Ayah dan anak itu masih saling berpelukan. Aluna tidak mau mengganggu momen langka itu sehingga dia pun ingin meninggalkan mereka. Namun, saat ingin berbalik untuk pergi tiba-tiba saja Raina memanggilnya dengan sebutan “Mama.”“Mama? “panggil Raina seketika.Aluna menghentikan langkahnya lalu berbalik menatap Raina dengan tatapan sendu. Dengan cepat Raina menghampiri Aluna dan menggandeng tangannya.“Mama mau ke mana?” Raina mengadahkan wajahnya penuh harap. “Sayang sudah ada Papa, lebih baik Tante pulang duluan ya, bukannya Raina ingin bersama Papa, kan?” bujuk Aluna lembut sembari mengusap rambut hitam Raina. Wajah Raina terlihat sedih. Bukannya dia ingin bisa dekat dengan papanya? Aluna berpikir sejenak.“Ada apa Sayang?” tanya Aluna lembut.“Katanya Mama sayang dengan Raina, tapi kenapa pergi? Raina ingin makan dulu tapi bersama kalian berdua, apakah Mama tidak keberatan? Raina mohon!” Raina memasang wajah memelas.Sungguh sebenarnya tidak tega dengan Raina karena ingin sekali bi
Raina begitu bahagia, membayangkan kalau mempunyai keluarga yang utuh. Bahkan Raina baru menyadari kalau dirinya mempunyai seorang ayah yang tampan. Gadis kecil yang masih berusia sembilan tahun itu tidak henti-hentinya berceloteh. Mengungkapkan isi hatinya yang begitu bahagia.Tentu saja Aluna meladeni Raina, sedangkan Ardi selalu mencuri pandang untuk sekian kalinya kearah mereka terutama kepada Aluna. Lima belas menit berlalu akhirnya mereka sampai di sebuah restoran cepat saji. Kali ini Raina ingin sekali makan ayam bakar maka dipilihnya tempat lesehan sambil menikmati semilir angin. Cuaca hari ini sangat mendukung dengan panas terik sehingga sangat cocok memilih tempat yang terbuka. Tempat itu juga dilengkapi dengan taman bermain untuk anak-anak sehingga Raina semakin bersemangat untuk berlama-lama di sana. “Apa kamu suka, Sayang?” tanya Ardi di sela-sela mereka sedang menikmati makan siang itu.Raina hanya mengangguk, karena mulutnya masih dipenuhi dengan makanan sehingga tid
Hampir dua jam Aluna bersama Ardi dan Raina. Waktu yang cukup bagi Ardi untuk membuat Aluna terkesan. Ardi mengantarkan Aluna dan Raina pulang ke rumah. Dengan wajah ceria gadis kecil itu masuk sambil menggandeng tangan Aluna. “Sekarang Raina ganti pakaian dulu ya cuci kaki dan tangannya, Oke?” “Siap Ma !” Raina bergegas masuk kamarnya dan menuruti semua yang diperintahkan oleh Aluna. Wanita cantik itu sedikit bingung dengan sikap Raina tapi Aluna masih berpikir karena bisa berkomunikasi dengan baik ayahnya yang membuatnya bahagia.“Wah hebat kamu Aluna, mentang-mentang mempunyai kaki palsu kamu seenaknya pergi dan pulang ya,” ucap Bu Rini saat melihat menantunya baru sampai di rumah. “Maaf Ma, setelah dari sekolah Raina, kami makan siang dulu bersama Om Ardi,” sahut Aluna membuat Bu Rini dan Sari saling pandang.Bu Rini mendekati Aluna. Kenapa kamu bisa dekat dengan Ardi? Apakah kamu mempunyai niatan untuk menjadi ibunya Raina setelah bercerai dengan anak saya? Oh mungkin itu yang
Tuan Ardin kembali mengamati dua insan yang begitu bahagia. Entah apa yang mereka bicarakan sehingga interaksi diantara mereka begitu dekat dan terlihat akrab. “Ardi dan Delia? Mereka terlihat begitu akrab? Mungkinkah mereka ada ....” Ucapannya menggantung saat pria paru baya itu langsung terbayang. “Tidak ... tidak mungkin Delia dan Ardi ada hubungan, tapi mereka terlihat aneh,” pikirnya berkali-kali.Rasa penasaran membuat Tuan Ardin ingin melihat dari dekat tapi tanpa mereka tahu.“Hey, kamu!” Panggil Tuan Ardin saat melihat seorang pelayan. Orang itu dengan cepat menghampirinya.“Ya Tuan, Anda perlu bantuan?” tanya pelayan itu dengan ramah.“Boleh saya minta tolong?” Tuan Ardin melihat papan nama yang tertempel di baju bagian bahu kiri atasnya. “Silakan, apa yang harus saya lakukan, Tuan?” Tuan Ardin lalu memberikan lembaran kertas berwarna merah kepada pelayan itu dengan syarat untuk bisa melakukan sesuatu untuknya. Pelayan itu pun setuju dan segera melaksanakan apa yang di
Delia begitu bahagia saat mereka mengatakan pernikahan mereka akan dilaksanakan dalam waktu seminggu lagi. Wanita seksi itu menatap Aluna, mengejeknya seakan-akan dia telah memenangkan Ardan. Aluna membalas tatapan Delia.“Selamat Mbak akhirnya apa yang Mbak inginkan terwujud,” ucap Aluna berusaha tegar.Delia tersenyum kemenangan. “Sudah aku bilang kalau aku bisa melakukan apa yang aku inginkan. Sebentar lagi aku yang akan berada diposisi kamu,” jawabnya dengan nada ketus. ***Aluna menyibukkan dirinya. Kini dia fokus dengan Raina agar hatinya bisa terobati. Senyuman yang dipaksakan menuntut untuk selalu tersenyum agar Tuan Ardin tidak terlalu memikirkan hal lain. Wanita cantik itu selalu meyakinkan Tuan Ardin, kalau dia akan baik-baik saja. Sedangkan Ardan hidupnya kini terasa hampa. Dia sangat bingung dengan dirinya sendiri.Kesempatan untuk Rayhan agar bisa mendekati Aluna. Rayhan selalu ada buat Aluna sehingga bisa sedikit mengurangi rasa sakit hati yang mendalam. Pria tampan
Sampai ditoilet Aluna mengeluarkan semua yang ada di dalam perutnya. Perutnya seperti diaduk-aduk sehingga rasa mual. Untung saja dia bisa menahannya sampai menuju toilet khusus wanita.Rayhan ingin sekali melihat keadaan Aluna tapi tidak mungkin dia masuk ke sana. Seorang wanita yang berada di toilet itu pun membantu Aluna yang ternyata tubuh wanita cantik itu sudah kelihatan lemas. Dia mengurut-ngurut bagian belakang dan teluk leher Aluna dengan minyak kayu putih yang dia ambil dari dalam tasnya.“Sudah mendingan?” tanya wanita paru baya itu melihat Aluna sudah lemas dengan wajah berkeringat dan sedikit pucat. “Sudah Bu, agak mendingan dan terima kasih sudah membantu saya.” Tubuh Aluna begitu lemas. Untuk melangkah saja rasanya sudah tidak sanggup lagi tapi tidak mungkin berlama-lama di dalam sana. Dia lalu menyenderkan tubuhnya di dinding.“Kamu punya penyakit maag?” “Nggak ada Bu, nggak tahu tiba-tiba saja saat saya mencium bawa masakan, dan muntah seperti ini, padahal kalau d
Jarum jam berdetak sangat cepat, waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Tidak ada kabar berita tentang keberadaan Aluna. Ardan sibuk menghubungi beberapa orang untuk mencari Aluna tapi sampai sekarang pun tidak bisa bahkan ponselnya pun tidak aktif.“Di mana kamu, Aluna kenapa kamu tidak mengabari aku?” lirih Ardan mencari keberadaan istrinya. Bu Rini dan Sari tersenyum sinis bahkan Delia pun ikut bahagia jika memang benar-benar Aluna pergi dari rumah ini.“Ayolah Ardan, kenapa kamu menghabiskan waktumu itu dengan cara seperti ini?” Sari bersuara untuk memperkeruh keadaan.“Apa maksud Mbak Sari sih? Ardan malas berurusan dengan kakaknya sendiri. Pria tampan itu sibuk dengan ponselnya. Langkahnya mondar-mandir di depan mereka membuatnya jengah. “Buka mata hati Ardan , Apa yang kamu harapkan dari wanita seperti dia? Punya suami tapi tidak dihargai, seharusnya dia memberitahukan kepada kita ke mana dia pergi, ini malah seenaknya saja,” lanjut Sari dengan menggertakkan giginya.
Melihat wajah Aluna yang sudah dibanjari oleh air mata Rayhan segera memeluk Aluna. Entah apa yang ada dipikiran pria tampan itu. Dia hanya ingin menghiburnya atau memberi kekuatan untuk Aluna. Baginya sudah tidak mungkin untuk bisa mendapatkan Aluna sudah pasti wanita cantik itu akan mempertahankan pernikahannya. “Hey, kenapa kamu menangis seperti ini? Bukankah ini yang kamu harapkan agar bisa mempertahankan hubungan kalian dan pastinya Om Ardin pasti sangat bahagia mendengar berita, aku akan mengabarinya duluan.” Rayhan lalu mengambil ponselnya setelah melepaskan pelukannya, dia pun ingin menghubungi nomor Tuan Ardin, namun di saat itu juga tangan Rayhan dicegah oleh Aluna. Rayhan bingung dan terdiam saat Aluna menggelengkan kepalanya. “Ke—kenapa Aluna? Atau kamu ingin aku menghubungi Ardan duluan, maaf aku lupa memberitahukan kalau kamu ada di sini, pasti dia akan salah sangka dan menuduhmu telah selingkuh darinya, sebentar.” Lagi-lagi Aluna masih menggelengkan kepalanya. Wajah c
Naya bangun dan melihat Ardan sedang menutup matanya. “Apakah Abi sangat kelelahan sehingga di jam seperti ini masih bisa beristirahat?” gumamnya dalam hati sambil menatap kearah Ardan. Naya beranjak dari tempat duduknya dengan perlahan-lahan lalu sampai lah dia di sofa tempat Ardan duduk dengan posisi sang masih sama. Muncul dalam pikirannya untuk bisa meringankan masalah yang dihadapi olehnya. Gadis kecil itu pun berinisiatif untuk memijat kening Ardan dengan tangan kecilnya. Ardan pun belum menyadari siapa yang telah membuatnya sedikit rileks. Dia beranggapan kalau itu adalah tangan Aluna. Ardan pun mengingat masa lalu saat tanpa disuruh Aluna langsung memijat kening Ardan begitu lembut. Awalnya menolak karena menjaga gengsi tapi lama kelamaan pijatan itu semakin terasa enak dan membuat Ardan tertidur. “Luna?” panggilnya seketika dan mengagetkan Naya yang sedang memijit keningnya. Mata Ardan melotot seperti hampir keluar dari tempatnya. “Na—naya?” Ardan masih tidak percaya
Wajah imut menggemaskan membuat pria tampan itu tidak bosan memandangnya. Baru kali ini Ardan bisa melihat putri kandungnya terlelap dalam mimpi. Dia pun tak menyangka jika telah dianugerahi dengan buah hati yang cantik dan sholehah. Seketika lamunannya tersadar bagaimana dia bisa sampai disini, apakah hati Aluna sudah mencair karena mau mengizinkan putrinya bersama ayah kandungnya sendiri?“Anaya? Dia di sini juga? Apa Dena sudah meminta izin untuk membawanya ke sini?” tanya Ardan kembali terkejut.“Nggak Pi, soalnya hari Tante Luna tidak masuk mengajar dia sibuk dengan orderan, kata Naya sih. Tadinya juga Naya nggak dijemput makanya Dena bawa saja ke sini,” jelasnya.“Jadi Tante Luna tidak tahu dong kalau Anaya ada di sini?”“Iya Pi.”“Gawat ini Dena, kenapa kamu tidak beritahu Tante Luna, kamu kan bisa menghubunginya?” Ardan begitu panik karena Aluna akan marah besar dan akan menuduh kalau Ardan lah yang merencanakan semuanya. “Papi lupa ya ponsel Dena kan sama Papi dan sekarang
Mengingat masa lalu itu Ardan semakin marah. Apalagi dia menyalahkan Tuan Ardin atas semua yang terjadi. Menurut Ardan seandainya Tuan Ardin mengatakan siapa Aluna sebenarnya tentu tidak akan seperti ini.Hubungan antara ayah dan anak itu pun menjadi renggang, akan tetapi Ardan masih peduli dengan Tuan Ardin sehingga masih mau merawatnya sampai sekarang ini. Pria tua itu kini kembali sakit-sakitan karena terus memikirkan Aluna. Sedangkan Ardan antara marah dan merasa bersalah karena dirinya sendiri yang tidak peka dengan Aluna.“Kenapa Papa menyembunyikan hal sebesar ini? Kenapa Pa? Dan Aluna kenapa juga tidak memberitahukan kalau dia yang telah menolongku dari kecelakaan, bahkan kakinya menjadi korban karena aku! Aku memang tidak bisa melihat kebaikan Aluna, bahkan dia rela bertahan selama dua tahun dari keluarga ini padahal dia sudah banyak membantu. Aku tidak bisa diam begitu saja, aku harus mencarinya tapi di mana? Sedangkan nomor ponselnya saja sudah tidak aktif dan menyuruh or
Lima belas menit perjalanan akhirnya mereka sampai di sebuah gedung menjulang tinggi. Naya sampai tertegun saat melihat gedung dan sekitarnya yang begitu indah di pandang mata. Pak supir menurunkan mereka di halaman parkir. Dena yang sering pergi ke kantor ayahnya sudah terbiasa untuk keluar masuk di gedung itu. “Sungguh ini kantor Abi? Tinggi sekali? Apakah banyak orang di dalam sana?” tanya Naya dalam hati begitu takjub melihatnya.Dena memperhatikan Naya yang begitu lugu melihat bangunan itu. “Apakah kamu tidak pernah melihat gedung-gedung seperti ini?” tanya Dena bingung. “Pernah lihat tapi hanya di televisi. Ini sungguhan kan?” Naya begitu bersemangat untuk mengitari pemandangan itu. “Ya iyalah, masa mainan. Ayuk, kita masuk!” “Tunggu Dena!” panggilnya lagi.“Ada apa, Naya?” Naya berlari kecil menghampiri Dena yang telah jalan duluan. “Memang anak kecil seperti kita boleh masuk ke sana , nanti kalau diusir bagaimana?” tanya Naya meragukan.“Naya sayang, kantor ini milik P
Mendengar ucapan Bu Nia Aluan pun terkejut. Bu Nia kembali menjelaskan kalau Dena sendiri yang berinisiatif membawa Naya ikut dengannya, karena sampai di kantor Ardan pun terkejut dengan kedatangan dua gadis kecil itu ke kantornya. Setengaj jam yang lalu ....Bel sekolah telah berbunyi yang menandakan mereka pulang sekolah. Anak-anak berlarian ke luar mencari penjemput mereka. Hanya Naya dan Aluna yang belum terlihat. Meskipun Naya tahu kalau hari ini Umminya sedang sibuk dengan pesanan orderan yang semakin meludak. “Naya, kamu belum dijemput ya?” tanya Dena polos.“Iya, mungkin Ummi lupa kalo jemput Naya,” sahutnya sedikit kecewa.“Dena juga belum di jemput, hari ini. Papi juga sibuk pasti papi tidak menjemput Dena .”“Nasib kita kok sama ya?” tanya Naya menatap sendu.“Kita tunggu di luar yuk!” ajak Dena kembali bersemangat.“Oke!”Mereka pun melangkah pergi untuk sampai di depan gerbang sekolah. Pak Agus melihat mereka berdua saling berpegangan tangan “Kalian berdua belum dije
Hari-hari berlalu dijalani oleh dua keluarga yang berbeda. Dena semakin akrab dengan Naya. Mereka begitu lengket bagaikan prangko, selalu bersama-sama. Dena pun memang tak pernah lagi ikut menertawakan Naya jika dia kena di bully malah Dena yang akan membela Naya jika asa yang berani mengganggu Naya. Aluna semakin sibuk dengan urusan warungnya karena semakin hari semakin banyak orderan yang datang untuknya. Aluna sampai kewalahan untuk mengatasinya sehingga Ardan pun memperkerjakan karyawan tetap untuk membantu Aluna. Ya berkat Ardan yang melobi ke sana kemari untuk memperkenalkan masakan Aluna sehingga banyak yang ingin mencobanya, ada juga yang memesan tiap hari untuk dijadikan menu makan mereka di kantin.Aluna menolak uang pemberian Ardan. Dia berdalih untuk kebutuhan Anaya tapi Aluna tidak mau memakai uang itu dan mengembalikannya kepada mantan suaminya itu. Ardan berpikir keras untuk bisa membantu perekonomian Aluna, sehingga timbul ide untuk membuat warung Aluna semakin dike
Naya memperhatikan wajah pria itu lebih dekat lagi. Wajah yang sempurna dan memang mempunyai kemiripan dengan Naya. “Abi memang sangat tampan pantas saja banyak yang menyukai Abi, tapi apakah Abi juga banyak pacar? Buktinya Abi dulu tidak menyukai Ummi karena Ummi cacat, dan sekarang Abi kembali dan ingin mengajak kami untuk hidup bersama. Naya Ingin sekali mempunyai keluarga yang utuh. Naya ingin memeluk Abi. Naya ingin mereka tahu kalau Naya masih mempunyai Abi tapi bagaimana dengan nasib Dena? Apakah dia akan membenci Naya jika dia tahu Nayalah putri kandungnya bukan Dena,” gelisahnya dalam hati.“Apakah Naya tidak merindukan Abi dan apa yang dikatakan Ummi tentang Abi Naya?” desak Ardan ingin mengetahui apa saja yang diajarkan oleh Aluna. “Awalnya iya, Naya kan nggak pernah melihat wajah Abi Naya, tapi setiap Naya bertanya di mana Abi Naya Ummi langsung terlihat sedih. Dari situ Naya nggak akan pernah bertanya lagi tentang jika membuat Ummi menangis,” jelasnya panjang lebar.De
Ardan langsung melepaskan Aluna karena dia juga tidak mau akan terjadi sesuatu hal dengannya dan Naya.“Maaf Lun, aku hanya ....” ucapan menggantung saat Aluna langsung bertanya tentang kondisi papanya. “Bagaimana kondisi papa apakah beliau baik-baik saja?” akhirnya Aluna juga penasaran dengan kondisi kesehatan mantan mertuanya itu. “Alhamdulillah untuk saat ini baik-baik saja. Papa tidak bekerja lagi di perusahaan, kini aku yang mengambil tanggung jawab itu. Ternyata apa yang papa lakukan di perusahaan aku baru menyadarinya kalau tanggung jawab papa semasa itu sangat berat, aku baru menyadari semuanya,” jelas Ardan pelan.Aluna kembali duduk diikuti oleh Ardan. Dia senang akhirnya Aluna mau mendengarkan keluh kesahnya. “Alhamdulillah akhirnya kamu bisa berubah, Mas. Kamu mengambil tanggung jawab dengan benar. Berarti permintaan papa sudah kamu turuti,” sahutnya tersenyum lega jika mantan mertuanya masih sehat.“Nggak semuanya Lun, ada satu permintaan yang belum bisa aku turuti,”
Aluna pun melihat sekelilingnya dan benar memang masih banyak pembeli yang ingin dilayaninya.“Maaf, tapi tidak bisa lama-lama karena warung masih ramai atau mau menunggu sebentar, saya nggak bisa meninggalkan mereka?” bujuknya karena memang masih terlihat ramai. “Tante, Dena juga harus istirahat, kami juga belum pulang ke rumah kecuali kami boleh menginap di rumah Tante, boleh kan?” Dena begitu bersemangat. “Tidak!” jawab lantang Naya hampir sebagian orang melihat ke arahnya.Aluna tak enak hati jika dilihat banyak orang. Mau tak mau Aluna membawanya ke rumah yang terletak di samping warungnya. Mereka pun duduk di teras rumah. Sedangkan Naya tetap berdiri di samping Aluna yang sudah duduk bersama Ardan dan Dena. Ada sedikit rasa canggung untuk bisa duduk bersama apalagi jarak duduk mereka tidak terlalu jauh. Ardan tak lepas memandangi terus wajah Aluna sehingga wanita cantik itu pun bersemu merah. Dena yang tidak mengetahui apa-apa pun sedikit merasa curiga dengan gerak tubuh pa