“Apa ini Pak, sepertinya saya tidak ada memesan apa pun?” tanya Luna bingung dan tidak mau menerima bingkisan itu. “Tante terima aja ini pasti dari Papi, iya kan Om?” tanya Dena memastikan.“Benar Non, ini dari Tuan dan saya hanya menjalankan perintahnya, jadi tolong diterima saja Bu agar saya tidak dipecat,” ujar orang itu dengan wajah memelas. Apalagi dengan Dena yang begitu antusias untuk Aluna bisa menerimanya. Mau tak mau Aluna pun mengambilnya dan mengucapkan terima kasih. Aluna pergi dari hadapan mereka membawa paper bag itu masuk ke kamarnya.“Apa lagi ini, apa dia ingin merayuku dengan memberikan ini? Sangat keterlaluan sekali!” kesal Aluna dalam hati tapi tangannya tetap bergerak untuk membuka isi dari paper bag itu. Seketika mulut Aluna menganga saat melihat sebuah gamis cantik berwarna senada dengan Naya yaitu biru. “Gamis? Kenapa dia membelikan aku ini, apa dia tahu ukuran tubuhmu? Tapi dari mana? Sedangkan aku dan dia belum pernah bertemu?” tanyanya dalam hati.Aluna s
“MasyaAllah Lun, Ibu sampai pangling saat melihat kamu? Beneran sangat berbeda hari ini. Kamu sangat cantik, apalagi dua malaikat ini. Sepertinya kalian bertiga deh yang menjadi sorotan,” puji Bu Rani bersemangat.“Ah Ibu jangan begitu saya jadi malu ini, tapi saya nggak tahu juga Bu kalau akhirnya seperti ini, apakah takdir? Saya bertemu dengan Dena yang ternyata anak dari yang memesan nasi Kotak kami untuk ulang tahun, suatu kebetulan yang aneh,” jawab Luna masih tak percaya.“Sudah takdir Luna, mungkin juga jodohmu,” sahut Bu Rani tersenyum.“Jodoh apaan Bu? Saya saja belum bertemu dengan orang tuanya Dena, mereka masih berpasangan dan saya tidak mau menjadi duri dalam rumah tangga mereka,” jelas Aluna tegas. Bu Rani mendekati Aluna dan sedikit berbisik di telinga Aluna. “Kan kamu sudah tahu bagaimana dengan mamanya Dena? Ibu dengar mereka sering bertengkar, mungkin sebentar lagi bercerai,” ucap Bu Rani tersenyum aneh. “Ibu tahu dari mana kehidupannya orang itu, kita nggak kenal
“Kenapa Papi lama datang ke sini?” tanya Dena dengan wajah sedikit cemberut.“Maaf Sayang, jalanan macet dan ada beberapa berkas yang harus Papi selesaikan terlebih dahulu, tapi sekarang tidak ada yang akan mengganggu acara kita, oke?” bujuk Ardan.“Sungguh, Papi janji kan tidak akan ke mana-mana setelah acara ini selesai?” tanya Dena memastikan.“Apakah Papi sering mengingkari janji Papi sendiri?” Dena dengan cepat menggelengkan kepalanya. “Nggak, Papi selalu menepati janji sangat berbeda dengan Mami dan sekarang pun Mami tidak mau datang ke pesta ulang tahun Dena. Apakah Mami sangat membenci Dena, apa salah Dena, Pi? Kenapa Mami selalu marah jika melihat Dena?” tanyanya yang masih tidak mengerti dengan sikap Delia selama ini.“Sudahlah Sayang, Mami masih banyak pekerjaan dan mungkin tidak bisa diganggu. Biarkan saja, mungkin suatu hari Mami akan berubah,. Dena harus selalu mendoakan Mami agar bisa terbuka hatinya untuk menyayangimu. Percayalah suatu saat nanti pasti terwujud,” je
Aluna masih diam di tempat, dia tidak berani untuk menoleh ke belakang. Luna menutup matanya. Kamu tidak ingin menyapaku, Aluna Mayangsari?” suara itu sangat dekat, Aluna masih bisa merasakan hembusan napas itu. Jantungnya semakin memompa dengan cepat saat dia sudah memastikan kalau yang sedang dia hadapi adalah orang tang sangat dia rindukan.Pria itu lalu mengambilkan toples gula itu lalu meletakannya di samping. Aluna masih saja membelakangi pria itu. Pria itu sedikit menggeser tubuhnya agar Aluna leluasa untuk membalikkan badannya. “Apa kamu akan tetap seperti , tidak ingin melihatku?” tanyanya kembali dengan suara pelan. “Mas Ardan? Apakah ini mimpi? Orang yang selalu aku rindukan sekarang ada di sini?” tanya Aluna dalam hatinya yang seakan-akan hatinya kembali terbuka. Ardan masih menunggu meskipun hatinya ingin sekali memeluk wanita yang selalu dia cari selama ini, tapi mengingat mereka bukan lagi pasangan suami istri Ardan pun mengurungkan niatnya kembali. Perlahan tapi pa
“Delia yang mana?” tanya Lastri bingung sambil menatap Rani. “Masa kamu nggak kenal sih, itu loh model hot yang pernah kecelakaan mobil saat hamil, kalau nggak salah sih beritanya itu dia mabuk atau ngantuk gitu, terus mobilnya menabrak pembatas jalan,” jelas Rani masih mengingat peristiwa itu karena sempat menjadi viral empat tahun yang lalu. “Oh itu, iya pernah dengar sih. Dia model pantas aku nggak terlalu kenal, mungkin karma kali, suka mengumbar tubuhnya di foto, lagian masih hamil juga. Eh tunggu berarti anak yang masih dalam kandungan itu ...? ucapannya menggantung dan pandangan mereka langsung ke arah Dena yang begitu antusias dalam acaranya sendiri. “Dena?” ucap mereka hampir bersamaan “Iya Dena, anak yang ditolong oleh Luna itu,” sahut Lastri menegaskan.“Dunia memang sempit. Kasihan sekali gadis kecil itu pantas saja dia tidak bahagia karena mempunyai ibu seperti Delia Putri. Yang aku dengar juga ya dulu kalau dia model yang sering tersandung masalah. Banyak hal neg
Bab 101“Ummi, ada apa? Kenapa menangis?” Anaya mendekati Aluna saat dirinya sedang duduk di halaman belakang sendirian. Naya yang baru saja dari kamar mandi dan melihat ibunya di sana.“Naya? Kamu dari mana Sayang? Kita pulang yuk!” ajak Luna tanpa basa-basi. “Ummi belum menjawab pertanyaan Naya? Kenapa Ummi menangis sendirian di sini, sebentar lagi acara Dena akan segera mulai, kita ke sana yuk!” ajak Naya yang tidak sabar ingin melihat acara ulang tahun itu. Aluna terkejut dan masih belum siap jika Naya akan bertemu dengan ayah kandungnya sendiri, apalagi saat Ardan mengirimkan banyak pesan tapi tidak dihiraukan oleh Luna lebih membuatnya waspada. “Sayang, tiba-tiba Ummi pusing, nggak tahu kenapa mungkin kecapean kali ya. Ummi mau istirahat di rumah saja. Lagian Ummi tidak terbiasa banyak orang, dan ...“Dan apa Ummi?” tanya Naya penasaran. “Nggak apa-apa Sayang, Ummi hanya lelah dan ingin istirahat. Pesanan hari ini begitu banyak tidak seperti biasanya,” kilah Aluna berusaha
“Di mana Tante Luna?” tanya Dena celingak-celinguk mencari wanita cantik itu. “Aku juga nggak tahu di mana Ummi, tadi ada di sini kok, tapi nggak tahu sekarang,” sahut Naya ikutan khawatir. Ardan tetap diam karena dia masih saja memandang wajah imut Naya. “Papi, Dena mau Tante Luna, di mana Tante Luna?” Dena semakin sedih membuat Ardan merasa kesal dengan tindakan Luna. “Di mana kamu Luna? Mencoba menghindar dariku? Enak saja, aku sudah menemukan kalian dan tidak akan pernah lagi melepaskan kalian meskipun akan banyak rintangan nantinya. Kamu masih harus menjelaskan semuanya!” gerutunya dalam hati. “Naya cari dulu ya?” Naya berinisiatif untuk mencari ibunya sendiri, namun, saat ingin melangkah pergi, pergelangan tangan Naya ditangkap oleh Dena.Naya terkejut, kembali membalikkan badannya. “Ada apa?” tanya Naya bingung.Tiba-tiba saja Dena memberikan potongan kue yang ke dua kepada Naya. “Kamu dan Tante Luna adalah orang yang sudah membuat Dena menemukan kebahagiaan yang tak per
“Ya Allah putriku, Abi sangat bangga sama Naya. Seandainya kamu tahu kalau orang yang kamu ajak bicara ini adalah ayah kandungmu, tapi apakah aku akan diterima jika aku mengatakan yang sebenarnya, bagaimana dengan reaksinya? Aku takut Naya akan lebih menjauh dan membenciku,” pikir Ardan dalam hati.Pembicaraan mereka meskipun singkat tetap menimbulkan kemestry diantara mereka. Tangan mereka tetap berpegangan sampai akhirnya mereka menemukan Aluna yang sibuk di dapur membereskan dapur yang tampak sedikit berserakan.Naya langsung memanggilnya dengan sedikit berteriak sehingga Aluna dengan cepat menoleh ke arah sumber suara itu. Aluna terkejut dan syok saat melihat Ardan menggandeng tangan kecil Naya. “Mas Ardan?” panggilnya pelan. Naya sedikit menarik tangan Ardan dan menghampiri Aluna. Wanita cantik itu semakin gugup saat mereka telah sampai di hadapannya. Begitu juga dengan Rani dan Lastri yang menyusul mencari keberadaan Aluna semakin curiga dengan bahasa tubuh mereka yang aneh.
Naya bangun dan melihat Ardan sedang menutup matanya. “Apakah Abi sangat kelelahan sehingga di jam seperti ini masih bisa beristirahat?” gumamnya dalam hati sambil menatap kearah Ardan. Naya beranjak dari tempat duduknya dengan perlahan-lahan lalu sampai lah dia di sofa tempat Ardan duduk dengan posisi sang masih sama. Muncul dalam pikirannya untuk bisa meringankan masalah yang dihadapi olehnya. Gadis kecil itu pun berinisiatif untuk memijat kening Ardan dengan tangan kecilnya. Ardan pun belum menyadari siapa yang telah membuatnya sedikit rileks. Dia beranggapan kalau itu adalah tangan Aluna. Ardan pun mengingat masa lalu saat tanpa disuruh Aluna langsung memijat kening Ardan begitu lembut. Awalnya menolak karena menjaga gengsi tapi lama kelamaan pijatan itu semakin terasa enak dan membuat Ardan tertidur. “Luna?” panggilnya seketika dan mengagetkan Naya yang sedang memijit keningnya. Mata Ardan melotot seperti hampir keluar dari tempatnya. “Na—naya?” Ardan masih tidak percaya
Wajah imut menggemaskan membuat pria tampan itu tidak bosan memandangnya. Baru kali ini Ardan bisa melihat putri kandungnya terlelap dalam mimpi. Dia pun tak menyangka jika telah dianugerahi dengan buah hati yang cantik dan sholehah. Seketika lamunannya tersadar bagaimana dia bisa sampai disini, apakah hati Aluna sudah mencair karena mau mengizinkan putrinya bersama ayah kandungnya sendiri?“Anaya? Dia di sini juga? Apa Dena sudah meminta izin untuk membawanya ke sini?” tanya Ardan kembali terkejut.“Nggak Pi, soalnya hari Tante Luna tidak masuk mengajar dia sibuk dengan orderan, kata Naya sih. Tadinya juga Naya nggak dijemput makanya Dena bawa saja ke sini,” jelasnya.“Jadi Tante Luna tidak tahu dong kalau Anaya ada di sini?”“Iya Pi.”“Gawat ini Dena, kenapa kamu tidak beritahu Tante Luna, kamu kan bisa menghubunginya?” Ardan begitu panik karena Aluna akan marah besar dan akan menuduh kalau Ardan lah yang merencanakan semuanya. “Papi lupa ya ponsel Dena kan sama Papi dan sekarang
Mengingat masa lalu itu Ardan semakin marah. Apalagi dia menyalahkan Tuan Ardin atas semua yang terjadi. Menurut Ardan seandainya Tuan Ardin mengatakan siapa Aluna sebenarnya tentu tidak akan seperti ini.Hubungan antara ayah dan anak itu pun menjadi renggang, akan tetapi Ardan masih peduli dengan Tuan Ardin sehingga masih mau merawatnya sampai sekarang ini. Pria tua itu kini kembali sakit-sakitan karena terus memikirkan Aluna. Sedangkan Ardan antara marah dan merasa bersalah karena dirinya sendiri yang tidak peka dengan Aluna.“Kenapa Papa menyembunyikan hal sebesar ini? Kenapa Pa? Dan Aluna kenapa juga tidak memberitahukan kalau dia yang telah menolongku dari kecelakaan, bahkan kakinya menjadi korban karena aku! Aku memang tidak bisa melihat kebaikan Aluna, bahkan dia rela bertahan selama dua tahun dari keluarga ini padahal dia sudah banyak membantu. Aku tidak bisa diam begitu saja, aku harus mencarinya tapi di mana? Sedangkan nomor ponselnya saja sudah tidak aktif dan menyuruh or
Lima belas menit perjalanan akhirnya mereka sampai di sebuah gedung menjulang tinggi. Naya sampai tertegun saat melihat gedung dan sekitarnya yang begitu indah di pandang mata. Pak supir menurunkan mereka di halaman parkir. Dena yang sering pergi ke kantor ayahnya sudah terbiasa untuk keluar masuk di gedung itu. “Sungguh ini kantor Abi? Tinggi sekali? Apakah banyak orang di dalam sana?” tanya Naya dalam hati begitu takjub melihatnya.Dena memperhatikan Naya yang begitu lugu melihat bangunan itu. “Apakah kamu tidak pernah melihat gedung-gedung seperti ini?” tanya Dena bingung. “Pernah lihat tapi hanya di televisi. Ini sungguhan kan?” Naya begitu bersemangat untuk mengitari pemandangan itu. “Ya iyalah, masa mainan. Ayuk, kita masuk!” “Tunggu Dena!” panggilnya lagi.“Ada apa, Naya?” Naya berlari kecil menghampiri Dena yang telah jalan duluan. “Memang anak kecil seperti kita boleh masuk ke sana , nanti kalau diusir bagaimana?” tanya Naya meragukan.“Naya sayang, kantor ini milik P
Mendengar ucapan Bu Nia Aluan pun terkejut. Bu Nia kembali menjelaskan kalau Dena sendiri yang berinisiatif membawa Naya ikut dengannya, karena sampai di kantor Ardan pun terkejut dengan kedatangan dua gadis kecil itu ke kantornya. Setengaj jam yang lalu ....Bel sekolah telah berbunyi yang menandakan mereka pulang sekolah. Anak-anak berlarian ke luar mencari penjemput mereka. Hanya Naya dan Aluna yang belum terlihat. Meskipun Naya tahu kalau hari ini Umminya sedang sibuk dengan pesanan orderan yang semakin meludak. “Naya, kamu belum dijemput ya?” tanya Dena polos.“Iya, mungkin Ummi lupa kalo jemput Naya,” sahutnya sedikit kecewa.“Dena juga belum di jemput, hari ini. Papi juga sibuk pasti papi tidak menjemput Dena .”“Nasib kita kok sama ya?” tanya Naya menatap sendu.“Kita tunggu di luar yuk!” ajak Dena kembali bersemangat.“Oke!”Mereka pun melangkah pergi untuk sampai di depan gerbang sekolah. Pak Agus melihat mereka berdua saling berpegangan tangan “Kalian berdua belum dije
Hari-hari berlalu dijalani oleh dua keluarga yang berbeda. Dena semakin akrab dengan Naya. Mereka begitu lengket bagaikan prangko, selalu bersama-sama. Dena pun memang tak pernah lagi ikut menertawakan Naya jika dia kena di bully malah Dena yang akan membela Naya jika asa yang berani mengganggu Naya. Aluna semakin sibuk dengan urusan warungnya karena semakin hari semakin banyak orderan yang datang untuknya. Aluna sampai kewalahan untuk mengatasinya sehingga Ardan pun memperkerjakan karyawan tetap untuk membantu Aluna. Ya berkat Ardan yang melobi ke sana kemari untuk memperkenalkan masakan Aluna sehingga banyak yang ingin mencobanya, ada juga yang memesan tiap hari untuk dijadikan menu makan mereka di kantin.Aluna menolak uang pemberian Ardan. Dia berdalih untuk kebutuhan Anaya tapi Aluna tidak mau memakai uang itu dan mengembalikannya kepada mantan suaminya itu. Ardan berpikir keras untuk bisa membantu perekonomian Aluna, sehingga timbul ide untuk membuat warung Aluna semakin dike
Naya memperhatikan wajah pria itu lebih dekat lagi. Wajah yang sempurna dan memang mempunyai kemiripan dengan Naya. “Abi memang sangat tampan pantas saja banyak yang menyukai Abi, tapi apakah Abi juga banyak pacar? Buktinya Abi dulu tidak menyukai Ummi karena Ummi cacat, dan sekarang Abi kembali dan ingin mengajak kami untuk hidup bersama. Naya Ingin sekali mempunyai keluarga yang utuh. Naya ingin memeluk Abi. Naya ingin mereka tahu kalau Naya masih mempunyai Abi tapi bagaimana dengan nasib Dena? Apakah dia akan membenci Naya jika dia tahu Nayalah putri kandungnya bukan Dena,” gelisahnya dalam hati.“Apakah Naya tidak merindukan Abi dan apa yang dikatakan Ummi tentang Abi Naya?” desak Ardan ingin mengetahui apa saja yang diajarkan oleh Aluna. “Awalnya iya, Naya kan nggak pernah melihat wajah Abi Naya, tapi setiap Naya bertanya di mana Abi Naya Ummi langsung terlihat sedih. Dari situ Naya nggak akan pernah bertanya lagi tentang jika membuat Ummi menangis,” jelasnya panjang lebar.De
Ardan langsung melepaskan Aluna karena dia juga tidak mau akan terjadi sesuatu hal dengannya dan Naya.“Maaf Lun, aku hanya ....” ucapan menggantung saat Aluna langsung bertanya tentang kondisi papanya. “Bagaimana kondisi papa apakah beliau baik-baik saja?” akhirnya Aluna juga penasaran dengan kondisi kesehatan mantan mertuanya itu. “Alhamdulillah untuk saat ini baik-baik saja. Papa tidak bekerja lagi di perusahaan, kini aku yang mengambil tanggung jawab itu. Ternyata apa yang papa lakukan di perusahaan aku baru menyadarinya kalau tanggung jawab papa semasa itu sangat berat, aku baru menyadari semuanya,” jelas Ardan pelan.Aluna kembali duduk diikuti oleh Ardan. Dia senang akhirnya Aluna mau mendengarkan keluh kesahnya. “Alhamdulillah akhirnya kamu bisa berubah, Mas. Kamu mengambil tanggung jawab dengan benar. Berarti permintaan papa sudah kamu turuti,” sahutnya tersenyum lega jika mantan mertuanya masih sehat.“Nggak semuanya Lun, ada satu permintaan yang belum bisa aku turuti,”
Aluna pun melihat sekelilingnya dan benar memang masih banyak pembeli yang ingin dilayaninya.“Maaf, tapi tidak bisa lama-lama karena warung masih ramai atau mau menunggu sebentar, saya nggak bisa meninggalkan mereka?” bujuknya karena memang masih terlihat ramai. “Tante, Dena juga harus istirahat, kami juga belum pulang ke rumah kecuali kami boleh menginap di rumah Tante, boleh kan?” Dena begitu bersemangat. “Tidak!” jawab lantang Naya hampir sebagian orang melihat ke arahnya.Aluna tak enak hati jika dilihat banyak orang. Mau tak mau Aluna membawanya ke rumah yang terletak di samping warungnya. Mereka pun duduk di teras rumah. Sedangkan Naya tetap berdiri di samping Aluna yang sudah duduk bersama Ardan dan Dena. Ada sedikit rasa canggung untuk bisa duduk bersama apalagi jarak duduk mereka tidak terlalu jauh. Ardan tak lepas memandangi terus wajah Aluna sehingga wanita cantik itu pun bersemu merah. Dena yang tidak mengetahui apa-apa pun sedikit merasa curiga dengan gerak tubuh pa