Lucinta tersenyum licik sambil menghitung dengan jari, "Mengganggu ketertiban, penganiayaan dengan sengaja, kamu sulit lolos, apalagi ... kami akan melakukan penyelidikan lebih mendalam, seperti hubunganmu dengan Keluarga Bonardi, apa kamu terlibat dalam beberapa tindakan ilegal ....""Hentikan!" Doni mengibaskan tangan, "Apa ini cuma cara kalian paksa aku untuk selamatkan Jaino itu? Bawa dia ke sini, biar aku obati."Lucinta tersenyum tipis, "Bagus kalau begitu. Kalau kamu bisa membuatnya sadar, aku juga bisa bantu kamu bicara di hadapan bos kami.""Kalau mereka semua sudah sembuh, aku bisa pergi, 'kan?""Bisa, nanti tinggal tunggu istrimu datang jemput."Doni melotot, "Apa? Masih harus dijemput?"Lucinta mengangguk, "Ya, itu prosedur standar.""Orang lain bisa nggak?" Doni mengeluh dalam hati, masa harus minta Helen menjemputnya? Memalukan banget!"Ya ... bukan nggak mungkin, tapi kami sudah hubungi istrimu.""Ya sudah, nggak apa-apa." Doni merasa kesal sambil melirik Lucinta yang te
Meisy menghela napas, "Melisa, lawan kita ini sangat kuat!""Apa yang perlu ditakuti? Kita berdua lawan satu! Nggak percaya kalau nggak bisa kalahkan dia!"Meisy menggelengkan kepala, "Ini bukan soal jumlah orang, tapi wanita ini punya pesona yang terlalu menarik buat laki-laki.""Huh!" Melisa berkata dengan tidak puas, "Gayanya dingin, apa menariknya?""Justru karena pria suka yang dingin-dingin begitu." Meisy menjelaskan dengan nada serius, "yang tak terjangkau itulah yang terbaik. Makin dingin dia, makin mau pria untuk hangatkan dia. Laki-laki ... memang gitu deh.""Kalau begitu ... gimana? Apa aku juga harus berlagak jadi wanita dingin? Menjauhkan diri dari orang?"Memandang Melisa yang mengenakan rambut dikepang, kaus kaki jaring, dan sepatu bot kecil, Meisy diam-diam menilainya. "Pertama, kamu nggak mampu bersikap dingin seperti itu! Kedua, kalau kamu bersikap jauh pada Kak Doni, kamu benar-benar jadi jauh dari dia," ujarnya."Kalau gitu gimana? Apa aku nggak ada harapan?"Meisy
Melihat Helen yang serius, Doni tak bisa menahan tawa, "Istriku, ini sudah seperti prosedur interogasi standar untuk suami ya."Helen meliriknya tajam tanpa berkata apa-apa, menatapnya dengan wajah dingin.Doni terkekeh, lalu tanpa menyembunyikan apa pun, dia menjelaskan bahwa Melisa memintanya untuk mengobati seseorang, kemudian mengajaknya minum sebagai ungkapan terima kasih.Namun, demi menjaga perasaan Helen, dia tidak menyebutkan bahwa orang itu adalah Kelvin. Dia hanya mengatakan bahwa orang tersebut adalah tangan kanan Melisa yang terluka parah saat perkelahian.Helen mendengarnya dengan tidak senang dan mendengus."Lihat saja siapa yang kamu temani? Melisa itu, cuma ketua geng!""Doni, kamu bisa nggak sih, pikir panjang sebelum bertindak?""Kamu itu suamiku yang sah, kalau kamu bikin malu, Keluarga Kusmoyo juga kena malu!"Doni mengangguk, "Benar, benar, sayang. Aku akan lebih hati-hati, benar-benar hati-hati! Ayo kita bicarakan lebih lanjut di rumah, ya!"Helen diam-diam mengh
Yudian mengambil botol kecil itu, menciumnya, lalu memeriksa nadi Mardi. Sambil tersenyum mengejek, dia berkata, "Tubuhmu sangat kekurangan tenaga, kemarahan menyelimuti hati, dan terkena masuk angin. Hmm ... sepertinya kalian punya masalah besar di Kota Timung."Mardi dengan wajah pucat membuka mulutnya, "Tuan Yudian, aku ...."Yudian mengibaskan tangannya, "Bicaralah nanti kalau sudah sembuh."Kemudian, dia menuliskan resep obat, menyerahkannya kepada Kindo, memberikan beberapa petunjuk, lalu pergi.Di Keluarga Winta, Yudian sering muncul dengan misterius. Kindo sudah terbiasa dengan kemisteriusan Yudian, sehingga tidak banyak bertanya. Dia segera merebus obat herbal dan memberikan kepada Mardi.Harus diakui, Yudian memang cukup ahli. Begitu obatnya diminum, Mardi langsung merasa lebih nyaman, berkeringat, dan segera tertidur pulas....Yudian baru datang lagi pada hari ketiga.Kondisi Mardi sudah membaik. Meski tubuhnya masih agak lemas, dia sudah tak punya masalah serius lagi.Di h
Mardi sama sekali tidak tahu bahwa lahan yang ingin dia dapatkan itu sebenarnya sudah berada di tangan Doni. Jika dia tahu, pasti dia akan memanggil kembali Yudian dan memohon agar Doni dibunuh.Namun, dia tidak tahu bahwa Yudian memang sangat sulit untuk bergerak bebas di Kota Timung. Karena begitu keberadaannya terdeteksi, orang-orang dari Istana Senorim tidak akan membiarkannya lolos.Pada saat yang sama, kabar tentang kedatangan Yudian di Kota Timung sudah sampai ke telinga Doni.Hari itu, Doni menerima telepon dari Irene, yang memintanya untuk datang ke Vila Genting untuk membahas sesuatu.Telepon ini membuat Doni merasa heran.Dirinya tahu bahwa demi Petrus, Irene sudah sepenuhnya berhenti mengurus urusan Istana Senorim. Panggilan mendadak ini berarti pasti ada sesuatu yang sangat penting.Hal itu adalah tentang munculnya Yudian di Kota Timung.Yudian dulunya adalah salah satu jenderal besar di Istana Senorim. Setelah perpecahan di Istana Senorim, Yudian memimpin bawahannya untuk
"Terima kasih! Ayo kita naik dan cari dia!"Johan sudah menyogok seorang pelayan dan mendapatkan kunci kamar 1604.Doni mengatur agar orang-orang lainnya naik menggunakan empat lift yang berbeda, sementara dia sendiri memilih naik tangga.Dengan pengaturan seperti ini, semua kemungkinan jalur pelarian Yudian terhalang.Beni dan yang lainnya tidak bisa menahan kekaguman mereka. Meskipun Tuan Muda Doni masih muda, caranya bekerja sangat teliti. mengikuti pemimpin seperti dia, kebangkitan Istana Senorim tampaknya ada harapan!Sesampainya di depan kamar 1604, Johan membuka pintu, Melvin melangkah maju dengan cepat, menendang pintu sampai terbuka, dan bergegas masuk.Mereka masuk satu per satu. Begitu melihat keadaan di dalam, semua terkejut.Ruangan itu sunyi, tampaknya kosong."Ada apa ini?" Melvin yang tidak puas, menendang pintu toilet dan memeriksa, lalu membuka lemari satu per satu, tetapi tetap tidak menemukan siapa pun."Sudahlah, jangan cari lagi ...." Doni mendekat ke jendela yang
Belum sempat Susi dan Susan memberi respons, Doni langsung mendorong mereka berdua, lalu mengambil kotak musik itu dan dengan cepat melemparkannya keluar jendela.Kotak musik itu terbang seperti anak panah yang terlepas dari busurnya, meluncur jauh ke depan, dan dalam sekejap sudah terbang puluhan meter.Bum!Terdengar kilatan cahaya di udara, kotak musik itu meledak.Mendengar suara ledakan itu, Beni dan yang lainnya tidak bisa menahan rasa takut. Jika Doni tidak bereaksi cepat, kotak musik itu meledak di dalam ruangan, mereka pasti akan terluka parah, bahkan bisa mati.Susi dan Susan hampir menangis ketakutan. Kalau bukan karena mereka yang ceroboh dan asal mengutak-atik barang, kejadian seperti ini tidak akan terjadi."Kalian berdua! Benar-benar ...." Beni menatap wajah kedua gadis yang terlihat sangat menyedihkan. Dengan air mata menggenangi matanya, mereka tidak tahu, apa yang harus dikatakan.Doni mengibaskan tangannya, "Nggak apa-apa, mereka masih muda! Pelan-pelan belajar, bawa
"Aku bilang, Kakak, telingaku ini lama-lama akan kamu cabut."Irene menatap tajam padanya, "Kamu ini benar-benar anak nakal yang nggak tahu malu!""Eh eh, kalau ada yang mau dibicarakan, jangan langsung marah-marah ya?""Marah padamu?" Irene menggulung lengannya, alisnya terangkat tajam, "Aku malah ingin pukul kamu!"Doni buru-buru meringkuk, "Seorang pria bijaksana nggak gunakan kekerasan ... eh, maksudku, seorang wanita cantik cuma gunakan kata-kata, nggak boleh menggunakan kekerasan! Perhatikan citramu! Citra!"Irene mengulurkan tangannya, dengan tepat menarik telinga Doni."Aku bukan wanita cantik, sekarang aku adalah wanita galak!""Aku dengar, di Keluarga Kusmoyo kamu nggak punya kedudukan!""Mertua kamu sering marahi kamu begitu saja.""Dan di luar, mereka nggak memberi muka padamu sama sekali!""Betul, 'kan?"Doni yang ditarik telinganya hanya bisa memiringkan lehernya. Pandangannya tepat mengarah ke kerah Irene. Meskipun lampu mobil redup, tetapi Irene yang terlihat feminin me
...Ckit!Jip diparkir di sebelah ekskavator, pintu terbuka dan Doni keluar dengan wajah muram.Penduduk desa di sekitar saling memandang dengan terkejut."Ini bukan Kepala Desa!""Siapa dia?""Apa dia kerabat Kepala Desa?"Doni tidak memedulikan orang di sekitar, dia hanya naik ekskavator dan mendekati keduanya.Melihat wajah Denada berlumuran darah, salah satu lengan Helen terkulai dan terlihat ada memar besar di lengan serta tulang selangkanya. Doni pun mengernyitkan dahi dan menatap penduduk desa dengan dingin, penuh dengan niat membunuh.Helen menahan rasa sakit dan menatap Doni, "Kamu sudah datang?""Ya, biar kulihat dulu." Setelah mengatakan itu, Doni mengulurkan tangan dan menekan bagian memar Helen dengan lembut tanpa menunggu reaksinya."Sakit!" Helen tidak bisa menahan diri untuk berbisik, "Dari mana saja kamu!? Kenapa kamu baru datang? Periksa kondisi Denada! Aku baik-baik saja!""Oke!" Doni melihat luka Denada lagi. Mengetahui wanita itu pusing, dia menatapnya lagi dan ber
Amarah penduduk desa tersulut lagi, mereka meninju dan menendang para pekerja serta beberapa satpam. Situasi menjadi kacau lagi.Helen yang terkena batu bata benar-benar kesakitan hingga tidak bisa mengangkat lengannya. Akan tetapi, saat ini dia sama sekali tidak berniat untuk pergi ke rumah sakit dan berteriak dengan cemas, "Hentikan! Jangan berkelahi!"Akan tetapi, suaranya langsung tenggelam dalam kebisingan.Orang-orang dari Grup Kusmoyo juga dipukul mundur oleh penduduk desa."Bu Helen! Bagaimana ini?" Denada cemas, wajahnya menjadi lebih pucat dan air mata bercampur darah mengalir.Helen juga agak bingung. Penduduk desa yang gila ini telah kehilangan akal sehatnya. Tadi saat bertemu masih bisa bicara dengan baik, tetapi sekarang malah benar-benar memukul orang. Situasinya benar-benar di luar kendali.Saat ini beberapa penduduk desa yang memegang tongkat bergegas keluar. Mereka menerobos garis pertahanan yang terdiri dari pekerja dan satpam sebelum sampai di hadapan Helen dan Dena
Denada berteriak ketakutan dan berbalik untuk melarikan diri, tetapi rasa pusingnya begitu luar biasa dan dia langsung jatuh ke lantai setelah berlari beberapa langkah. Sebuah lubang besar juga muncul di stokingnya dan lututnya juga terluka karena jatuh.Tin, tin, tin!Tepat saat beberapa penduduk desa hendak menangkap Denada, klakson mobil terdengar di luar dan Helen tiba.Dia membuka pintu dan keluar dari mobil. Dia melihat lokasi proyek yang kacau dan menggertakkan gigi karena marah. Helen benar-benar kecewa terhadap Doni."Bu Helen ...." Denada merasa seolah telah mendapatkan kepercayaan diri setelah melihat Helen dan berteriak dengan lemah.Helen bergegas mendekat dan membantu Denada, melihat kepalanya berlumuran darah dan wajahnya pucat. Akan tetapi, Doni tidak terlihat di sana. Dia bertanya lagi kepada beberapa pekerja dan mereka semua bilang kalau Doni tidak pernah muncul.Helen tidak bisa menahan amarahnya.Doni ini!Bagaimana gadis lembut seperti Denada bisa menghadapi hal se
Denada perlahan mengangkat kepalanya dan menatap sekelompok penduduk desa yang marah. Wajahnya penuh darah dan sorot matanya dipenuhi dengan ketakutan.Ada luka berdarah sepanjang tiga sentimeter di dahinya dan dagingnya terkelupas.Sebelumnya, dia sedang memeriksa lokasi konstruksi ketika sekelompok besar penduduk desa tiba-tiba muncul. Mereka berkata jalan di desa tersebut dihancurkan oleh kendaraan dari lokasi konstruksi dan orang-orang juga dipukul oleh satpam proyek. Penduduk desa menyuruh Denada untuk menyerahkan si pelaku dan membayar ganti rugi.Denada memberikan penjelasan dan kepalanya dipukul oleh batu bata yang muncul entah dari mana. Para pekerja di lokasi konstruksi agak marah dan bentrok dengan penduduk desa.Meskipun sebagian besar pekerja dan satpam di lokasi konstruksi kekar, mereka tidak mampu menahan jumlah penduduk desa yang sangat banyak dan terpaksa mundur selangkah demi selangkah.Penduduk desa telah memperingatkan kalau mereka tidak menyerahkan pelaku dan memba
Irene menatap Erika. "Sepertinya apa yang Doni katakan masuk akal."Erika berkata dengan kesal, "Kak Irene, kamu juga membantu adikmu menindasku, ya?"Irene tersenyum dan berkata, "Mana mungkin aku berani? Kalian berdua ini adikku. Meskipun bisa dikatakan sebagai keluarga, Doni telah membuat keputusan bulat. Nggak masalah bagaimana mendiskusikan masalah dalam keluarga, jangan sampai menghancurkan keharmonisan."Setelah mendengar ini, Doni pun tidak bisa menahan senyuman. Kata-kata indah ini diucapkan dengan sempurna, tetapi sebenarnya Irene juga menyetujui caranya.Erika tentu saja mengerti dan menghela napas, "Kak Irene, bagaimana kalau aku mengalah sedikit. Bagaimana dengan 6 triliun?"Doni menggelengkan kepalanya, "Nona Erika, aku benar-benar minta maaf. 6 triliun terlalu jauh dari harga yang kuinginkan. Sebenarnya kamu juga tahu kalau aku nggak akan setuju ...."Saat Doni sedang berbicara, ponselnya tiba-tiba berdering. Itu adalah panggilan dari lokasi proyek.Doni menekan tombol j
Saat berbicara, Erika memasang wajah menyedihkan seolah telah mengalami penganiayaan.Irene menjadi semakin bingung, "Ada kesalahpahaman di antara kalian berdua?"Erika berkata perlahan, "Kak Irene, ada sebuah bisnis yang kudiskusikan dengan Doni dengan sangat tulus dan menawarkan harga yang sangat sesuai, tapi Doni malah menolaknya tanpa ampun dan bahkan nggak memberiku kesempatan untuk bernegosiasi.""Bisnis?" Irene tertegun sejenak, lalu tiba-tiba sadar.Dia langsung berpikir ada peluang 80% bahwa apa yang Erika sebut bisnis adalah sebidang tanah di tangan Doni.Seketika, Irene diam-diam mengatakan kalau dia salah perhitungan.Erika adalah putri Damian sang orang terkaya di Kota Timung, Grup Damian juga pasti sudah mengetahui tentang pembangunan zona perdagangan di persimpangan Kota Horia dan Grup Damian. Bukannya mustahil untuk mengetahui tanah tersebut sudah menjadi milik Doni.Grup Damian tidak akan rela melepaskan keuntungan besar ini.Hanya saja kecepatan aksi Erika agak di lua
Doni menyentuh dagunya, "Kalau begitu, kamu harus menyiapkan kacamata berbingkai emas lagi untukku.""Untuk apa kamu pakai itu?""Itu akan membuatku terlihat seperti orang berpendidikan yang diam-diam menghanyutkan.""Hah?" Irene mengangkat alisnya.Doni buru-buru menutup telinganya dan berkata, "Cuma bercanda, cuma bercanda.""Heh! Biar kuberi tahu kamu, hari ini orang yang akan datang adalah temanku. Kalau kamu nggak menghormatinya, itu sama saja dengan kamu nggak menghormatiku," kata Irene dengan wajah dingin, "Kalau dia punya kesan buruk tentang kamu, awas saja aku akan membereskanmu! Lihat pohon di halaman belakang itu? Pohon itu sangat mirip dengan yang ada di dasar gunung saat itu!"Tubuh Doni tanpa sadar menegang dan tanpa sadar teringat adegan saat diikat ke pohon. Irene di depannya tidak lagi terlihat anggun dan malah seperti seorang penyihir yang akan melahapnya."Kak, tenang saja!" Doni buru-buru berkata, "Aku pasti akan memberimu muka!"Saat ini bel pintu berbunyi."Dudukl
Irene menyuruh Doni untuk datang dan dia tidak berani mengabaikannya. Selain itu, Doni tahu Irene tidak akan mencarinya tanpa ada masalah penting. Yang disebut "wanita cantik" yang akan diperkenalkan kepadanya hari ini pastilah orang yang sangat penting.Doni bergegas pergi ke rumah Irene secepat mungkin.Irene sudah menunggu di sana. Karena hari ini akan menerima tamu, dia berpakaian cukup formal. Gaun berwarna cerah membalut tubuhnya, sosoknya terlihat sangat seksi dan perangainya anggun. Akan tetapi, di mata Doni, dia selalu merasa ada hantu kecil yang tersembunyi di balik kecantikan dan keanggunan yang luar biasa itu."Kak, hari ini dandananmu sangat cantik!" Doni bercanda, "Terlihat seperti akan pergi ke kencan buta."Irene memelototinya dan mengulurkan tangan untuk menarik telinganya dengan akurat, "Bajingan kecil, besar sekali nyalimu! Beraninya kamu nggak sopan padaku!?""Maaf, maaf." Doni memiringkan kepalanya dan ditarik ke kamar oleh Irene, "Kak, sebenarnya siapa yang akan k
"Bukankah CEO Grup Damian itu Damian sendiri?" Beni berkata dengan heran, "Damian bukan hanya direktur, tapi juga CEO.""Aneh, mungkinkah itu penipu?" kata Doni sambil mengeluarkan ponselnya untuk memeriksa Internet. Doni menemukan artikel tentang penunjukan CEO baru di berandau Grup Damian dan tiba-tiba mengangguk. "Baru saja diganti, Damian mengundurkan diri. Posisi CEO digantikan oleh Erika yang pulang dari luar negeri.""Pak Doni, apa Grup Damian barusan mencarimu?""Ya! Katanya mereka akan membicarakan bisnis, sore ini aku akan pergi menemuinya." Doni tersenyum dan dengan kasar menebak niat Erika. Doni segera bergumam pada dirinya, benar-benar sasaran empuk....Pada pukul tiga sore, Doni tiba di Kafe Avior sesuai jadwal. Di meja dekat jendela, Doni bertemu Erika.Erika adalah wanita yang sangat cantik. Hari ini Erika mengenakan kemeja putih dengan rok tinggi. Rambut panjangnya diikat rapi di belakang kepalanya, memperlihatkan lehernya yang mulus serta putih. Saat duduk di sana, a