aluna malah tersenyum dengan tawaran menikah Daffin.“Aku terima lamaran luar biasa kamu,” berbisik pelan, Aluna mende
Happy reading***“Saya berterima kasih kepada seluruh tamu undangan, para investor yang telah menyempatkan diri hadir pada acara 12 tahun Royal Group.” Daffin berdiri di atas podium dalam acara ulang tahun perusahaan yang dirinya dan sang Papa rintis.Selesai dengan masa jabatan sebagai duta besar, Daffin benar-benar terjun dalam dunia bisnis dan mengambil alih perusahaan atas permintaan sang Papa. Ada begitu banyak kemajuan yang terjadi selama Daffin menjabat sebagai CEO Royal Group. Satu-persatu investor mulai mendekat dan mengajak kerja sama yang membuat Royal Group melebarkan sayap kesegala bidang. Malam ini sebagai pembuktian, Daffin yang berdiri dengan Aluna dan kedua buah hatinya dihadapan begitu banyak tamu undangan memaparkan keuntungan Royal Group selama satu tahun terakhir.“Tidak etis rasanya jika saya tidak membiarkan dewan direksi sekaligus pemegang saham terbesar di Royal Group hanya diam tanpa memberikan sambutan,” ucap Daffin, menoleh menatap Aluna yang masih terseny
Happy reading***“Sayang!”Daffin melambaikan tangan saat dirinya melihat Aluna celingak-celinguk menatap seisi ballroom. Jelas teriakan Daffin yang cukup menggelegar itu membuat banyak pasang mata menatap ke arah Aluna dan Alisia yang tengah berjalan menghampiri suami masing-masing.“Halo anak Papa.” Adnan langsung membawa Haresh ke dalam gendongannya.“Ini acara apa sebenarnya?” tanya Alisia yang masih belum tahu dirinya tengah menghadiri acara apa. “Teman kamu yang mana yang mengundang? Aku kenal mereka? Atau mereka kenal aku tidak?” cecar Alisia membuat suaminya terkekeh.“Bukan acara teman aku,” jawab Adnan, melirik Daffin yang tengah merapikan rambut Aluna. “Tapi acara kita,” lanjutnya.“Ha?” Aluna menatap kakaknya. “Kita?” Jujur Aluna semakin tidak mengerti dengan maksud acara kita.Baru saja Aluna ingin membuka mulut ada sep
Happy reading***Aluna sudah kelimpungan mengurus Ara dan Haresh, belum lagi Aziel yang sedari tadi terus merengek. Pagi-pagi kepalanya sudah dibuat pecah, mana Ara susah sekali diatur sejak Haresh datang. Kedua bocah itu hobi sekali berlari-lari membuat Aluna kewalahan untuk memasangkan pakaian.“Sini biar Aziel sama kakak.” Alisia muncul dengan gaun biru dongker miliknya.Mengembuskan napas lega, Aluna menganggukkan kepala lantas berjalan keluar kamar mencari Ara yang belum dikuncir rambutnya. Pagi ini mereka membagi tugas, tapi karena Gail tiba-tiba demam membuat Alisia haru benar-benar mengurus anaknya, jadilah Haresh Aluna yang mengurus.Aluna ingin menyumpah rasanya, tadi Daffin dan Adnan meminta mereka semua berdandan dengan rapi dan akan dijemput pukul sepuluh yang artinya tiga puluh menit lagi. Tidak ada penjelasan Daffin dan Adnan pergi begitu saja, menyerahkan tugas mengurus dan menyiapkan anak-anak pada istri masing-masing.
Happy reading***Daffin menahan tawanya saat menatap Aziel berjalan dengan sempoyongan. Bayi yang baru saja menginjak umur dua tahun itu tengah berjalan menghampiri Aluna yang tengah menguncir rambut Ara. Tersenyum lucu menatap putranya yang berjalan tertatih dengan menjaga keseimbangan tubuh. Jujur saja melihat Aziel yang pantatnya masih dilapisi popok dengan langkah sempoyongan membuat perut Daffin tergelitik.“Buahahahahaha…”Tawa Daffin tidak bisa ditahan lagi saat Aziel jatuh terduduk kala kakinya gagal menjaga keseimbangan tubuh. Anak laki-laki itu yang tahu tengah ditertawai langsung menangis kencang.“Hahaha…” bukannya berhenti tertawa Daffin malah menjadi-jadi, terpingkal-pingkal dengan melihat wajah memerah Aziel dengan air mata membanjiri wajah.“Daffin!” Aluna menatap tajam suaminya.“Haha… iya-iya.” Daffin mengangkat tangan, lekas bangun dari duduknya m
Happy reading***Semuanya mengerubungi si tampan yang berada pada ranjang khusus bayi. Anak laki-laki Daffin dan Aluna telah lahir dengan berat normal dan kondisi sehat. Alisia bahkan menangis saat dirinya yang diizinkan menggendong bayi Aluna pertama kali karena Daffin masih dalam kondisi bergetar setelah menemani Aluna melahirkan.“Lihat sayang, adiknya tampan sekali,” tunjuk Lisa yang tengah menggendong Ara. “Mirip banget sama Papa,” lanjutnya dengan senyum mengembang. Kepala Lisa mendunga menatap ke arah Aluna yang tengah istirahat karena tenaganya habis terkuras. Senyum bangga Lisa berikan pada Aluna walau kakaknya itu tidak melihat, Lisa bahagia kakaknya telah melewati rasa sakit saat melahirkan.“Mirip Ara ya adik kecilnya,” girang Ara melihat adiknya yang masih memejamkan mata.“Ih mirip tante tahu, tidak ada tuh mirip Ara sama sekali.” Salina menggelengkan kepala, waktunya menggoda Ara akhir
Happy reading***Alisia menggandeng Haresh dengan langkah terburu-buru melewati lorong rumah sakit, dibelakangnya ada Adnan dengan wajah panik. Suami Alisia itu sibuk menghubungi nomor telpon Daffin sejak sampai di rumah sakit. Sialnya, Daffin justru tidak mengangkat satu pun panggilan darinya.“Anak ini kemana sebenarnya,” gerutu Adnan, sudah ada puluhan panggilan hanya untuk Daffin saja tapi tak satu pun diangkat.“Gimana? Daffin ada angkat telpon?” tanya Alisia saat mereka sudah berada di depan salah satu ruangan VVIP rumah sakit.Adnan menggelengkan kepala. “Buru-buru diangkat, operator yang jawab terus,” ujarnya dengan napas berembus kasar. “Kita masuk saja dulu,” pinta Adnan. Menarik gagang pintu dan mendorong pelan.Pertama kali yang terlihat adalah Aluna yang meringis di atas ranjang rumah sakit, disamping Aluna ada kedua orang tua Daffin yang sudah terbang dari Australia ke Canada sej
Happy reading***Daffin dan Adnan berjalan masuk ke dalam kediaman baru milik Daffin dan Aluna. Semenjak masa jabatan Daffin sebagai duta besar berakhir, dia beserta semua keluarganya pindah dari kondominium, membeli rumah yang jaraknya cukup jauh dari rumah awal mereka. Walau tidak sebesar kondominium tapi rumah yang dibeli Daffin bisa dibilang cukup besar karena memiliki fasilitas yang lengkap. Rumah yang Daffin dan keluarganya tinggali sekarang adalah hasil dari bantuan dari Adnan yang mencarikan mereka rumah.“Aku suka rumah ini,” ujar Adnan saat melihat kolam renang yang mereka lewati untuk sampai ke ruang keluarga. “Untung saja kemarin kamu mau membeli rumah ini, jika tidak aku yang ambil,” canda Adnan yang dibalas kekehan oleh Daffin.“Terima kasih yang ke seratus kali,” ucap Daffin mengingat dia dan Aluna berterima kasih berkali-kali pada Adnan yang membantu mereka mencari rumah, dan mendapat harga diskon karen
Happy reading***Tepat seperti judul untuk bab ini, jam tujuh pagi Aluna dan Alisia tengah menikmati usapan lembut angin yang menerpa kulit mereka. Jalan-jalan pagi sekitaran komplek mereka memang menyenangkan, tak lupa juga dengan Haresh dan Ara yang menemani. Agenda mereka hari ini adalah piknik di taman komplek, hanya mereka berempat karena Daffin dan Adnan tengah keluar karena ada urusan bisnis.“Kandungan kamu gimana? Sehat kan?” Alisia mengusap perut Aluna yang sudah membuncit memasuki umur delapan bulan.“Sejauh ini kata dokter aku dan si kecil sehat-sehat saja,” jawab Aluna. “Semoga saja tidak ada hal buruk terjadi sampai satu bulan kedepan,” harap Aluna.Selama masa kehamilannya Aluna benar-benar menjaga dirinya dengan baik. Dia sama sekali tidak pernah mengerjakan hal berat, pekerjaan rumah pun hanya mencuci piring saja, selebihnya Aluna serahkan pada ART. Aluna terus memikirkan hal positif agar tidak
Happy reading***Tatapan tajam Alisia membuat Adnan sudah seperti buruh upah yang bekerja tiada henti, sejak pagi buta Adnan seperti setrikaan bolak balik mengangkat barang. Ingin rasanya Adnan mengeluh pada istrinya, tapi Alisia malah acuh dan lebih fokus bermain dengan Haresh. Memang nasib melawan istri, tidak ada yang akan membela apalagi kata-kata Alisia.“Ini itu buat adik kamu.” Adnan sih langsung angkat tangan.“Ini mau ditaruh di mana sayang?” tanya Adnan saat mendorong tempat tidur bayi yang memiliki roda.Alisia menatap seluruh isi kamar yang kata Daffin menjadi kamar sementara anak Daffin dan Aluna. “Di mana ya?” bingung Alisia saat tidak menemukan space yang tepat.Adnan mengembuskan napas, setidaknya dia bisa istirahat sebentar selama istrinya berpikir. “Kamu sih, banyak banget belinya,” ucap Adnan. No! Dia tidak mengeluh karena pengeluaran sang istri yang diluar nalar demi membel