Suasana di meja makan terasa hening. Mereka larut dalam pikirannya masing-masing, hanya suara dentingan sendok dan garpu yang bersahutan.Semua tampak hadir di meja makan, termasuk Delia yang ikut sarapan pagi. Tuan Ardin tidak memedulikan kehadirannya meskipun sangat jelas ada wanita itu yang duduk berdampingan dengan Ardan. Rasa canggung dia rasakan. Semenjak kejadian malam itu Ardan tidak tidur di kamar Aluna melainkan tidur di kamar tamu.Tuan Ardin melihat kursi yang sering ditempati Aluna kosong, di mana orangnya? “Mbok, di mana Aluna? Apa dia sakit?” tanya Tuan Ardin sedikit khawatir. “Biar Ardan panggil, Pa!” usul Ardan seketika.“Tidak usah, buat apa? Kamu lebih baik memperhatikan calon istri kamu yang baru itu, tidak perlu mengkhawatirkan Aluna!” bentaknya seketika.Ardan terdiam dan kembali duduk dengan perasaan bersalah. Tak lama kemudian ponsel Tuan Ardin pun bergetar, dia langsung mengambilnya dan melihat siapa yang memberikan pesan tersebut. Senyumannya mengembang
“Suara Aluna? Tapi di mana dia? Kenapa aku tidak melihatnya keluar?” gerutunya kesal. “Halo! Halo!” Ardan berulang kali meneriaki Rayhan atau pun Aluna, tapi tidak satu pun mereka menjawabnya. Delia yang mendengar dan melihat ekspresi wajah Ardan terlihat emosi merasa kesal.“Kenapa kamu terlihat marah dengan Aluna, biarkan saja dia bersama Rayhan, toh kalian akan bercerai juga,” celetuk Delia dengan wajah manyun. Ardan tak menggubris perkataan Delia. Kedua tangannya menggusar rambutnya yang menandakan pemilik itu sedang frustrasi. Entah kenapa hatinya begitu sakit saat mendengar kalau Aluna pergi bersama Rayhan, padahal selama pernikahan mereka tak pernah Ardan berusaha mengetahui siapa Aluna. Dia selalu bersama Delia sehingga dia melupakan kalau dirinya sudah menikah.Ardan kembali menghubungi Aluna, tapi pemilik ponsel itu sudah tidak aktif lagi, mungkin wanita cantik itu sudah mematikannya sesaat. Dia pun kembali mencoba menghubungi ponsel Rayhan. “Awas saja kamu tidak mengan
“Saya tidak tahu Bel! Saya bingung dan maaf atas kejadian tadi malam, mungkin sudah ada yang menarik sahamnya atau membatalkan kontrak kerja kita karena perbuatan saya sendiri,” jelas Ardan tertunduk lesu. “Ya, itu benar sih Pak, setidaknya sudah ada tiga orang yang menarik sahamnya karena kejadian tadi malam, tapi Bapak jangan khawatir Bu Aluna akan menantu Pak Ardan untuk mengembalikan citra perusahaan kita,” jelas Bella bersemangat.“Ya Aluna Mayangsari ... nama itu akan diingat oleh mereka, bukan saya dan selamanya saya akan pecundang!” hardiknya kesal.“Itu karena Bapak tidak mau belajar, Pak Ardan hanya fokus dengan Nona Delia, seakan-akan dunia Anda hanyalah terfokus ke wanita itu saja. Anda menyerahkan semua tanggung jawab perusahaan ke Pak Rayhan dan itu salah besar Pak. Buktinya sekarang Tuan Ardin lebih percaya dengan Pak Rayhan daripada Bapak sendiri. Bukan salah Tuan Ardin jika beliau lebih percaya dengan dia. Cobalah untuk memahami orang lain Pak Ardan, jangan hanya i
Butuh waktu lima belas menit untuk sampai rumahnya. Rasa lelah dan letih langsung terasa di tubuh pria tampan itu. Pak Marno yang membukakan pintu gerbang utama sedikit terkejut dengan kepulangan Ardan sampai selarut ini, biasanya dia akan pulang sore di jam empat, setelah itu dia akan kembali pergi sampai larut malam menghabiskan waktu bersama sang kekasih. “Den Ardan tumben pulang jam segini biasanya pulang sore?” tanya Pak Marno terdiam dan bingung dengan sikap yang Ardan tunjukkan. Biasanya pria tampan itu sangat tidak suka di tanya atau memberikan jawaban dengan ketus.“Iya, masih banyak pekerjaan di kantor, Aluna sudah pulang?” Ardan turun dari mobil dan ingin segera masuk ke rumah, tapi melihat wajah satpamnya itu terdiam, dia pun menghampirinya lagi.“Ada apa, kenapa diam, ada yang salah dengan saya?” tanya Ardan penasaran.“Enggak ada Den ...sumpah! Oh ya Bu Aluna sudah pulang dari jam lima sore tapi Nona Delia pergi dari jam lima sore dan sampai sekarang belum pulang,” jaw
“Kamu enggak dicari Ardan?” tanya Pria paru baya itu dengan senyuman menggoda.“Huff ....aku capek harus bersandiwara di hadapannya, kapan kita bisa menyingkirkan mereka?” kesal Delia. “Tenang Sayang, nikmati saja permainannya, sebentar lagi Ardan akan menikahi kamu dan Aluna berpisah dengannya, dia juga akan menyerahkan harta warisan itu untuk Ardan setelah itu kamu bisa meminta dengan pesonamu sehingga tanpa berpikir panjang untuk menyerahkan semua miliknya, dan ....“Kita bisa menikah secara resmi, kan?” sambung Delia dengan ucapan Ardi. “Ya tentu saja, Sayang.” Ardi langsung menyambar bibir seksi Delia. Wanita itu pun membalasnya dengan penuh gairah. “Sekarang kamu istirahat dulu, setelah itu kita akan melakukannya lagi, Oke?” “Oke, siapa takut?” Delia tersenyum lalu menarik selimut untuk membungkus tubuhnya yang polos. Dia pun langsung tertidur lelap. Rasa lelah dan letih karena tenaganya terkuras habis untuk melayani Om Ardi. Rupanya Delia mencari kepuasan bersama Ardi Om
Terima kasih Tante sudah mau datang ke sekolah. Raina sangat bahagia hari ini,” ucapnya setelah menerima raport itu dan menggenggamnya erat. Gadis kecil itu terlihat bahagia sekali karena mendapatkan nilai yang sempurna sehingga meraih rangking pertama . Kebahagiaan itu semakin terasa saat ayahnya bisa bersikap melunak dan ramah saat memberitahukan kalau harus datang ke sekolah untuk mengambil buku raport. Tidak seperti biasanya yang selalu ditanggapi dengan dingin bahkan tidak peduli sama sekali. “Selamat ya Sayang, kamu berhak mendapatkannya, pasti Papa akan sangat bangga mempunyai anak seperti kamu yang cantik dan pintar,” puji Aluna sembari mencubit hidung kecil milik Raina. Kebahagiaan itu kembali sedikit meredup ketika ingat kalau Papanya tidak bisa hadir. Aluna melihat kemurungan di wajah mungil itu.“Ada apa, Sayang, kenapa kamu sedih?” Aluna segera memeluk tubuh gadis kecil itu. “Papa nggak ada di sini meskipun Raina bahagia kalau Papa tidak marah saat Raina menghubung
Ayah dan anak itu masih saling berpelukan. Aluna tidak mau mengganggu momen langka itu sehingga dia pun ingin meninggalkan mereka. Namun, saat ingin berbalik untuk pergi tiba-tiba saja Raina memanggilnya dengan sebutan “Mama.”“Mama? “panggil Raina seketika.Aluna menghentikan langkahnya lalu berbalik menatap Raina dengan tatapan sendu. Dengan cepat Raina menghampiri Aluna dan menggandeng tangannya.“Mama mau ke mana?” Raina mengadahkan wajahnya penuh harap. “Sayang sudah ada Papa, lebih baik Tante pulang duluan ya, bukannya Raina ingin bersama Papa, kan?” bujuk Aluna lembut sembari mengusap rambut hitam Raina. Wajah Raina terlihat sedih. Bukannya dia ingin bisa dekat dengan papanya? Aluna berpikir sejenak.“Ada apa Sayang?” tanya Aluna lembut.“Katanya Mama sayang dengan Raina, tapi kenapa pergi? Raina ingin makan dulu tapi bersama kalian berdua, apakah Mama tidak keberatan? Raina mohon!” Raina memasang wajah memelas.Sungguh sebenarnya tidak tega dengan Raina karena ingin sekali bi
Raina begitu bahagia, membayangkan kalau mempunyai keluarga yang utuh. Bahkan Raina baru menyadari kalau dirinya mempunyai seorang ayah yang tampan. Gadis kecil yang masih berusia sembilan tahun itu tidak henti-hentinya berceloteh. Mengungkapkan isi hatinya yang begitu bahagia.Tentu saja Aluna meladeni Raina, sedangkan Ardi selalu mencuri pandang untuk sekian kalinya kearah mereka terutama kepada Aluna. Lima belas menit berlalu akhirnya mereka sampai di sebuah restoran cepat saji. Kali ini Raina ingin sekali makan ayam bakar maka dipilihnya tempat lesehan sambil menikmati semilir angin. Cuaca hari ini sangat mendukung dengan panas terik sehingga sangat cocok memilih tempat yang terbuka. Tempat itu juga dilengkapi dengan taman bermain untuk anak-anak sehingga Raina semakin bersemangat untuk berlama-lama di sana. “Apa kamu suka, Sayang?” tanya Ardi di sela-sela mereka sedang menikmati makan siang itu.Raina hanya mengangguk, karena mulutnya masih dipenuhi dengan makanan sehingga tid
Naya bangun dan melihat Ardan sedang menutup matanya. “Apakah Abi sangat kelelahan sehingga di jam seperti ini masih bisa beristirahat?” gumamnya dalam hati sambil menatap kearah Ardan. Naya beranjak dari tempat duduknya dengan perlahan-lahan lalu sampai lah dia di sofa tempat Ardan duduk dengan posisi sang masih sama. Muncul dalam pikirannya untuk bisa meringankan masalah yang dihadapi olehnya. Gadis kecil itu pun berinisiatif untuk memijat kening Ardan dengan tangan kecilnya. Ardan pun belum menyadari siapa yang telah membuatnya sedikit rileks. Dia beranggapan kalau itu adalah tangan Aluna. Ardan pun mengingat masa lalu saat tanpa disuruh Aluna langsung memijat kening Ardan begitu lembut. Awalnya menolak karena menjaga gengsi tapi lama kelamaan pijatan itu semakin terasa enak dan membuat Ardan tertidur. “Luna?” panggilnya seketika dan mengagetkan Naya yang sedang memijit keningnya. Mata Ardan melotot seperti hampir keluar dari tempatnya. “Na—naya?” Ardan masih tidak percaya
Wajah imut menggemaskan membuat pria tampan itu tidak bosan memandangnya. Baru kali ini Ardan bisa melihat putri kandungnya terlelap dalam mimpi. Dia pun tak menyangka jika telah dianugerahi dengan buah hati yang cantik dan sholehah. Seketika lamunannya tersadar bagaimana dia bisa sampai disini, apakah hati Aluna sudah mencair karena mau mengizinkan putrinya bersama ayah kandungnya sendiri?“Anaya? Dia di sini juga? Apa Dena sudah meminta izin untuk membawanya ke sini?” tanya Ardan kembali terkejut.“Nggak Pi, soalnya hari Tante Luna tidak masuk mengajar dia sibuk dengan orderan, kata Naya sih. Tadinya juga Naya nggak dijemput makanya Dena bawa saja ke sini,” jelasnya.“Jadi Tante Luna tidak tahu dong kalau Anaya ada di sini?”“Iya Pi.”“Gawat ini Dena, kenapa kamu tidak beritahu Tante Luna, kamu kan bisa menghubunginya?” Ardan begitu panik karena Aluna akan marah besar dan akan menuduh kalau Ardan lah yang merencanakan semuanya. “Papi lupa ya ponsel Dena kan sama Papi dan sekarang
Mengingat masa lalu itu Ardan semakin marah. Apalagi dia menyalahkan Tuan Ardin atas semua yang terjadi. Menurut Ardan seandainya Tuan Ardin mengatakan siapa Aluna sebenarnya tentu tidak akan seperti ini.Hubungan antara ayah dan anak itu pun menjadi renggang, akan tetapi Ardan masih peduli dengan Tuan Ardin sehingga masih mau merawatnya sampai sekarang ini. Pria tua itu kini kembali sakit-sakitan karena terus memikirkan Aluna. Sedangkan Ardan antara marah dan merasa bersalah karena dirinya sendiri yang tidak peka dengan Aluna.“Kenapa Papa menyembunyikan hal sebesar ini? Kenapa Pa? Dan Aluna kenapa juga tidak memberitahukan kalau dia yang telah menolongku dari kecelakaan, bahkan kakinya menjadi korban karena aku! Aku memang tidak bisa melihat kebaikan Aluna, bahkan dia rela bertahan selama dua tahun dari keluarga ini padahal dia sudah banyak membantu. Aku tidak bisa diam begitu saja, aku harus mencarinya tapi di mana? Sedangkan nomor ponselnya saja sudah tidak aktif dan menyuruh or
Lima belas menit perjalanan akhirnya mereka sampai di sebuah gedung menjulang tinggi. Naya sampai tertegun saat melihat gedung dan sekitarnya yang begitu indah di pandang mata. Pak supir menurunkan mereka di halaman parkir. Dena yang sering pergi ke kantor ayahnya sudah terbiasa untuk keluar masuk di gedung itu. “Sungguh ini kantor Abi? Tinggi sekali? Apakah banyak orang di dalam sana?” tanya Naya dalam hati begitu takjub melihatnya.Dena memperhatikan Naya yang begitu lugu melihat bangunan itu. “Apakah kamu tidak pernah melihat gedung-gedung seperti ini?” tanya Dena bingung. “Pernah lihat tapi hanya di televisi. Ini sungguhan kan?” Naya begitu bersemangat untuk mengitari pemandangan itu. “Ya iyalah, masa mainan. Ayuk, kita masuk!” “Tunggu Dena!” panggilnya lagi.“Ada apa, Naya?” Naya berlari kecil menghampiri Dena yang telah jalan duluan. “Memang anak kecil seperti kita boleh masuk ke sana , nanti kalau diusir bagaimana?” tanya Naya meragukan.“Naya sayang, kantor ini milik P
Mendengar ucapan Bu Nia Aluan pun terkejut. Bu Nia kembali menjelaskan kalau Dena sendiri yang berinisiatif membawa Naya ikut dengannya, karena sampai di kantor Ardan pun terkejut dengan kedatangan dua gadis kecil itu ke kantornya. Setengaj jam yang lalu ....Bel sekolah telah berbunyi yang menandakan mereka pulang sekolah. Anak-anak berlarian ke luar mencari penjemput mereka. Hanya Naya dan Aluna yang belum terlihat. Meskipun Naya tahu kalau hari ini Umminya sedang sibuk dengan pesanan orderan yang semakin meludak. “Naya, kamu belum dijemput ya?” tanya Dena polos.“Iya, mungkin Ummi lupa kalo jemput Naya,” sahutnya sedikit kecewa.“Dena juga belum di jemput, hari ini. Papi juga sibuk pasti papi tidak menjemput Dena .”“Nasib kita kok sama ya?” tanya Naya menatap sendu.“Kita tunggu di luar yuk!” ajak Dena kembali bersemangat.“Oke!”Mereka pun melangkah pergi untuk sampai di depan gerbang sekolah. Pak Agus melihat mereka berdua saling berpegangan tangan “Kalian berdua belum dije
Hari-hari berlalu dijalani oleh dua keluarga yang berbeda. Dena semakin akrab dengan Naya. Mereka begitu lengket bagaikan prangko, selalu bersama-sama. Dena pun memang tak pernah lagi ikut menertawakan Naya jika dia kena di bully malah Dena yang akan membela Naya jika asa yang berani mengganggu Naya. Aluna semakin sibuk dengan urusan warungnya karena semakin hari semakin banyak orderan yang datang untuknya. Aluna sampai kewalahan untuk mengatasinya sehingga Ardan pun memperkerjakan karyawan tetap untuk membantu Aluna. Ya berkat Ardan yang melobi ke sana kemari untuk memperkenalkan masakan Aluna sehingga banyak yang ingin mencobanya, ada juga yang memesan tiap hari untuk dijadikan menu makan mereka di kantin.Aluna menolak uang pemberian Ardan. Dia berdalih untuk kebutuhan Anaya tapi Aluna tidak mau memakai uang itu dan mengembalikannya kepada mantan suaminya itu. Ardan berpikir keras untuk bisa membantu perekonomian Aluna, sehingga timbul ide untuk membuat warung Aluna semakin dike
Naya memperhatikan wajah pria itu lebih dekat lagi. Wajah yang sempurna dan memang mempunyai kemiripan dengan Naya. “Abi memang sangat tampan pantas saja banyak yang menyukai Abi, tapi apakah Abi juga banyak pacar? Buktinya Abi dulu tidak menyukai Ummi karena Ummi cacat, dan sekarang Abi kembali dan ingin mengajak kami untuk hidup bersama. Naya Ingin sekali mempunyai keluarga yang utuh. Naya ingin memeluk Abi. Naya ingin mereka tahu kalau Naya masih mempunyai Abi tapi bagaimana dengan nasib Dena? Apakah dia akan membenci Naya jika dia tahu Nayalah putri kandungnya bukan Dena,” gelisahnya dalam hati.“Apakah Naya tidak merindukan Abi dan apa yang dikatakan Ummi tentang Abi Naya?” desak Ardan ingin mengetahui apa saja yang diajarkan oleh Aluna. “Awalnya iya, Naya kan nggak pernah melihat wajah Abi Naya, tapi setiap Naya bertanya di mana Abi Naya Ummi langsung terlihat sedih. Dari situ Naya nggak akan pernah bertanya lagi tentang jika membuat Ummi menangis,” jelasnya panjang lebar.De
Ardan langsung melepaskan Aluna karena dia juga tidak mau akan terjadi sesuatu hal dengannya dan Naya.“Maaf Lun, aku hanya ....” ucapan menggantung saat Aluna langsung bertanya tentang kondisi papanya. “Bagaimana kondisi papa apakah beliau baik-baik saja?” akhirnya Aluna juga penasaran dengan kondisi kesehatan mantan mertuanya itu. “Alhamdulillah untuk saat ini baik-baik saja. Papa tidak bekerja lagi di perusahaan, kini aku yang mengambil tanggung jawab itu. Ternyata apa yang papa lakukan di perusahaan aku baru menyadarinya kalau tanggung jawab papa semasa itu sangat berat, aku baru menyadari semuanya,” jelas Ardan pelan.Aluna kembali duduk diikuti oleh Ardan. Dia senang akhirnya Aluna mau mendengarkan keluh kesahnya. “Alhamdulillah akhirnya kamu bisa berubah, Mas. Kamu mengambil tanggung jawab dengan benar. Berarti permintaan papa sudah kamu turuti,” sahutnya tersenyum lega jika mantan mertuanya masih sehat.“Nggak semuanya Lun, ada satu permintaan yang belum bisa aku turuti,”
Aluna pun melihat sekelilingnya dan benar memang masih banyak pembeli yang ingin dilayaninya.“Maaf, tapi tidak bisa lama-lama karena warung masih ramai atau mau menunggu sebentar, saya nggak bisa meninggalkan mereka?” bujuknya karena memang masih terlihat ramai. “Tante, Dena juga harus istirahat, kami juga belum pulang ke rumah kecuali kami boleh menginap di rumah Tante, boleh kan?” Dena begitu bersemangat. “Tidak!” jawab lantang Naya hampir sebagian orang melihat ke arahnya.Aluna tak enak hati jika dilihat banyak orang. Mau tak mau Aluna membawanya ke rumah yang terletak di samping warungnya. Mereka pun duduk di teras rumah. Sedangkan Naya tetap berdiri di samping Aluna yang sudah duduk bersama Ardan dan Dena. Ada sedikit rasa canggung untuk bisa duduk bersama apalagi jarak duduk mereka tidak terlalu jauh. Ardan tak lepas memandangi terus wajah Aluna sehingga wanita cantik itu pun bersemu merah. Dena yang tidak mengetahui apa-apa pun sedikit merasa curiga dengan gerak tubuh pa