Sore itu Kakek Roi pergi ke rumah Adhitama untuk bertemu Lily. Saat sampai di sana Risha, Adhitama juga Lily menyambutnya hangat.Terutama Lily, beberapa hari tak bertemu dengan buyutnya membuat anak itu kegirangan bahkan sangat antusias.“Kakek Buyut!” Lily yang senang melihat kedatangan Kakek Roi bergegas menghampiri pria tua itu lalu menggandengnya.Kakek Roi senang. Dia berjalan bersama Lily juga dua cucunya menuju ruang keluarga.“Apa benar informasi yang aku terima soal Sevia?” tanya Kakek Roi sesaat setelah mereka duduk.“Benar, dia sudah mati karena kecelakaan, saat berusaha kabur setelah menusuk Audrey,” jawab Adhitama.Kakek Roi terkejut, tapi juga lega karena akhirnya wanita jahat itu mati.“Baguslah. Wanita itu memang lebih baik tidak ada di dunia ini,” ucap Kakek Roi.“Mungkin itu karma. Dia tidak mau mempertanggungjawabkan kesalahannya di dunia, jadi biar dia mempertanggungjawabkannya di akhirat,” balas Adhitama yang selalu saja geram jika mengingat perbuatan Sevia.“Buy
Audrey datang ke rumah Adhitama setelah kondisinya membaik. Dia ke sana bermaksud untuk mempertanggungjawabkan pekerjaannya karena membuat Lily hampir celaka. “Kak Audrey!” teriak Lily saat melihat Audrey datang. Risha dan Adhitama langsung menoleh ketika mendengar Lily berteriak. Audrey mengangguk ke Risha dan Adhitama, lalu memandang Lily yang sudah berdiri di depannya. “Bagaimana kondisimu?” tanya Risha. “Sudah lebih baik, terima kasih,” jawab Audrey sopan. “Saya ke sini karena mau bertemu Lily,” ucap Audrey lagi. Seperti tahu apa yang ada di pikiran Audrey, Lily berkata, “Kak Audrey mau berhenti kerja? Nggak boleh! Lily nggak ngizinin!” Adhitama dan Risha sampai terkejut dengan sikap Lily. Audrey tersenyum canggung, lalu meminta izin pada Risha dan Adhitama agar bisa bicara berdua dengan Lily, dan dia mendapat izin. “Kak Audrey tidak boleh dipecat!” Lily berpikir jika Audrey akan berhenti bekerja karena dipecat papanya. Audrey diam sejenak, lalu bertanya, “Apa Lily mau
Kakek Roi mengundang Risha dan Adhitama makan malam di rumahnya hari itu. Mereka sudah berkumpul dalam situasi yang hangat. Lily juga ikut ke sana, tapi anak itu malah sibuk bermain dengan Audrey dan melewatkan makan malamnya. “Ternyata kalian masih mempertahankan Audrey," ucap Kakek Roi. Adhitama menoleh pada Lily yang sedang bermain sampai tertawa, lalu membalas, “Ya, Kakek lihat sendiri. Lily hanya mau Audrey, bahkan saat aku menawari mencarikan pengganti dia menolak sampai merengek.” Kakek Roi melihat keceriaan Lily, lalu terlihat mencemaskan sesuatu. “Sebenarnya aku menyelidiki siapa Audrey, tapi aneh karena aku sama sekali tidak bisa menemukan informasi apa pun tentangnya.Bahkan masa lalunya seperti apa juga tidak ada,” ujar Kakek Roi. Adhitama tidak menyangka Kakek Roi akan bertindak sejauh itu. Namun, dia juga merasakan hal aneh, tapi mencoba mengabaikan itu. “Coba kamu pastikan lagi ke agensi yang menaunginya, cek dan pastikan asal-usul juga informasi tentang Audrey,” u
Sesampainya di rumah. Risha masih diam, bahkan dia mengabaikan Adhitama. Adhitama bingung dengan sikap Risha. Meski Risha kecewa dengan kejujuran kakek Roi, tapi apa harus sampai seperti ini? “Sudah, tidak usah terlalu memikirkan kebohongan Kakek, nanti malah kamu stres dan berpengaruh ke kesehatanmu,” ucap Adhitama akhirnya bersuara setelah sejak tadi ikut diam. Risha terkejut. Dia menoleh pada Adhitama dengan tatapan tidak senang. “Mas bilang tidak usah memikirkan? Setelah semua ketakutan yang aku rasakan, Mas Tama berkata seenak ini? Mas benar-benar tidak paham perasaanku!” amuk Risha geram. Adhitama terkejut karena Risha sampai mengamuk seperti itu. Saat dia ingin menjelaskan, Risha sudah lebih dulu meninggalkannya. Dia bergeming melihat Risha yang masuk kamar Lily. Adhitama merasa reaksi Risha berlebihan. Namun, dia mencoba memahami jika mungkin perasaan Risha sedang sensitif saja. ** Saat tengah malam. Adhitama memutuskan pergi ke kamar Lily. Dia melihat Risha berbaring
Haris duduk di meja kerjanya diam melamun, dia tidak tahu kenapa terus memikirkan Alma.Haris menggeleng menepis pikirannya, dia merasa harus fokus bekerja dan tidak boleh lagi memikirkan soal sekretarisnya itu.Haris kembali mengamati laptopnya yang berisi beberapa grafik penjualan untuk dianalisa, saat tiba-tiba saja pintu ruang kerjanya diketuk.“Siapa?” tanya Haris heran.“Pak ini saya, Alma.”Haris kaget mendenger suara Alma, dia seketika berdiri tampak bingung dan kembali duduk di kursinya.Haris berusaha menyembunyikan salah tingkahnya. Dia berdehem sebelum mengizinkan Alma masuk.“Masuk!”Haris kembali menatap laptop setelah bicara, kemudian bersikap biasa seolah tak menunggu kedatangan Alma.“Pak Haris,” sapa Alma.Haris berpura-pura terkejut, untung saja sikapnya yang agak aneh itu tak begitu Alma perhatikan.“Kenapa kamu sudah masuk? Aku pikir kamu akan mengambil libur beberapa hari lagi,”kata Haris.Alma memulas senyum tipis, dia berjalan mendekati meja kerja Haris lalu me
Risha mengerutkan kening mendengar pertanyaan Haris. Dia mencoba menerka-nerka siapa wanita yang dimaksud oleh pria ini. “Apa wanita yang sedang Kakak bicarakan itu Alma?” tanya Risha memastikan, meski dia yakin tebakannya benar. Haris gelagapan dan tampak panik. Ingin mengelak tapi apa yang dikatakannya sudah terlalu jelas. “Kakak tidak bisa menutupi itu dariku, jadi tidak usah berbohong,” ucap Risha ketika melihat gelagat aneh Haris. Haris belum bisa menjawab, sampai Risha kembali bicara. “Sekarang mau Kak Haris bagaimana?” tanya Risha, “kalau menurutku, kalau Kak Haris hanya mau mengungkapkan perasaan saja tidak apa-apa, tapi kalau ada niat merebut tidak boleh. Kakak harus memikirkan perasaan orang lain juga,” imbuh Risha. Haris diam berpikir. “Tapi dari pada memendam perasaan dan galau terus menerus lebih baik Kak Haris jujur saja supaya tidak memiliki beban,” ucap Risha memberi nasihat, apalagi Haris sangat jelas terlihat bingung untuk membuat keputusan. Haris tid
Keesokan harinya. Rapat di Mahesa berlangsung di pagi hari. Rapat itu dihadiri beberapa petinggi perusahaan termasuk Haris, itu artinya Andre dan Alma juga ikut serta dalam rapat itu. Adhitama duduk mengamati. Dia memperhatikan sikap Alma, Andre, dan Haris yang aneh, sampai membuat Adhitama menggeleng kepala pelan. Rapat dimulai, Adhitama mendengarkan usul dari salah satu direktur untuk acara perayaan ulang tahun perusahaannya nanti. “Jadi, saya usul untuk memberikan penghargaan ke karyawan. Saya rasa penghargaan ini bisa meningkatkan semangat pada semua karyawan agar lebih giat bekerja. Mereka akan sangat dihargai karena mendapat penghargaan atas kerja keras mereka.” Adhitama mendengarkan dengan seksama, ide itu memang bagus, tapi dia meminta yang lainnya untuk tetap memberikan masukan. Setelah rapat selesai. Adhitama langsung berdiri lebih dulu untuk pergi. Namun, dia melihat Andre yang masih belum beranjak seperti menunggu sesuatu. “Kamu ngapain?” tanya Adhitama keher
Risha yang berdiri di lobi rumah sakit tampak tersenyum saat melihat Adhitama datang. Dia buru-buru mengulurkan tangan saat melihat suaminya itu mendekat. Mereka sepakat memeriksakan calon anak ke dua mereka bersama meski datang menggunakan mobil berbeda. "Aku tidak terlambat kan?" tanya Adhitama. "Tidak!" Risha memberikan senyuman manis ke Adhitama lantas mereka berjalan menuju poli kandungan di mana Risha sudah mendaftar jauh-jauh hari. Risha tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Berbeda saat dulu mengandung Lily, Risha merasa mendapat dukungan penuh dari pria yang dicintainya ini. "Kamu tersenyum terus, apa hal baik terjadi?" Adhitama memandang Risha penuh cinta, kemudian membenarkan hijab Risha yang sedikit kusut di samping muka. "Semua hal baik terjadi padaku setiap hari semenjak aku tahu Mas Tama sangat mencintaiku," balas Risha. "Tapi jujur saja aku bahagia karena hari ini kita bisa melihat adik Lily bersama," imbuhnya. Adhitama merasa hatinya menghangat me
Alma tak menyangka Haris akan menahannya di rumah pria itu. Dia tidak bisa melakukan apa-apa selain menerima dan mengikuti apa keinginan Haris. Bahkan seperti apa yang pria itu katakan, sudah ada banyak baju untuknya di sana.Meskipun agak canggung kepada pembantu rumah, tapi Alma mencoba untuk bersikap baik.Seperti pagi itu, dia bangun pagi lantas pergi ke dapur untuk membantu menyiapkan sarapan.Awalnya pembantu rumah Haris kaget bahkan memohon Alma untuk tidak melakukan itu. Namun, Alma bersikeras, dia berkata tidak mau menumpang dan makan secara cuma-cuma di sana.“Sudah sewajarnya, karena Mba Alma calon istri Tuan Haris.”Ucapan pembantu membuat Alma menghentikan gerakan tangannya memotong wortel, dia menoleh karena kaget.Bagaimana bisa pembantu rumah tahu kalau dia calon istri Haris?“Apa Pak Haris bilang aku ini calon istrinya?” tanya Alma setengah tak percaya.“Iya, dia bahkan meminta kami menjaga Mba Alma seperti menjaga keluarga sendiri,” kata pembantu itu. “Syukurlah kare
Keesokan harinya. Andre sudah bersiap pergi bersama Adhitama untuk mengurus masalah di anak cabang perusahaan Mahesa yang terdapat di Jogja.Mereka sarapan lebih dulu di restoran hotel, ada Risha dan Lily juga di sana.“Semalam Anda pergi ke mana, Pak?” tanya Andre. Dia tampak menekuk bibir saat melihat Adhitama hanya diam seolah tak mendengar pertanyaannya.“Kita jalan-jalan, Om Andre mau, tapi pas diketuk-ketuk pintunya, Om Andre tidak keluar,” jawab Lily.“Hampir saja aku pikir kamu mati di kamar,” ledek Adhitama, “tapi mendengar suara dengkuranmu yang seperti babi, aku yakin kamu hanya tidur,” imbuh Adhitama.Andre memasang wajah masam. Dia malu lalu melihat Risha yang tertawa.“Mana mungkin kamar di hotel bintang lima tidak kedap suara,” balas Andre.Adhitama dan Risha sama-sama menahan tawa.Andre memilih menyantap makanannya, saat itu dia melihat Mahira masuk restoran bersama kedua orang tuanya.Lily melihat Mahira, dia menatap benci karena sudah dibuat menangis oleh gadis itu
Ternyata, saat Andre tidur, Adhitama mengajak Risha dan Lily pergi keluar. Mereka pergi ke alun-alun kidul Jogja dan duduk-duduk di sana.Lily sangat senang. Anak itu sibuk bermain gelembung sabun sampai tertawa begitu bahagia. Dia berlari-lari sambil tertawa senang mengejar gelembung yang berterbangan tertiup angin.“Padahal sudah malam, tapi anak-anak masih betah main begituan,” kata Risha mengamati beberapa anak kecil yang juga bermain gelembung seperti Lily.“Namanya juga anak-anak,” balas Adhitama.Mereka duduk memakai tikar plastik yang tadi dibeli dari penjual seharga sepuluh ribu. Risha hanya tersenyum menanggapi balasan Adhitama dan terus memperhatikan Lily yang sedang bermain.Sudah lama tidak melihat Lily sesenang itu saat berlarian. Risha lega putrinya bisa kembali ceria. Risha masih memandang ke arah Lily, lalu melihat anak itu berbicara dengan anak kecil seusianya.Adhitama juga memperhatikan sang putri, sebelum memalingkan pandangan lalu menyandarkan kepala di pundak Ri
Sesampainya di Jogja, Adhitama meminta sopir yang menjemput untuk mengantar mereka ke hotel yang sudah Adhitama pesan. “Kenapa tidak ke rumah?” tanya Risha terkejut. Andre tampak biasa. Dia hanya melirik sekilas ke Adhitama yang duduk di belakang bersama Risha dan Lily. “Kemarin kamu bilang pembantumu sedang ke luar kota, jadi tidak ada yang membersihkan rumah. Aku takut rumahnya berdebu dan kalian bisa alergi,” ujar Adhitama menjelaskan. “Aku sudah bilang kalau Si mbok udah balik ke rumah,” kata Risha mengingatkan. “Aku sudah terlanjur booking kamar, sudah menginap saja di hotel, lagi pula hanya beberapa hari,” balas Adhitama tetap kukuh menginap di hotel. Risha menghela napas kasar. Akhirnya dia pasrah saja. Mereka sampai di hotel dan langsung pergi ke kamar yang dipesan. Saat Andre hendak masuk kamar, Adhitama mencegah asistennya itu. “Aku mau bicara sebentar,” kata Adhitama. “Apa, Pak?” tanya Andre. “Aku nitip Lily,” kata Adhitama lalu berlalu pergi. Andre terkejut kar
Pagi itu. Adhitama bersiap-siap untuk pergi ke perusahaan. Dia sedang mengikat dasi, lalu menoleh pada Risha yang sedang mengambilkan jas miliknya. “Oh ya sayang, aku akan pergi ke Jogja untuk mengurus pekerjaan,” kata Adhitama. Risha mengambil jas yang tergantung di lemari, lalu menoleh pada Adhitama sambil bertanya, “Kapan Mas Tama pergi? Aku mau ikut, sekalian melihat kantor di sana.” “Tapi bukan weekend, lusa aku berangkat,” jawab Adhitama. “Ya sudah, tidak apa-apa. Nanti aku ikut sama Lily juga, sekali-kali Lily libur juga tidak apa-apa. Sepertinya dia juga butuh liburan,” ucap Risha. “Oke kalau begitu. Nanti akan aku minta Andre untuk memesankan tiket untuk kalian juga,” ujar Adhitama sambil mengembangkan senyum. “Iya, tapi jangan beritahu Lily dulu ya Mas, takutnya dia nanti heboh." Risha tahu bagaimana sifat Lily, bisa-bisa anak itu akan menanyakan setiap detik kapan mereka pergi. Adhitama tersenyum penuh arti kemudian mengangguk paham. Adhitama akhirnya berangkat ke
Setelah makan malam yang sedikit menegangkan itu, Haris dan Alma beranjak pulang. Risha dan Adhitama juga memilih mengantar keduanya sampai ke halaman. “Hati-hati di jalan,” ucap Risha bersamaan dengan Haris dan Alma yang berjalan menuju mobil.Alma mengangguk lalu masuk mobil, begitu juga dengan Haris.Haris melajukan mobil meninggalkan rumah Risha. Sepanjang perjalanan, Haris melihat Alma terus saja diam. Sikap Alma membuatnya berpikir, apakah gadis itu marah karena tindakan tegasnya ke staf HRD.“Apa kamu marah?” tanya Haris untuk memastikan.“Tidak,” jawab Alma dengan suara agak lirih.Haris diam sejenak, berpikir jika Alma sudah menjawab seperti itu artinya dia tidak perlu memperpanjang masalah.“Bagaimana tadi, apa kamu sudah dapat baju untuk pernikahan kita?” tanya Haris. Untuk memecah rasa canggung dia memilih membahas hal lainnya.“Belum karena tadi Kak Risha harus menjemput Lily yang sakit,” jawab Alma dengan suara datar.Haris merasa Alma bersikap sedikit aneh. Dia kembal
Tanpa memberitahu, Malam harinya Haris menjemput Alma di rumah Risha. Saat sampai di sana, dia pergi ke kamar Lily dan bocah itu langsung meminta gendong karena masih sakit. “Kenapa badannya hangat?” tanya Haris saat menggendong Lily. “Dia demam, makanya tadi dijemput dari sekolah,” jawab Risha. Haris kaget, lalu menoleh Lily yang menyandarkan kepala di pundak. “Lily sakit? Sudah minum obat belum?” tanya Haris. “Sudah,” jawab Lily. "Lily bobok aja ya." Haris membujuk. Lily menggeleng lalu berkata," Lily maunya digendong Paman Haris.” Haris memeluk Lily, membiarkan anak itu bersikap manja, lalu kembali membujuk dan mengajak Lily berbaring di kasur. Haris mengambil buku cerita di nakas kemudian membacakan cerita untuk Lily. Alma juga ada di sana, ikut mendengarkan Haris bercerita. “Aku tinggal sebentar,” kata Risha pamit dan Alma membalasnya dengan anggukan kepala. Risha berjalan keluar dari kamar Lily. Saat menuruni anak tangga, dia melihat Adhitama yang baru
Hari itu Risha mengajak Alma pergi ke butik untuk melihat baju pernikahan. Mereka sudah ada di butik dan sedang melihat-lihat katalog untuk memilih model mana yang cocok.Saat masih memilih, Alma memberanikan diri untuk mengajak Risha mengobrol. “Kak, entah ini hanya perasaanku saja atau memang benar, tapi aku lihat akhir-akhir ini Lily jadi pemurung, apa ada masalah?” tanya Alma sambil mengalihkan tatapan dari desain gaun di katalog ke Risha. “Bukan masalah besar. Dia hanya sedih karena Audrey sudah tidak bekerja dengan kami lagi dan juga dia kehilangan adiknya,” jawab Risha. Alma mengangguk-angguk paham. Dia merasa bersimpati dan kasihan. “Mungkin nanti kalau anakku lahir, aku akan minta Lily yang memberinya nama supaya Lily senang dan sedikit terhibur,” ujar Alma. Risha terkejut sampai menoleh Alma. “Jangan, bisa-bisa nanti anakmu malah diberi nama yang aneh-aneh Sama Lily.” Alma tertawa kecil mendengar jawaban Risha. Mereka masih sibuk mengobrol sambil melihat-lihat baju
Pagi itu Lily pergi ke rumah sakit untuk menemui Risha. Dia sangat tidak sabar, sampai-sampai berjalan dengan cepat agar bisa segera menemui Risha. “Bunda!” Lily berlari ke arah ranjang ketika sampai di ruang inap Risha. Risha terkejut tapi juga senang karena Lily ada di sana. “Bunda, adiknya Lily sudah tidak ada, ya?” tanya Lily dengan tatapan sedih. Risha mengangguk. “Bunda nggak akan sakit lagi, kan?” tanya Lily lagi. “Iya,” balas Risha sambil memulas senyum. Adhitama mendekat, lalu mengusap rambut Lily dengan lembut. “Kenapa hari ini Lily tidak mau sekolah?” tanya Risha. “Nggak mau, Lily maunya sama Bunda,” jawab Lily sambil memainkan telunjuk di atas sprei. Adhitama dan Risha saling tatap. “Bagaimana di rumah Kakek Roshadi? Apa di sana seru?” tanya Adhitama. Lily hanya diam menunduk, tapi kemudian menjawab, “Iya Kakek Roshadi juga punya kolam ikan.” “Iya, Kakek membuat itu spesial untuk Lily karena Lily suka sama ikan Koi,” balas Adhitama. “Em ... kalau Lily suka di