Fathir sudah mulai merasa sangat lega ketika melihat perkembangan kondisi istrinya, kondisi istrinya sudah semakin membaik. Istrinya juga sudah mulai banyak makan.
"Risa senang kata dokter hari ini Risa sudah boleh keluar kamar,” ucapnya yang tersenyum lebar memandang wajah suaminya.
“Kalau udah kuat jalan-jalan, nanti kita akan jalan-jalan," ucap Fathir memandang wajah istrinya dan mengusap kepala istrinya. Fathir tahu Istrinya pasti sudah sangat bosan berada selalu di dalam kamar seperti ini.
“Jalan-jalannya ke mana Bang. Risa pengennya ke pantai,” ucap Clarissa.
“Ke pantai boleh, kita cari pantai yang paling dekat dari sini,” ucapnya.
Clarissa diam dan memandang wajah suaminya. Clarissa sangat ingin bisa merasakan yang namanya bulan madu seperti yang banyak diceritakan orang.
“Kenapa,&rdqu
Fathir menyalakan televisi yang ada di dalam ruangannya. Darahnya mendidih saat melihat berita gosip selebriti dari televisi. Fathir seakan tidak percaya saat melihat berita itu. Namun wajah wanita yang disorot kamera itu benar Istrinya.Fathir mendengar telpon yang berdering di dalam ruangannya. Pria itu mengangkat gagang telepon tersebut.“Halo pak maaf, banyak wartawan yang datang dan mencoba untuk masuk ke sini. Beberapa orang dari mereka ingin langsung mewawancarai Bapak," ucap Tia yang berbicara dengan sangat tergesa-gesa.“Bilang dengan security agar tidak memberikan izin untuk wartawan masuk. Saya menolak untuk menerima wartawan saat ini. Saya akan melakukan klarifikasi nanti. Saya akan menentukan waktunya," ucap Farhir.“Baik pak,” jawab Tia.Fathir meletakkan gagang teleponnya. Ia begitu sangat marah, baran
Fathir belum bisa menghilangkan rasa sakit dihatimu. Apa yang dilakukan oleh istrinya benar-benar tidak bisa diterimanya. Sebagai seorang suami aib terbesar baginya disaat Istrinya bermain di belakang punggungnya.Fathir memandang ponselnya yang berulang kali berdering ketika Farah menghubunginya.Tatapan matanya beralih memandang pintu kamarnya yang terbuka. Fathir tersenyum memandang Clarissa yang membuka pintu kamarnya, dan masuk ke dalam kamar dengan membawa segelas susu di tangannya."Kenapa susunya dibawa ke sini,” ucapnya memandangi istrinya yang duduk di tepi tempat tidur.“Risa pengen minum susu,” ucap Clarissa.“Terus,” tanya Fathir.“Tapi minum susunyanya Abang dulu," ucapnya yang menyodorkan gelas bening yang berukuran cukup besar itu ke tangan suaminya.&ldqu
Clarissa memandang wajah suaminya yang tertidur lelap. Clarissa menatap wajah suaminya tanpa berkedip. Senyum mengembang dibibirnya yang kecil saat memandang suaminya yang begitu sangat tampan walaupun saat ini sedang tidur. “Maafin Risa Bang bila Risa terlalu egois. Risa tahu Abang bukan punya Risa sendiri, tapi Risa tidak mau ikhlas berbagi Abang sama yang lain. Seharusnya Risa tahu diri, karena Risa yang datang diantara Abang dan dia. Risa mau Abang selalu bersama Risa seperti ini.” Clarissa berbicara di dalam hatinya dan kemudian mencium bibir suaminya dengan sangat lembut. Clarissa hanya menatap wajah suaminya yang saat ini tertidur lelap.Cukup lama Clarissa memandangi wajah suaminya hingga ia memutuskan untuk membangunkan Suaminya. “Selamat pagi,” ucap Clarissa yang tersenyum mencium bibir suaminya.Fathir membuka matanya yang terasa masih berat saat istrinya mencium bibirnya. Fathir melingkarkan tangannya di t
Farah memandang wajahnya dari pantulan cermin besar yang ada di dalam kamarnya. Air matanya sudah tidak mampu lagi di bendungnya. Farah begitu sangat takut akan apa yang terjadi. Namun dia juga tidak tahu lagi bagaimana cara mempertahankan hubungan mereka setelah apa yang dilakukannya.“Bila seandainya aku tidak terpengaruh dengan kata-kata manis yang diucapkan oleh Jonata, semua ini tidak akan terjadi,” ucapnya yang penuh dengan rasa penyesalan.Farah merapikan rambutnya dan merias kembali wajahnya alakadarnya, setelah make up yang tadi dipakainya luntur oleh air matanya.Farah berjalan meninggalkan kamarnya. Rumah mewah yang berukuran sangat besar ini tidak ada lagi penghuninya selain dirinya. Setelah peristiwa itu tersebar luas, semua pelayannya meninggalkan rumah tersebut, dan mungkin akan kembali lagi ke rumah itu setelah ia pergi dari rumah yang ditempatinya saat ini.
Farah menangis ketika memasuki rumahnya. Farah memandang ke sekeliling rumahnya. “Dulu aku sangat tidak nyaman berada di dalam rumah ini, namun sekarang Aku begitu sangat berharap bisa berada di rumah ini.” ucapnya. Farah mengingat bagaimana dulu dia selalu berusaha untuk pergi meninggalkan rumahnya, dengan berbagai macam alasan yang dibuatnya kepada suaminya. Bagi Farah teman-temannya yang terpenting di atas segala-galanya. Namun sekarang Farah baru menyadari bahwa keluarganya, suaminya, adalah hal yang terpenting dalam hidupnya. Farah sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dia hanya bisa menangis meratapi kesalahan yang telah diperbuatnya. Rasanya mungkin pantas suaminya marah kepadanya. Suaminya pantas tidak menyukainya. Selama ini suaminya selalu memaafkan kesalahan yang dilakukannya. Suaminya begitu sangat sabar menghadapi sikapnya. Namun saat ini suaminya memang sudah begitu sangat marah dan tidak mahu lagi dengannya. Farah bisa melihat semua itu dari
Fathir tersenyum saat memandang Istrinya yang sedang sibuk di dapur. Dua orang pelayan berdiri tidak jauh dari Istrinya. Dari aroma masakan yang tercium di Indra penciumannya, Fathir tidak bisa menebak apa yang sedang dimasak Istrinya. Pria itu berjalan menggendong kedua buah hatinya. Fathir tersenyum berjalan mendekati istrinya yang sedang sibuk dengan sendok penggorengan di tangannya. “Lagi masak apa sayang," ucap Fathir yang memandang ke depan untuk melihat isi wajan Istrinya.“Abang sudah pulang?" ucap Clarissa yang terlihat panik saat melihat suaminya yang sudah berdiri di belakangnya.“Iya, baru saja," jawab Fathir.Clarissa mengecilkan api kompornya dan mengambil Sheren dari tangan Suaminya.“Kenapa Sheren diambil,” ucap Fathir ketika Istrinya mengambil putrinya.“Risa belum salami Abang," ucap Clarissa yang m
“Nanti aja setelah mandi kita cerita,” ucap Fathir yang melonggarkan dasi di lehernya.Clarissa tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Clarissa membuka dasi yang masih melingkar di leher suaminya.“Ini rambut bisa ya diikat seperti ini,” ucap Fathir memegang bulatan kecil di atas kepala istrinya. Sejak tadi Fathir tidak ada henti-hentinya memperhatikan rambut pendek istrinya yang diikatnya bulat ke atas.Clarissa tersenyum ketika mendengar ucapan suaminya, “panas banget tadi waktu Risa masak, jadi Risa ikat seperti ini,” ucapnya yang sedikit tersenyum.“Kenapa repot-repot masak?” tanya Fathir. “Besok nggak usah repot-repot masak, kalau ada yang adek pengen makan minta aja pelayan yang buat,” ucap Fathir yang mengusap kepala istrinya.“Tapi Risa pengen masak sendiri. Risa pengen Aba
"Abang berangkat dulu ya sayang," ucap Fathir, pria itu mencium kening istrinya."Iya, hati-hati di jalan," ucap Clarissa.“Iya sayang. Adek jangan capek-capek banyak istirahat. Makannya nggak boleh sedikit. Nanti bila ada yang ingin dibeli telepon aja Abang. Ingat ya, jaga anak kita,” ucap Fathir yang tersenyum dan mengusap perut istrinya.“Iya,” jawab Clarissa yang tersenyum memandang wajah suaminya.“Papi kerja dulu ya nak, jagain Mimi," ucap Fathir yang mengusap perut Istrinya. Pria itu kemudian mencium perut istrinya berulang-ulang kali.“Iya tapi Papi juga nanti jangan terlambat makan,” ucap Clarissa mengambil tangan suaminya dan mencium punggung tangan suaminya.“Iya sayang, Abang kerja dulu,” ucap Fathir yang mencium kening istrinya dan mencium bibir istrinya sekilas, se
Angin berhembus menyejukkan kulitnya. Rambut panjang sebahu menari-nari mengikuti arah kemana angin membawanya. Clarissa tersenyum dan memeluk tangan yang melingkar di pinggangnya."Apa nggak dingin,” Fathir bertanya Ketika melihat istrinya yang sudah lama berdiri di balkon teras kamarnya.Clarissa tersenyum dan menggelengkan kepalanya, “dingin sih, tapi anginnya enak, sejuk Risa suka. Risa nggak pernah bayangin kalau Risa bakalan datang ke sini," Clarissa berbicara dengan memutar sedikit kepalanya ke belakang dan memandang wajah suaminya yang berdiri di belakangnya. Dari atas lantai 25 ini Clarissa bisa yang menatap keindahan kota Tokyo di malam hari.Fathir tersenyum dan mencium bibir istrinya."Abang kalau mau cium kasih aba-aba kenapa.""Kalau kasih aba-aba itu nggak seru.” Fathir mengulum senyumnya. Pria tiga anak Itu menatap wajah istrinya yang begitu sangat cantik. "Sebenarnya sudah lama pengen ajak adek berlibu
Clarissa memandang suaminya. Ada rasa khawatir ketika dirinya akan bertemu dengan Farah mantan istri suaminya."Bang." Clarissa memegang tangan suaminya.“Iya,” jawab Fathir.“Risa masih belum siap untuk ketemu sama Mbak Farah,” keluh Carissa.Fathir tersenyum dan mengusap pipi istrinya, “dia datang ke sini niatnya untuk memperkenalkan calon suaminya, dan juga untuk melihat Devan dan Sheren, jadi niatnya baik. Bila orang datang dengan niat yang baik, maka kita harus menerimanya." Fathir meyakinkan istrinya. Pria itu mengusap pipi istrinya dan mengecup kening istrinya.“Nanti Abang jangan tinggalin Risa ya,” pinta Clarissa. Hingga saat ini Clarissa masih tidak berani terhadap istri mantan suaminya. Apa yang telah dilakukan oleh mantan istri suaminya itu masih teringat jelas dalam ingatannya.“Iya dek Abang nggak akan ninggalin,” Fathir tersenyum dan mencium bibir istrinya.&ld
"Bang jangan gangguin, Risa lagi kasih Azkah susu," kata Clarissa yang merasa geli ketika suaminya mencium tengkuk lehernya."Kalau Azkah sudah selesai minum susu dan tidur, satu kali lagi ya Dek,"pintar Fathir.Clarissa memutar kepalanya dan memandang wajah suaminya.Fathir tersenyum dan memajukan bibirnya ke depan. Pria itu mencium bibir istrinya. "Ya sayang," ucap Fathir yang sedikit mengecup bibir istrinya."Sejak tadi rambut Risa nggak ada kering-keringnya," kata Clarissa yang sedang dalam kondisi berbaring menyusui bayi.“Iya sama Dek,” ucap Fathir.“Sama apanya.”“Rambut Abang juga gak ada kering-keringnya.” Jawab pria yang memegang punggung istrinya dari belakang.“Abang rambutnya pendek. Gitu siap mandi 5 menit dah kering,” ucap Clarissa.Fathir hanya tersenyum saat mendengar ucapan istrinya. "Dek, kemarin 40 hari cuti dek. Sekarang tu rasanya beda, enak. Gak
Farah duduk di meja kerjanya. Saat ini dirinya memeriksa laporan penjualan butik miliknya. Butik yang didirikannya 10 bulan yang lalu. Farah juga mengurusi pemesanan secara online.Farah menghentikan pekerjaannya dan menutup layar komputernya. Farah melihat foto-foto kedua anaknya seperti ini, air matanya menetes seketika. Setelah perpisahannya dengan mantan suaminya, Farah belum pernah bertemu dengan kedua anaknya. Rasa rindunya begitu sangat kuat, namun Farah malu untuk menatap wajah kedua anaknya. Menyandang nama sebagai ibu yang tidak baik, begitu membuatnya tidak berani untuk mendekati kedua anaknya.“Andainya aku berjumpa dengan mereka , apakah mereka akan berlari memeluk ku?" Farah bertanya di dalam hatinya. “Maafkan mami, Mami malu menatap wajah kalian. Sekarang kalian pasti begitu sangat bahagia. Berkumpul sama opa dan Oma. Kalian sudah memiliki mama baru, yang sepertinya dia sangat menyayangi kalian,” ucap Farah yang mengusap air matan
Fathir masuk ke dalam kamarnya. Pria itu melihat istrinya yang sedang tidur bersama dengan anak ketiganya. Sudah 2 hari ini istrinya sudah pulang ke rumah.Fathir tersenyum memandang wajah istrinya yang saat ini tertidur dengan sangat nyenyak. Pria itu mencium kening istrinya dengan sangat lembut kemudian mencium pipi dan bibir istrinya. “Enak kali tidurnya sampai nggak tahu,” ucap Fathir yang sedikit menarik hidup istrinya. Istrinya tidak bergerak sama sekali meskipun dirinya sudah dekat seperti ini.Fathir merangkak naik ke atas tempat tidur. Pria itu memandang wajah putranya yang begitu sangat tampan. “Ini tidurnya pasti sama enaknya sama mamanya. Atau jangan-jangan lagi lomba tidur." Fathir berbicara dengan suara yang sangat kecil. "Pipinya lembut sekali." Fathir mencium lembut bibir putranya.Fathir tersenyum ketika putranya bergerak. Pria itu mencium pipi putranya dan membuka jas yang saat ini di pakainya. Fathir menggendong putranya dan
Clarissa berbaring di atas tempat tidur kamar rawatnya. Senang sangat hati Clarissa setelah proses persalinannya berjalan dengan sangat lancar. Saat ini kamar yang ditempatinya sudah penuh dengan keluarganya. Adik-adiknya, anak-anaknya, Papa mertua, Mama mertua kemudian juga Ibu serta papa sambungnya. Clarissa tersenyum saat melihat wajah ibu dan juga mama mertuanya yang sedang asik mengendong cucunya.Clarissa tertawa ketika melihat tingkah Sheren yang begitu sangat lucu. Sheren menarik tangan Omanya agar dirinya bisa mencium Adik bayinya tersebut."Sejak tadi dicium-cium Sheren dan Devan, tapi tetap aja gak bangun-bangun," Clarissa memandang putranya yang tidur dengan sangat lelap."Jadi aku sekarang sudah di panggil Om," tanya DikoClarissa tersenyum dan menganggukkan kepalanya."Ciko yang umurnya nya 6 tahun juga?" Tanya Diko.“Iya,” jawab Rini."Oh aku berharap dia tidak cepat menikah nanti agar aku tidak
"Apa tidak ada cara lain dok, Istri saya sudah sangat kesakitan tapi masih disuruh untuk jalan?" Fathir menahan emosinya saat dokter Sandra yang menangani persalinan Istrinya meminta agar istrinya jalan-jalan di dalam kamar."Ini guna mempercepat bukaannya pak. Saat ini sudah bukaan 5." Dokter Sandra menjelaskan."Tapi istri saya sudah sangat kesakitan," ucap Fathir yang meneteskan air matanya. Dengan sangat cepat pria itu menutup matanya dengan telapak tangannya dan mengusap air matanya."Fathir, persalinan normal memang seperti ini." Rini menasehati menantunya."Tapi bu," ucap Fathir menghentikan ucapannya."Kita harus ikut apa yang disarankan dokter Sandra. Biar mempercepat bukaan. " Ucap Rini.Fathir memandang isterinya yang berbaring di atas tempat tidur. Saat ini yang bisa dilakukannya hanya menuruti saran dari dokter tersebut.Fathir berjalan mendekati istrinya. Pria itu duduk di samping tempat tidur. "Mau ya Dek jalan," bujukn
Setelah sholat subuh Fathir menemani istrinya jalan pagi di halaman rumahnya. Terkadang Fathir membawa istrinya jalan di taman agar Istrinya tidak bosan.Saat ini Fathir sedang berada di taman di depan rumahnya. Istrinya tidak mau untuk jalan-jalan ke taman yang berada di luar dari perumahannya. Clarissa lebih memilih untuk jalan pagi di halaman rumah mereka.Clarissa berhenti dan memegang tangan suaminya."Kenapa?" tanya Fathir."Perut Risa sakit bang," ucap Clarissa. Wajahnya terlihat menahan sakit."Apa sakit kali sayang, bila terlalu sakit jalan paginya udahan aja. Abang gendong ke kamar ya?"Clarissa menggelengkan kepalanya. "Gak usah bentar lagi akan hilang, sekarang sering sakit gini bang, terus nanti sakitnya hilang." Clarissa mengusap-usap perutnya berharap rasa sakit yang dirasakannya bisa secepatnya hilang.“Sayang, adek cepat lahir ya nak, kasihan Mama,” ucap Fathir. Ia hanya berusaha menguatkan istrinya dengan
Clarissa duduk di pangkuan suaminya sambil mengancing kemeja yang dipakai suaminya.Fathir memandang wajah istrinya. Pipi istrinya sudah semakin berisi dan bulat. Pria itu begitu sangat gemas melihat istrinya yang semakin tampak imut-imut. "Mau ikut ke kantor gak?" tanyanya sambil mencium pipi bulat istrinya.Clarissa memandangnya dan membesarkan matanya. "Apa boleh?" tanyanya."Iya bolehlah istri bos yang datang, siapa yang berani larang," ucapnya."Tapi nanti Risa gangguin abang kerja," Clarissa berkata dengan memandang wajah tampan suaminya."Ya enggak lah, paling waktu istirahat nanti main di kamar," Fathir sedikit tersenyum dan menaikan sebelah alisnya."Kalau gitu Risa wajib bawa baju ganti, make up juga," Clarissa berkata dengan wajah polosnya. Clarissa hanya perlu membawa perlengkapan baju dan make up saja, sedangkan untuk perlengkapan mandi di sana sudah tersedia.Fathir tersenyum saat mendengar jawaban polo