Amanda menangis seraya berseru, "Aku tidak peduli. Aku punya reputasi apa lagi? Kamu pasti sudah mendengar tentang kondisi Keluarga Wijaya. Aku jatuh dalam belenggu. Vincent, kamu berutang padaku atas hal ini. Kenapa kamu tidak mengabariku melalui surat kalau kamu belum mati? Meskipun aku sudah diberi surat pelepasan, aku tetap hidup menjanda di rumah ibuku untukmu. Kalau bukan karena Nyonya Perdana Menteri menjodohkanku dengan Rudi, aku masih hidup menjanda untukmu sampai sekarang. Aku sama sekali tidak bebas di rumahku. Kakak iparku tidak menyukaiku dan ingin segera menikahkanku. Saat Nyonya Clara datang untuk melamar, aku sama sekali tidak bisa menolak."Apa yang Amanda katakan membuat hati Vincent tidak keruan. Vincent sangat sedih belakangan ini, bukan hanya karena istrinya menikah lagi, tetapi karena ibu dan semua kerabat berduka atas "kematian"nya. Apalagi ibu jatuh sakit karena itu dan baru membaik akhir-akhir ini.Vincent selalu memberi tahu dirinya bahwa kesetiaan dan kebakti
Vincent mendongakkan kepala. "Kamu mau talak karena Keluarga Wijaya menganiayamu, karena Rudi merundungmu, karena ada penyergap yang menerobos Kediaman Jenderal sehingga nyawamu terancam, bukan karena aku pulang, 'kan?"Amanda maju lagi. Tiba-tiba, Amanda mengulurkan tangan untuk memeluk Vincent. Vincent buru-buru mendorong Amanda dan mundur beberapa langkah.Reaksi Vincent membuat Amanda terbengong. Lalu, Amanda meneteskan air mata kesedihan. "Kamu jijik denganku? Benar saja kamu jijik denganku."Vincent menatap Amanda dengan emosi yang tertahan di matanya. "Tentang masalah Kediaman Jenderal, akan kuselidiki.""Aku tidak butuh penyelidikanmu!" Amanda mengamuk. "Apa yang kamu selidiki? Kamu tidak memercayaiku? Aku tanya kamu, apakah kamu masih menerimaku kalau aku talak? Apakah kamu jijik denganku? Jawab pertanyaanku."Mendengar desakan Amanda, Vincent menarik napas-napas dan membuka mulut beberapa kali, tetapi tidak bisa berkata-kata. Hati Vincent sangat kacau. Dia tidak ingin sembara
Yanti memejamkan mata dan memijat pelipis. Semua masalah ini membuatnya sangat galau dan sakit kepala.Kirana mengimbau lagi, "Kalau Nyonya beritahukan hal ini pada Tuan Vincent dan Tuan Vincent membuat keributan, Keluarga Bangsawan Widyasono kita akan kehilangan muka. Nyonya tidak boleh memberi tahu Tuan Vincent.""Selain itu, kalau tahu Nyonya-lah yang memberi tahu Tuan Vincent, Tuan Petrus pasti akan marah pada Nyonya."Yanti makin pusing ketika memikirkan suaminya yang berada di Manuel.Dulu saat Petrus berada di ibu kota, Petrus masih bisa mendengarkan omongannya. Petrus juga bisa dinasihati dalam beberapa hal agar tidak membuat kesalahan.Mereka sudah berselisih karena banyak hal. Yanti harus bersabar untuk menganalisisnya sedikit demi sedikit bersama Petrus dan meyakinkan Petrus.Seperti mengajari anak.Sekalipun Petrus patuh, tetap timbul rasa jengkel di hati Petrus.Petrus tidak berlapang dada untuk menerima seorang istri yang dengan pandangan yang lebih jauh dibanding dirinya
Keesokan hari, Yanti mengirim orang untuk memanggil Amanda ke rumah. Alhasil, Amanda mengatakan dirinya tidak enak badan dan akan pulang dalam beberapa waktu ke depan.Amanda sedang memikirkan bagaimana cara membicarakan perihal talak dengan Rudi. Untuk sementara, Amanda tidak ingin keluarga maternalnya mengetahui hal tersebut.Akan tetapi, Rudi selalu bertugas di malam hari belakangan ini dan tidur di pagi hari. Jarang sekali mereka bisa duduk bersama untuk mengobrol. Amanda juga tidak bisa mengungkit soal talak secara tiba-tiba. Harus membuat masalah terlebih dahulu.Sejak pulang dari Gunung Ribana di hari itu, Amanda selalu merasa letih. Ada dua hari, Amanda tidur siang dan tidak bangun-bangun sampai ketika Rudi pergi bertugas. Amanda baru bangun setelah ditepuk oleh Mawar untuk makan malam.Letih, mengantuk, mual ringan, serta keterlambatan menstruasi. Amanda sedikit khawatir dirinya hamil.Amanda menghitung waktu. Dalam beberapa waktu yang lalu, Rudi bermalam di Kediaman Wanar set
Amanda kembali ke ruang kerja di mana dia berada sebelum meninggalkan kediaman, dia tidak tahu Yanti telah pergi ke Kediaman Keluarga Salim dan hanya mengira ibunya masih berdiskusi dengan mereka tentang bagaimana membantunya.Amanda tahu meskipun ibunya marah, dia tidak akan rela Amanda tinggal di Kediaman Jenderal.Itu adalah tempat yang mengerikan, di mana Eva dan Yuna meninggal.Apalagi ibunya selalu sangat suka dengan Vincent. Kalau dia dan Vincent kembali bersama, ibunya akan bahagia setelah amarahnya berlalu.Setelah tinggal beberapa saat, dia mencari seseorang untuk bertanya dan berkata masalah ibunya tidak begitu besar, jadi dia kembali ke Kediaman Jenderal dulu agar tidak ditegur oleh kakak iparnya.Dia benar-benar bosan dengan wajah Yanti yang serius dan suka berceramah. Pada akhirnya seberapa bermartabatnya dia? Bukankah berkat gelar kakaknya dia bisa menjadi istri bangsawan?Selain itu, dia harus mencari alasan untuk kembali ke rumah orang tuanya dan masih menggunakan alas
Marsila bertanya sambil tersenyum, "Kalau dipotong begitu banyak, Tabib Riel tidak akan marah, 'kan?"Louis memaksakan senyum dan berkata, "Tidak, Nyonya Intan datang untuk mengambilnya sendiri. Dia tidak akan merasa rugi. Nyonya Intan bisa mengambil apa saja. Inilah yang diperintahkan olehnya sebelumnya.""Aku iri. Tabib Riel sangat murah hati kepada Intan."Louis bergumam, "Tabib Riel memperlakukan Nyonya Intan seperti anak sendiri.""Itu benar. Ketika kami pergi ke medan perang di Manuel, Intan datang dengan membawa banyak obat dan berkata semua itu diberikan kepadanya oleh Tabib Riel." Marsila memegang tangan Intan dan berkata, "Oh ya, tadi aku melihat Amanda di luar, Tuan Louis, kamu pasti kenal Amanda, 'kan? Dia istri sepupumu."Pisau Louis dimiringkan dan melukai jarinya, darah pun langsung mengalir."Kenapa kamu begitu ceroboh? Cepat diperban." Marsila berkata.Louis mengeluarkan kain kasa dari laci dan membalutnya. Nada suaranya sangat tidak wajar, "Tidak apa, ini bukan masala
Sesampainya di Kediaman Rinar, karena status Intan adalah seorang nyonya raja, para anggota Keluarga Rinar juga keluar untuk memberi penghormatan.Intan kesal dengan hal ini, jadi dia jarang datang. Dia hanya pergi menemui Arnesa setelah bersosialisasi.Arnesa sangat senang saat melihat sepupunya datang dan keluar menyambutnya dengan perut buncit.Intan langsung meraih tangan Arnesa dan membelai perutnya dengan tangan lain, "Tidak nyaman punya perut sebesar itu, ya?""Tidak begitu buruk, hanya saja aku tidak bisa tidur nyenyak di malam hari." Arnesa berkata sambil tersenyum, "Hari-hari tersulit sudah berakhir. Saat itu aku berbaring di atas kasur untuk beristirahat, tapi aku tidak bisa turun ke lantai sesuka hati dan akhirnya muntah sambil berbaring di sana."Intan berkata, "Kamu akan baik-baik saja setelah melahirkan."Setelah memasuki ruangan, Kak Cadas dan Kak Aba sedang duduk di ruang belakang. Yang satu membuat pakaian dan yang lainnya membuat simpul. Setelah melihat Intan datang,
Vincent menatap mata Yanti dengan agak ragu untuk berbicara. Ini adalah martabat seorang pria dan dia tidak tahu bagaimana harus mengatakannya."Kamu tahu segalanya?" Yanti bertanya setelah melihat ekspresinya."Tahu segalanya atau tidak, aku tidak bisa mengatakannya." Vincent menarik napas dalam-dalam dan bertanya, "Apakah dia jatuh cinta pada sepupuku setelah aku pergi berperang? Apakah mereka bertukar tanda cinta?""Tanda cinta?" Yanti tidak tahu tentang hal ini.Vincent berdiri dan pergi ke laci di belakang meja untuk mengeluarkan liontin giok, "Aku menemukan ini di bawah samping kasur yang biasa dia tempati, kebetulan ini jatuh dan tersangkut di antara kaki kasur dan dinding. Aku tahu liontin giok ini. Ini punya sepupuku."Dia tertawa getir, "Aku menemukannya di bawah kasur. Kemungkinan dia mengeluarkan liontin ini untuk dilihat saat tidur di malam hari dan merindukannya di dalam hati. Kapan dia jatuh cinta dengan sepupuku? AKu selalu mengira kami suami istri saling mencintai, tap
Dayang Erika segera mengejar Tuan Putri setelah mendengar Jihan akan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah, "Tuan Putri, apakah Anda berubah pikiran?"Putri Agung merasa isi pikirannya sangat kacau, "Kurung dia di penjara bawah tanah dulu dan nanti baru bicarakan hal ini lagi.""Baik, Anda jangan marah dan melukai tubuh Anda sendiri," bujuk Dayang Erika."Tidak ada seorang pun yang bisa dibandingkan dengan Marko, Jihan tetap bukan Marko meski punya tampang yang sama. Jihan sama sekali tidak bisa membuatku menyukainya dan aku malah marah saat melihat wajahnya."Putri Agung kembali ke kamarnya dengan amarah di matanya dan tetap merasa kesal meski sudah duduk, "Pelayan, bawakan air dan sabun. Aku mau cuci tangan."Semua pelayan sedang sibuk bekerja pada saat ini, Putri Agung mencuci tangan bekas menyentuh Jihan berulang kali, seperti setiap kali dia sehabis berhubungan badan. Putri Agung akan merendam dirinya di dalam ember yang berisi dengan air panas untuk menghilangkan aroma yang men
Jihan berusaha untuk berdiri, tapi Jihan sama sekali tidak memiliki kekuatan di dalam tubuhnya seolah-olah dia sedang sakit parah.Jihan segera menoleh setelah mendengar suara pintu terbuka dan terdapat seseorang yang berjalan masuk setelah melewati pembatas ruangan.Rambutnya disanggul dan dihiasi oleh pita, wanita ini mengenakan pakaian berbahan satin yang berwarna putih dan hijau. Wanita ini terlihat berusia sekitar 40 tahun yang tidak terdapat kerutan apa pun di wajahnya. Tapi ekspresi wanita ini sangat serius dan memiliki aura intimidasi dari seseorang yang berkuasa.Terdapat seseorang yang mengikuti di belakang wanita dan memindahkan kursi ke samping tempat tidur. Wanita itu duduk dengan perlahan dan menatap mata Jihan yang terlihat cemas serta curiga."Si ... siapa kamu?" Jihan tidak pernah melihat Putri Agung, tapi mengetahui identitasnya pasti tidak sederhana.Putri Agung melihat kepanikan di mata Jihan dan hatinya berada di tingkat ekstrim, seolah-olah terdapat air yang menyi
Sebuah kereta kuda meninggalkan kota dan Jihan sedang bergegas untuk pergi ke Jinbaran karena terdapat masalah pada pabrik di Jinbaran. Ayahnya menyuruh Jihan untuk pergi ke sana secara pribadi meski masalahnya tidak terlalu serius.Sebenarnya Jihan telah tinggal di Jinbaran untuk waktu yang lama, tapi Jihan mengantar istrinya ke ibu kota untuk melakukan persalinan karena istrinya sedang hamil. Jihan bisa menyerahkan masalah di sana pada pengurus toko setelah masalah di Jinbaran diselesaikan, selain itu Jihan juga berencana untuk melakukan bisnis yang lain dalam perjalanannya kembali ke ibu kota.Jihan sudah lama menjadi seorang ayah, karena dia menikah saat masih berusia 20 tahun dan sudah memiliki dua putra pada saat ini. Jadi dia berharap istrinya bisa melahirkan seorang anak perempuan untuknya.Tidak terlalu banyak orang yang memiliki selir di keluarga mereka dan Jihan juga tidak memiliki satu pun selir. Jihan memiliki hubungan yang sangat harmonis dengan istrinya dan selalu membaw
Pangeran Rafael bersedia bekerja sama demi hal ini, karena anak ini akan memiliki nama belakang Gunawan dan pasti akan berada di pihak Keluarga Bangsawan Gunawan."Aku akan memberi tahu mereka saat kembali," ujar Pangeran Rafael.Putri Agung bertanya, "Sebentar lagi upacara pemberkatan orang meninggal sudah tiba, apakah kamu sudah mengundang Guru Boni?""Sudah aku undang, ada 8 biksu yang datang bersama Guru boni. Aku akan jemput mereka secara pribadi pada hari pertama."Putri Agung mengangguk kecil dan berkata, "Panggil ibumu datang, tapi kamu harus bilang kalau ibumu harus bergadang dan tidak perlu datang kalau tidak bisa melakukannya.""Tentu saja ibuku bisa melakukannya, ibuku telah menjadi penganut Buddha selama bertahun-tahun dan selalu ingin mengikuti upacara ini," ujar Pangeran Rafael dengan cepat. Terdapat Nyonya Clara, Nyonya Thalia, Nyonya Besar Arni, Nyonya Besar Mila dan lain-lain yang mendatangi upacara pemberkatan orang meninggal. Mereka semua adalah nyonya atau nyonya b
Keluarga Salim masih tidak memberi jawaban apa pun, tapi desakan berulang kali dari Putri Agung membuat Nyonya Mirna mau tidak mau harus mendatangi Kediaman Keluarga Salim secara pribadi.Nyonya Mirna baru mengetahui jika Vincent sedang pergi ke Cunang dan berada di Perkemahan Pengintai Tujuvan karena terjadi sesuatu pada Waldy, jadi Vincent pergi ke sana untuk mengunjunginya bersama dengan Charles, yang merupakan anak angkat Keluarga Akbar.Viona berkata dengan nada meminta maaf, "Seharusnya masalah ini sudah diputuskan sejak awal, tapi Vincent bersikeras mau pergi menemui teman seperjuangannya dan baru memutuskan hal ini. Aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, tapi aku sangat menyukai Nona Reni. Kamu sendiri juga tahu kalau aku sangat menyukainya pada pertemuan pertama kami dan sangat ingin segera menjadikannya sebagai menantuku."Viona berkata dengan tulus dan Nyonya Mirna percaya karena Viona memang menunjukkan kesukaannya pada Reni pada hari itu, kemudian berkata
Merpati milik Paviliun Prumania terus beterbangan untuk bertukar pesan dan tiba di ibu kota pada dua malam sebelum upacara pemberkatan orang meninggal setelah beterbangan selama beberapa hari. Surat-surat itu baru dibawa ke Kediaman Aldiso setelah Metta dan yang lain menyusunnya menjadi sebuah surat yang lengkap di malam hari.Metta memberi surat ini pada Marsila, tapi Marsila tidak membukanya, melainkan memanggil semua orang ke ruang kerja dan menyerahkan surat itu pada Tuan Axel, karena hal ini berhubungan dengan Jenny dan sebaiknya membiarkan Tuan Axel membukanya terlebih dahulu.Terdapat urat yang menonjol di dahi Tuan Axel setelah membaca ini, "Sungguh tidak masuk akal. Ini benar-benar merupakan sebuah konspirasi, apa itu utang budi karena telah menyelamatkannya, ini semua adalah rencana yang dibuat dengan teliti."Alfred mengambil surat itu dan berkata secara garis besar setelah membacanya, "Pembuat onar itu adalah preman lokal yang buat masalah setelah terima uang dari orang lai
Tentu saja Edi tidak mengetahui jika Nona Nesa datang ke sini deminya. Edi tidak hanya akan menjadi menteri Departemen Konstruksi jika dia adalah orang yang pintar.Semua orang masih belum makan dan sedang menunggu Edi, Edi menyerahkan pangsit pada pelayan dan meminta mereka untuk merebusnya sesegera mungkin, agar mereka semua bisa makan selagi masih panas.Yanti berkata dengan nada bercanda, "Ternyata kamu pulang terlambat karena beli pangsit? Edi, sekarang perhatianmu hanya terpusat pada istrimu dan tidak ada ibumu lagi, kamu bahkan tega membiarkan ibumu kelaparan menunggumu kembali."Edi segera meminta maaf dan tidak bisa menahan diri untuk mengeluh, "Sebenarnya aku bisa pulang lebih awal, tapi Joko menyiapkan pangsitnya dengan lambat dan Nona Nesa juga menyela antrean. Nona Nesa Warda bilang dia sangat lapar dan menyuruhku untuk mengalah pada mereka berdua, jadi aku pulang terlambat hari ini.""Nona Nesa Warda?" tanya Yanti. Yanti sangat mengenal adik iparnya yang jarang berhubunga
Pangsit kuah yang panas disajikan, wangi sekali. Nona Nesa mengucap terima kasih pada Edi, "Terima kasih atas kebaikan Tuan Edi. Kalau Tuan Edi beli daun teh di tokoku lagi, aku akan beri sedikit diskon."Edi menatap Nona Nesa. "Diskon berapa?"Nona Nesa mengedipkan mata, tampak sangat lincah. "Tuan Edi mau diskon berapa?"Nona Nesa memiliki tampang yang manis dan lugu. Terutama saat mengedipkan mata, senyuman yang tersungging di bibir seperti bunga anggrek yang mekar di malam hari. Pria pasti akan terpukau padanya.Akan tetapi, Edi seakan-akan tidak melihat kecantikan dan kecentilan Nona Nesa. Dia hanya peduli berapa banyak diskon dari daun teh. "Samakan saja dengan diskon yang Nona Nesa berikan pada Tuan Warso."Nona Nesa tertawa. Matanya sangat indah. "Bagaimana bisa? Aku harus membalas kebaikan Tuan atas pemberian pangsit ini. Kalau Tuan Edi datang sendiri, aku beri seperempat kilo untuk pembelian setengah kilo. Bagaimana?"Edi berseru dengan girang, "Sepakat.""Sepakat!" Nona Nesa
Pada petang hari, Edi keluar dari kantor Departemen Konstruksi. Sudah ada kereta kuda yang menunggu di luar. Sebelum naik, Edi berpesan, "Pergi ke ujung Jalan Sejahtera. Dua hari lalu, Nyonya bilang mau makan Pangsit Joko. Beli yang mentah untuk masak di rumah nanti.""Sekarang sepertinya belum buka," jawab pak kusir.Pangsit Joko mulai berjualan pada malam hari. Ibu Kota Negara Runa makmur. Jalan Sejahtera dan Jalan Taraman sangat ramai di malam hari."Itu sebentar lagi, tunggu saja di sana," kata Edi.Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Tuan Edi benar-benar sayang Nyonya Sanira."Edi mengetuk kepala pak kusir dengan kipas yang dia pegang. Dia tersenyum dan berujar, "Sanira menikah denganku dan sudah melahirkan anak untukku. Tentu saja aku sayang dia. Kamu juga, harus perlakukan Elmi dengan baik."Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Aku tahu."Pak kusir adalah keturunan pelayan Keluarga Widyasono, sedangkan Elmi sudah dibeli oleh Keluarga Widyasono ketika masih kecil. Dua tahun lalu