Home / Romansa / Aku Hanya Gadis Ternoda / 9. Buah Simalakama

Share

9. Buah Simalakama

last update Last Updated: 2024-12-10 15:58:04

Langkahku terasa berat begitu keluar dari kamar dokter orthopedi yang menangani Renata. Hasil rontgen menunjukkan jari tengah dan jari telunjuk Renata retak, entah karena terbentur apa. Butuh beberapa pekan sampai sembuh total.

Rasa bersalahku semakin bertambah. Jika saja aku tidak mengambil libur, Renata tidak harus melayani tiga pria sekaligus. Dia tidak perlu bertemu pria kasar itu. Dan seandainya ada pekerjaan yang lebih baik, kami tidak perlu bertahan di tempat ini.

"Sera," panggil Madame Erina yang berhasil menghentikan langkahku. Kami berpapasan di koridor, tidak jauh dari ruangan VIP tempat Renata dirawat. Itu termasuk dalam fasilitas yang Madame sediakan untuk anak-anaknya.

"Bagaimana keadaan Renata? Apa kata dokter?"

"Jarinya retak, Mam. Untuk sementara harus bed rest.”

Kulihat wajah Madame sedikit terkejut. Isi kepalanya pasti penuh oleh berbagai pikiran. Dua mesin penghasil uangnya tidak bisa bekerja.

“Mam,” lirihku untuk meminta atensi yang sempat tertunduk menatap lanta
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Aku Hanya Gadis Ternoda   10. Masih Adakah Surga untuk Gadis Ternoda?

    "Kapan gue boleh pulang, Ra?"Renata mengunyah suapan terakhir di mulutnya dengan ogah-ogahan. Rasanya hambar karena dimasak tanpa minyak, tanpa bumbu penyedap, ataupun MSG. Kalau aku tidak memaksanya makan, mungkin masih utuh."Nanti coba gue tanya ke dokter, ya.""Udah bosen banget nggak ngapa-ngapain gini.""Ya kalo mau salto atau kayang, boleh kok asalkan nggak nginggalin tempat tidur."Plak!"Ada-ada aja!"Renata menepuk lenganku karena gemas. Aku hanya tersenyum hambar. Meletakkan tempat makan di atas meja. Nanti akan ada petugas rumah sakit yang mengambilnya.Aku kembali duduk di dekat Renata, menempati kursi di samping ranjang setelah mengecek ponsel. Tidak ada pesan apa pun dari siapa pun. Se-mengenaskan itukah hidupku? Namun, itu tidak lebih penting dibandingkan berbagai pertanyaan di dalam kepalaku yang belum terjawab. Apa yang sebenarnya terjadi semalam?"Re, sorry ya, gara-gara ambil klien gue, lo jadi gini.""Hmm? Kata siapa gara-gara lo?"Aku mengangkat bahu. Tidak ada

    Last Updated : 2024-12-11
  • Aku Hanya Gadis Ternoda   11. Apakah Kiamat akan Segera Tiba?

    "Es kelapanya satu, Bu." Suara seorang pria berhasil menyita perhatian, membuatku menoleh seketika. Mataku membulat, menelan paksa air yang ada dalam mulut. Untung saja tidak tersedak. Aku terkejut, ingin segera pergi dari sana. "Sekalian punya Mbak itu, saya yang bayar." Selembar uang pecahan seratus ribu terulur pada wanita penjual kelapa muda yang menjajakan dagangannya di pinggir jalan, tidak jauh dari rumah sakit tempat Renata dirawat. Pikiranku penuh oleh bisik iblis itu, jadi sengaja mencari udara segar di sini. Siapa sangka justru bertemu Dika. "Aduh, Mas. Kegedean duitnya. Uang pas saja." "Nggak ada, Bu.” “Saya tukarkan dulu, ya.” “Nggak usah. Ambil saja kembaliannya." Lagi-lagi aku mencuri pandang ke arah pria berkacamata yang berjarak dua atau tiga meter dariku. Wajahnya terlihat lebih dewasa dan matang. Berbeda jauh dengan tiga tahun lalu saat terakhir melihatnya dari kejauhan. "Aduh, jangan gitu, Mas. Saya nggak enak." Penolakan wanita paruh baya itu mengembalikan

    Last Updated : 2024-12-12
  • Aku Hanya Gadis Ternoda   12. I Want You Now

    “Sera?!” Raut wajah Renata terlihat pucat, kaget karena aku masuk tiba-tiba. Entah apa yang tengah dia bicarakan dengan pria itu. Dan matanya langsung membulat saat melihat Dika muncul di belakangku. Untuk beberapa saat, tidak ada yang membuka mulutnya. Dika dan pria itu sama-sama terkejut melihat keberadaan satu sama lain. Sementara aku dan Renata, sama sekali tidak tahu apa yang harus kami lakukan.“Ra?” Dika seolah meminta konfirmasi dariku kenapa kakak tirinya ada di kamar Renata. “Mas Rian, kok bisa di sini?”“Itu ….” Aku kehilangan kata-kata, tidak bisa mencari alasan segera.“Kok nggak bilang, Mas? Tau gitu bisa bareng tadi.” Dika berjalan melewatiku, mendekat ke arah ranjang perawatan Renata.Tanpa terduga, Dika menghampiri pria itu dan berdiri di sampingnya. Dari nada bicaranya, hubungan mereka berdua tidak secanggung dulu. Entah apa saja yang telah terjadi tiga tahun terakhir. Aku sama sekali tidak bisa membayangkannya.“Re, cepet sembuh, ya.” Pria dengan kacamata tebal itu

    Last Updated : 2024-12-14
  • Aku Hanya Gadis Ternoda   13. Rasa Nyaman Hanya Jebakan

    “Kenapa nggak nolak?” tanya pria yang tiba-tiba mengunci kedua tanganku di samping badan setelah memaksa tubuhku rebah di atas ranjang. Tatapan mengejek tampak dari sorot matanya bersama seringai miring yang begitu menyebalkan.“Emang ada penjual yang bisa nolak ‘dagangan’nya dibeli?”Pria itu terkekeh, membuang wajahnya ke sembarang arah selama dua atau tiga detik sebelum kembali memenjara tatapannya padaku.“Kamu kelihatan semakin menggoda kalau seperti ini, Sera Adriana. Aku suka!”Kali ini aku yang membuang muka ke samping, menatap tirai warna kelabu yang menutupi sebagian jendela kaca. Langit senja tampak begitu cerah di luar sana, berbanding terbalik dengan masa depanku yang suram. Pria itu akan menjamah tubuhku.“Masih marah? Sakit banget tangannya?”Jemari pria itu mengelus tangan kananku yang tertutup perban, meniup dan menciumnya. Aku terkesiap, memelotot menatap gerakan seduktif yang dilakukan dengan sengaja. Dia terus mengikis jarak antara kami berdua.“Wajah kamu merah, R

    Last Updated : 2024-12-16
  • Aku Hanya Gadis Ternoda   14. Kerjasama Saling Menguntungkan

    “Dia ngomong gitu, Ra?”Aku mengangguk, mengambil bungkusan keripik kentang dari tangan Renata dan mulai melahapnya. Setelah terdiam selama hampir satu jam, pria itu membuka pintu dan membiarkanku pergi tanpa berucap sepatah kata pun.“Aneh.”“Banget!”“Di keluarga Hutama, dia anak angkat atau anak tiri, sih sebenarnya? Heran gue!”Kedua bahuku naik detik itu juga, tidak tahu.“Lo nggak pernah tanya ke Dika soal hubungan mereka? Kan lo bilang dari pertama kali ketemu, sikap Mama Nia udah beda. Cuma tante siapa tuh yang peduli sama Mas Rian.”“Tante Mira.”“Nah, iya itu.”“Gue nggak kepikiran ke situ, Re. Walaupun nggak nyaman denger dia dibentak-bentak, tapi itu bukan urusan gue. Selain Dika, gue hampir nggak peduli yang lainnya.”“Haha. Emang bener kalo orang lagi jatuh cinta tuh dunia serasa milik berdua. Yang lain ngontrak aja!” Tawa Renata menggema, membuatku mencubit punggung tangannya.“Eh, gue pernah nanya sih kenapa Mama sama Papa keliatan banget nggak suka sama anak sulungnya

    Last Updated : 2024-12-17
  • Aku Hanya Gadis Ternoda   15. La Luna

    "The best decision ever, Sera, Renata!" Suara Madame Erina terdengar begitu gembira, bahkan sampai bertepuk tangan. Katanya keputusan terbaik sepanjang masa.Ya, setelah dipikirkan berkali-kali, kami dengan berat hati menyetujui permintaan pria itu. Aku rela ‘dipelihara’ oleh orang yang sudah menghancurkan masa depanku. Orang yang secara tidak langsung menjerumuskanku menjalani pekerjaan ini."Gimana, Rian? Ada yang mau kamu tambahkan selain pasal di kontrak itu?""No. It's enough.""Sera?" Tatapan Madame beralih padaku.Aku menggeleng, enggan bicara apa pun. Segala keraguan yang sempat jadi beban, kusembunyikan dalam-dalam. Untuk sekarang, lepas saja dulu dari Madame Erina dan seluruh jaringan prostitusi yang dimilikinya. Meskipun risikonya, aku harus menelan masa lalu pahit dan pura-pura aku baik-baik saja."Renata, what would you say?"Kulihat Renata menatapku, Madame, pria itu, dan Sean bergantian. Entah apa yang ada di kepalanya. Dia pasti merasa terbebani karena sudah 'menjualku

    Last Updated : 2024-12-18
  • Aku Hanya Gadis Ternoda   16. Paket Perawatan Khusus Calon Pengantin

    “Ngapain ke sini?” tanyaku ragu saat mobilnya berhenti di sebuah klinik kecantikan ternama di Jakarta. Aku pertama kali ke sini dua tahun yang lalu saat memutuskan terjun menjadi ‘anak angkat’ Madame Erina.“Mau makan bakso,” jawabnya sambil melepas sabuk pengaman dan keluar dari mobil.Aku memutar bola mata, merasa candaannya tidak lucu sama sekali. Mana ada bakso di sini?!“Turun.”Mau tak mau aku menuruti perintahnya sambil berpikir apa yang direncanakan di dalam kepalanya? Setiap gerak-gerik pria itu tidak terbaca. Aku tidak mengenalnya sama sekali. Benar-benar berbeda dengan Dika yang polos dan tidak bisa menyembunyikan rahasia.“Ngalamun lagi?”Aku mengangkat wajah, refleks berhenti melangkah agar tidak menabraknya. Dia berdiri di anak tangga teratas, sedang aku satu tingkat di bawahnya. “Mikirin aku lagi?” tanya pria itu sambil mencondongkan badannya ke depan, membuat wajah kami hampir bersentuhan.Apa-apaan dia itu?!Kaki kiriku mundur satu langkah, berusaha menjauh darinya.

    Last Updated : 2024-12-19
  • Aku Hanya Gadis Ternoda   17. Mama Renata & Bunda Sera

    "Maaf, Non. Saya terpaksa bawa Den Aiden ke sini karena saya harus pulang kampung. Ibu sakit, mau operasi usus buntu besok.” Aku dan Renata saling pandang, tidak menyangka akan kedatangan Bi Wati—wanita yang dua tahun terakhir dipercaya menjadi pengasuh Aiden. “Harus banget pulang, Bi?” “I—iya, Non Renata. Sebenarnya ibu saya sakit dari sebulan yang lalu, tapi baru besok dapat jadwal operasi. Maklum, Non, orang tua udah macem-macem sakitnya. Waktu bapak meninggal dulu, saya baru pulang pas beliau udah ndak ada. Saya nggak mau gitu lagi.” “Bibi udah pesen tiket?” Renata menggendong Aiden yang mulai mengantuk, menina bobokannya sambil mengayun tubuh ke kanan kiri pelan-pelan. Tangannya menepuk-nepuk punggung bocah dua tahun itu, memberi rasa nyaman seperti yang biasa Bi Wati lakukan. “Belum, Non. Niatnya abis anter Den Aiden ke sini, saya baru coba ke terminal.” “Mau naik bis?” “Iya.” “Bibi udah pernah naik kereta belum?” tanyaku sambil menyuguhkan segelas teh hijau ke

    Last Updated : 2024-12-20

Latest chapter

  • Aku Hanya Gadis Ternoda   Masih Adakah Surga untuk Gadis Ternoda?

    "Keluar kamu, Sera!""Dasar sundal.""Pelacur!""Wanita murahan."Berbagai sumpah serapah dan kalimat caci maki jelas tertuju padaku yang hanya bisa menggigit bibir sambil meneteskan air mata. Ketakutan itu menjadi nyata. Ayah dan Ibu menerimaku dan menyadari kesalahannya, tapi tidak dengan tetangga dan ibu Marlina. Di mata mereka, aku tak ubahnya wanita hina yang tidak pantas berbagi udara yang sama dengan mereka.Dari teriakan yang terus menggema, aku juga mengerti kalau kemungkinan besar mereka sudah tahu profesiku yang sebelumnya di Jakarta. Image wanita malam tak akan mudah lepas dariku meski aku sudah memutuskan untuk bertaubat, menutup aurat, bahkan keluar dari La Luna dan membuka lembaran baru."Sera, jangan dengar apa pun." Mas Rian berhasil menarikku dari lumpur hidup yang hampir menenggelamkan tekadku menjadi pribadi yang lebih baik. Dia memelukku dengan erat, berusaha menutup telingaku dari suara yang memancing air mata kembali membasahi pipi.Satu tanganku meremas kemeja

  • Aku Hanya Gadis Ternoda   Suara Sumbang Tetangga

    “Apa kabar, Pa?” Suaraku terdengar sedikit bergetar, berusaha mendekat ke arah Papa Aldi untuk bersalaman dengannya dan mengabaikan Dika di belakang sana. Namun, pria itu justru mundur dua langkah, menatapku dengan pandangan jijik seperti tiga tahun lalu.“Adrian, jangan buat masalah. Ini rumah sakit,” tukas Papa Aldi sebelum melenggang pergi meninggalkan kami. Satu jarum tajam terasa menghunjam tepat di ulu hatiku.Mas Rian tiba-tiba meraih pergelangan tanganku dan menariknya ke arah pintu keluar.“Kita pulang, percuma datang ke sini.”“Tunggu, Mas.”Langkah kami terhenti saat Dika menghadang sambil merentangkan tangan. Nasi kotak miliknya tak lagi dipedulikan karena dia tidak membawa apa pun.“Jangan pergi. Seenggaknya temui Mama dulu sebentar.”“Nggak perlu,” balas Mas Rian ketus, mengabaikan tatapan beberapa perawat yang kebetulan melintas di dekat kami. Mereka pasti melihat jelas ketegangan kakak beradik ini.“Mas,” pintaku sambil menahan tangannya yang masih mencengkeram lengank

  • Aku Hanya Gadis Ternoda   Pulang

    “Mau apa ke sini?” tanya Mas Rian dengan nada ketus. Tampak jelas dia masih marah padaku.“Aku mau minta maaf, Mas.”“Hmm?”Tiga detik berikutnya tidak ada yang bersuara. Aku menunduk, menatap lantai marmer mengilap yang berbeda warna dengan koridor tempatku berpijak.“Aku—” Belum sempat kata berikutnya terucap, Mas Rian sudah lebih dulu menggandeng tanganku untuk masuk ke penthouse mewah miliknya. Tak cukup sampai di sana, dia bahkan mengajakku masuk ke dalam kamar.“Mas!”“Kita lanjutkan, Pak?”Aku terkesiap menatap wanita dengan setelan blouse merah dengan kombinasi batik yang tampak melekat di tubuh rampingnya. Belum lagi rok span di atas lutut yang menampakkan betis jenjangnya.Seketika itu juga aku menarik tanganku, mundur satu langkah karena tidak ingin menjadi pengganggu kebersamaan antara Mas Rian dan wanita itu. Ada perasaan tidak nyaman seperti yang kurasakan sesaat lalu di depan pintu.Sama denganku yang terkejut dengan keberadaannya, wanita itu juga terkejut karena meliha

  • Aku Hanya Gadis Ternoda   Pilih Aku atau Dika? (2)

    "Sera, Rian cuma nggak mau anaknya punya nasib yang sama kayak dia sewaktu kecil.”“Nasib yang sama? Apa maksudnya, Mam? Mas Rian waktu kecil ….”“Kamu tunggu di sini sebentar,” ucapnya sebelum beranjak pergi.Punggungnya tersembunyi di balik pintu kayu jati. Aku meremas jariku sendiri. Sejak resmi keluar dari La Luna, ini pertama kalinya aku datang ke tempat ini lagi. Petugas resepsionis di bawah tersenyum ramah, mengenaliku yang dulu setiap malam keluar masuk tempat ini.Sebuah album foto bersampul hitam kini terulur di depanku. Di lembar pertamanya, terlihat foto dua wanita yang memiliki fisik serupa. Bagai pinang dibelah dua.“Mau dengar cerita tentang Erika, maminya Rian sekaligus kakak kembar Mami?”Aku mengangguk, menelan ludah sambil menetralkan detak jantung yang terus meronta. Kemarin, Dion sempat bercerita tapi hanya sekilas saja. Sekarang, sebagian besar tabir kembali terbuka.“Kami empat bersaudara. Aku dan Erika yang paling tua. Awalnya kami bekerja di perusahaan asurans

  • Aku Hanya Gadis Ternoda   Pilih Aku atau Dika? (1)

    “Kenapa? Aku nggak layak jadi Ayah buat Aiden?”“Nggak! Bukan itu masalahnya. Aku cuma ngerasa belum saatnya dia ketemu Dika.”“Dika?!”Pria dengan setelan sweater bergambar sepasang sepatu itu menatapku dengan kening berkerut. Jelas keberatan dengan syarat yang baru kukatakan sesaat lalu, yaitu memintanya jangan membawa Aiden ke restoran.“Jadi biang masalahnya Dika lagi?”“Dika belum bisa terima kenyataan kalau aku ini calon istri kamu, Mas. Apa yang terjadi tiga tahun lalu, masih jadi ganjalan buat aku sama dia. Kalau dia tahu aku hamil, yang ada Dika makin hancur. Sementara, jangan tunjukin Aiden dulu."“Bilang aja kamu takut Dika benci kamu.”“Mas, jangan suka ambil kesimpulan sendiri, deh.”Aku kesal dengan pemikiran Mas Rian yang sering kali tidak dipikirkan matang-matang."Kalau gitu, kita jelasin sama-sama ke Dika. Bawa Aiden sekalian. Sekarang kita jemput Aiden di rumah.""No! Yang harus bicara itu aku sama Dika. Kamu cukup handle masalah kerjaan kayak sebelumnya. Secepatnya

  • Aku Hanya Gadis Ternoda   Bukan Cerita Cinderella

    "Sera, Mas minta maaf karena udah ...." Pria dengan kumis tipis di atas mulutnya itu kembali menundukkan kepala. Dia tidak bisa melanjutkan kalimatnya, kembali tertelan dengan sendirinya."Nggak apa-apa, Mas. Udah berlalu juga. Mungkin memang itu jalan yang harus aku lalui biar punya pemikiran yang lebih dewasa.""Tapi harusnya Mas percaya sama kamu, Ra."Aku tersenyum, menggeleng lemah sambil mengamati gadis berusia delapan tahun yang sibuk memakan es krimnya. Lala namanya, anak kedua Mas Haris yang dulu menangis sedu sedan saat aku pergi dari rumah. Sekarang dia terlihat semakin cantik dengan rambut panjang yang dikuncir kuda. Mas Haris menceritakan kedatangan ayah Aiden ke rumah kami dengan air mata berlinang. Dia benar-benar menyesal karena mengabaikanku tanpa mencari tahu fakta yang terjadi sebenarnya."Bunda!" panggil Aiden yang tiba-tiba menghambur ke pelukanku. Napasnya terengah, berlari masuk dari pintu tanpa melepas sepatunya. Terlihat ekspresi heran di wajah Mas Haris. Mun

  • Aku Hanya Gadis Ternoda   Penerimaan dan Pengakuan

    "Cantik, sih, tapi kelakuannya kayak utusan Dajjal. GILA!"Renata masih belum bisa meredam emosinya, terus meracau sejak membawaku naik ke lantai dua. Dia masih belum terima karena Angela sudah mengungkapkan rahasia pekerjaanku sebelumnya di depan semua orang."Aw!" Aku mengaduh saat Renata menempelkan kapas yang sudah dibasahi cairan antiseptik ke muka. Pisau lipat itu sempat menggores wajahku meskipun tidak dalam. Dia minta maaf, memintaku menahan sakit.Untung saja pria itu datang tepat waktu. Kalau tidak, mungkin aku sekarang sudah berbaring di rumah sakit untuk mendapat perawatan."Asli heran banget gue, Ra. Bisa-bisanya Dika diem aja lihat lo disiksa gitu. Harusnya dia bantuin, dong. Yang lain sama juga. Nonton doang. Gue harus aduin hal itu ke Mas Rian, biar dipecat tuh mereka semua!"Sinta yang kebetulan berdiri di depan pintu, langsung terlihat pucat wajahnya. Dia mendekat dengan takut-takut sambil membawa botol air dingin di tangannya."Ada apa, Sin?" tanyaku sebisa mungkin.

  • Aku Hanya Gadis Ternoda   Bukan Pelakor (2)

    Sebuah tamparan mendarat di pipi kiriku, membuat panas dan perih segera terasa di sana. Aku menatap wanita dengan rambut pirang itu dengan kening berkerut. Siapa dia? Kenapa tiba-tiba datang dan menamparku?"Dasar pelakor! Berani-beraninya rebut calon suami orang."Aku meneguk ludah, berpikir cepat pernyataannya barusan. Perebut laki orang? Apa gadis ini tunangan yang Dion sebutkan malam itu?Orang-orang yang semula bersiap pergi, jadi menonton kami. Seorang pramusaji yang melihat keadaan itu segera naik ke lantai dua dan melaporkannya pada Dika. Aku masih berusaha mencerna apa yang terjadi dan baru menyadari Renata sudah pasang badan di depanku, tidak terima."Maaf, Mbak. Tolong jangan buat keributan di sini, ya. Ini tempat makan, bulan tempat cari masalah.""Nggak usah ikut campur deh. Ini urusan gue sama manajer lo itu. Udah bener jadi pelacur aja di La Luna, nggak usah sok-sokan pakai baju tertutup buat goda calon suami orang. Sekali pelacur tetap pelacur!" Bahasa wanita itu mulai

  • Aku Hanya Gadis Ternoda   Bukan Pelakor

    "Ra, minta sunblock-nya dong. Punya gue nggak tahu di mana."Renata membuka pintu kamarku dengan tergesa saat aku sedang sibuk memandikan Aiden di kamar mandi. Tanpa menunggu jawabanku, dia mendekat ke arah meja rias dan duduk di sana. Kemeja slimfit warna putih melekat di tubuhnya, berpadu dengan celana jeans navy yang menonjolkan lekuk sampai mata kaki."Lo nyetok B Erl banyak banget?" tanyanya heran saat membuka laci.Aku keluar dari kamar mandi sambil menggendong Aiden dan mengeringkan rambutnya yang basah."Ayahnya Aiden yang bawain waktu itu. Katanya biar nggak perlu ke store lagi.""Widih, mantap Mas Rian. Udah bener deh lo nerima tawarannya. GM mah nggak masalah bawa skin care satu box demi ayang tercinta.""Nggak usah banyak omong. Kalau mau pakai, pakai aja. Dia bayar loh itu, nggak ambil gitu aja!"Aku mengambil bantal di belakang Aiden bersiap melemparnya ke arah Renata. Untung saja sepersekian detik terakhir aku ingat, tidak boleh memberikan contoh buruk di depan bocah du

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status