Share

Bab 5: Ibu Mertua Dirawat

Author: Bemine
last update Last Updated: 2021-10-05 11:36:11

Pagi ini, setelah memeriksa gudang dan pesanan pembeli, aku menyegerakan diri melangkah menuju rumah sakit tempat dimana mertuaku dirawat. Menggunakan jasa ojek online, aku menumpang hingga tiba di gedung bertingkat megah yang dipilih ibu mertua sebagai tempatnya berobat.

Sejenak, aku menghela napas kala melihat bagaimana bagusya bangunan ini. Rumah Sakit Budiantara namanya. Salah satu perusahaan jasa yang menawarkan fasilitas mewah dan berkelas, tentunya dengan harga yang tidak ramah di kantong.

Aku bergegas menuju ruang tempat di mana ibu mertua dirawat, tentunya sesudah membelikannya sekeranjang besar buah-buahan bagus dan segar dari toko buah yang berjalan beberapa meter dari rumah sakit. Aku tidak mau dianggap menantu celit dan kikir, hanya karena menghadiahinya buah-buahan dalam jumlah terbatas. Lagipula, Bang Teguh juga yang akan menikmatinya nanti.

Baru langkah pertama memasuki lantai dasar, aroma menusuk dari alkohol dan obat-obatan menyeruak di rongga hidung. Termasuk juga, pemandangan yang mampu membuat bulu kuduk meremang, saat melihat sosok terbaring kaku di ruang IGD yang berdinding kaca bening.

Aku melewati ruangan dengan dengan langkah terburu-buru. Kemudian, mendekati meja resepsionis. Salah satu dari dua suster yang sedang bertugas menatapku sejenak, lalu bertanya dengan sopan, “Mau jenguk siapa, Mbak?”

“Mertua saya, Sus. Semalam masuk ke sini.”

“Namanya siapa, Mbak? Biar saya carikan.”

“Erna, namanya Bu Erna. Datang bersama putranya,” jelasku yakin seyakin-yakinnya.

Bang Teguh sudah memberiku alamat rumah sakit ini, maka sangat tidak mungkin ibu mertua dirawat di rumah sakit yang lain. Mendengarku menyebut nama ibu mertua, suster berwajah bulat itu segera mengecek daftar pasien rawat inap dari komputernya, lalu sejurus kemudian menemuiku dengan informasi yang kubutuhkan. “VIP lima lantai dua, Mbak.”

Darahku sedikit berdesir saat mendengar ruangan yang disebut suster. Ah, baiklah apa urusannya denganku ibu mertua dirawat di ruangan seperti apa. Lagipula, kedua putranya yang akan menanggung semua biaya perawatan.

“Makasih ya, Sus!” pamitku terakhir kali, lalu beranjak segera menuju lift yang untungnya masih terbuka.

Tidak perlu waktu lama, aku berhasil menemukan ruang VIP lima di lantai kedua seperti yang disebutkan suster di lantar dasar tadi. Aku mengintip sedetik dari jendela kaca yang terhalang gorden, berharap jika ruangan yang terdengar riuh dari luar bukanlah ruang ibu mertua.

Bagaimana mungkin gelak tawa yang menggelegar dan mengusik ketenangan itu berasal dari ibu mertua yang sedang sakit? Aku berulangkali mengucap istigfar, berharap jika pikiran buruk yang menguasaiku saat ini hanyalah tiupan serta hasutan dari setan belaka.

Aku menekan knop pintu, lalu mendorongnya pelan agar tidak menimbulkan suara. Sedikit melongok ke dalam, seketika bola mata ini terasa hampir melompat dari sarang. Ibu mertua duduk santai sambil bersandar di dashboard mobil, di tangannya dia menggenggam garpu yang ditusukkan potongan buah pir, dan di pangkuannya terdapat sepiring penuh buah-buahan yang sudah dipotong dan dikupas.

Ibu mertua tertawa menggelegar, saat teman-temannya yang berkunjung berbicara kepadanya, menggosipkan tentang bagaimana mewahnya rumah sakit yang saat ini dikunjungi, serta tentang buah mahal yang sedang dinikmati. Turun ke bawah, di lantai yang dingin karena sofa satu-satunya yang diberikan rumah sakit sudah penuh diisi oleh dua wanita bertumbuh bulat seperti ibu mertua, ada Nita yang duduk bak pekerja rumah tangga. Gadis itu dengan sabar menguliti apel dan pir yang sepertinya buah tangan dari dua wanita tersebut.

“Jadi, enak dong, Bu ... punya mantu tajir. Uh, rumah sakit aja dibayarin semahal ini. Pasti dia sayang banget sama Bu Erna.” Salah satu wanita yang kukenal sebagai Bu Husna berbicara lagi, tentunya tanpa berhenti menggigit dan mengunyah buah yang dihidangkan Nita.

“Iya, dong ... Bu. Itu, Bu ... Teguh mau beli tanah, buat kebun. Harganya dua em ...,” obral ibu mertua lagi dengan bangganya. “Nanti, tanahnya mau dikasih ke saya, Bu. Enakkan Bu, punya mantu tajir. Hehehe ....”

“Wah, dua em, Bu? Itu duit semua?”

Ibu mertua mengangguk bangga. “Iya, Teguh itu duitnya banyak. Istrinya kaya raya, pinter kan anak saya nyari bini? Kalau yang modelan begini sih ....” Kali ini, ibu mertua melirik Nita yang duduk diam di bawah.

Tanpa melakukan apapun, tetap saja Nita kena sembur dan hina.

“Ya, bilang ke Willy, Bu ... cari lagi yang baru, harus yang kayak Gina. Kan lumayan banget Bu. Apalagi, si Willy mukanya ganteng, banyak yang demen.” Bu Inah menyambar tepat setelah ibu mertua selesai.

Ketiganya kembali menertawai Nita, sesekali membandingkannya denganku atau dengan mantu-mantu mereka yang bekerja di kantor. Tidak jarang, kudengar ibu mertua mengiyakan saran-saran dari temannya untuk meminta Bang Willy menikah lagi.

“Kalau enggak, Teguh juga bisa tuh nikah lagi, hehe ....” Bu Husna terkikik. Sepiring pir dan apel yang dipotong Nita ludes olehnya. Aku masih belum beranjak sama sekali dan balik pintu, ada banyak hal yang bisa kudengar, meski sebagiannya memilukan.

“Loh, kan memang sudah dua, Bu ....” Bu Inah menjawab.

“Hush! Jangan keras-keras, nanti ada yang laporan,” ingat ibu mertua.

Aku yang mendengar dengan jelas hal itu merasa bagaikan disengat. Apa maksud ibu mertua dan kedua temannya? Bang Teguh menikah lagi?

 “Loh, kapan Bu Husna?”

“Ah, si Ibu. Itu, Bu ... yang di ....”

Aku tidak sempat mendengar Bu Husna hingga selesai, karena Bang Teguh lebih dulu datang dan menarik gagang pintu hingga berdentum. “Kapan kamu sampai, Gin?” tanyanya dengan wajah yang memucat. Sepertinya, Bang Teguh berusaha menyembunyikan sesuatu.

“Abang nikah lagi?” Aku segera menginterogasi.

“Kamu ngawur. Nikah lagi? Satu saja sudah bikin pusing,” elaknya. “Sudah, cepat masuk! Kamu telat jenguk ibu. Harusnya datang agak pagi, biar bisa bantu-bantu ibu bersih-bersih.”

“Bang, jawab dulu! Aku masih ngomong.”

“Gina ... kamu denger apa sih dari ibu-ibu tukang gosip itu?” Bang Teguh menegurku dengan keras. Terlihat, beberapa suster dan kerabat dari pasien melirik ke arah kami yang berdebat di ambang pintu.

“Aku denger sendiri kalau kata Bu Husna kamu nikah lagi, dan ibu mertua sendiri yang ....”

“Itu cuma halunya kamu aja, Gin! Ini semua biar kamu nggak perlu beliin aku tanah dua em itu, kan? Kamu segininya, ya Gin! Aku suamimu, kepala rumah tangga. Kok tega ya kamu ngefitnah aku sampai begini!” Bang Teguh menunjuk dirinya dengan sorot matanya yang bergetar.

Semakin aku bersikeras, maka semakin keras pulalah balasan jawaban dari Bang Teguh. Pria itu tidak mau mengakui tuduhan yang kudengar langsung dari tiga wanita di dalam.

“Sudah, aku mau ketemu ibu. Kamu masuk atau nunggu di sini, terserah saja, Gin!” Bang Teguh mendorong kembali pintu yang baru saja ditutupnya. Pria itu mengabaikanku yang masih berusaha memahami kejadian membingungkan saat ini.

“Mbak ... masuk, yuk?” Nita datang mendekat, seraya memanggilku dengan suaranya yang pelan dan lemah. Kulihat, gadis itu menyimpan iba di pelupuk matanya, mungkin sadar jika aku mendengar semua gosip miring yang dilakukan ibu mertua.

“Tidak, Nit ... bawa masuk ini. Aku harus pergi sebentar. Ada sesuatu yang belum selesai,” ujarku pada Nita.

Kuserahkan sekeranjang buah nan mahal itu agar bisa memuaskan rasa haus ibu mertua, lalu bergegas pergi dari sana dengan hati yang membara. Ada banyak hal yang kini harus kusibak sendiri. Perjuanganku di rumah ini tidak hanya tentang Nita, keserakahan ibu mertua dan Bang Teguh, tetapi juga kabar angin soal pengkhianatannya terhadapku.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
kedua menantu perempuan sama2 tolol cuma beda versi aja
goodnovel comment avatar
Yuli Defika
Aku pikir Nita yg terzolimi trnyta Gina lebih parah
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Aku Dimanfaatkan Mertua dan Suamiku   Bab 6: Bukti Pengkhianatan

    Aku segera kembali ke rumah Bang Teguh dengan menyewa ojek yang mangkal di dekat rumah sakit meski kusadari beberapa kali ponsel berdering nyaring, mendendangkan panggilan dari suamiku sendiri. Mungkin, pria itu tidak menyangka jika aku benar-benar akan menentang dirinya dan memilih pulang dibandingkan menemui ibu mertua yang sibuk berpura-pura sakit.Begitu tiba di depan pagar, ojek yang telah menempuh jarak cukup jauh untukku itu meminta tebusan mencapai lima puluh ribu. Aku sedikit mengernyit awalnya, lalu mengeluarkan uang seratus ribu yang berjubel di dalam dompet dan memberikannya padanya.Terlihat dia yang mulai merogoh kantong jaket serta sakut celana. “Enggak ada kembaliannya, Mbak. Uang pas aja. Si Mbak pelanggan pertama,” pintanya santun.Aku mengulas senyum, kembalian sebesar itu memang tidak lagi terasa banyak sejak Rabbi memberi harta yang berlimpah. “Buat Bapak aja kembaliannya. Semoga bermanfaat.” Lantas, aku segera mendor

    Last Updated : 2021-10-17
  • Aku Dimanfaatkan Mertua dan Suamiku   Bab 7: Pertengkaran Tanpa Akhir

    “Susah ya, ngomong sama menantu kayak kamu. Belagu!” Ibu mertua mencebik dengan keras, kemudian dia berusaha bangkit dari kursi yang didudukinya saat datang tadi.Melihatnya bergerak, aku masih diam membisu. Kenyataan pahit yang ditorehkannya selama ini membuatku enggan membantu.“Gin! Kamu diam aja di situ?” seru Bang Teguh tidak terima.“Istrimu tidak tahu diri, Guh! Sudah untung kamu mau nikah sama dia, kalau enggak jadi perawan tua sekalian!” Lagi ... ibu mertua mengumpatiku.“Sudah, Bu ... jangan marah-marah lagi, biar Teguh yang ngajarin Gina nanti. Sekarang, Ibu fokus istirahat dulu, ya?” pinta Bang Teguh tanpa beranjak dari posisinya saat ini.Aku menyunggingkan senyum, ucapan serta perbuatannya sama sekali tidak sinkron. Perkataan pria itu seolah-olah telah menempatkan ibu mertua di atas tahta, namun nyatanya memapahnya ke kamar saja tidak pernah dia dilakukan.“Nita!” Ibu

    Last Updated : 2021-11-14
  • Aku Dimanfaatkan Mertua dan Suamiku   Bab 8: Permintaan Tidak Masuk Akal

    “Abang mau cerai?” tantangku sekali lagi.Kutahan sekuat hati selaksa air mata yang mulai membentuk di pelupuk. Tidak boleh sekalipun beningnya jatuh untuk Bang Teguh dan ibu mertua yang dengan mudahnya menoreh luka di batinku.“Eh .. siapa yang mau cerai, Gin!”“Itu, ibu ngomongnya gitu!” sambutku seraya mendelikkan mata dengan sengaja ke arah ibu mertua.“Bu ... Ibu ngomong apa, sih? Siapa yang mau bercerai?” Bang Teguh ikut melirik ibu mertua.Aku tersenyum tipis agar tidak terlalu kentara, kemudian memicingkan mata demi melihat sepuasnya perubahan raut wajah dari ibu mertua yang ditentang oleh putra kesayangannya. Inilah Bang Teguh yang sesungguhnya, demi menghindar dari perceraian yang memberinya kerugian, dia lebih memilih menbantah ibu mertua dibandingkan sebelumnya.“Abang pakai mobilnya, ya? Panas banget Gin.” Bang Teguh kembali mengemis. Aku muntab, lantas

    Last Updated : 2021-11-14
  • Aku Dimanfaatkan Mertua dan Suamiku   Bab 9: Kenapa Harus Aku?

    “Maksudnya apa, Bu?” Aku menatap ibu mertua dengan sorot mata bingung.Wanita paruh baya itu menyunggingkan bibirnya, mungkin merasa malas saat mendengar suaraku.“Apa ini, Nit? Kwitansi apa ini?” tanyaku pada Nita seraya berharap wanita itu akan memberiku penjelasan. Meski demikian, Nita menggeleng, lantas menundukkan wajah. “Nita nggak tahu, Mbak.”“Ini, semuanya hutang-hutang Teguh, Mbak! Saya mau dibayar sekarang karena jatuh temponya udah terlalu lama. Gimana ini, saya juga butuh uang, masa sudah berbulan-bulan enggak balik uang saya?” jelas pria berkulit legam.Aku yang baru saja mendapatk an jawaban atas alasan dari kehadirannya lantas membelalakkan mata kembali. Kemudian, memandangi satu per satu lembar kehijauan yang dibubuhi tanda tangan milik Bang Teguh. Jumlah yang tertulis di atasnya tidak main-main, dan jika ditotal maka mencapai tiga puluh juta rupiah.“Saya berani pinjamin

    Last Updated : 2021-11-16
  • Aku Dimanfaatkan Mertua dan Suamiku   Bab 10: Rumah Misterius

    Aku menunggu sejenak di depan rumah asing yang didatangi Bang Teguh, memperhatikan dari dalam mobil dengan jarak aman demi mengetahui pemilik dari hunian mencurigakan itu. Jika memang itu rumah Adinda bersama suamiku, lantas kenapa halamannya tidak terurus? Bahkan lebih cocok disebut berantakan bak diterjang badai sungguhan. Selang beberapa lama, motor lainnya datang. Dua pengendara yang berboncengan di atasnya ikut masuk ke rumah itu. Pintunya tertutup rapat, namun saat ada yang mengetuk, maka segera terbuka seolah-olah ada sistem otomatis yang mampu mendeteksi kehadiran seseorang. Aku menanti lagi dengan sabar, hingga siang berganti jadi sore tanpa memindahkan pandanganku meski hanya sedetik ke pintu rumah itu. Apa yang dua orang tadi dan Bang Teguh lakukan di sana? Kenapa hawanya jadi semakin mencurigakan? Di tengah kekalutan itu, satu motor lain menyusul. Sama seperti Bang Teguh dan dua orang setelahnya, pengendaranya segera masuk dengan langkah penuh per

    Last Updated : 2021-11-17
  • Aku Dimanfaatkan Mertua dan Suamiku   Bab 11: Pilihanku

    Bang Teguh yang baru saja pulang menatapku kaget. Tatapannya matanya yang semula tersenyum jadi bulat besar. Kebingungan seakan menyelimuti pria itu, hingga tidak mampu beranjak dari ambang pintu.“Masuk, Bang ... pintunya ditutup, dong!” paparku lagi dengan senyum yang menyiratkan banyak makna.Aku sudah tidak mau lagi bertahan dengan pria ini dan keluarganya. Segala dusta yang telah mereka berikan, sudah cukup sebagai alasan untukku segera angkat kaki dari sini, melepaskan diri dari belenggu yang terus menjerat tanpa akhir.“Ka-kamu kenapa, sih? Makin hari makin aneh?” balas Bang Teguh seraya mendekatiku.Pria itu mengulurkan tangannya, hendak membelai wajahku. Tetapi aku, lebih dulu bergeser dan menjauh. Kutatap dia dengan pandangan tak suka, memberinya kejelasan jika aku tidak sudi disentuh olehnya, apalagi dengan tangan yang baru saja mencetak banyak noda dan dosa di rumah misterius tadi.“Gin!” Bang Teguh t

    Last Updated : 2021-11-18
  • Aku Dimanfaatkan Mertua dan Suamiku   Bab 12: Tepatkah Pilihanku?

    “Mbak, tinggal di sini, Nita mohon ....” Rintihan Nita semakin keras di sore yang menggelap ini.Rupanya, matahari sudah tenggelam, dan bulan mulai mengintip malu-malu.“Mbak, Mbak tega ninggalin Nita?” Isak tangis Nita kian mengeras meski malam mulai datang. Aku khawatir jika apa yang dilakukan oleh Nita akan membuat tetangga bertanya-tanya, kapan rumah ini bisa tenang dan bebas dari masalah.“Mbak harus pergi, Nit. Sudah tidak ada alasan lagi untuk tetap di sini,” jelasku pada Nita. Sama seperti sebelumnya, Nita keberatan, pelukannya menjadi semakin erat.Aku membuka pelan dekapan wanita itu, lantas menundukkan sedikit wajah demi menatap parasnya yang telah basah. Ada sekelebat rasa syukur yang melintas saat sadar jika di bawah atap yang dihuni oleh orang-orang berhati jahat ini, masih ada satu hati suci nan putih yang kian bersemi. Seandainya saja, wanita ini bisa kubawa pergi dari sini ....“Mbak, nanti

    Last Updated : 2021-11-20
  • Aku Dimanfaatkan Mertua dan Suamiku   Bab 13: Luka Baru dari Temanku

    Aku mengemudi hampir satu jam lamanya di jalanan sendirian, tidak pernah terasa begitu kesepian seperti ini, karena aku menyadari mulai detik ini hidupku akan sendiri lagi. Tidak akan ada lagi suami yang bisa kujadikan sandaran hidup atau keluarga tempatku pulang, yang tersisa hanyalah diriku sendiri.Tapi tidaklah mengapa, lebih baik begini daripada harus selalu makan hati. Suami yang seharusnya menjadi pelindung, memberiku nafkah serta menyayangiku tidak pernah melakukan semua itu. Segala hal yang terjadi malah sebaliknya, dimana aku yang menjadi tameng untuknya dan keluarganya, mereka senang menerima nafkah dariku serta membenciku saat keinginan mereka tidak terpenuhi.Sepanjang perjalana ini kuusap lagi air mata yang terus mencuri celah, lalu memdekte diriku jika Bang Teguh dan keluarganya tidak pantas untuk ditangisi sama sekali. Mereka sudah memberiku luka sedalam ini, menghina dan menertawakan nasibku yang baru menikah di usia tiga puluh tahun. Padahal mereka se

    Last Updated : 2021-11-21

Latest chapter

  • Aku Dimanfaatkan Mertua dan Suamiku   End: Kisah yang Dinanti

    Ting ... ting ... ting ....Suara adukan teh menjadi nada pengiring di antara aku dan ibu. Wanita yang berusaha menguatkan dirinya usai diterpa kenyataan itu terus memaksa untuk membuatkan minum.Deru napasnya terdengar lebih jelas dari pada biasanya sejak tadi. Aku sadar, umur ibu dan bapak kian bertambah setiap harinya. Resah yang dirasakan tidak lagi soal ikan yang terlalu mahal atau uang yang tak pernah cukup hingga hari esok, melainkan tentang anak-anaknya, terutama aku yang belum lama ini bercerai.“Ya-yakin mau jadi istrinya?” Ibu terbata-bata saat menanyaiku. Kalimat yang mungkin ingin ditanyainya sejak pertama kali melihat Mas Zildi.Wanita itu memutuskan untuk diam sesaat. Cangkir-cangkir di depannya dibiarkan kosong, padahal Mas Zildi sudah duduk di ruang tamu selama beberapa waktu.“Bu ... kemarin, Ibu keberatan karena Gagah tidak punya pekerjaan yan

  • Aku Dimanfaatkan Mertua dan Suamiku   Bab 57: Mampir ke Rumah Ibu

    Aku memastikan sekali lagi pintu rumah sudah terkunci rapat sebelum meninggalkan hunian. Sesuai dengan janji semalam, aku akan mengantar Adinda menuju kampung halamannya meski hati kecil ini dongkol luar biasa.Setelah subuh tadi, salah satu admin mengantarkan mobil Jazz merahku yang manis. Sebab, beberapa jam usai kami berangkat kemarin, Range Roverku dijemput oleh salah satu pekerja di bengkel Mas Zildi untuk dipoles kembali. Walau nantinya akan utuh seperti semula, nyatanya tetap tidak terasa sempurna.Terkadang, aku ingin meluapkan hal ini pada Adinda, yang sedang duduk diam di teras rumah seperti orang kehilangan jiwanya. Tetapi sekali lagi kutegaskan di dalam hati, jika Adinda juga korban dari kekejaman Bang Teguh dan ibunya. Dia tidak bersalah, hanya dipaksa keadaan untuk melakukan sesuatu demi menyelamatkan bayinya.“Berangkat sekarang, Din?” tawarku sebab Adinda masih diam di kursi. Dia memandang ke

  • Aku Dimanfaatkan Mertua dan Suamiku   Bab 56: Dia Milikku

    Aku berseru, kemudian berjalan secepat mungkin menuju Adinda. Wanita yang masih menyusui bayinya itu terlihat tidak mengerti dengan teguranku barusan. Dia sibuk meninabobokan si kecil, sesekali menggodanya dengan botol susu meski sudah mendengar teriakanku sekalipun.Di depan netra ini, Adinda menyajikan pemandangan yang membuat jakun pria manapun akan bergetar. Adinda menyusui bayinya, membiarkan bagian dari tubuhnya yang berharga itu terlihat di depan siapapun. Tidak ada sehelai kain pun yang digunakannya untuk menutupi, setidaknya menghalangi, mengingat ada Mas Zildi di sini.Lekas aku berdiri di depan Adinda, menghindarkan Mas Zildi dari pemandangan yang mampu menodai matanya itu. Berulang kali aku menegur Adinda, geram sekaligus kesal. Bagaimana bisa dia bersikap begitu sembrono di depan seorang pria walau sedang dalam keadaan sulit sekalipun?“Mau pamer kamu, Din? Hah?” sergah Anha tanpa mau menanti.Dia menyerang

  • Aku Dimanfaatkan Mertua dan Suamiku   Bab 55: Nasib Adinda

    Proses pemeriksaan berjalan dengan lancar, meski awalnya perilakuku yang terkesan kasar karena merusak pintu rumah Bang Teguh sempat disinggung oleh pihak kepolisian. Tidak hanya mengenai adegan pengrusakan pintu itu, namun semua detail yang kutahu dan Adinda ingat, kami jabarkan tanpa cela. Semuanya harus berakhir di sini, tidak boleh lagi ada korban berikutnya yang muncul akibat dendam yang bersarang di hati Bang Teguh.Setelah berjam-jam berlalu, kami keluar dari kantor kepolisian dengan perasaan lega. Tugasku hanyalah menyerahkan rekaman CCTV dan bukti mobil yang tergores ke pihak kepolisian. Begitu juga dengan Adinda, semua kesaksiannya akan memperkuat hukuman untuk Bang Teguh nantinya ... semoga.Pamit dari kantor kepolisian, aku membawa Adinda dan bayinya pulang dengan menumpang mobil Mas Zildi. Wajah Adinda kusam dan lelah, sedang bayinya sesekali merengek tak nyaman dalam tidur.Mas Zildi memberi kami tumpangan hingga berhenti di sebua

  • Aku Dimanfaatkan Mertua dan Suamiku   Bab 54: Bang Teguh Ditangkap

    “Adinda!” Bang Teguh menjeritkan nama wanita yang telah memberinya bayi mungil itu.Kami yang sedari tadi menjadi saksi lekas menolehkan wajah. Berharap di dalam hati jika Adinda tidak akan lagi bisa digoyahkan oleh pria yang telah menghancurkan hidupnya, juga berdo’a agar Adinda tidak lagi dibohongi oleh Bang Teguh.Aku menanti harap-harap cemas, wanita yang terlihat begitu bimbang didekat istri Pak RW itu. Dia memeluk bayi mungilnya yang terus merengek lapar. Bahkan bibir bayi itu mengering, tubuhnya pun pucat dan kecil. Aku yakin benar, si mungil yang dilahirkan Adinda tidak mendapatkan gizi yang cukup. Parahnya lagi, saat Adinda melepas dekapan bayinya, kutemukan sesuatu yang mencengangkan. “Adinda!” seruku sebelum dia kembali tergugah dengan suaminya yang sedang menanti akhir kisah.Mas Zildi serta dua wanita dewasa lainnya pun menoleh. Mereka mengikuti arah gerakku yang mencoba membuka selimut lusuh bayi mala

  • Aku Dimanfaatkan Mertua dan Suamiku   Bab 53: Kehancuran Keluarga Jahat Itu

    Adinda, ibu mertua dan Bang Teguh, mereka ada di dalam sana. Aku buru-buru mendekat, mengintip dari jarak yang begitu tipis agar bisa mendengar dengan jelas apa yang mereka bicarakan hingga menimbulkan bunyi yang begitu keras. Sesuatu terlihat melayang, piring keramik menyentuh dinding dan terbelah.“Abang?” Adinda kutemukan merintih di lantai.Dia bersimpuh di depan Bang Teguh dan ibu mertua. Bayi kecilnya ternyata dipeluk oleh wanita paruh baya gembrot yang sibuk tersenyum sinis pada Adinda.“Kamu itu bodoh, ya? Aku sudah bilang kan, setiap hari kamu harus kerja di sana. Hancurkan semua barang-barangnya Gina biar dia bangkrut!” balas ibu mertua yang ternyata disetujui Bang Teguh.“Bu ... kemarikan bayiku. Dia lapar, Bu ... hari ini belum nyusu sama sekali,” rintih Adinda dengan tangan terulur.“Enak saja, kamu itu enggak kerja hari ini. Artinya kamu itu lebih mendukung Gina d

  • Aku Dimanfaatkan Mertua dan Suamiku   Bab 52: Pelakunya Ditemukan

    “Aku akan mengecek CCTV!” seruku usai mengusaikan tangis.Kuredam semua kekagetan dan kegelisahan ini, lalu, berlari menuju ruang admin yang memiliki akses CCTV. Untungnya, aku sempat memasang benda mahal itu demi menghindari kejadian tak mengenakkan, walau belum mempekerjakan sekuriti di bagian depan.Begitu melangkah, kudapati Anha yang terkejut dengan sikapku. Dia mengikuti dari arah belakang bersama Mas Zildi dan si kecil Anggrek. Walau mereka tak saling kenal, meski belum pernah bertemu secara langsung, tapi keduanya seayun langkah saat mengejarku. “Buka rekaman CCTV di garasi!” Aku segera memerintah tiga pria yang duduk di kubikelnya.Mereka terlihat begitu bingung dengan seruan yang begitu tiba-tiba, namun salah satunya lekas berganti komputer. Kuikuti dia dengan perasaan berdebar, berharap jika CCTV merekam kehadiran dari orang yang telah melakukan hal buruk ini

  • Aku Dimanfaatkan Mertua dan Suamiku   Bab 51: Musibah Kedua

    “Kalau Adinda datang ke gudang, jangan izinkan dia masuk. Bawa ke kantor!” kataku pada para pekerja yang sudah berkumpul di gudang pagi ini.Mereka mengangguk setuju begitu mendengar perintah singkat ini. Sebagian terlihat menaruh simpati atas apa yang terjadi di gudang berkat kepercayaan yang kuberikan pada wanita itu, sebagiannya lagi terlihat acuh dan tak terlalu peduli.Ketiga adminku yang terpaksa bekerja dua kali lebih keras dibanding sebelumnya memberi laporan semalam, jika sebagian permasalahan tidak menemukan titik terang, hingga harus melibatkan pihak penengah dari marketplace tempat kami mencari rupiah.Baiklah ... tidak masalah. Wajar dan sangat dapat dimaklumi jika para pembeli merasa kecewa dengan barang-barang yang mereka terima.“Lalu Bu, bagaimana dengan keluhan itu?” Bu Mala menyahuti. Wajahnya yang sama lelahnya denganku melongok di antara kerumunan para pek

  • Aku Dimanfaatkan Mertua dan Suamiku   Bab 50: Hukumankah Ini?

    Usai menerima Adinda bekerja di gudang, aku bersikap seperti biasa. Membiarkan semua hal berlalu tanpa memberi peduli meski hanya sedikit. Termasuk soal Gagah yang pada akhirnya tidak lagi berusaha menghubungiku. Dia berhenti bekerja sebagai agen dari distributor langganan gudang tanpa alasan yang jelas, kemudian menghilang tanpa jejak.Dari karyawan yang menggantikan Gagah aku tahu satu hal, Gagah minta dipindahkan ke cabang yang berbeda karena alasan pribadi. Dan satu poin penting lain yang membuatku tercengang, menurut pria yang mengambil alih pekerjaan Gagah, pria itu sedang menjalin kedekatan dengan seorang gadis muda yang dikenalkan ibunya. Mereka berniat menikah, dan Gagah mulai membangun karir di daerah tempat gadis itu tinggal.Aku terdiam saat mendengar kisah itu, tidak pernah mengira jika Gagah yang mendeklarasikan perasaannya padaku begitu dalam bisa berpaling dalam waktu yang sangat singkat. Hal ini, membuatku bertanya-tanya, tentang kebenaran

DMCA.com Protection Status