Safeea berdiri tepat di hadapan Adriyan, menyambut uluran tangan Adriyan, yang membantunya untuk duduk di kursi akad nikah. Pandangan mereka bertemu, saling lempar senyuman, yang membuat siapapun iri melihatnya.“Hai, Sayang, I love you,” ucap Adriyan begitu pelan, yang hanya mampu tertangkap oleh telinga Safeea, yang duduk tepat di sampingnya.“I love you to,” balas Safeea tidak kalah pelan.======================== “Bagaimana, apa sudah bisa dimulai?” tanya seorang pria paruh baya, yang bertugas sebagai penghulu sekaligus wali hakim bagi Safeea.“Saya siap, Pak, kamu gimana, Zah? Sudah siap, kan?” tanya Adriyan, senyum manis tidak pernah lepas dari wajahnya.“Siap,” sahut Safeea cepat, membalas senyuman Adriyan.MC mulai membuka acara akad nikah antara Safeea dan Adriyan, semua tamu undangan diam, mendengarkan serangkaian susunan acara yang dibacakan pemandu acara. Acara diawali dengan pembukaan oleh MC, kemudian dilanjutkan dengan dilantunkannya ayaat suci Al – Qur’an, oleh seora
"Damar, sedang apa kamu di sini? Kamar Adelya di VIP 5 lantai dua, bukankah saya sudah memberitahumu kemarin? atau mau bareng saya saja? kebetulan saya mau jenguk Adelya juga," tuturnya, lebih kepada paksaan, karena dirinya langsung memegang kendali kursi rodaku, dan mendorongnya, meninggalkan lobby rumah sakit. Bagaimana ini?===================== Terpaksa aku menuruti kemauan Papa mertuaku, aku tidak ingin mencari masalah, dengan mendebatnya di ruang publik seperti ini. Tidak lupa kirim chat kepada Bagus, memintanya menyusulku ke kamar rawat Adelya, aku tidak ingin berlama – lama di sana, aku harus bisa menghindar untuk terus bersama Adelya.Perjalanan menuju kamar Adelya terasa begitu lama, meski terlihat canggung, namun sepanjang jalan Papa mengajaku ngobrol. Terlihat sekali usahanya, untuk mendekatkan diri kepadaku. Jika dulu aku berharap Papa bisa mengajak ku ngobrol seperti ini. Kini aku hanya menjawab sekedarnya saja, aku sudah tidak tertarik lagi, dengan obrolan basa basi se
“Mas Riza, Rima masih jomblo?” celetuk Tiara, menanyakan adik perempuan Riza.“Kayaknya sih iya, kenapa, Ra?” tanya Riza sekenanya.“Selera dia kayak gimana? Kalau sama duda anak satu mau, enggak?”“Hah? Duda? Anak satu?” Sungguh Riza terkejut dengan yang Tiara katakan, dirinya tidak dapat membayangkan, jika adiknya harus menikah dengan seorang duda, beranak satu.============== Sedikit banyak Tiara mengetahui, jika adik dari Riza, pernah menyukai suaminya, Dhanis. Namun Dhanis hanya menganggapnya sebagai seorang adik saja. Itulah mengapa Tiara berniat menjodohkan Rima dengan sepupunya, Yuda. Karena menurut cerita Dhanis, selama ini Rima yang merawat anak perempuan Riza, sejak anak tersebut masih kecil.Jadi Tiara menganggap, Rima pasti sosok wanita yang sayang terhadap anak – anak, jadi kemungkinan besar, Rima juga pasti akan menyayangi keponakannya, Ameera. Tiara tau bagaimana terlukanya Yuda, karena pernikahan Safeea, dengan Adriyan hari ini.Walaupun Yuda tidak pernah mengatakann
Kak, Saf, titip Mas Essa, ya! Jaga rawat mas Essa, sayangi mas Essa dan manjain mas Essa, karena selama ini mas Essa yang selalu manjain kami, sayangi kami dan rawat kami. Selamat bergabung di keluarga Diondra ya, Kak Safeea sayang,” tutur Adisti mewakili Arista, kemudian menghampiriku dan Mas Essa, memeluk kami bergantian dengan begitu erat.Ah, benarkan, betapa beruntungnya aku masuk ke dalam keluarga ini? Dalam sehari, kesendirianku diganti, dengan diberikan seorang suami yang begitu mencintaiku, ibu yang penuh kasih, dan adik – adik yang sayang kepadaku. Aku berharap, kebahagiaanku bukan hanya hari ini, tapi juga selamanya. ================== POV AdriyanJangan kalian tanya bagaimana perasaanku saat ini, tentu saja aku sangat bahagia. Sekian puluh purnama, aku hanya mampu memimpikannya, mengharapkan dia hadir dan singgah di hidupku. Menantikannya kembali, untuk masuk ke dalam setiap relung jiwaku. Menemaniku dan menyembuhkan luka yang begitu berongga.Kini, semua terasa begitu
Ku peluk pinggangnya yang ramping dari belakang, mengelus kulit perutnya, yang tidak tertutupi tank top dengan sempurna. Kubaui tengkuknya, lehernya, kemudian turun ke bahunya. Kurasakan Zahra menegang, kemudian menoleh ke arahku, seraya mengatakan hal yang membuatku tersenyum.“Katanya kamu mau langsung tidur, Mas? Kan kamu capek? Gimana kalau kita langsung istirahat aja?” ======================== POV SafeeaAku sungguh terpukau dengan resort milik keluarga Mas Dhanis, di sini terdiri dari enam villa mewah yang semuanya memiliki kolam renang pribadi. Jadi, walaupun Tiara dan Dhanis ikut serta, kami tetap menempati villa yang berbeda. Villa yang kami pilih, seakan membawa kami berada di Santorini, walaupun kenyataannya kami sedang berada di Pulau Dewata. Mataku seakan termanjakan, dengan view yang begitu spektakuler. Aku beruntung, karena dapat menikmati fasilitas mewah ini secara cuma – cuma , terlebih, semua ini milik keluarga suamiku, yang artinya, kapanpun aku mau, Mas Essa aka
Aku membayangkan, bagaimana terluka dan sakit hatinya Zahra, saat dirinya mendapat perlakuan memalukan seperti itu, dari suaminya sendiri. Bukankah wajar, jika seorang istri ingin berpenampilan seksi di hadapan suaminya? Berharap sang suami tergoda, dan saling memuaskan satu sama lain?Ah, lagi – lagi hanya bisa merutuki diriku, menyesali kebodohanku yang tidak berjuang untuk tetap mempertahankannya dulu. Hingga membiarkannya masuk, ke dalam kehidupan yang luar biasa menyakitkan.===================Kutinggalkan Zahra begitu saja di kamar, dan memilih untuk masuk ke dalam toilet, meredam hasratku, yang tadi terpaksa kutahan. Mengguyur tubuhku dengan air dingin dari shower, berharap milik ku dapat mengerti, jika malam ini, bukan waktu yang tepat baginya, untuk mendapat belaian lembut Zahra.Sengaja aku berlama – lama di dalam sini, karena pengaruh tubuh Zahra, benar – berat sulit untuk aku atasi. Setelah di rasa cukup, aku segera menuntaskan ritual mandiku, membasuh sabun dan shampoo s
Aku menoleh ke sampingku, di mana Mas Essa masih tertidur dengan begitu pulas. Wajahnya terlihat begitu polos, seperti anak kecil yang kelelahan setelah capai bermain. Ku kecup keningnya, kemudian bibirnya, sebagai ucapan selamat pagi. Namun, sepertinya aku melakukan kesalahan, karena seketika Mas Essa membuka matanya dan ah, pandangan itu, aku ingat pandangannya, sama seperti malam tadi, sebelum dirinya membuatku begadang hingga subuh. Rasakan kau, Saf! Selamat berolah raga!========================== Pukul tiga sore aku baru benar – benar bisa terbangun walaupun masih sedikit mengantuk. Ku rasakan seluruh persendianku nyeri tak tertahankan. Kesibukan ku selama ini di rumah sakit, membuatku sangat jarang menyempatkan diri, untuk berolah raga. Dan kini, aku merasakan betapa lelahnya olah raga, nonstop bersama Mas Essa.Kebodohanku tadi pagi, saat tidak sengaja, membangunkan macan yang lapar, memang suatu kesalahan, karena Mas Essa hanya memberiku waktu sarapan sebentar saja, dan kemu
Rapat hari ini berjalan tidak lancar, fikiranku terus saja berfokus pada Safeea dan Adriyan, yang tengah berbulan madu. Sehingga kuputuskan untuk menundanya minggu depan, dan memilih untuk menyusul Safeea ke Bali. Jika aku tidak tenang dengan hidupku, maka aku tidak akan membiarkan mereka hidup tenang, dengan hidup mereka================== Aku meminta sekretarisku, memesankan tiket pesawat, dan kamar hotel di Bali, untuk ku dan juga Bagus. Hotel yang ku minta, yang lokasinya berdekatan, dengan resort tempat Safeea dan Adriyan menginap saat ini. Setelah itu, ku hubungi Andi, untuk bersiap – siap menjemputku di Bandara Ngurah Rai.Pukul lima sore aku tiba di Bali. Tidak banyak yang berubah di sini, tetap ramai oleh wisatawan, baik lokal maupun internasional. Di dalam mobil aku meminta bagus melaporkan apa saja, yang dirinya amati dari kegiatan Safeea hari ini. Sebenarnya aku sudah tau, jika yang akan Andi sampaikan, tentu akan menyakitkan hatiku, namun entah mengapa, aku tetap ingi