Alfred dan Intan berdiri sebelum berjalan keluar hampir pada waktu yang bersamaan. Mereka melihat rambut Amanda yang disanggul acak-acakan dan sebuah pisau diarahkan ke lehernya. Karena terlalu kuat, lehernya sudah mulai berdarah.Mawar sang pelayan mengikutinya, wajahnya memucat karena takut. Barusan Nyonya Amanda bilang ingin membeli pisau dalam perjalanan ke Kediaman Aldiso dan dia tidak bisa menghentikannya.Melihat Intan, mata Amanda memerah dan dia berteriak dengan marah, "Intan, dendam apa yang kumiliki denganmu sampai kamu ingin menghancurkanku seperti ini?"Intan memerintahkan Pak Adi dengan tenang, "Kirim seseorang ke Kediaman Keluarga Widyasono dan Kediaman Jenderal, suruh mereka membawa Nyonya Amanda kembali."Pak Adi menjawab dan pergi.Intan berkata kepada Alfred, "Kamu kembalilah, aku akan menanganinya."Alfred melirik Amanda dan melihat wanita itu dalam kondisi gila dengan pisau di tangan sebelum berkata, "Hati-hati, jangan sampai tanpa sengaja melukai dirimu sendiri."
Di aula samping, dua orang duduk berhadapan.Intan menatap leher Amanda dan mengerutkan kening, "Apakah kamu akan terus menempelkan pisau di lehermu? Kalau kamu benar-benar ingin mati, cukup benturkan kepalamu ke pintu Kediaman Aldiso. Membuat trik kacau seperti ini, yang hilang hanya reputasimu sendiri."Amanda menyeka air mata dengan punggung tangannya, memperlihatkan wajah yang pucat dan keras kepala, "Intan, menghancurkan pernikahan itu kejam. Kamu sangat jahat."Intan menegakkan punggungnya yang merupakan postur duduk biasanya, "Untuk apa aku menghancurkan pernikahanmu? Apa yang terjadi padamu dan Rudi adalah urusan kalian, tidak ada hubungannya denganku. Kamu ini tidak mengerti apa yang benar dan salah. Saat Kediaman Jenderal diserang, akulah yang menyelamatkan kalian."Amanda berkata dengan dingin, "Setiap hal tidak bisa disamakan. Meskipun kamu datang untuk menyelamatkan kami, kamu juga tidak datang karena aku. Aku tidak perlu berterima kasih kepadamu."Intan tertawa marah mend
Setelah mengatakan itu, Intan melepaskan lengan Amanda. Dia tersandung di kursi dan menutupi wajahnya dengan tangan, "Bukan kamu? Kalau bukan kamu, lalu siapa yang akan mencelakaiku? Siapa? Siapa lagi kalau bukan kamu?"Intan benar-benar kehilangan kata-kata dan tidak berdaya ketika menghadapi orang-orang seperti Amanda. Dia tidak marah karena ini tidak cukup untuk membuatnya marah. Bisa dilihat Amanda telah dilindungi dengan baik oleh keluarga ibunya dan Keluarga Salim, jadi yang kurang hanyalah kemampuan berpikir paling dasar.Terus terang, dia egois dan bodoh.Intan duduk dan menarik napas dalam-dalam. Tidak ada gunanya marah ataupun berbicara dengan nalar pada orang seperti itu, tetapi dia harus mengatakan, "Aku akan bertanya padamu, dendam apa yang kumiliki terhadapmu?"Amanda mengeluarkan saputangan dan menyeka air matanya, matanya sangat merah dan bengkak, "Tidak ada dendam? Kamu adalah mantan istri Rudi dan kita berdua menikah di hari yang sama. Kamu menjatuhkanku dalam hal har
Yanti dari Kediaman Keluarga Widyasono tiba bersama pelayan lebih dulu sebelum orang-orang dari Kediaman Jenderal tiba.Yanti masuk ke dalam dan memberi hormat kepada Nyonya Kartika terlebih dahulu. Setelah melihat keluarga Raja Emino juga ada di sana, wajahnya memucat.Dengan Mutiara memimpin, Yanti datang ke aula samping. Begitu memasuki pintu, dia meminta maaf kepada Intan terlebih dahulu, "Nyonya, maafkan aku. Nona Ketiga kami yang ceroboh dan mengganggu kalian. Aku memohon maaf padamu."Intan berpura-pura membantu dan berkata, "Nyonya, kamu datang tepat pada waktunya. Bawalah Nona Ketiga kalian kembali. Aku juga mengutus seseorang untuk mengundang Keluarga Wijaya kemari, tapi sekarang kurasa tidak ada seorang pun dari Kediaman Jenderal yang akan datang. Lebih baik Nyonya bawa dia pergi."Amanda mengangkat matanya yang bengkak karena menangis dan menatap Yanti yang menatapnya dengan dingin, lalu berkata kepada Intan, "Baiklah, aku akan membawanya kembali dulu dan aku akan datang un
Begitu Yanti pergi, Marsila masuk.Intan mengusap alisnya, "Bukankah kamu membawa Nyonya Kimberli ke taman?""Aku malas memedulikannya, jadi aku meminta Dayang Ita dan beberapa pelayan untuk menemaninya. Dia tidak bisa lepas dari tangan Dayang Ita." Marsila duduk dan menatap Intan, "Jadi, untuk apa wanita gila itu datang?"Intan tidak melihat siapa pun di luar dan menceritakan kisah konyol Amanda.Setelah mendengar ini, Marsila sangat marah, "Dia sedang mengandung anak Rudi dan dia masih ingin mengganggu kakakku? Bukankah dia terlalu tidak tahu malu? Untung saja kakak ipar tahu mana yang benar dan salah. Kalau tidak, kakakku akan menerimanya karena rasa bersalah.""Sudahlah, jangan berteriak lagi. Sekarang kakak angkatmu telah mengetahui kebenarannya, dia akan menjauh dari Amanda.""Aku belum pernah melihat orang yang begitu tidak tahu malu." Marsila berkata dengan marah, "Ada orang lain yang tidak tahu malu duduk di luar. Aku bahkan tidak ingin melihatnya."Intan tahu dia sedang berbi
Hari ini Alfred libur, anggap saja Raja Emino telah mengusik setengah hari. Nyonya Kartika juga kesal, mengatakan dia membenci keluarga Raja Emino, tapi dia malah disuruh keluar untuk menyambut tamu."Aku paling benci pria yang tidak berperasaan seperti dia. Meskipun dia adalah adik mendiang kaisar, mereka sama sekali tidak menghormati mendiang kaisar dan dia membuat istrinya sendiri meninggal. Benar-benar keterlaluan."Dayang Gita membujuk, "Mereka datang dan hanya Nyonya yang punya senioritas yang bisa menghentikan mereka. Nyonya tidak bisa menyuruh Raja dan Nyonya Intan untuk menangani mereka. Bagaimanapun, mereka adalah junior. Apa alasan tetua mengunjungi junior? Bukankah sudah paling benar kalau Nyonya yang maju? Kamu ini membantu Raja dan Nyonya Intan?""Aku tahu, aku cuma marah dan ingin menampar Raja Emino dua kali." Nyonya Kartika tampak khawatir, "Ada banyak pria kejam di dunia, tapi hanya ada segelintir yang kejam dan keji."Dayang Gita berpikir dalam hati, 'Nyonya yang jar
"Hah?""Hah?"Di aula utama, Alfred dan Intan terkejut setelah mendengar apa yang dikatakan Nyonya Thalia. Mereka saling memandang dan tidak tahu harus berkata apa."Aku benar-benar harus mohon bantuan Raja dan Nyonya Intan untuk masalah ini, haist!" Nyonya Thalia menghela napas, kerutan kecil muncul di sudut matanya.Intan berkata dengan rumit, "Tapi untuk masalah seperti perjodohan, bukankah sebaiknya kita pergi mencari ahli jodoh? Kalau tidak bisa, cari makcomblang resmi atau seseorang bermoral tinggi. Aku masih muda dan benar-benar tidak bisa memikul tanggung jawab yang berat ini."Nyonya Thalia menghela napas lagi, "Aku tidak takut ditertawakan Raja dan Nyonya Intan. Cucu ini sangat baik dan pengertian, hanya agak pilih-pilih dalam pernikahan. Dulu kami diam-diam mencari beberapa orang untuknya, tapi cucu ini tidak suka semua dan hanya menyukainya seorang. Keluarga bergantian mencoba membujuknya, tapi dia menolak untuk mendengarkan dan mengatakan dia tidak akan menikah kecuali den
Dia diam-diam menatap Intan dan merasa lega saat melihat Intan tidak marah. Saat dia berbalik, dia ingin menampar mulutnya dengan keras.Hanya terlihat Pak Wisnu sangat menyayangi cucunya ini.Sepertinya Felicia adalah cucu bungsu dari Pak Wisnu dan yang bungsu pastilah yang paling disayangi."Kalian berdua sedang terburu-buru? Hari ini kami ....""Ya, gadis itu sudah tidak sabar." Pak Wisnu sangat cemas hingga menggosok lututnya dengan kedua tangan, berharap mereka segera pergi mencari Vincent, "Meskipun cucuku keras kepala, kalau jawaban diberikan oleh Keluarga Salim bisa meyakinkannya, percayalah, dia bisa menerima dan melupakannya. Dia tidak akan pernah memaksa."Nyonya Thalia juga berkata, "Benar, sekarang dia hanya bilang tidak ingin menghambatnya. Gadis itu merasa ini membodohi orang. Kalau tidak menyukainya, katakan saja dia tidak menyukainya. Gadis itu ingin mendengar kebenaran. Dia adalah orang yang sangat serius."Mendengar hal tersebut, hati Alfred terasa sakit. Hari ini ti
Dayang Erika segera mengejar Tuan Putri setelah mendengar Jihan akan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah, "Tuan Putri, apakah Anda berubah pikiran?"Putri Agung merasa isi pikirannya sangat kacau, "Kurung dia di penjara bawah tanah dulu dan nanti baru bicarakan hal ini lagi.""Baik, Anda jangan marah dan melukai tubuh Anda sendiri," bujuk Dayang Erika."Tidak ada seorang pun yang bisa dibandingkan dengan Marko, Jihan tetap bukan Marko meski punya tampang yang sama. Jihan sama sekali tidak bisa membuatku menyukainya dan aku malah marah saat melihat wajahnya."Putri Agung kembali ke kamarnya dengan amarah di matanya dan tetap merasa kesal meski sudah duduk, "Pelayan, bawakan air dan sabun. Aku mau cuci tangan."Semua pelayan sedang sibuk bekerja pada saat ini, Putri Agung mencuci tangan bekas menyentuh Jihan berulang kali, seperti setiap kali dia sehabis berhubungan badan. Putri Agung akan merendam dirinya di dalam ember yang berisi dengan air panas untuk menghilangkan aroma yang men
Jihan berusaha untuk berdiri, tapi Jihan sama sekali tidak memiliki kekuatan di dalam tubuhnya seolah-olah dia sedang sakit parah.Jihan segera menoleh setelah mendengar suara pintu terbuka dan terdapat seseorang yang berjalan masuk setelah melewati pembatas ruangan.Rambutnya disanggul dan dihiasi oleh pita, wanita ini mengenakan pakaian berbahan satin yang berwarna putih dan hijau. Wanita ini terlihat berusia sekitar 40 tahun yang tidak terdapat kerutan apa pun di wajahnya. Tapi ekspresi wanita ini sangat serius dan memiliki aura intimidasi dari seseorang yang berkuasa.Terdapat seseorang yang mengikuti di belakang wanita dan memindahkan kursi ke samping tempat tidur. Wanita itu duduk dengan perlahan dan menatap mata Jihan yang terlihat cemas serta curiga."Si ... siapa kamu?" Jihan tidak pernah melihat Putri Agung, tapi mengetahui identitasnya pasti tidak sederhana.Putri Agung melihat kepanikan di mata Jihan dan hatinya berada di tingkat ekstrim, seolah-olah terdapat air yang menyi
Sebuah kereta kuda meninggalkan kota dan Jihan sedang bergegas untuk pergi ke Jinbaran karena terdapat masalah pada pabrik di Jinbaran. Ayahnya menyuruh Jihan untuk pergi ke sana secara pribadi meski masalahnya tidak terlalu serius.Sebenarnya Jihan telah tinggal di Jinbaran untuk waktu yang lama, tapi Jihan mengantar istrinya ke ibu kota untuk melakukan persalinan karena istrinya sedang hamil. Jihan bisa menyerahkan masalah di sana pada pengurus toko setelah masalah di Jinbaran diselesaikan, selain itu Jihan juga berencana untuk melakukan bisnis yang lain dalam perjalanannya kembali ke ibu kota.Jihan sudah lama menjadi seorang ayah, karena dia menikah saat masih berusia 20 tahun dan sudah memiliki dua putra pada saat ini. Jadi dia berharap istrinya bisa melahirkan seorang anak perempuan untuknya.Tidak terlalu banyak orang yang memiliki selir di keluarga mereka dan Jihan juga tidak memiliki satu pun selir. Jihan memiliki hubungan yang sangat harmonis dengan istrinya dan selalu membaw
Pangeran Rafael bersedia bekerja sama demi hal ini, karena anak ini akan memiliki nama belakang Gunawan dan pasti akan berada di pihak Keluarga Bangsawan Gunawan."Aku akan memberi tahu mereka saat kembali," ujar Pangeran Rafael.Putri Agung bertanya, "Sebentar lagi upacara pemberkatan orang meninggal sudah tiba, apakah kamu sudah mengundang Guru Boni?""Sudah aku undang, ada 8 biksu yang datang bersama Guru boni. Aku akan jemput mereka secara pribadi pada hari pertama."Putri Agung mengangguk kecil dan berkata, "Panggil ibumu datang, tapi kamu harus bilang kalau ibumu harus bergadang dan tidak perlu datang kalau tidak bisa melakukannya.""Tentu saja ibuku bisa melakukannya, ibuku telah menjadi penganut Buddha selama bertahun-tahun dan selalu ingin mengikuti upacara ini," ujar Pangeran Rafael dengan cepat. Terdapat Nyonya Clara, Nyonya Thalia, Nyonya Besar Arni, Nyonya Besar Mila dan lain-lain yang mendatangi upacara pemberkatan orang meninggal. Mereka semua adalah nyonya atau nyonya b
Keluarga Salim masih tidak memberi jawaban apa pun, tapi desakan berulang kali dari Putri Agung membuat Nyonya Mirna mau tidak mau harus mendatangi Kediaman Keluarga Salim secara pribadi.Nyonya Mirna baru mengetahui jika Vincent sedang pergi ke Cunang dan berada di Perkemahan Pengintai Tujuvan karena terjadi sesuatu pada Waldy, jadi Vincent pergi ke sana untuk mengunjunginya bersama dengan Charles, yang merupakan anak angkat Keluarga Akbar.Viona berkata dengan nada meminta maaf, "Seharusnya masalah ini sudah diputuskan sejak awal, tapi Vincent bersikeras mau pergi menemui teman seperjuangannya dan baru memutuskan hal ini. Aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, tapi aku sangat menyukai Nona Reni. Kamu sendiri juga tahu kalau aku sangat menyukainya pada pertemuan pertama kami dan sangat ingin segera menjadikannya sebagai menantuku."Viona berkata dengan tulus dan Nyonya Mirna percaya karena Viona memang menunjukkan kesukaannya pada Reni pada hari itu, kemudian berkata
Merpati milik Paviliun Prumania terus beterbangan untuk bertukar pesan dan tiba di ibu kota pada dua malam sebelum upacara pemberkatan orang meninggal setelah beterbangan selama beberapa hari. Surat-surat itu baru dibawa ke Kediaman Aldiso setelah Metta dan yang lain menyusunnya menjadi sebuah surat yang lengkap di malam hari.Metta memberi surat ini pada Marsila, tapi Marsila tidak membukanya, melainkan memanggil semua orang ke ruang kerja dan menyerahkan surat itu pada Tuan Axel, karena hal ini berhubungan dengan Jenny dan sebaiknya membiarkan Tuan Axel membukanya terlebih dahulu.Terdapat urat yang menonjol di dahi Tuan Axel setelah membaca ini, "Sungguh tidak masuk akal. Ini benar-benar merupakan sebuah konspirasi, apa itu utang budi karena telah menyelamatkannya, ini semua adalah rencana yang dibuat dengan teliti."Alfred mengambil surat itu dan berkata secara garis besar setelah membacanya, "Pembuat onar itu adalah preman lokal yang buat masalah setelah terima uang dari orang lai
Tentu saja Edi tidak mengetahui jika Nona Nesa datang ke sini deminya. Edi tidak hanya akan menjadi menteri Departemen Konstruksi jika dia adalah orang yang pintar.Semua orang masih belum makan dan sedang menunggu Edi, Edi menyerahkan pangsit pada pelayan dan meminta mereka untuk merebusnya sesegera mungkin, agar mereka semua bisa makan selagi masih panas.Yanti berkata dengan nada bercanda, "Ternyata kamu pulang terlambat karena beli pangsit? Edi, sekarang perhatianmu hanya terpusat pada istrimu dan tidak ada ibumu lagi, kamu bahkan tega membiarkan ibumu kelaparan menunggumu kembali."Edi segera meminta maaf dan tidak bisa menahan diri untuk mengeluh, "Sebenarnya aku bisa pulang lebih awal, tapi Joko menyiapkan pangsitnya dengan lambat dan Nona Nesa juga menyela antrean. Nona Nesa Warda bilang dia sangat lapar dan menyuruhku untuk mengalah pada mereka berdua, jadi aku pulang terlambat hari ini.""Nona Nesa Warda?" tanya Yanti. Yanti sangat mengenal adik iparnya yang jarang berhubunga
Pangsit kuah yang panas disajikan, wangi sekali. Nona Nesa mengucap terima kasih pada Edi, "Terima kasih atas kebaikan Tuan Edi. Kalau Tuan Edi beli daun teh di tokoku lagi, aku akan beri sedikit diskon."Edi menatap Nona Nesa. "Diskon berapa?"Nona Nesa mengedipkan mata, tampak sangat lincah. "Tuan Edi mau diskon berapa?"Nona Nesa memiliki tampang yang manis dan lugu. Terutama saat mengedipkan mata, senyuman yang tersungging di bibir seperti bunga anggrek yang mekar di malam hari. Pria pasti akan terpukau padanya.Akan tetapi, Edi seakan-akan tidak melihat kecantikan dan kecentilan Nona Nesa. Dia hanya peduli berapa banyak diskon dari daun teh. "Samakan saja dengan diskon yang Nona Nesa berikan pada Tuan Warso."Nona Nesa tertawa. Matanya sangat indah. "Bagaimana bisa? Aku harus membalas kebaikan Tuan atas pemberian pangsit ini. Kalau Tuan Edi datang sendiri, aku beri seperempat kilo untuk pembelian setengah kilo. Bagaimana?"Edi berseru dengan girang, "Sepakat.""Sepakat!" Nona Nesa
Pada petang hari, Edi keluar dari kantor Departemen Konstruksi. Sudah ada kereta kuda yang menunggu di luar. Sebelum naik, Edi berpesan, "Pergi ke ujung Jalan Sejahtera. Dua hari lalu, Nyonya bilang mau makan Pangsit Joko. Beli yang mentah untuk masak di rumah nanti.""Sekarang sepertinya belum buka," jawab pak kusir.Pangsit Joko mulai berjualan pada malam hari. Ibu Kota Negara Runa makmur. Jalan Sejahtera dan Jalan Taraman sangat ramai di malam hari."Itu sebentar lagi, tunggu saja di sana," kata Edi.Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Tuan Edi benar-benar sayang Nyonya Sanira."Edi mengetuk kepala pak kusir dengan kipas yang dia pegang. Dia tersenyum dan berujar, "Sanira menikah denganku dan sudah melahirkan anak untukku. Tentu saja aku sayang dia. Kamu juga, harus perlakukan Elmi dengan baik."Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Aku tahu."Pak kusir adalah keturunan pelayan Keluarga Widyasono, sedangkan Elmi sudah dibeli oleh Keluarga Widyasono ketika masih kecil. Dua tahun lalu