Marsila bertanya sambil tersenyum, "Kalau dipotong begitu banyak, Tabib Riel tidak akan marah, 'kan?"Louis memaksakan senyum dan berkata, "Tidak, Nyonya Intan datang untuk mengambilnya sendiri. Dia tidak akan merasa rugi. Nyonya Intan bisa mengambil apa saja. Inilah yang diperintahkan olehnya sebelumnya.""Aku iri. Tabib Riel sangat murah hati kepada Intan."Louis bergumam, "Tabib Riel memperlakukan Nyonya Intan seperti anak sendiri.""Itu benar. Ketika kami pergi ke medan perang di Manuel, Intan datang dengan membawa banyak obat dan berkata semua itu diberikan kepadanya oleh Tabib Riel." Marsila memegang tangan Intan dan berkata, "Oh ya, tadi aku melihat Amanda di luar, Tuan Louis, kamu pasti kenal Amanda, 'kan? Dia istri sepupumu."Pisau Louis dimiringkan dan melukai jarinya, darah pun langsung mengalir."Kenapa kamu begitu ceroboh? Cepat diperban." Marsila berkata.Louis mengeluarkan kain kasa dari laci dan membalutnya. Nada suaranya sangat tidak wajar, "Tidak apa, ini bukan masala
Sesampainya di Kediaman Rinar, karena status Intan adalah seorang nyonya raja, para anggota Keluarga Rinar juga keluar untuk memberi penghormatan.Intan kesal dengan hal ini, jadi dia jarang datang. Dia hanya pergi menemui Arnesa setelah bersosialisasi.Arnesa sangat senang saat melihat sepupunya datang dan keluar menyambutnya dengan perut buncit.Intan langsung meraih tangan Arnesa dan membelai perutnya dengan tangan lain, "Tidak nyaman punya perut sebesar itu, ya?""Tidak begitu buruk, hanya saja aku tidak bisa tidur nyenyak di malam hari." Arnesa berkata sambil tersenyum, "Hari-hari tersulit sudah berakhir. Saat itu aku berbaring di atas kasur untuk beristirahat, tapi aku tidak bisa turun ke lantai sesuka hati dan akhirnya muntah sambil berbaring di sana."Intan berkata, "Kamu akan baik-baik saja setelah melahirkan."Setelah memasuki ruangan, Kak Cadas dan Kak Aba sedang duduk di ruang belakang. Yang satu membuat pakaian dan yang lainnya membuat simpul. Setelah melihat Intan datang,
Vincent menatap mata Yanti dengan agak ragu untuk berbicara. Ini adalah martabat seorang pria dan dia tidak tahu bagaimana harus mengatakannya."Kamu tahu segalanya?" Yanti bertanya setelah melihat ekspresinya."Tahu segalanya atau tidak, aku tidak bisa mengatakannya." Vincent menarik napas dalam-dalam dan bertanya, "Apakah dia jatuh cinta pada sepupuku setelah aku pergi berperang? Apakah mereka bertukar tanda cinta?""Tanda cinta?" Yanti tidak tahu tentang hal ini.Vincent berdiri dan pergi ke laci di belakang meja untuk mengeluarkan liontin giok, "Aku menemukan ini di bawah samping kasur yang biasa dia tempati, kebetulan ini jatuh dan tersangkut di antara kaki kasur dan dinding. Aku tahu liontin giok ini. Ini punya sepupuku."Dia tertawa getir, "Aku menemukannya di bawah kasur. Kemungkinan dia mengeluarkan liontin ini untuk dilihat saat tidur di malam hari dan merindukannya di dalam hati. Kapan dia jatuh cinta dengan sepupuku? AKu selalu mengira kami suami istri saling mencintai, tap
Vincent mengangguk dengan kaku dan setelah beberapa saat, akhirnya dia berkata dengan suara yang agak gemetar, "Aku tidak akan mengatakannya, Nyonya tidak perlu khawatir."Yanti melihat liontin giok yang pecah di lantai dan merasa panik sesaat. Dia telah memikirkannya sejak lama dan sangat dilema. Masalah ini seperti mengubur petir di dalam hatinya dan entah kapan akan meledak di atas kepala.Sekarang setelah mengatakannya, dia merasa lega.Dia percaya Vincent tidak akan memberi tahu siapa pun. Akan tetapi jika dia mengatakannya, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Kalau anggota Keluarga Bangsawan Widyasono berdosa, Keluarga Bangsawan Widyasono akan menanggungnya.Bagaimanapun, Vincent adalah pria yang pernah mengalami pembunuhan di medan perang dan badai berdarah dan dia perlahan mendapatkan ketenangannya kembali.Dia membungkuk kepada Yanti dan berkata, "Nyonya mempertaruhkan reputasi keluarga dengan mengatakan yang sebenarnya. Itu menunjukkan kalau kamu benar-benar kasihan dan peduli pa
Amanda belum mengetahui hal ini, jadi dia kembali ke Kediaman Jenderal untuk memberi tahu Nyonya Besar Diana dan Rudi kalau dia merasa tidak enak badan, jadi dia pergi berobat. Tabib berkata itu disebabkan oleh syok hingga membuat jantung berdebar dan harus dirawat sementara waktu.Rudi tidak curiga, tetapi malah merasa semakin bersalah. Bagaimanapun, masalah pembunuhan ini membuat Amanda syok, juga sedih dengan kematian Eva dan Yuna. Kesedihan adalah hal yang paling mudah untuk menghancurkan kesehatan tubuh, jadi Rudi menyuruhnya untuk memulihkan diri dengan baik.Awalnya dia ingin memulihkan diri selama beberapa hari, jadi dia membuat alasan untuk kembali ke rumah orang tuanya untuk memulihkan diri.Alhasil pada hari ketiga, dikabarkan Vincent akan menikah. Amanda masih mendengarnya melalui obrolan para pelayan di kediaman. Setelah mendengar ini, dia mengerutkan kening. Mustahil, Vincent telah berjanji padanya dan pria itu bukan orang yang mudah mengingkari janjinya. Dia juga pasti t
Amanda patah hati, keluarga suami tidak memperlakukannya dengan baik dan keluarganya sendiri tidak mau membantu. Hidup ini sangat menyedihkan, apa lagi artinya?Akan tetapi, dia tidak mau menyerah. Vincent bukanlah orang yang suka mengingkari janji dan masih punya perasaan terhadapnya. Amanda harus pergi menemuinya untuk meminta penjelasan.Amanda tahu tidak pantas untuk mengunjunginya dengan statusnya saat ini, tetapi dia tidak memedulikan hal lainnya lagi dan ingin langsung menanyakannya.Kereta tiba di Kediaman Keluarga Salim. Amanda turun dari kereta dan berjalan lurus ke depan. Ketika pengawal melihatnya, dia berteriak, "Nona ... ah, Nyonya Keluarga Wijaya."Amanda mengerutkan kening dan menatap pengawal dengan dingin, "Apa-apaan? Nyonya Keluarga Wijaya apanya? Vincent ada di rumah tidak?"Pengawal itu terkejut dan tanpa sadar berkata, "Ada!"Amanda langsung masuk bersama Mawar. Mawar sangat ketakutan hingga kakinya gemetar, tetapi dia tidak bisa menahan Nyonya. Mengapa dia datang
Raja Emino kembali ke ibu kota bersama seluruh keluarganya dan sudah menetap. Setelah memasuki istana untuk bertemu Ibu Suri dan Kaisar, Raja Emino membawa istrinya, Nyonya Serena dan selirnya, Nyonya Kimberli ke Kediaman Aldiso.Hari ini Alfred sedang istirahat dan kebetulan berada di kediaman. Sebenarnya dia agak kesal melihat Raja Emino berkunjung seperti ini lagi.Raja Emino adalah paman kaisar dan tidak masuk akal kalau datang berkunjung dengan membawa seluruh keluarganya. Seharusnya yang benar adalah Alfred membawa Intan ke Kediaman Raja Emino.Sekarang paman kaisar langsung datang menemuinya akan membuat orang merasa Alfred si keponakan begitu sombong sehingga mengacaukan senioritas.Alfred tidak punya pilihan selain mengundang ibunya. Dengan cara ini, masuk akal kalau Raja Emino sekeluarga datang mengunjungi Nyonya Kartika.Sebenarnya paman dan keponakan tidak banyak bicara. Mereka sudah tidak akrab satu sama lain dan setiap orang memiliki pemikiran sendiri. Akan tetapi dalam o
Alfred dan Intan berdiri sebelum berjalan keluar hampir pada waktu yang bersamaan. Mereka melihat rambut Amanda yang disanggul acak-acakan dan sebuah pisau diarahkan ke lehernya. Karena terlalu kuat, lehernya sudah mulai berdarah.Mawar sang pelayan mengikutinya, wajahnya memucat karena takut. Barusan Nyonya Amanda bilang ingin membeli pisau dalam perjalanan ke Kediaman Aldiso dan dia tidak bisa menghentikannya.Melihat Intan, mata Amanda memerah dan dia berteriak dengan marah, "Intan, dendam apa yang kumiliki denganmu sampai kamu ingin menghancurkanku seperti ini?"Intan memerintahkan Pak Adi dengan tenang, "Kirim seseorang ke Kediaman Keluarga Widyasono dan Kediaman Jenderal, suruh mereka membawa Nyonya Amanda kembali."Pak Adi menjawab dan pergi.Intan berkata kepada Alfred, "Kamu kembalilah, aku akan menanganinya."Alfred melirik Amanda dan melihat wanita itu dalam kondisi gila dengan pisau di tangan sebelum berkata, "Hati-hati, jangan sampai tanpa sengaja melukai dirimu sendiri."
Dayang Erika segera mengejar Tuan Putri setelah mendengar Jihan akan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah, "Tuan Putri, apakah Anda berubah pikiran?"Putri Agung merasa isi pikirannya sangat kacau, "Kurung dia di penjara bawah tanah dulu dan nanti baru bicarakan hal ini lagi.""Baik, Anda jangan marah dan melukai tubuh Anda sendiri," bujuk Dayang Erika."Tidak ada seorang pun yang bisa dibandingkan dengan Marko, Jihan tetap bukan Marko meski punya tampang yang sama. Jihan sama sekali tidak bisa membuatku menyukainya dan aku malah marah saat melihat wajahnya."Putri Agung kembali ke kamarnya dengan amarah di matanya dan tetap merasa kesal meski sudah duduk, "Pelayan, bawakan air dan sabun. Aku mau cuci tangan."Semua pelayan sedang sibuk bekerja pada saat ini, Putri Agung mencuci tangan bekas menyentuh Jihan berulang kali, seperti setiap kali dia sehabis berhubungan badan. Putri Agung akan merendam dirinya di dalam ember yang berisi dengan air panas untuk menghilangkan aroma yang men
Jihan berusaha untuk berdiri, tapi Jihan sama sekali tidak memiliki kekuatan di dalam tubuhnya seolah-olah dia sedang sakit parah.Jihan segera menoleh setelah mendengar suara pintu terbuka dan terdapat seseorang yang berjalan masuk setelah melewati pembatas ruangan.Rambutnya disanggul dan dihiasi oleh pita, wanita ini mengenakan pakaian berbahan satin yang berwarna putih dan hijau. Wanita ini terlihat berusia sekitar 40 tahun yang tidak terdapat kerutan apa pun di wajahnya. Tapi ekspresi wanita ini sangat serius dan memiliki aura intimidasi dari seseorang yang berkuasa.Terdapat seseorang yang mengikuti di belakang wanita dan memindahkan kursi ke samping tempat tidur. Wanita itu duduk dengan perlahan dan menatap mata Jihan yang terlihat cemas serta curiga."Si ... siapa kamu?" Jihan tidak pernah melihat Putri Agung, tapi mengetahui identitasnya pasti tidak sederhana.Putri Agung melihat kepanikan di mata Jihan dan hatinya berada di tingkat ekstrim, seolah-olah terdapat air yang menyi
Sebuah kereta kuda meninggalkan kota dan Jihan sedang bergegas untuk pergi ke Jinbaran karena terdapat masalah pada pabrik di Jinbaran. Ayahnya menyuruh Jihan untuk pergi ke sana secara pribadi meski masalahnya tidak terlalu serius.Sebenarnya Jihan telah tinggal di Jinbaran untuk waktu yang lama, tapi Jihan mengantar istrinya ke ibu kota untuk melakukan persalinan karena istrinya sedang hamil. Jihan bisa menyerahkan masalah di sana pada pengurus toko setelah masalah di Jinbaran diselesaikan, selain itu Jihan juga berencana untuk melakukan bisnis yang lain dalam perjalanannya kembali ke ibu kota.Jihan sudah lama menjadi seorang ayah, karena dia menikah saat masih berusia 20 tahun dan sudah memiliki dua putra pada saat ini. Jadi dia berharap istrinya bisa melahirkan seorang anak perempuan untuknya.Tidak terlalu banyak orang yang memiliki selir di keluarga mereka dan Jihan juga tidak memiliki satu pun selir. Jihan memiliki hubungan yang sangat harmonis dengan istrinya dan selalu membaw
Pangeran Rafael bersedia bekerja sama demi hal ini, karena anak ini akan memiliki nama belakang Gunawan dan pasti akan berada di pihak Keluarga Bangsawan Gunawan."Aku akan memberi tahu mereka saat kembali," ujar Pangeran Rafael.Putri Agung bertanya, "Sebentar lagi upacara pemberkatan orang meninggal sudah tiba, apakah kamu sudah mengundang Guru Boni?""Sudah aku undang, ada 8 biksu yang datang bersama Guru boni. Aku akan jemput mereka secara pribadi pada hari pertama."Putri Agung mengangguk kecil dan berkata, "Panggil ibumu datang, tapi kamu harus bilang kalau ibumu harus bergadang dan tidak perlu datang kalau tidak bisa melakukannya.""Tentu saja ibuku bisa melakukannya, ibuku telah menjadi penganut Buddha selama bertahun-tahun dan selalu ingin mengikuti upacara ini," ujar Pangeran Rafael dengan cepat. Terdapat Nyonya Clara, Nyonya Thalia, Nyonya Besar Arni, Nyonya Besar Mila dan lain-lain yang mendatangi upacara pemberkatan orang meninggal. Mereka semua adalah nyonya atau nyonya b
Keluarga Salim masih tidak memberi jawaban apa pun, tapi desakan berulang kali dari Putri Agung membuat Nyonya Mirna mau tidak mau harus mendatangi Kediaman Keluarga Salim secara pribadi.Nyonya Mirna baru mengetahui jika Vincent sedang pergi ke Cunang dan berada di Perkemahan Pengintai Tujuvan karena terjadi sesuatu pada Waldy, jadi Vincent pergi ke sana untuk mengunjunginya bersama dengan Charles, yang merupakan anak angkat Keluarga Akbar.Viona berkata dengan nada meminta maaf, "Seharusnya masalah ini sudah diputuskan sejak awal, tapi Vincent bersikeras mau pergi menemui teman seperjuangannya dan baru memutuskan hal ini. Aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, tapi aku sangat menyukai Nona Reni. Kamu sendiri juga tahu kalau aku sangat menyukainya pada pertemuan pertama kami dan sangat ingin segera menjadikannya sebagai menantuku."Viona berkata dengan tulus dan Nyonya Mirna percaya karena Viona memang menunjukkan kesukaannya pada Reni pada hari itu, kemudian berkata
Merpati milik Paviliun Prumania terus beterbangan untuk bertukar pesan dan tiba di ibu kota pada dua malam sebelum upacara pemberkatan orang meninggal setelah beterbangan selama beberapa hari. Surat-surat itu baru dibawa ke Kediaman Aldiso setelah Metta dan yang lain menyusunnya menjadi sebuah surat yang lengkap di malam hari.Metta memberi surat ini pada Marsila, tapi Marsila tidak membukanya, melainkan memanggil semua orang ke ruang kerja dan menyerahkan surat itu pada Tuan Axel, karena hal ini berhubungan dengan Jenny dan sebaiknya membiarkan Tuan Axel membukanya terlebih dahulu.Terdapat urat yang menonjol di dahi Tuan Axel setelah membaca ini, "Sungguh tidak masuk akal. Ini benar-benar merupakan sebuah konspirasi, apa itu utang budi karena telah menyelamatkannya, ini semua adalah rencana yang dibuat dengan teliti."Alfred mengambil surat itu dan berkata secara garis besar setelah membacanya, "Pembuat onar itu adalah preman lokal yang buat masalah setelah terima uang dari orang lai
Tentu saja Edi tidak mengetahui jika Nona Nesa datang ke sini deminya. Edi tidak hanya akan menjadi menteri Departemen Konstruksi jika dia adalah orang yang pintar.Semua orang masih belum makan dan sedang menunggu Edi, Edi menyerahkan pangsit pada pelayan dan meminta mereka untuk merebusnya sesegera mungkin, agar mereka semua bisa makan selagi masih panas.Yanti berkata dengan nada bercanda, "Ternyata kamu pulang terlambat karena beli pangsit? Edi, sekarang perhatianmu hanya terpusat pada istrimu dan tidak ada ibumu lagi, kamu bahkan tega membiarkan ibumu kelaparan menunggumu kembali."Edi segera meminta maaf dan tidak bisa menahan diri untuk mengeluh, "Sebenarnya aku bisa pulang lebih awal, tapi Joko menyiapkan pangsitnya dengan lambat dan Nona Nesa juga menyela antrean. Nona Nesa Warda bilang dia sangat lapar dan menyuruhku untuk mengalah pada mereka berdua, jadi aku pulang terlambat hari ini.""Nona Nesa Warda?" tanya Yanti. Yanti sangat mengenal adik iparnya yang jarang berhubunga
Pangsit kuah yang panas disajikan, wangi sekali. Nona Nesa mengucap terima kasih pada Edi, "Terima kasih atas kebaikan Tuan Edi. Kalau Tuan Edi beli daun teh di tokoku lagi, aku akan beri sedikit diskon."Edi menatap Nona Nesa. "Diskon berapa?"Nona Nesa mengedipkan mata, tampak sangat lincah. "Tuan Edi mau diskon berapa?"Nona Nesa memiliki tampang yang manis dan lugu. Terutama saat mengedipkan mata, senyuman yang tersungging di bibir seperti bunga anggrek yang mekar di malam hari. Pria pasti akan terpukau padanya.Akan tetapi, Edi seakan-akan tidak melihat kecantikan dan kecentilan Nona Nesa. Dia hanya peduli berapa banyak diskon dari daun teh. "Samakan saja dengan diskon yang Nona Nesa berikan pada Tuan Warso."Nona Nesa tertawa. Matanya sangat indah. "Bagaimana bisa? Aku harus membalas kebaikan Tuan atas pemberian pangsit ini. Kalau Tuan Edi datang sendiri, aku beri seperempat kilo untuk pembelian setengah kilo. Bagaimana?"Edi berseru dengan girang, "Sepakat.""Sepakat!" Nona Nesa
Pada petang hari, Edi keluar dari kantor Departemen Konstruksi. Sudah ada kereta kuda yang menunggu di luar. Sebelum naik, Edi berpesan, "Pergi ke ujung Jalan Sejahtera. Dua hari lalu, Nyonya bilang mau makan Pangsit Joko. Beli yang mentah untuk masak di rumah nanti.""Sekarang sepertinya belum buka," jawab pak kusir.Pangsit Joko mulai berjualan pada malam hari. Ibu Kota Negara Runa makmur. Jalan Sejahtera dan Jalan Taraman sangat ramai di malam hari."Itu sebentar lagi, tunggu saja di sana," kata Edi.Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Tuan Edi benar-benar sayang Nyonya Sanira."Edi mengetuk kepala pak kusir dengan kipas yang dia pegang. Dia tersenyum dan berujar, "Sanira menikah denganku dan sudah melahirkan anak untukku. Tentu saja aku sayang dia. Kamu juga, harus perlakukan Elmi dengan baik."Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Aku tahu."Pak kusir adalah keturunan pelayan Keluarga Widyasono, sedangkan Elmi sudah dibeli oleh Keluarga Widyasono ketika masih kecil. Dua tahun lalu