Setibanya di penginapan, Jennifer langsung jatuh berlutut begitu turun dari kereta kuda. Kedua kakinya kebas dan lemas. Jennifer benar-benar kehabisan stamina, juga sangat menderita.Intan membantu Jennifer berdiri. Lalu, Jennifer berseru, "Cepat, bawa aku ketemu Levin."Hal yang paling menyiksa Jennifer di sepanjang perjalanan bukanlah mabuk perjalanan atau terombang-ambing, melainkan rasa khawatir. Jennifer khawatir kondisi Levin akan memburuk.Intan membawa Jennifer ke dalam dan berpapasan dengan Alfred yang berjalan keluar. Mereka bertatapan satu sama lain. Alfred mengangguk pada Intan, memberitahukan bahwa Levin masih hidup.Intan menghela napas lega. Dia menatap lurus pada Alfred yang sudah menjadi kurus.Intan membawa Jennifer menaiki tangga menuju pintu kamar. Semua orang langsung memberi jalan. Di ambang pintu, Jennifer bisa melihat pria yang terbaring di ranjang.Jennifer tidak melangkah ke dalam, melainkan membekap mulut dengan kedua tangan. Pandangannya diburamkan oleh air
Alfred menggelengkan kepala. Suaranya tetap sentimental. "Bukan, Tujuvan bukanlah satu orang, juga bukan Vincent Salim, melainkan sebelas orang .... Eh, siapa itu?"Baru pada saat ini, Alfred melihat ada seekor kuda yang mondar-mandir di luar. Seseorang dengan rambut tergerai merebah di atas punggung kuda. Entah siapa itu.Intan berseru kaget dan bergegas berlari ke sana. "Itu Sila. Sila sakit sepanjang perjalanan. Aku melupakannya."Intan dengan hati-hati menurunkan Marsila. Begitu turun, Marsila juga hampir jatuh berlutut seperti Jennifer. Marsila menggerutu, "Dasar tidak punya hati nurani. Aku menemanimu sepanjang jalan, tapi kamu melupakanku. Setelah aku sembuh nanti, kubunuh kamu."Marsila yang lemas bersandar pada bahu Intan. Intan meminta maaf, "Maafkan aku. Ayo masuk dan istirahat. Aku buru-buru bawa Jennifer ke dalam untuk tengok Levin."Marsila berhenti memarahi Intan, lalu bertanya, "Bagaimana kondisi Levin? Apa masih baik? Aduh, aku ingin melihat mereka bersatu kembali, tap
Sesaat kemudian, Jack Sinaga bertanya, "Bagaimana dengan istriku?"Saat Jack berangkat perang, mereka baru menikah setengah tahun.Marsila tahu tentang Tuan Muda Ketiga Keluarga Sinaga ini. Nadanya menyiratkan rasa simpati. "Dia sudah menikah lagi."Jack pun menjadi sedih. Lalu, Jack bertanya lagi, "Apakah hidupnya baik?"Marsila menggelengkan kepala. "Tidak tahu, tidak kucari tahu."Mata Jack berkaca-kaca. "Aku telah mencelakainya dan bersalah padanya."Jared Lumintang juga bertanya, "Nona Marsila, apakah istriku ...."Ayah Jared adalah tentara kepemimpinan Marko. Jared berangkat ke Manuel bersama ayahnya, tetapi ayahnya gugur lebih dulu dan dia ditangkap setelah itu.Marsila tidak tahu tentang kondisi Keluarga Lumintang. Metta juga tidak menyelidikinya.Akan tetapi, Intan tahu. Intan menjawab, "Istrimu jatuh sakit dua tahun lalu, sudah disembuhkan oleh Tabib Riel. Tapi ibumu mendengar kabar kematianmu dan ayahmu ... dia terlalu sedih sehingga pikirannya menjadi kacau, sekarang bahkan
Sesaat setelah Nyonya Kartika pergi, Kaisar Roni sudah datang. Setelah Kaisar Roni berlutut sebelah kaki dan memberi salam, Ibu Suri menyodorkan surat padanya. "Intan keluar kota tadi malam. Dia khusus menyuruh bibimu membawakan surat ini ke dalam istana dan sampaikan padamu."Usai membaca surat, Kaisar Roni tersenyum sembari berujar, "Intan keluar kota tengah malam, pasti ada urusan mendesak. Tidak perlu laporkan semua hal padaku."Ibu Suri berujar, "Intan hanyalah seorang wanita. Dia meninggalkan ibu kota tengah malam membawa lencana wakil komandan, pasti harus beri tahu kamu."Kaisar Roni mengiakan. Kekhawatiran tersirat dalam tatapan matanya. "Semoga Levin bisa kembali dengan selamat."Ternyata Tujuvan adalah Levin. Keluarga Bangsawan Cahyo merupakan keluarga kemiliteran. Sekalipun banyak anggota Keluarga Cahyo dari dua generasi terakhir yang beralih ke bidang akademi, masih ada beberapa yang mewariskan kehormatan dan kegigihan keluarga kemiliteran.Ibu Suri menatap Kaisar Roni dan
Meskipun bingung, Lundi dengan hormat mempersilakan Rahman ke aula belakang dan menyajikan teh untuknya.Tampang Rahman yang tersenyum berseri-seri melegakan hati Lundi. "Urusan pribadi apa yang ingin Perdana Menteri bicarakan denganku?""Ucapan selamat." Rahman menaruh cangkir teh dan menatap Lundi seraya tersenyum berseri-seri. Hal ini sebaiknya diberitakan secepatnya, tetapi kejutan ini terlalu besar sehingga Rahman takut Lundi tidak akan sanggup menerima kejutan besar ini. Sebaiknya dituturkan secara bertahap."Ucapan selamat?" Lundi makin bingung. Dia seharusnya tidak akan naik jabatan lagi dari posisi kepala Departemen Ritus. "Perdana Menteri, ucapan selamat untuk apa?"Rahman berucap, "Memperoleh kembali apa yang telah hilang."Lundi lebih bingung lagi. "Memperoleh kembali apa yang telah hilang? Aku tidak kehilangan barang belakangan ini.""Kaisar menurunkan dekret, meminta Departemen Ritus melakukan persiapan untuk menyambut pahlawan perang dari Manuel. Dua di antaranya berasal
Pada saat yang sama, Keluarga Bangsawan Widyasono menerima surat kiriman Petrus.Surat itu ditujukan kepada Nyonya Keluarga Widyasono, Yanti. Setelah membacanya, Yanti membawakan surat itu kepada ibu, serta Edi dan istrinya.Edi adalah adik Petrus, menjabat sebagai wakil kepala Departemen Konstruksi. Itu merupakan profesi yang menguntungkan. Hanya saja, sudah empat tahun Edi diam di posisi tersebut.Istri Edi, Sanira, adalah anak dari pengusaha. Sanira beruntung bisa menikah dengan keluarga bangsawan. Dulu, Amanda sangat tidak menyukai kakak ipar keduanya ini yang berlagak seperti orang kaya baru.Sinthia sangat terperanjat setelah membaca surat tersebut. "Menantu Vincent masih hidup? Bahkan mencetak prestasi perang? Ini ...."Yanti memperingatkan, "Ibu, sekarang tidak boleh panggil menantu lagi."Sinthia mengembuskan napas. "Ibu lupa. Ternyata Vincent masih hidup, siapa sangka?"Edi juga membaca surat itu. Dia berujar, "Ibu, Kakak Ipar, ini kabar baik. Kita harusnya bergembira. Vincen
Hujan gerimis turun selama beberapa hari. Pikiran Amanda sedang kacau saat turun dari kereta kuda. Dia menginjak genangan air sehingga sandal bermotif bunganya basah."Nyonya!" Pelayan yang baru dibeli, Mawar, terlalu ceroboh dan tidak mengetahui aturan. "Maafkan aku."Amanda mengibaskan tangan Mawar dan membentaknya, "Ikuti aku saja."Mawar berjalan dengan patuh di belakang. Dia belum diajari aturan karena baru dibeli. Oleh karena itu, dia memandang sekeliling begitu memasuki Kediaman Bangsawan Widyasono yang jauh lebih mewah dibanding Kediaman Jenderal.Amanda sangat memandang rendah Mawar yang berwawasan sempit. "Ikuti aku saja. Buat apa kamu tengok ke sana sini?"Dayang Nyonya Besar Sinthia datang untuk menyambut. Dia tersenyum seraya berucap, "Buat apa Nona Amanda marah dengan seorang pelayan? Kalau dia tidak tahu aturan, ajari pelan-pelan saja. Jangan kehilangan sopan santun karena dia."Amanda merapikan tusuk konde. Amanda tahu dayang itu sedang memperingatkannya untuk jangan te
Setelah mendengarkan percakapan ibu-anak itu, Yanti berujar, "Kamu disuruh pulang bukan untuk membicarakan masalah-masalah itu. Setelah keguguran Vincent kala itu, Keluarga Salim memberikan surat pelepasan sehingga tidak salah kalau kamu pulang ke rumah maternal. Bagaimanapun, kalian juga belum punya anak. Keluarga Salim juga tidak tega menahanmu seumur hidup. Di Kediaman Keluarga Salim waktu itu, kamu menangis dan mengatakan tidak akan menikah lagi sebelum kamu pulang. Barulah Keluarga Salim memberikan tunjangan kematian Vincent dan dua toko padamu. Sekarang kamu sudah menikah lagi. Setelah kurenungkan, kita tidak boleh mengambil keuntungan dari mereka. Tunjangan itu harus dikembalikan pada mereka. Sedangkan dua toko itu, kita uangkan dan kembalikan pada mereka. Bagaimana menurutmu?"Pikiran Amanda masih kacau. Mendengar apa kata kakak iparnya, Amanda menggelengkan kepala secara refleks. "Tidak, kenapa harus dikembalikan? Aku tidak berbuat salah. Kenapa Vincent tidak kirim surat kalau
Dayang Erika segera mengejar Tuan Putri setelah mendengar Jihan akan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah, "Tuan Putri, apakah Anda berubah pikiran?"Putri Agung merasa isi pikirannya sangat kacau, "Kurung dia di penjara bawah tanah dulu dan nanti baru bicarakan hal ini lagi.""Baik, Anda jangan marah dan melukai tubuh Anda sendiri," bujuk Dayang Erika."Tidak ada seorang pun yang bisa dibandingkan dengan Marko, Jihan tetap bukan Marko meski punya tampang yang sama. Jihan sama sekali tidak bisa membuatku menyukainya dan aku malah marah saat melihat wajahnya."Putri Agung kembali ke kamarnya dengan amarah di matanya dan tetap merasa kesal meski sudah duduk, "Pelayan, bawakan air dan sabun. Aku mau cuci tangan."Semua pelayan sedang sibuk bekerja pada saat ini, Putri Agung mencuci tangan bekas menyentuh Jihan berulang kali, seperti setiap kali dia sehabis berhubungan badan. Putri Agung akan merendam dirinya di dalam ember yang berisi dengan air panas untuk menghilangkan aroma yang men
Jihan berusaha untuk berdiri, tapi Jihan sama sekali tidak memiliki kekuatan di dalam tubuhnya seolah-olah dia sedang sakit parah.Jihan segera menoleh setelah mendengar suara pintu terbuka dan terdapat seseorang yang berjalan masuk setelah melewati pembatas ruangan.Rambutnya disanggul dan dihiasi oleh pita, wanita ini mengenakan pakaian berbahan satin yang berwarna putih dan hijau. Wanita ini terlihat berusia sekitar 40 tahun yang tidak terdapat kerutan apa pun di wajahnya. Tapi ekspresi wanita ini sangat serius dan memiliki aura intimidasi dari seseorang yang berkuasa.Terdapat seseorang yang mengikuti di belakang wanita dan memindahkan kursi ke samping tempat tidur. Wanita itu duduk dengan perlahan dan menatap mata Jihan yang terlihat cemas serta curiga."Si ... siapa kamu?" Jihan tidak pernah melihat Putri Agung, tapi mengetahui identitasnya pasti tidak sederhana.Putri Agung melihat kepanikan di mata Jihan dan hatinya berada di tingkat ekstrim, seolah-olah terdapat air yang menyi
Sebuah kereta kuda meninggalkan kota dan Jihan sedang bergegas untuk pergi ke Jinbaran karena terdapat masalah pada pabrik di Jinbaran. Ayahnya menyuruh Jihan untuk pergi ke sana secara pribadi meski masalahnya tidak terlalu serius.Sebenarnya Jihan telah tinggal di Jinbaran untuk waktu yang lama, tapi Jihan mengantar istrinya ke ibu kota untuk melakukan persalinan karena istrinya sedang hamil. Jihan bisa menyerahkan masalah di sana pada pengurus toko setelah masalah di Jinbaran diselesaikan, selain itu Jihan juga berencana untuk melakukan bisnis yang lain dalam perjalanannya kembali ke ibu kota.Jihan sudah lama menjadi seorang ayah, karena dia menikah saat masih berusia 20 tahun dan sudah memiliki dua putra pada saat ini. Jadi dia berharap istrinya bisa melahirkan seorang anak perempuan untuknya.Tidak terlalu banyak orang yang memiliki selir di keluarga mereka dan Jihan juga tidak memiliki satu pun selir. Jihan memiliki hubungan yang sangat harmonis dengan istrinya dan selalu membaw
Pangeran Rafael bersedia bekerja sama demi hal ini, karena anak ini akan memiliki nama belakang Gunawan dan pasti akan berada di pihak Keluarga Bangsawan Gunawan."Aku akan memberi tahu mereka saat kembali," ujar Pangeran Rafael.Putri Agung bertanya, "Sebentar lagi upacara pemberkatan orang meninggal sudah tiba, apakah kamu sudah mengundang Guru Boni?""Sudah aku undang, ada 8 biksu yang datang bersama Guru boni. Aku akan jemput mereka secara pribadi pada hari pertama."Putri Agung mengangguk kecil dan berkata, "Panggil ibumu datang, tapi kamu harus bilang kalau ibumu harus bergadang dan tidak perlu datang kalau tidak bisa melakukannya.""Tentu saja ibuku bisa melakukannya, ibuku telah menjadi penganut Buddha selama bertahun-tahun dan selalu ingin mengikuti upacara ini," ujar Pangeran Rafael dengan cepat. Terdapat Nyonya Clara, Nyonya Thalia, Nyonya Besar Arni, Nyonya Besar Mila dan lain-lain yang mendatangi upacara pemberkatan orang meninggal. Mereka semua adalah nyonya atau nyonya b
Keluarga Salim masih tidak memberi jawaban apa pun, tapi desakan berulang kali dari Putri Agung membuat Nyonya Mirna mau tidak mau harus mendatangi Kediaman Keluarga Salim secara pribadi.Nyonya Mirna baru mengetahui jika Vincent sedang pergi ke Cunang dan berada di Perkemahan Pengintai Tujuvan karena terjadi sesuatu pada Waldy, jadi Vincent pergi ke sana untuk mengunjunginya bersama dengan Charles, yang merupakan anak angkat Keluarga Akbar.Viona berkata dengan nada meminta maaf, "Seharusnya masalah ini sudah diputuskan sejak awal, tapi Vincent bersikeras mau pergi menemui teman seperjuangannya dan baru memutuskan hal ini. Aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, tapi aku sangat menyukai Nona Reni. Kamu sendiri juga tahu kalau aku sangat menyukainya pada pertemuan pertama kami dan sangat ingin segera menjadikannya sebagai menantuku."Viona berkata dengan tulus dan Nyonya Mirna percaya karena Viona memang menunjukkan kesukaannya pada Reni pada hari itu, kemudian berkata
Merpati milik Paviliun Prumania terus beterbangan untuk bertukar pesan dan tiba di ibu kota pada dua malam sebelum upacara pemberkatan orang meninggal setelah beterbangan selama beberapa hari. Surat-surat itu baru dibawa ke Kediaman Aldiso setelah Metta dan yang lain menyusunnya menjadi sebuah surat yang lengkap di malam hari.Metta memberi surat ini pada Marsila, tapi Marsila tidak membukanya, melainkan memanggil semua orang ke ruang kerja dan menyerahkan surat itu pada Tuan Axel, karena hal ini berhubungan dengan Jenny dan sebaiknya membiarkan Tuan Axel membukanya terlebih dahulu.Terdapat urat yang menonjol di dahi Tuan Axel setelah membaca ini, "Sungguh tidak masuk akal. Ini benar-benar merupakan sebuah konspirasi, apa itu utang budi karena telah menyelamatkannya, ini semua adalah rencana yang dibuat dengan teliti."Alfred mengambil surat itu dan berkata secara garis besar setelah membacanya, "Pembuat onar itu adalah preman lokal yang buat masalah setelah terima uang dari orang lai
Tentu saja Edi tidak mengetahui jika Nona Nesa datang ke sini deminya. Edi tidak hanya akan menjadi menteri Departemen Konstruksi jika dia adalah orang yang pintar.Semua orang masih belum makan dan sedang menunggu Edi, Edi menyerahkan pangsit pada pelayan dan meminta mereka untuk merebusnya sesegera mungkin, agar mereka semua bisa makan selagi masih panas.Yanti berkata dengan nada bercanda, "Ternyata kamu pulang terlambat karena beli pangsit? Edi, sekarang perhatianmu hanya terpusat pada istrimu dan tidak ada ibumu lagi, kamu bahkan tega membiarkan ibumu kelaparan menunggumu kembali."Edi segera meminta maaf dan tidak bisa menahan diri untuk mengeluh, "Sebenarnya aku bisa pulang lebih awal, tapi Joko menyiapkan pangsitnya dengan lambat dan Nona Nesa juga menyela antrean. Nona Nesa Warda bilang dia sangat lapar dan menyuruhku untuk mengalah pada mereka berdua, jadi aku pulang terlambat hari ini.""Nona Nesa Warda?" tanya Yanti. Yanti sangat mengenal adik iparnya yang jarang berhubunga
Pangsit kuah yang panas disajikan, wangi sekali. Nona Nesa mengucap terima kasih pada Edi, "Terima kasih atas kebaikan Tuan Edi. Kalau Tuan Edi beli daun teh di tokoku lagi, aku akan beri sedikit diskon."Edi menatap Nona Nesa. "Diskon berapa?"Nona Nesa mengedipkan mata, tampak sangat lincah. "Tuan Edi mau diskon berapa?"Nona Nesa memiliki tampang yang manis dan lugu. Terutama saat mengedipkan mata, senyuman yang tersungging di bibir seperti bunga anggrek yang mekar di malam hari. Pria pasti akan terpukau padanya.Akan tetapi, Edi seakan-akan tidak melihat kecantikan dan kecentilan Nona Nesa. Dia hanya peduli berapa banyak diskon dari daun teh. "Samakan saja dengan diskon yang Nona Nesa berikan pada Tuan Warso."Nona Nesa tertawa. Matanya sangat indah. "Bagaimana bisa? Aku harus membalas kebaikan Tuan atas pemberian pangsit ini. Kalau Tuan Edi datang sendiri, aku beri seperempat kilo untuk pembelian setengah kilo. Bagaimana?"Edi berseru dengan girang, "Sepakat.""Sepakat!" Nona Nesa
Pada petang hari, Edi keluar dari kantor Departemen Konstruksi. Sudah ada kereta kuda yang menunggu di luar. Sebelum naik, Edi berpesan, "Pergi ke ujung Jalan Sejahtera. Dua hari lalu, Nyonya bilang mau makan Pangsit Joko. Beli yang mentah untuk masak di rumah nanti.""Sekarang sepertinya belum buka," jawab pak kusir.Pangsit Joko mulai berjualan pada malam hari. Ibu Kota Negara Runa makmur. Jalan Sejahtera dan Jalan Taraman sangat ramai di malam hari."Itu sebentar lagi, tunggu saja di sana," kata Edi.Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Tuan Edi benar-benar sayang Nyonya Sanira."Edi mengetuk kepala pak kusir dengan kipas yang dia pegang. Dia tersenyum dan berujar, "Sanira menikah denganku dan sudah melahirkan anak untukku. Tentu saja aku sayang dia. Kamu juga, harus perlakukan Elmi dengan baik."Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Aku tahu."Pak kusir adalah keturunan pelayan Keluarga Widyasono, sedangkan Elmi sudah dibeli oleh Keluarga Widyasono ketika masih kecil. Dua tahun lalu