Arjun membalik sendok, pertanda bahwa dia sudah selesai makan.
"Geli, jangan ngomong kayak gitu," ungkap Arjun sembari menunjukkan ekspresi geli, membuat kami tertawa.Arjun jarang bicara, tetapi sekali bicara bisa membuat suasana cair. Perlahan kami bangkit dari rasa terpuruk dan bisa tertawa lagi seperti sekarang.Ayah, Bunda dan Kakak. Melupakan mereka adalah hal yang tidak mungkin, setiap malam aku masih memimpikan darah mereka yang memenuhi mobil. Teriakan Arjun dari jalan terdengar jelas. Senyuman terakhir kakak ketika memelukku supaya aku selamat, sangat jelas di ingatan.Insiden itu bagai luka yang menghancurkan segalanya, membuatku sulit melangkah untuk bahagia apalagi tertawa. Janji Kakak untuk mendampingi ketika aku menikah, semuanya tinggal kenangan.Kata Ayah, aku adalah putri kebanggaan keluarga. Aku mau berhijab padahal putri konglomerat lain tidak, selalu tersenyum dan rendah hati.Bunda bilang, hidup adalah anugerah. Bisa bernapas dengan normal harus disyukuri, bisa melihat, mendengar, semuanya harus disyukuri. Tidak boleh mengeluh kepada Allah, karena Allah tahu yang terbaik. Aku pun bersyukur karena hanya kakiku yang pincang, itu pun hanya sebelah kiri setelah sebelah kanan berhasil diobati. Semua organku yang lain masih normal. Aku bersyukur karena masih hidup supaya bisa menjaga Arjun."Kok sekarang Roan tidak pernah datang?" tanya Paman. Dia sudah selesai makan."Dia sibuk Paman, sekarang kan Roan sudah jadi Direktur," jawabku. Hanya menebak.Roan benar-benar berubah sejak kecelakaan, tidak lagi memperhatikan diriku. Seperti menghindar. Sempat aku bertanya apakah dia malu memiliki calon istri pincang?Katanya tidak, dia hanya sibuk karena baru diangkat menjadi direktur. Meskipun begitu aku selalu mendengar kabar bahwa dia dekat dengan wanita lain. Katanya mereka sering menghabiskan waktu bersama. Sekali lagi Roan mengelak. "Kalau kamu ingin memutuskan pertunangan kita, aku ikhlas."Itu adalah ucapanku setahun lalu, wajahnya tetap dingin menatapku. Lalu mengembuskan napas berat."Aku harus gimana supaya kamu percaya?""Nikahi aku," jawabku pasti.Pertunangan kami sudah lama dilaksanakan, sejak orang tuaku masih hidup. Roan dan keluarganya yang mendesak supaya kami bertunangan karena takut aku diambil orang.Jika aku memiliki suami maka tidak lagi membutuhkan Paman menjadi wali, paman bisa bebas dan tidak terikat. Kami bisa dijaga oleh Roan dan punya keluarga kembali. Juga perusahaan bisa diurus Roan, meskipun hampir bangkrut tapi aku percaya kalau di tangan Roan perusahaan keluargaku bisa bangkit lagi."Aku belum bisa menikahimu, tunggu sebentar lagi."Kalimat Roan membuatku terus menunggu. Berharap bahwa hari itu segera datang.Malam itu Paman bercerita banyak hal di meja makan, dari perusahaan sampai calon istri. Kami menghabiskan waktu bersama hingga jam sepuluh malam."Paman sangat menyayangi kalian berdua," ucap Paman.Aku tahu paman menyayangi kami, tetapi malam itu dia tampak berbeda. Seperti punya firasat akan berpisah.Kematian sudah ditakdirkan oleh Allah, aku tahu benar hal itu. Rasa kehilangan dua tahun lalu masih menjadi luka bagi kami. Sekarang, paman menambah luka itu.Keesokan harinya paman ditemukan meninggal, tak jauh dari gedung perusahaan, dianiaya orang tak dikenal. Tubuhnya sudah terbujur kaku ketika aku sampai di lokasi. Ada garis polisi yang menghalangi.Badanku kaku tidak bisa bergerak, semua terasa seperti mimpi. Hanya saja ini terlalu nyata untuk disebut sebagai mimpi belaka.Aku hanya bisa melihat paman yang tergeletak dengan tubuh membiru di tanah dari kejauhan, janji paman tadi malam adalah dusta. Katanya akan menjadi waliku saat menikah nanti, katanya akan melihat Arjun memimpin perusahaan, katanya akan menjaga kami terus.Kenapa sekarang pergi? Kenapa meninggalkan kami? Aku benci dengan pembohong, semua orang berbohong padaku. Mereka pergi tanpa membawaku, mengingkari janji dan berdusta.Aku jatuh ke tanah, bunyi tongkat kruk menghantam batu. Air mataku mengalir deras, tidak peduli lututku yang nyeri. Rasa sesak di dada melebihi segalanya. Tidak peduli juga terhadap orang-orang yang berkerumun di sekitar.Tiba-tiba punggungku disentuh seseorang, wanita paruh baya menunduk. Tante Fera."Yua, kamu tidak perlu khawatir. Tante akan menjaga kamu dan Arjun."Beliau adalah orang jahat, aku tahu betul hal itu. Dari cerita orang sekitar, dulu tunangan Bunda direbut olehnya, apapun milik Bunda pasti berusaha direbut. Pernah menggoda Ayah juga padahal dia sendiri sudah punya anak dan suami.Tante selalu iri dengki terhadap keluarga kami. Saat aku kecil, dia sering memukul. Pasti dia sangat bahagia karena sekarang tidak ada lagi yang menghalanginya menguasai harta kami dan memiliki semua milik bunda.Aku, Yuaira Arshavin Candra. Berjanji akan melindungi Arjun dan perusahaan. Juga akan berusaha menghentikan Tante Fera menjadi wali kami.Aku percaya Allah tidak akan memberikan cobaan melebihi batas kemampuan hambanya, semua hal yang terjadi padaku karena Allah percaya aku mampu melewati. Pemakaman paman dilaksanakan tiga hari lalu, polisi sedang mencari pelaku pembunuhan, meminta keterangan kami. Aku berkata akan mengeluarkan uang berapa pun asal pelaku ditemukan dan diadili. "Kak Yua," panggil Arjun. Memegang pundakku. Bingkai foto paman aku letakkan kembali, satu-satunya yang tersisa setelah calon istri Paman membawa semuanya. Wanita itu sangat terpukul atas kematian paman, katanya dia ingin menghabiskan waktu bersama sisa kenangan paman. Kemarin aku hanya mengurung diri di kamar, belum bisa menerima kenyataan bahwa paman sudah meninggal. Masih seperti mimpi, tidak pernah terbayang Paman akan meninggalkan kami. "Tante Fera dateng," kata Arjun.Aku bahkan melupakan hal yang sangat penting, yakni mencari cara supaya Tante Fera tidak menjadi wali kami. Tidak ada yang melindungi kami lagi, jadi sekarang kami harus
Ketika pemakaman paman, tunangan ku Roan datang sebentar. Dia bahkan tidak menghiburku sama sekali, cuek padahal tahu aku sedang kesulitan karena Tante Fera. Aku sempat meminta dia menikahiku saat itu juga, supaya Tante Fera tidak bisa macam-macam pada kami. "Jangan bicarakan pernikahan sekarang, makam pamanmu saja belum kering.""Tapi kamu tahu sendiri gimana sikap Tante Fera, aku dan Arjun bisa celaka.""Kalau terjadi sesuatu padamu, kamu bisa minta tolong padaku." Roan pergi meninggalkan kami di pemakaman, tidak berkunjung ataupun menghubungi lagi sampai sekarang. Kadang aku berpikir, apakah karena keluargaku tidak berpengaruh seperti dulu, Roan jadi berubah? Setelah orang tuaku dan kakak laki-laki ku meninggal. Posisi Direktur utama sekarang dipegang orang lain, meskipun keluargaku memiliki saham mayoritas, namun tidak ada yang bisa memimpin. Aku belum lulus kuliah dan pincang, sementara Arjun adalah anak di bawah umur. "Yua!" Teriak Tante Fera. Aku berbalik, buru-buru mengge
Dari pagi sampai malam, Arjun menunggu Roan di lobby. Berharap Roan segera menemuinya, khawatir dengan keadaan Yua yang ditinggal di rumah. Kakinya terus bergerak, beberapa kali ia pukul paha yang dibalut celana levis itu. Rasa lapar tidak dihiraukan, terus menunggu sampai jam 10 malam. Padahal dulu mereka sangat akrab, melewati waktu bersama hingga tumbuh besar, Arjun bahkan bebas keluar masuk rumah dan perusahaan Roan, tetapi sekarang Roan seperti orang yang berbeda. Tak ada keakraban lagi. Roan menjauh darinya dan Yua tanpa alasan.Setelah menunggu lama akhirnya Roan keluar dan menemuinya, wajahnya menunjukkan ekspresi dingin seolah tidak suka Arjun datang. "Ada apa?" tanyanya. Tanpa basa-basi. Melepaskan kancing jas. "Kami dalam masalah, Tante Fera datang membawa keluarganya. Dia pasti akan menyiksa kami dan menguasai seluruh harta. Bisa jadi juga mereka akan membunuh kami setelah menjadi wali."Arjun mengabaikan sikap dingin Roan, berusaha menjelaskan semuanya supaya Roan mau
Langkahnya terhenti ketika mendengar suara perkelahian, Arjun mengintip di salah satu gang. Ada lima orang bersenjata melawan satu orang. Matanya melotot ketika melihat wajah orang itu di bawah cahaya remang-remang lampu. "Jexeon, si singa hitam?" gumamnya. Melihat seksama. Beberapa waktu lalu, di sekolah, para anak nakal yang sering mengganggunya mengeluh tentang pria yang dijuluki sebagai singa hitam. Mantan gengster yang menjadi raja jalanan. Ditakutin semua preman. Tidak ada yang berani melawannya. Arjun tidak sengaja melihat foto Jexeon di layar ponsel temannya, dia sangat terkenal sampai remaja pendiam seperti Arjun saja tahu. Matanya sungguh takjub melihat gaya berkelahi Jexeon, dengan sangat cepat menghajar lima orang sekaligus. Lima orang yang kesakitan itu pun berjalan pincang mengaku kalah. Jexeon mengenakan hoodie hijamnya lagi dan berlalu dari sana. "Keren," ucapnya. Masih takjub. Arjun berjalan ke lokasi bekas perkelahian, tersisa kayu yang patah dan besi. Lampu re
Mobil sport berwarna hitam memecah jalanan ibu kota, menyalip kendaraan lain dan menunjukkan kegagahannya sebagai penguasa jalan. Melewati bundaran HI, mobil itu semakin kencang menuju Jakarta pusat. Pemiliknya melirik jam, pukul setengah dua belas malam. Jalanan cukup lenggang dengan lampu dari gedung pencakar langit yang menyala terang. Mobil itu berbelok memasuki apartemen, turun ke parkiran bawah tanah. Jexeon keluar dengan membawa jaketnya, menutup pintu mobil dengan keras. Langsung berjalan ke arah lift. Penthouse yang dia beli setahun lalu kini dihuni dua orang, ia benci hal itu. Merasa terganggu dengan kehadiran orang lain. Jika bukan karena pekerjaan yang tidak bisa diatasi sendiri, dia tidak akan mau tinggal bersama bocah berisik yang masih SMA. Apalagi bocah itu sering sembarangan menyentuh barang-barangnya, dari mulai baju hingga alat cukur. Sangat menggangu. "Bang, ke mana dua hari nggak pulang?" pertanyaan itu langsung terdengar ketika Jexeon membuka pintu. Matanya m
Jexeon memilih mengalah, mundur dari Siluet dan bersumpah tidak akan bergabung dengan Kelompok manapun. Dia akan mundur dari dunia hitam dan hidup seperti bayangan. Sumpah setianya hanya untuk Siluet untuk kapanpun. Putra Tuan besar senang mendengar hal itu, Jexeon tidak mau bertarung dengannya untuk memperebutkan posisi pengganti Tuan besar. Dia pun percaya dengan sumpah setia Jexeon. Membiarkan pria bertato singa itu pergi tanpa membawa apapun. Sebagai saudara angkat, Jexeon diizinkan meminta bantuan jika ada hal mendesak. "Sudah lama, Tuan." Jexeon memandang foto wajah pria tua yang merangkul bahunya. Sebagian rambut sudah memutih tapi masih kekar dan terlihat tegas. "Tiga tahun, aku hidup dalam bayangan." Jexeon mendesah berat. Sorot mata Arjun tadi mengingatkan dia pada dirinya dahulu, mungkin Arjun seusianya ketika meninggalkan rumah. Saat Ayah kandungnya melempar barang-barang keluar rumah, berkata bahwa dia anak haram yang tidak diinginkan. Anak berusia 15 tahun melangkah
Aku selalu berpikir akan menghabiskan sisa hidup bersama Roan, menyayangi dia sepenuh hati, menyerahkan segala yang aku miliki. Cincin di jari manis sudah terpaut selama 3 tahun, janji akan menikahi setahun kemudian. Namun, setahun kemudian orang tuaku meninggal. Roan ingin pernikahan ditunda sampai aku wisuda. Meskipun berat, aku menerima. Menjalani kehidupan dengan kaki pincang, diejek orang hingga merasa tidak pantas menjadi pendamping Roan. Namun, ia selalu berkata bahwa mencintaiku apa adanya. Sekarang, penolakan yang disampaikan lewat Arjun membuatku berpikir, bahwa selama ini telah dibohongi, kalimat cintanya tidak berarti, kebersamaan yang dilalui bagaikan ilusi. Hubungan selama 3 tahun, hanya sebuah mimpi yang tidak berarti."Jagain Yua, awas kalau kamu sakiti dia," ancam Kakakku. Dia membawa kepala Roan diapit ketiak. Roan memukul tangan kakak berulang kali hingga terlepas. Saat itu kami baru bertunangan, dibandingkan para pria yang mengajak pacaran. Aku lebih tertarik de
Pikiran Arjun sama denganku, dunia ini tidak ramah. Cepat atau lambat kami akan mati, ntah itu diracun oleh Tante Fera atau kelaparan. Aku pernah menonton berita di TV, bibi membunuh ponakannya sendiri karena dendam. Mengubur ponakan hidup-hidup.Aku merasa hidupku akan berakhir, tetapi tidak mau menyerah. Inilah sebabnya aku menyuruh Arjun pergi dari rumah, biar aku sendiri yang melawan mereka. Rupaya Arjun lebih memilih mati bersamaku dari pada hidup sendiri. Usianya masih 16 tahun, november nanti baru 17 tahun. Dia sulit bangkit dari trauma setelah kematian keluarga kami. Jika aku mati, Arjun tidak akan bisa bertahan. Meskipun raganya hidup, tetapi hatinya akan mati. Dia tidak mau hal itu."Kalau kamu sudah baikan, ayo cari jalan buat kabur lagi. Jangan mati di sini, malu kalau kita bertemu orang tua kita dengan keadaan menyedihkan.""Apa mungkin bisa?" Aku diam, tidak tahu harus menjawab apa. Gudang ini sangat pengap. Tidak tahu caranya keluar. Dua hari lagi pengacara datang, m
Seseorang yang aku tunggu mendampingi hidupku, jodoh yang Allah takdirkan hingga membuatku bisa bersabar. Aku percaya Tuhan akan menggantikan kehilangan dengan kebahagiaan. Aku terus berusaha hingga tak kenal lelah berdoa. Menjaga adikku sembari menunggu keluarga baru yang Allah siapkan. Hingga Jexeon datang bagai pahlawan, kupikir dia memang dikirim Allah untuk menjadi bagian dari hidupku. Sejak pertemuan pertama, jantungku berdebar kencang. Kami tak saling kenal, tetapi dia mau menolong dan menjagaku. Selain hatinya digerakkan oleh Allah, tidak ada alasan lain. Kenapa kubilang begitu walaupun Jexeon menawarkan perjanjian pernikahan? Kalau sejak awal niatnya perjanjian pernikahan, maka dia tidak akan menungguku ditolak Roan. Tetapi langsung menawarkan. "Allah menghadirkanmu untuk menyempurnakan hidupku," kataku ketika awal kehamilan. Jexeon yang irit bicara hanya tersenyum, dia menggendongku sembari terus menciumi pipi. "Kau juga," balasnya singkat. Aku melingkarkan tangan di
Aku menjalani hidup dengan penuh perjuangan sejak orang tuaku meninggal, tidak ada lagi Yuaira yang manja dan kekanakan. Setiap hari bagaikan pertarungan hidup dan mati karena orang-orang mengincar harta keluarga kami. Padahal, dulu aku bagaikan tuan putri. Melakukan apapun terserah, membuat masalah hingga masuk kantor polisi pun pernah, orang tuaku akan mengurusnya hingga kadang melimpahkan kesalahan pada orang lain. Bahkan nilai mata pelajaran yang jelek pun Orang tuaku bisa mengatasi. "Dia Evrina Arzety yang akan jadi teman sekolahmu." Ayah memperkenalkan Rin untuk pertama kali, aku tahu Rin adalah pembantu yang dijual ayahnya sendiri ke sini. Kalau tidak salah dia dihargai 10 juta. Bahkan uang jajanku sehari 200 juta. Sungguh Rin tidak lebih mahal dari harga kaos kakiku.Aku dengar Rin adalah anak cerdas yang menjadi juara satu UN SMP se-provinsi Jawa. Saat itu aku pikir ayah membeli barang bagus dengan harga murah untuk membantuku meningkatkan nilai. "Hay Evrina, kita bakal j
"Jadi selama ini kamu membuntutiku?" tanya Jexeon. Mereka duduk berhadapan dengan tangan Yua yang tidak mau lepas, wanita berhijab merah muda memalingkan wajah, enggan menjawab tuduhan sang suami. Yua masih sama, selalu memasang raut wajah imut ketika merasa bersalah. "Aku cuma penasaran ke mana suamiku pergi, siapa tahu main cewek lain." Jexeon mengikuti arah pandangan Yua, bibirnya senyum. Terlihat jelas bahwa Yua cemburu. Padahal selama ini dia tidak ada hubungan dengan wanita manapun. Apalagi Purwati."Kenapa kamu nggak nyamperin dari dulu?" Tangan Jexeon mengambil dagu Yua, memaksa wanita itu membalas tatapannya. Kedua alis Jexeon terangkat, menunggu jawaban. "Aku nggak mau ganggu.""Lalu kenapa tiba-tiba datang, hmm?" Pandangan Yua mengarah ke Purwati lagi, memberi isyarat tanpa mau berucap, menunggu kepekaan Jexeon terhadap perasaannya. Yua tadi berkata padanya bisa menyembunyikan rasa rindu tapi tidak dengan cemburu. Selama perjalanan 3 tahun ini Jexeon tidak dekat deng
Malam ini Jexeon duduk di atas mobil camping sembari makan mie instan. Matanya memandang langit. Bulan sabit dengan bintang di sekitarnya. Terlihat indah menghiasi langit.Sudah 3 tahun dia meninggalkan Yua dan si kembar, besok ia akan kembali ke Jakarta. Memulai hidup baru tanpa masa lalu.Semua masa lalu telah dia singkirkan, termasuk uang haram hasil mencuri. Dia menjual semuanya dan diberikan kepada fakir miskin. Sebagian digunakan menyekolahkan anak-anak kurang mampu. Setahun lalu uangnya habis. Jexeon menjadi sangat miskin.Hidup tanpa uang adalah sesuatu yang tidak mungkin, Jexeon mencari cara menghasilkan uang dengan cara halal dan tanpa merugikan orang lain.Dia juga membuka jasa mengembalikan data perusahaan yang hilang, data yang diretas ataupun membantu KPK dalam menelusuri data para koruptor. Pekerjaan di bidang IT terbilang lancar sebagai sosok misterius. Ia menerima bayaran mahal, lalu dikumpulkan dan diberikan kepada Elgar. Di penthouse sana, Elgar mengelola uang Jexeo
Hidup memang seperti ini, orang-orang datang dan pergi. Perbedaannya hanyalah kesan. Saat masih bersama apakah berkesan sampai tidak sanggup melupakan atau hanya berlalu tanpa ingin dikenang. Aku dan Roan sudah memilih jalan berpisah tanpa harus diingat kembali. Kenangan berupa cincin pertunangan tidak begitu berarti. Pertunangan bukanlah janji suci yang mengikat hati sampai ke akhirat. Roan hanyalah salah satu pria yang pernah hadir sebagai calon suami, tidak lebih dari itu. Perasaanku padanya padam sejak melepas cincin pertunangan di gedung Nathanael.Akhir cerita bersama Roan sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Jexeon. Suamiku itu pergi dan menyuruhku tidak menunggu. Mereka sungguh bersaudara. Bagaimana bisa dua saudara itu sama-sama mencampakkanku? Namun, ada sedikit perbedaan antara Roan dan Jexeon, janji Jexeon padaku disaksikan Tuhan. Cinta di antara kami juga membuahkan dua bayi kembar, anak hasil persatuan raga dengan bumbu cinta. Hubungan kami tidak bisa hanya menjadi ke
Las Vegas adalah kota terpadat di negara bagian Nevada, ibu kota Clark County, Amerika serikat. Ini adalah pertama kalinya aku mengunjungi kota yang terkenal karena sejumlah resor kasino dan hiburan sejenisnya. Lampu kota Las Vegas bersinar terang, gedung pencakar langit berdiri kokoh. Keindahan kota dapat aku lihat dari lantai 25 apartemen milik Tante Amel. Jendelanya dibuka, membuat angin musim panas masuk ke dalam. Aku memejamkan mata, merasakan angin itu menerpa wajah. Rambutku yang lurus panjang tertiup angin, berkilau indah terkena pantulan lampu. Rambut itu yang setiap malam Jexeon cium karena suka aromanya. Awalnya aku pikir ia yang sudah tobat tidak suka dengan kota ini. Namun, ternyata dia memang tidak berniat datang. Pria itu meninggalkan kami dengan menitipkan surat pada Tante Amel. Berulang kali aku mencoba menghubunginya. Bahkan menanyakan keberadaan Jexeon pada Lazio dan Elgar. Aku kehilangan Jexeon seperti orang yang hilang akal."Teman macam apa kalian tidak tahu
Wilayah Indonesia begitu luas dan indah, Jexeon baru sadar setelah berkelana di pulau Sumatra selama dua tahun. Meninggalkan tanah kelahiran sekaligus anak dan istrinya. Dia pergi dengan tujuan menyelesaikan masa lalu, menata hidupnya supaya tidak ada lagi yang tersakiti. Terutama anak-anaknya di masa depan. Ia tidak ingin masa lalunya menyulitkan kedua anaknya dan Yua. Dalam perjalanannya, ia baru sadar bahwa negaranya sendiri jauh lebih indah dari semua negara yang pernah dia datangi. Dari dulu Jexeon sering keluar negeri untuk urusan bisnis dan tugas dari Tuan Besar, pekerjaan utamanya di Siluet adalah meretas data musuh, mengirimnya ke Lazio dan tim IT. Ia juga ahli pertarungan lapangan, tidak kalah dengan para tukang pukul. Posisinya setara letnan. Tepat berada di bawah kepala tukang pukul keluarga Siluet. Ada cerita tentang kedekatannya dengan Tuan Besar hingga ia diangkat menjadi anak. Di usia 19 tahun, Tuan besar diculik keluarga Pigel. Mereka meminta tebusan dengan jumlah
Kalau Jexeon harus menghentikan perasaannya sekarang, sepertinya ia akan mati. Dia tidak menyangka akan memiliki perasaan sedalam ini kepada Yua. Dia tidak tahu bahwa es akan meleleh jika disinari matahari terus menerus. Senyuman, perhatian dan kehangatan Yua tidak disangka bisa meluluhkan lantahkan dinding esnya. Membuat perasaannya cair dan dihangatkan oleh cinta. Cinta yang setiap hari mengalir sempurna tanpa bisa dicegah kini menimbulkan efek, yakni rasa sakit. Jexeon menutup wajahnya dengan tangan. Melihat Yua terluka sungguh merobek hatinya. Terasa seperti tubuhnya yang tercabik-cabik. "Maaf," kata yang selalu dia ucapkan selama Yua kritis. Andai kalimat itu bisa mengulang waktu, dia akan memilih tidak melamar Yua. Menjauhkan wanita itu dari hidupnya yang kacau. Hari kelahiran bayinya yang seharusnya sebulan lagi terpaksa dipercepat. Bayi kembar berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, kecil mungil mirip Yua. Jexeon bingung harus bahagia atau sedih. "Mas Iyon bakal nyusul
Elgar tidak jadi mengambil pistol, dia berlari ke gedung. Mulai meretas semua CCTV dan mengarahkan komplotannya yang ada di dalam untuk keluar dengan selamat. Peluhnya menetes, baju putih abu-abu penuh dengan keringat. Jantungnya berdebar kencang, bunyi tembakan terus bersautan. Misi penyelamatan Yua sangat menegangkan. Pasalnya selain sulit, keadaan kakak perempuan Arjun itu tengah hamil 8 bulan. Dari earphone Elgar mendengar instruksi dari Jexeon, "kami sebentar lagi berada di luar. Cepat bawa mobil kemari!" Elgar menutup laptopnya, ia berlari ke arah mobil dan mengendarainya, berputar ke arah belakang gedung. Bersiap menerima penumpang setelah menembaki orang-orang yang menghalangi. Jexeon menggendong Yua sembari berlari ke arah mobil, dilindungi beberapa orang yang Elgar tahu itu adalah mantan anggota Gengster Singa Hitam. Mereka menginstruksikan supaya Jexeon pergi duluan. Orang-orang akan melindunginya sampai benar-benar aman. "Jalan!" Perintah Jexeon setelah berhasil masuk