“Saat ini dirinya masih di rawat di rumah sakit Jalinan Keluarga,”“Rumah Sakit Jalinan Keluarga? Berarti di rumah sakit tempat Safeea dinas?” tanyaku begitu saja.“Ya, dan kebetulan dokter yang kemarin membantu Adelya adalah Safeea, Mar. Bahkan dirinya juga yang merekomendasikan dokter spesialis kejiwaan untuk Adelya,”Safeea? Membantu Adelya? Benarkah? Apa aku perlu menghubungi Safeea untuk menanyakan keadaan Adelya yang sebenarnya?==================== Sepeninggal papa mertuaku, kuputuskan untuk menghubungi Tiara, memaksanya untuk memberikan nomer ponsel Safeea. Namun seperti yang sudah – sudah, Tiara masih saja menolak permintaanku, bahkan dirinya mengingatkan agar aku tidak lagi mengganggu Safeea, karena besok dirinya sudah resmi akan menikah dengan Adriyan.Aku tidak dapat menyembunyikan rasa kesalku, wanita yang pernah ku sia – siakan, nyatanya besok akan menjadi milik pria lain, menggantikanku yang kalah sebagai seorang pecundang.Kemudian kuhubungi Ibuku, bertanya apakah d
Gedoran dan panggilan kembali terdengar, kali ini lebih kencang dari sebelumnya. Karena terganggu, bergegas aku turun dari ranjang dan berjalan cepat menuju pintu, membuka kuncinya dan membuka pintunya lebar.Kulihat wajah panik Tiara dan Mas Dhanis bersamaan, ada apa ini? Mengapa mereka terlihat seperti itu?============================== “Ada apa? kenapa teriak – teriak?” tanyaku tidak sabaran.“Ini sudah jam berapa? Kamu kesiangan bangun tau, enggak? Kami kira kamu kenapa – kenapa di kamar, dibangunin dari tadi enggak ada sahutan. Bisa di bunuh Essa kita berdua, kalau sampai telat, mengantarmu sampai ke tempat pernikahan,” sahut Dhanis menjelaskan. Jadi? Astaga!!“Astaga . . . kirain ada apa, bikin panik saja! Memangnya sekarang jam berapa?” “Astaga – astaga, lu yang astaga! Ini sudah jam delapan, Sapiiii! Lu akad nikah jam sepuluh dan lu baru bangun sekarang? Lu belum mandi, belum makeup, belum ganti baju akad juga. Dan lu tau sendiri, kan, gimana macetnya ibu kota kalau sudah
Safeea berdiri tepat di hadapan Adriyan, menyambut uluran tangan Adriyan, yang membantunya untuk duduk di kursi akad nikah. Pandangan mereka bertemu, saling lempar senyuman, yang membuat siapapun iri melihatnya.“Hai, Sayang, I love you,” ucap Adriyan begitu pelan, yang hanya mampu tertangkap oleh telinga Safeea, yang duduk tepat di sampingnya.“I love you to,” balas Safeea tidak kalah pelan.======================== “Bagaimana, apa sudah bisa dimulai?” tanya seorang pria paruh baya, yang bertugas sebagai penghulu sekaligus wali hakim bagi Safeea.“Saya siap, Pak, kamu gimana, Zah? Sudah siap, kan?” tanya Adriyan, senyum manis tidak pernah lepas dari wajahnya.“Siap,” sahut Safeea cepat, membalas senyuman Adriyan.MC mulai membuka acara akad nikah antara Safeea dan Adriyan, semua tamu undangan diam, mendengarkan serangkaian susunan acara yang dibacakan pemandu acara. Acara diawali dengan pembukaan oleh MC, kemudian dilanjutkan dengan dilantunkannya ayaat suci Al – Qur’an, oleh seora
"Damar, sedang apa kamu di sini? Kamar Adelya di VIP 5 lantai dua, bukankah saya sudah memberitahumu kemarin? atau mau bareng saya saja? kebetulan saya mau jenguk Adelya juga," tuturnya, lebih kepada paksaan, karena dirinya langsung memegang kendali kursi rodaku, dan mendorongnya, meninggalkan lobby rumah sakit. Bagaimana ini?===================== Terpaksa aku menuruti kemauan Papa mertuaku, aku tidak ingin mencari masalah, dengan mendebatnya di ruang publik seperti ini. Tidak lupa kirim chat kepada Bagus, memintanya menyusulku ke kamar rawat Adelya, aku tidak ingin berlama – lama di sana, aku harus bisa menghindar untuk terus bersama Adelya.Perjalanan menuju kamar Adelya terasa begitu lama, meski terlihat canggung, namun sepanjang jalan Papa mengajaku ngobrol. Terlihat sekali usahanya, untuk mendekatkan diri kepadaku. Jika dulu aku berharap Papa bisa mengajak ku ngobrol seperti ini. Kini aku hanya menjawab sekedarnya saja, aku sudah tidak tertarik lagi, dengan obrolan basa basi se
“Mas Riza, Rima masih jomblo?” celetuk Tiara, menanyakan adik perempuan Riza.“Kayaknya sih iya, kenapa, Ra?” tanya Riza sekenanya.“Selera dia kayak gimana? Kalau sama duda anak satu mau, enggak?”“Hah? Duda? Anak satu?” Sungguh Riza terkejut dengan yang Tiara katakan, dirinya tidak dapat membayangkan, jika adiknya harus menikah dengan seorang duda, beranak satu.============== Sedikit banyak Tiara mengetahui, jika adik dari Riza, pernah menyukai suaminya, Dhanis. Namun Dhanis hanya menganggapnya sebagai seorang adik saja. Itulah mengapa Tiara berniat menjodohkan Rima dengan sepupunya, Yuda. Karena menurut cerita Dhanis, selama ini Rima yang merawat anak perempuan Riza, sejak anak tersebut masih kecil.Jadi Tiara menganggap, Rima pasti sosok wanita yang sayang terhadap anak – anak, jadi kemungkinan besar, Rima juga pasti akan menyayangi keponakannya, Ameera. Tiara tau bagaimana terlukanya Yuda, karena pernikahan Safeea, dengan Adriyan hari ini.Walaupun Yuda tidak pernah mengatakann
Kak, Saf, titip Mas Essa, ya! Jaga rawat mas Essa, sayangi mas Essa dan manjain mas Essa, karena selama ini mas Essa yang selalu manjain kami, sayangi kami dan rawat kami. Selamat bergabung di keluarga Diondra ya, Kak Safeea sayang,” tutur Adisti mewakili Arista, kemudian menghampiriku dan Mas Essa, memeluk kami bergantian dengan begitu erat.Ah, benarkan, betapa beruntungnya aku masuk ke dalam keluarga ini? Dalam sehari, kesendirianku diganti, dengan diberikan seorang suami yang begitu mencintaiku, ibu yang penuh kasih, dan adik – adik yang sayang kepadaku. Aku berharap, kebahagiaanku bukan hanya hari ini, tapi juga selamanya. ================== POV AdriyanJangan kalian tanya bagaimana perasaanku saat ini, tentu saja aku sangat bahagia. Sekian puluh purnama, aku hanya mampu memimpikannya, mengharapkan dia hadir dan singgah di hidupku. Menantikannya kembali, untuk masuk ke dalam setiap relung jiwaku. Menemaniku dan menyembuhkan luka yang begitu berongga.Kini, semua terasa begitu
Ku peluk pinggangnya yang ramping dari belakang, mengelus kulit perutnya, yang tidak tertutupi tank top dengan sempurna. Kubaui tengkuknya, lehernya, kemudian turun ke bahunya. Kurasakan Zahra menegang, kemudian menoleh ke arahku, seraya mengatakan hal yang membuatku tersenyum.“Katanya kamu mau langsung tidur, Mas? Kan kamu capek? Gimana kalau kita langsung istirahat aja?” ======================== POV SafeeaAku sungguh terpukau dengan resort milik keluarga Mas Dhanis, di sini terdiri dari enam villa mewah yang semuanya memiliki kolam renang pribadi. Jadi, walaupun Tiara dan Dhanis ikut serta, kami tetap menempati villa yang berbeda. Villa yang kami pilih, seakan membawa kami berada di Santorini, walaupun kenyataannya kami sedang berada di Pulau Dewata. Mataku seakan termanjakan, dengan view yang begitu spektakuler. Aku beruntung, karena dapat menikmati fasilitas mewah ini secara cuma – cuma , terlebih, semua ini milik keluarga suamiku, yang artinya, kapanpun aku mau, Mas Essa aka
Aku membayangkan, bagaimana terluka dan sakit hatinya Zahra, saat dirinya mendapat perlakuan memalukan seperti itu, dari suaminya sendiri. Bukankah wajar, jika seorang istri ingin berpenampilan seksi di hadapan suaminya? Berharap sang suami tergoda, dan saling memuaskan satu sama lain?Ah, lagi – lagi hanya bisa merutuki diriku, menyesali kebodohanku yang tidak berjuang untuk tetap mempertahankannya dulu. Hingga membiarkannya masuk, ke dalam kehidupan yang luar biasa menyakitkan.===================Kutinggalkan Zahra begitu saja di kamar, dan memilih untuk masuk ke dalam toilet, meredam hasratku, yang tadi terpaksa kutahan. Mengguyur tubuhku dengan air dingin dari shower, berharap milik ku dapat mengerti, jika malam ini, bukan waktu yang tepat baginya, untuk mendapat belaian lembut Zahra.Sengaja aku berlama – lama di dalam sini, karena pengaruh tubuh Zahra, benar – berat sulit untuk aku atasi. Setelah di rasa cukup, aku segera menuntaskan ritual mandiku, membasuh sabun dan shampoo s