Intan teringat akan omongan Marsila bahwa Amanda ingin membandingkan harta bawaan dengan Intan. Pertemuan mereka yang sebelumnya juga kurang menggembirakan. Jadi, Intan hanya mengangguk. "Nyonya Amanda.""Nyonya Intan santai sekali, pagi-pagi sudah datang untuk menonton aib di Kediaman Jenderal?" ujar Amanda dengan nada ketus dan ekspresi masam. "Nyonya Intan lupa jalan pulang atau kira rumahmu masih di Kediaman Jenderal?"Marsila hendak turun, tetapi ditahan oleh Intan. Lalu, Intan memasang senyuman cuek saat menatap Amanda dan menjawab, "Terkadang, kita perlu mengenang masa lalu kita. Sekalian lihat apakah orang-orang jahanam di Kediaman Jenderal hidup dengan baik."Wajah Amanda menjadi lebih masam. "Siapa yang kamu bilang orang-orang jahanam? Nyonya Intan ingin melihat aib Kediaman Jenderal? Ayo turun dan lihat sendiri, cium sendiri. Kalau suka, Nyonya juga bisa sentuh pakai tangan."Intan menjawab sembari tersenyum, "Aku sudah bukan anggota dari Kediaman Jenderal. Tempat penuh koto
Intan menghela napas lega. Saat Cadas mengatakan ingin menghajar Amanda, Intan benar-benar khawatir Cadas akan langsung menggunakan kekerasan ketika dirundung di Kediaman Rinar.Mereka pasti tahu batas.Intan sungguh tidak bisa memahami Amanda.Tidak ada dendam di antara mereka, tetapi mengapa Amanda begitu membencinya?Namun, setelah dipikir-pikir, Intan akhirnya paham. Nyonya Besar Diana sepertinya sering menjelek-jelekkan dia di depan Amanda.Kelihatannya Nyonya Besar Diana sangat benci karena dia menikah dengan Raja Aldiso.Bagaimanapun, Amanda pernah menjadi menantu Keluarga Salim. Vincent adalah orang yang lugas dan berpandangan jauh. Mengapa Amanda tidak bisa meneladaninya?Sesampainya di Kediaman Rinar, Nyonya Silvia bergegas menuntun mereka ke aula paviliun.Nyonya Silvia agak gugup karena Feri telah membuat onar di Kediaman Aldiso beberapa hari lalu. Nyonya Silvia khawatir orang dari Kediaman Aldiso akan datang untuk menuntut pertanggungjawaban.Alhasil, setelah beberapa hari
Melihat mata Arnesa yang bengkak dan merah, yang berusaha ditutupi dengan kipas, Intan mengembuskan napas. "Jadi kamu tahu aku datang, tapi tidak mau ketemu aku?"Arnesa menjawab dengan suara parau, "Kak Intan, aku tidak layak keluar dengan mata begini."Intan melirik Arnesa. "Ya, bengkak sekali.""Kak Intan ...." Suara Arnesa menjadi lebih parau. "Karena masalah hari itu, Feri datang setiap hari untuk memarahiku. Kenapa dia setega itu?"Intan mengernyit. "Dia memarahimu, memangnya kamu tidak bisa memarahinya?""Aku ...." Arnesa meneteskan air mata lagi. "Aku tidak tahu bagaimana caranya."Intan benar-benar tidak berdaya. Lalu, Intan menoleh pada Kak Cadas dan bertanya, "Apa Kak Cadas pandai memarahi orang?""Oh, aku pandai sekali," jawab Kak Cadas."Baiklah. Kalau Tuan Feri datang dan memarahi Putri Arnesa, kamu marahi dia. Ingat, kalau dia maki, kamu maki. Kalau dia main tangan, kamu main tangan.""Bagus," seru Kak Cadas."Kak Intan, siapa mereka?" tanya Arnesa dengan heran setelah b
Linda memicingkan mata dan sekujur tubuhnya membeku. Timbul kebengisan di matanya.Namun, Linda kembali berlagak acuh tak acuh. "Memangnya kenapa? Terserah kalau dia mau menonton."Amanda tidak bisa berkata-kata. "Kamu .... Linda, kumohon. Bisakah kamu pergi ke Kediaman Bangsawan Bonardi lagi untuk minta maaf? Perbuatanmu berpengaruh pada Keluarga Wijaya dan masa depan karier suamiku.""Suami? Mesra sekali." Linda tersenyum dingin."Apa salahnya aku panggil begitu? Dia suamiku, 'kan?"Linda menyeletuk, "Ya, dia suamimu. Jadi, kamu bisa berjuang untuk masa depannya. Kalau mau minta maaf, kamu saja. Kalau mau uang, kamu berikan saja.""Macam apa sikapmu ini?"Linda mengayun pedang. "Pergi dari sini dan jangan ganggu aku."Sekujur tubuh Amanda gemetar karena marah. Amanda benar-benar tidak paham. Mereka sama-sama adalah bagian dari Keluarga Wijaya, dan dia adalah istri utama. Mengapa Linda berani bersikap lancang padanya?Amanda berkata di depan Intan bahwa dia bersedia menalangi pengelua
Di rapat pagi keesokannya, Raka bersama wakil kepala badan pengawas dan beberapa tetua di badan pengawas menyerahkan laporan kepada Kaisar.Mereka melaporkan bahwa Feri mengangkat wanita dari rumah bordil menjadi selir ketika istri utamanya sedang hamil, mengutamakan selir di atas istri, serta merundung Putri Arnesa.Kemudian, mereka melaporkan bahwa Keluarga Wijaya tidak menghormati Nyonya Besar Vivian, selaku Nyonya Besar Keluarga Bonardi. Hal itu menimbulkan amarah rakyat sehingga mereka melempar tinja untuk melampiaskan kemarahan. Sang pelaku diseret ke dalam oleh Keluarga Wijaya, serta dipatahkan tangan dan kakinya. Orang itu melaporkan kasus ke prefektur ibu kota dan mengakui telah melemparkan tinja, tetapi juga meminta kompensasi.Rudi tidak dapat memasuki aula pemerintahan. Selama rapat, Rudi hanya bisa berdiri di luar bersama pejabat tingkat rendah.Oleh karena itu, Rudi seharusnya tidak bisa mendengar pembicaraan di dalam. Akan tetapi, suara para anggota badan pengawas terlal
Teriakan marah Kaisar bergema di seluruh aula. "Kediaman Jenderal kalian itu apa? Beraninya kalian mematahkan tangan dan kaki warga di sana? Kalau begitu, Kediaman Jenderal saja sudah cukup. Buat apa perlu prefektur ibu kota, Departemen Hukum, dan Kejaksaan Agung?"Rudi sama sekali tidak tahu tentang itu. Akan tetapi, jika badan pengawas melaporkannya, berarti benar-benar ada orang yang melaporkan kasus ke prefektur ibu kota.Rudi tidak bisa membantah. Rudi terus berseru, "Mohon ampun, Kaisar. Mohon ampun.""Mohon ampun? Aku suruh kamu bawa Linda pergi minta maaf, tapi kalian langsung pergi karena Tuan Kurniawan tidak mengizinkan kalian masuk? Seperti itukah kalian minta maaf? Bukannya berinisiatif memohon maaf, kamu malah melampiaskan kemarahan pada warga? Kalian memang pantas dilempar dengan tinja. Aku pun ingin melemparmu dengan tinja."Kaisar mengumpat karena terlalu marah. Rudi sangat amat membuatnya kecewa.Jika bukan karena perestuan pernikahan waktu itu dan telah mengapresiasi
Rudi maju dan mencengkeram pergelangan tangan Linda. "Ayo, ikut aku ke Kediaman Bangsawan Bonardi."Linda mengentakkannya tangannya dari cengkeram Rudi. "Tidak mau."Rudi berdiri di halaman dengan tatapan mata suram. "Kalau kamu tidak mau pergi, aku ikat kamu ke sana. Kamu mau pergi sendiri atau aku ikat?""Beraninya kamu?" Linda marah sekaligus sedih. "Aku hanya ucapkan satu kalimat, sebesar apa dosaku?"Rudi menggertakkan gigi. "Kamu tahu sendiri apa yang telah kamu perbuat. Dengan dosa-dosamu itu, kamu bahkan pantas dibunuh."Rudi melirik pelayan wanita di samping dan berteriak, "Keluar!"Para pelayan wanita berlari keluar karena ketakutan.Mata Linda memerah saat menatap Rudi. "Sekarang, apa kamu masih memperlakukanku seperti dulu? Kamu benar-benar sangat membenciku? Kalau begitu, kenapa kamu menikahiku?"Rudi yang frustrasi langsung meneriaki Linda, "Aku bodoh dan buta, aku salah lihat orang. Aku pikir kamu benar-benar lugas dan gagah seperti yang kamu katakan, tapi kenyataannya t
Rudi sekali lagi terpukul.Seketika, Rudi seperti telah kehilangan tulang punggung.Semangat Rudi pun sirna. Rudi merasa dirinya yang sekarang sangat kacau, bahkan tidak punya tempat yang bisa ditujui.Sebelumnya, Rudi berpikir Amanda bermartabat, berbudi luhur, berpengetahuan, sangat berbakti, serta murah hati dan baik pada pelayan.Apalagi Amanda adalah nona dari Keluarga Bangsawan Widyasono dan pernah menikah dengan Keluarga Salim yang merupakan keluarga tentara. Vincent adalah orang yang sangat dihormati oleh tentara.Istri Vincent pasti lugas, gagah, tegas, dan baik hati seperti Vincent.Namun, sekarang, Amanda memerintahkan orang untuk mematahkan tangan orang lain.Rudi juga membenci orang-orang yang melemparkan tinja. Akan tetapi, Rudi hanya akan menangkap mereka dan memukuli mereka, bukan mematahkan tangan dan kaki mereka.Bukannya Rudi lapang dada, tetapi Rudi tidak ingin memicu kemarahan rakyat lagi dan ingin segera menyelesaikan masalah tersebut. Sekarang, tangan dan kaki or
Dayang Erika segera mengejar Tuan Putri setelah mendengar Jihan akan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah, "Tuan Putri, apakah Anda berubah pikiran?"Putri Agung merasa isi pikirannya sangat kacau, "Kurung dia di penjara bawah tanah dulu dan nanti baru bicarakan hal ini lagi.""Baik, Anda jangan marah dan melukai tubuh Anda sendiri," bujuk Dayang Erika."Tidak ada seorang pun yang bisa dibandingkan dengan Marko, Jihan tetap bukan Marko meski punya tampang yang sama. Jihan sama sekali tidak bisa membuatku menyukainya dan aku malah marah saat melihat wajahnya."Putri Agung kembali ke kamarnya dengan amarah di matanya dan tetap merasa kesal meski sudah duduk, "Pelayan, bawakan air dan sabun. Aku mau cuci tangan."Semua pelayan sedang sibuk bekerja pada saat ini, Putri Agung mencuci tangan bekas menyentuh Jihan berulang kali, seperti setiap kali dia sehabis berhubungan badan. Putri Agung akan merendam dirinya di dalam ember yang berisi dengan air panas untuk menghilangkan aroma yang men
Jihan berusaha untuk berdiri, tapi Jihan sama sekali tidak memiliki kekuatan di dalam tubuhnya seolah-olah dia sedang sakit parah.Jihan segera menoleh setelah mendengar suara pintu terbuka dan terdapat seseorang yang berjalan masuk setelah melewati pembatas ruangan.Rambutnya disanggul dan dihiasi oleh pita, wanita ini mengenakan pakaian berbahan satin yang berwarna putih dan hijau. Wanita ini terlihat berusia sekitar 40 tahun yang tidak terdapat kerutan apa pun di wajahnya. Tapi ekspresi wanita ini sangat serius dan memiliki aura intimidasi dari seseorang yang berkuasa.Terdapat seseorang yang mengikuti di belakang wanita dan memindahkan kursi ke samping tempat tidur. Wanita itu duduk dengan perlahan dan menatap mata Jihan yang terlihat cemas serta curiga."Si ... siapa kamu?" Jihan tidak pernah melihat Putri Agung, tapi mengetahui identitasnya pasti tidak sederhana.Putri Agung melihat kepanikan di mata Jihan dan hatinya berada di tingkat ekstrim, seolah-olah terdapat air yang menyi
Sebuah kereta kuda meninggalkan kota dan Jihan sedang bergegas untuk pergi ke Jinbaran karena terdapat masalah pada pabrik di Jinbaran. Ayahnya menyuruh Jihan untuk pergi ke sana secara pribadi meski masalahnya tidak terlalu serius.Sebenarnya Jihan telah tinggal di Jinbaran untuk waktu yang lama, tapi Jihan mengantar istrinya ke ibu kota untuk melakukan persalinan karena istrinya sedang hamil. Jihan bisa menyerahkan masalah di sana pada pengurus toko setelah masalah di Jinbaran diselesaikan, selain itu Jihan juga berencana untuk melakukan bisnis yang lain dalam perjalanannya kembali ke ibu kota.Jihan sudah lama menjadi seorang ayah, karena dia menikah saat masih berusia 20 tahun dan sudah memiliki dua putra pada saat ini. Jadi dia berharap istrinya bisa melahirkan seorang anak perempuan untuknya.Tidak terlalu banyak orang yang memiliki selir di keluarga mereka dan Jihan juga tidak memiliki satu pun selir. Jihan memiliki hubungan yang sangat harmonis dengan istrinya dan selalu membaw
Pangeran Rafael bersedia bekerja sama demi hal ini, karena anak ini akan memiliki nama belakang Gunawan dan pasti akan berada di pihak Keluarga Bangsawan Gunawan."Aku akan memberi tahu mereka saat kembali," ujar Pangeran Rafael.Putri Agung bertanya, "Sebentar lagi upacara pemberkatan orang meninggal sudah tiba, apakah kamu sudah mengundang Guru Boni?""Sudah aku undang, ada 8 biksu yang datang bersama Guru boni. Aku akan jemput mereka secara pribadi pada hari pertama."Putri Agung mengangguk kecil dan berkata, "Panggil ibumu datang, tapi kamu harus bilang kalau ibumu harus bergadang dan tidak perlu datang kalau tidak bisa melakukannya.""Tentu saja ibuku bisa melakukannya, ibuku telah menjadi penganut Buddha selama bertahun-tahun dan selalu ingin mengikuti upacara ini," ujar Pangeran Rafael dengan cepat. Terdapat Nyonya Clara, Nyonya Thalia, Nyonya Besar Arni, Nyonya Besar Mila dan lain-lain yang mendatangi upacara pemberkatan orang meninggal. Mereka semua adalah nyonya atau nyonya b
Keluarga Salim masih tidak memberi jawaban apa pun, tapi desakan berulang kali dari Putri Agung membuat Nyonya Mirna mau tidak mau harus mendatangi Kediaman Keluarga Salim secara pribadi.Nyonya Mirna baru mengetahui jika Vincent sedang pergi ke Cunang dan berada di Perkemahan Pengintai Tujuvan karena terjadi sesuatu pada Waldy, jadi Vincent pergi ke sana untuk mengunjunginya bersama dengan Charles, yang merupakan anak angkat Keluarga Akbar.Viona berkata dengan nada meminta maaf, "Seharusnya masalah ini sudah diputuskan sejak awal, tapi Vincent bersikeras mau pergi menemui teman seperjuangannya dan baru memutuskan hal ini. Aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, tapi aku sangat menyukai Nona Reni. Kamu sendiri juga tahu kalau aku sangat menyukainya pada pertemuan pertama kami dan sangat ingin segera menjadikannya sebagai menantuku."Viona berkata dengan tulus dan Nyonya Mirna percaya karena Viona memang menunjukkan kesukaannya pada Reni pada hari itu, kemudian berkata
Merpati milik Paviliun Prumania terus beterbangan untuk bertukar pesan dan tiba di ibu kota pada dua malam sebelum upacara pemberkatan orang meninggal setelah beterbangan selama beberapa hari. Surat-surat itu baru dibawa ke Kediaman Aldiso setelah Metta dan yang lain menyusunnya menjadi sebuah surat yang lengkap di malam hari.Metta memberi surat ini pada Marsila, tapi Marsila tidak membukanya, melainkan memanggil semua orang ke ruang kerja dan menyerahkan surat itu pada Tuan Axel, karena hal ini berhubungan dengan Jenny dan sebaiknya membiarkan Tuan Axel membukanya terlebih dahulu.Terdapat urat yang menonjol di dahi Tuan Axel setelah membaca ini, "Sungguh tidak masuk akal. Ini benar-benar merupakan sebuah konspirasi, apa itu utang budi karena telah menyelamatkannya, ini semua adalah rencana yang dibuat dengan teliti."Alfred mengambil surat itu dan berkata secara garis besar setelah membacanya, "Pembuat onar itu adalah preman lokal yang buat masalah setelah terima uang dari orang lai
Tentu saja Edi tidak mengetahui jika Nona Nesa datang ke sini deminya. Edi tidak hanya akan menjadi menteri Departemen Konstruksi jika dia adalah orang yang pintar.Semua orang masih belum makan dan sedang menunggu Edi, Edi menyerahkan pangsit pada pelayan dan meminta mereka untuk merebusnya sesegera mungkin, agar mereka semua bisa makan selagi masih panas.Yanti berkata dengan nada bercanda, "Ternyata kamu pulang terlambat karena beli pangsit? Edi, sekarang perhatianmu hanya terpusat pada istrimu dan tidak ada ibumu lagi, kamu bahkan tega membiarkan ibumu kelaparan menunggumu kembali."Edi segera meminta maaf dan tidak bisa menahan diri untuk mengeluh, "Sebenarnya aku bisa pulang lebih awal, tapi Joko menyiapkan pangsitnya dengan lambat dan Nona Nesa juga menyela antrean. Nona Nesa Warda bilang dia sangat lapar dan menyuruhku untuk mengalah pada mereka berdua, jadi aku pulang terlambat hari ini.""Nona Nesa Warda?" tanya Yanti. Yanti sangat mengenal adik iparnya yang jarang berhubunga
Pangsit kuah yang panas disajikan, wangi sekali. Nona Nesa mengucap terima kasih pada Edi, "Terima kasih atas kebaikan Tuan Edi. Kalau Tuan Edi beli daun teh di tokoku lagi, aku akan beri sedikit diskon."Edi menatap Nona Nesa. "Diskon berapa?"Nona Nesa mengedipkan mata, tampak sangat lincah. "Tuan Edi mau diskon berapa?"Nona Nesa memiliki tampang yang manis dan lugu. Terutama saat mengedipkan mata, senyuman yang tersungging di bibir seperti bunga anggrek yang mekar di malam hari. Pria pasti akan terpukau padanya.Akan tetapi, Edi seakan-akan tidak melihat kecantikan dan kecentilan Nona Nesa. Dia hanya peduli berapa banyak diskon dari daun teh. "Samakan saja dengan diskon yang Nona Nesa berikan pada Tuan Warso."Nona Nesa tertawa. Matanya sangat indah. "Bagaimana bisa? Aku harus membalas kebaikan Tuan atas pemberian pangsit ini. Kalau Tuan Edi datang sendiri, aku beri seperempat kilo untuk pembelian setengah kilo. Bagaimana?"Edi berseru dengan girang, "Sepakat.""Sepakat!" Nona Nesa
Pada petang hari, Edi keluar dari kantor Departemen Konstruksi. Sudah ada kereta kuda yang menunggu di luar. Sebelum naik, Edi berpesan, "Pergi ke ujung Jalan Sejahtera. Dua hari lalu, Nyonya bilang mau makan Pangsit Joko. Beli yang mentah untuk masak di rumah nanti.""Sekarang sepertinya belum buka," jawab pak kusir.Pangsit Joko mulai berjualan pada malam hari. Ibu Kota Negara Runa makmur. Jalan Sejahtera dan Jalan Taraman sangat ramai di malam hari."Itu sebentar lagi, tunggu saja di sana," kata Edi.Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Tuan Edi benar-benar sayang Nyonya Sanira."Edi mengetuk kepala pak kusir dengan kipas yang dia pegang. Dia tersenyum dan berujar, "Sanira menikah denganku dan sudah melahirkan anak untukku. Tentu saja aku sayang dia. Kamu juga, harus perlakukan Elmi dengan baik."Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Aku tahu."Pak kusir adalah keturunan pelayan Keluarga Widyasono, sedangkan Elmi sudah dibeli oleh Keluarga Widyasono ketika masih kecil. Dua tahun lalu