Lemparan heels milik Grace membuat Edwin naik pitam. Ia sangat kesal dengan perbuatan Grace yang seperti itu. Tidak setimpal dengan bayaran yang diberikan kepada Ibunya.
Setelah Grace pergi dari sana, ia menemukan warung yang kondisinya cukup ramai dan dengan sengaja ia mampir ke warung tersebut dengan tujuan Edwin tidak akan berani mendekatikan jika ada banyak orang.Sepertinya strategi Grace itu berhasil, Edwin tidak berani mendekat dan menarik paksa Grace. Hal itu membuat lega Grace yang berlari dengan kaki telanjang.Setelah tengah malam, barulah Grace sampai di rumahnya. Sengaja ia pulang saat tengah malam berharap pula jika Ibunya sudah tertidur dan tidak akan memarahinya karena ia telah meninggalkan pelanggannya.Klik! Grace membuka pintu tersebut.Gelap. Ruang tamunya sudah gelap, artinya Ibu Grace sudah tertidur.Satu langkah, dua langkah dan langkah berikutnya ia berhenti.“Bagus sekali kerjamu hari ini,” ucap seorang perempuan yang kini sudah menghidupkan lampu di ruang tamu tersebut, tidak lupa kedua tangannya disilangkan ke depan.“Siapa bilang aku mau bekerja seperti Ibu?”“Tidak perlu bilang, tetapi kamu memang harus mengikuti jejak Ibumu. Tugasmu itu mulia mengikuti perintah seorang Ibu.”Grace tersenyum sinis dan terlihat sangat jijik sekali dengan ucapan Ibunyang yang bersikap sangat paling benar sekali.“Ibu menganggap itu pekerjaan mulia?”“Tentu, daripada kamu mengemis di jalanan atau hanya menjual gorengan di pinggir jalan, sudah seharian uangnya sedikit.”Saat itu Grace hanya bisa menggelengkan kepalanya saja, ia benar-benar tidak habis pikir dengan Ibunya. Bisa-bisanya memiliki pendapat yang seperti itu, menurut Grace itu sudah sangat salah kaprah sekali.“Ibu salah. Justru mereka yang hanya menjual Koran, gorengan di pinggir jalan termasuk yang mulia dibandingkan Ibu yang hanya berdiam diri di dalam kamar, mendesah lalu mendapatkan uang banyak tetapi tidak pernah berguna!”Plak!Tamparan mendarat dengan kasar pada pipi bersihanya Grace.“Jaga ucapanmu! Kamu lahir dari orang yang ada di hadapanmu!”“Aku tidak pernah meminta dilahirkan dari Ibu, jika bisa memilih dan jika aku tahu siapa Ayahku, aku akan ikut dengannya.”“Ayah? Kamu sebut Ayah juga laki-laki hidung belang itu?”“Siapa? Yang mana? Yang pakai mobil atau motor apa? Ibu saja tidak pernah bicara padaku, bahkan Ibu selalu marah kalau aku ingin mencari tahu tentang Ayah.”Wajah Ibunya sangat memerah sekali, ia tidak tahan lagi menahan amarahnya pada Grace. Hingga pandangannya pun beralih pada sapu yang ada di sana. Ibunya mengambil lalu memegangi pergelangan tangan Grace sekuat mungkin.“Lepas! Ibu hanya akan memukuliku bukan?”“Kamu memang harus diberi pejaran!”Entah mengapa dari awal Grace yang begitu kuat dan keras melawan Ibunya kini meneteskan air mata. Grace benar-benar merasa sangat hancur sekali.“Kamu tidak pantas menanyakan siapa Ayahmu! Ibu sudah katakan berulang kali jangan pernah menanyakannya, ini akibat anak nakal sepertimu!”Semakin lama pukulan gagang sapu pada sekujur tubuh Grace memerah dan akan emmbiru pada keesokan harinya.Malam itu benar-benar membuat Grace sakit sekali, memar di mana-mana. Bukan hanya memar di tubuhnya, tetapi juga hatinya.Perlahan Grace bercermin, memandangi dirinya di depan cermin dengan luka yang sudah membiru, luka itu ia dapatkan setiap kali menanyakan Ayahnya. Entah mengapa Ibunya menggila dan akan menyiksanya habis-habisan.Setelah memberikan siksaan tersebut, Ibunya tidak akan pernah meminta maaf atau juga memberinya obat.Grace sudah terbiasa mengobati dirinya sendiri, ia sudah menyiapkan obat salep untuk tubuhnya yang lebam membiru. Meski tidak dapat menyembuhkan cepat, setidaknya ada sedikit rasa sakitnya hilang. Belum lagi ia juga harus tetap kuliah dan bekerja.Sembari mengobati luka pada tubuhnya, ia iringi dengan tangisan tanpa suara. Ia juga takut jika sampai Ibunya mendengar tangisannya, bisa-bisa ia disiksa kembali.Pagi hari, waktu sudah menunjukkan pukul 07.00 WIBSaat itu Grace sudah memasak juga untuk Ibunya dan untuk dirinya, namun tidak makan di rumah, ia bawa ke kampus.“Aku pergi,” ucap Grace datar, meski sebenarnya enggan, namun ia masih menghormati jika itu adalah Ibunya.“Belikan sarapan.”“Aku sudah masak.”Hanya percakapan singkat, padat, dan penuh kekesalan menghiasi setiap paginya Grace.Di sepanjang perjalanannya menuju kampus tidaklah mudah. Setiap pagi ia harus naik bus angkutan kota dahulu, mungkin 10 menit saja, kemudian berjalan kaki menuju kampusnya 5 menit saja.Tidak begitu jauh, namun terkedang melelahkan karena di rumah ia selalu mendapat hal-hal yang tidak terduga.Masih pagi sekali, kelas sangat kosong, saat itulah Grace memanfaatkan untuk sarapan terlebih dahulu seraya membaca buku mata kuliahnya yang akan ia pelajari nantinya. Terkadang ia tidak sempat membacanya jika di rumah.“Hei, masih pagi sudah belajar saja.”“Demi sebuah masa depan yang sedikit cerah, Sil. You know me.”“Sedikit doang ya cerahnya? Kenapa enggak banyak sekalian?”“Jangan kebanyakan, nanti ditutup sama Ibu, percuma.”Seketika Sisil sangat ingin tertawa, namun ia menahannya dengan melipat bibir atasnya ke dalam. Sebenarnya itu candaan gelap dari Grace, tetapi ia juga tidak terlalu memikirkannya karena ia sendiri yang membuatnya.“Eh hari ini kayaknya aku bakal izin nih di mata kuliah akhir, soalnya mau periksa Ibu ke rumah sakit, kasihan kalau sendiri.”Grace mengangguk-anggukkan kepalanya. Sisil, sahabatnya ini memang hanya tinggal dengan Ibunya saja. Ayahnya meninggal sejak ia berada di bangku SMP, namun beruntungnya ia dari Grace adalah masih bisa melihat dan mengingat Ayahnya dengan baik.Jadi, ketika rindu pada Ayahnya, ia bisa melihat fotonya. Lain halnya dengan Grace yang hanya bisa menerka-nerka.Perkuliahan berlangsung hingga siang hari. Setelahnya masih ada satu mata kuliah lagi dan akan berakhir pada pukul 16.00.Setelahnya, Gcace harus kembali menuju tempat kerja paruh waktunya.“Grace, kamu sakit?”“Enggak, Kak, ini karena kuliahnya full banget tadi.”“Makanlah atau istirahat dulu, baru bekerja.”Biasanya pemilik toko tersebut akan sangat perhatian pada Grace. Saat malam harinya ketika suasana toko sepi, berhubung di depan toko tersebut ada tempat duduk dan meja, Grace dan Melani sangat pemilik toko duduk bersama di sana.“Lah mau ngapain buka buku di sini? Jangan tanya apa pun denganku ya, aku kan enggak kuliah kayak kamu.”“Enggak, kak. Aku mau ngerjain tugas kuliah, besok dikumpulkan.”“Gila dah, dosen kamu jahat banget, ngasih waktu mepet begitu.”Grace hanya tersenyum saja. “Aku sengaja ngerjain di sini, lagi pula kalau di rumah yang ada tidak akan bisa fokus.”“Silakan saja, asalkan nanti kalau ada pelanggan tinggalkan dulu tugasnya.”“Siap!”“Oh iya sebentar, Ibumu masih bekerja yang itu?”Sebelum menjawab pertanyaan dari Melani, saat itu Grace hanya bisa menghela napasnya saja. Rasanya berat sekali.“Iya, masih, Kak. Nggak tahu kapan mau resign dari pekerjaan begitu, aku malu sama tetangga, teman dan termasuk juga kakak.”“Semoga yang lain mengerti, tapi aku harap kamu yang tetaplah bekerja saja, jangan sampai seperti itu, ini jauh lebih baik. Apalagi kamu juga masih kuliah.”“Iya, kak.”Malam itu Grace pulang ke rumah pukul sepuluh malam, hari memang sudah malam akan tetapi rasanya masih sangat sore sekali baginya, ia tidak terbiasa akan tidur jam segitu.Setiap menuju rumahnya, jantungnya sudah tidak aman, ia takut kejadian malam lalu akan terjadi lagi di malam ini.Beruntungnya tidak, saat itu tidak ada sama sekali mobil yang terparkir di depan rumahnya. Ia sangat lega sekali mengetahui hal tersebut. Perlahan Grace memasuki rumahnya, Ibunya sudah ada di rumah, ia terlihat karena Ibunya sudah berhasil memberantakan dapurnya yang tidak membereskan tempat makannya. D
Dengan berat hati Grace pun mempercepat perjalanannya. Meski ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan Ibunya. Grace segera menutup panggilan tersebut tanpa menjawab apa-apa kembali.Namun, begitu Grace sampai di pelataran rumahnya ia melihat ada 2 mobil terparkir di sana, kali ini mobilnya berbeda dengan mobil Edwin yang sempat ada di sana beberapa hari yang lalu.Mulailah perasaan Grace tidak karuan, ia tidak tahu mengapa ada 2 mobil di sana.“Grace!” panggil Ibunya yang meleburkan lamunannya di depan rumahnya.Saat itu Grace menggelengkan kepalanya.“Cepatlah ke mari!” ucap Ibunya yang kini sudah menarik lengannya Grace ke dalam rumah.Hingga di dalam rumah tersebut ada 2 laki-laki biasa yang sepertinya pengawal seseorang dan ada juga 1 orang yang berperawakan tinggi namun ia sudah sangat paruh baya, lebih tua dari Edwin lalu.Akan tetapi, Ibunya menarik Grace ke dalam kamarnya Grace, ia tidak mengenalkan Grace dengan 3 laki-laki yang ada di ruang tamunya tersebut.“Lepas,
“Grace!”“Apa sih, Bu? Grace mau ke kampus.”“Astaga, tapi besok hari pernikahanmu, bagaimana bisa kamu malah pergi.”“Masih besok, dan hari ini aku harus kuliah!”“Ingat, kamu tidak akan pernah bisa kabur, sekali pun kabur, pengawal Tuan Maverick pasti menemukanmu.”Grace tidak ingin ambil pusing, ia sangat enggan berdebat dengan Ibunya di pagi hari. Sebenarnya Grace sangat terpukul dengan keputusan yang diambil oleh Ibunya, dengan sengaja dan tidak berat hati Ibunya bahkan tega sekali memberikannya pada Tuan Maverick yang sama sekali tidak dikenalnya.Hari ini mungkin akan menjadi hari terakhir bagi Grace untuk bekerja karena nantinya ia akan pindah dari sana, ia pun juga tidak tahu jika nantinya akan diperbolehkan bekerja atau tidak. Namun, yang saat ini dibayangkan oleh Grace hanyalah siksaan saja yang akan menerpanya.Belum saja menikah, Grace sudah memiliki bayangan yang sangat buruk, belum lagi ia menikah dengan laki-laki paruh baya yang sepatutnya mungkin menjadi Ayah atau pun
Hari pernikahan sudah tiba, tepat pukul tujuh pagi Grace sudah berada di depan cermin ruangan yang lain. ia sudah harus bersiap berdandan dan mengenakan gaun yang cukup terbuka tersebut.Namun, semakin lama ternyata Grace tidak pergi dari sana. ia hanya dipotret saja dengan banyak gaya namun tidak ada tanda-tanda sama sekali ada Tuan Maverick yang akan menikah dengannya.“Pernikahan sudah dilangsungkan, Non Grace sekarang sudah resmi menjadi istri dari pemilik rumah ini.”“Hah? Bagaimana bisa? Dari tadi saja aku di sini sama kalian, bahkan aku hanya berfoto bagaimana bisa aku sudah menikah dengan Tuan kalian?” tanya Grace yang sangat tidak percaya.Beberapa orang yang ada di sana hanya tersenyum saja, sepertinya mereka memang sudah mengetahui apa yang direncanakan oleh Tuannya. Hanya Grace sendiri yang tidak mengetahui apa-apa sama sekali.“Pernikahan dilangsungkan tanpa ada Non Grace di sana, tetapi memang sudah resmi. Semuanya sudah diatur. Sekarang hanyalah sesi pemotretan biasa, d
“Kamu jangan macam-macam!”“Memangnya kenapa lagi? Apa salahnya aku membuka baju di kamarku sendiri?”Saat itu Liam sepertinya senang sekali mendekati dan membuat Grace marah, perlu diketahui jika tubuh Grace mungkin memang sesuai dengan tipe dari Liam. Ia memiliki paras yang cantik, cukup mulus dan tinggi semampai.Apalagi saat ini ia hanya mengenakan pakaian yang cukup minim, membuat Liam sepertinya senang saja menggoda Grace, ia tahu jika Grace sudah ketakutan juga padanya.“Kamu tahu ada perempuan di kamarmu, seharusnya jangan buka baju sembarangan!”“Aku gerah, lagi pula kamu istriku bukan?”“Aku saja bahkan tidak menganggapku sebagai suami.”Entah mengapa saat itu Liam mulai mendekati Grace kembali, ia menatapnya cukup tajam dan dengan sengaja mendorong Grace hingga tertidur di atas tempat tidur. Sekarang tepatnya Liam sudam berada di atas tubuh Grace.Bukan main Grace membelalakan matanya. Ia snagat terkejut dengan kejadian tersebut, bagaimana pun ia tidak mau memberikan masa
Saat itu mata Grace cukup memandangi orang yang baru saja memasuki rumah Liam. Orang tersebut adalah Tuan Maverick, laki-laki yang pada bayangan Grace akan menjadi suaminya. Namun ternyata semuanya salah. “Bagaimana dengan putraku? Apakah tidak menolak jika dinikahi olehnya?” “Kamu punya mulut gunakan untuk menjawab, bukan hanya diam saja!” bentak Liam dengan kasar pada Grace. “Liam, pelan sedikit, tidak perlu mengerluarkan tenaga yang banyak untuk berbicara dengan gadis ini.” Grace sedikit menghela napasnya, ia kebingungan dengan tingkah dari Tuan Maverick seolah membantunya, namun di sisi lain Tuan Maverick lah yang membuat hidup Grace menjadi tidak karuan seperti ini. Sepertinya pagi itu Tuan Maverick memang memiliki kepentingan dengan Liam, setelah Liam membentak Grace tidak lama kemudian Tuan Maverick meminta Liam berbicara dengannya di ruangann lain. Ruang kerja lantai 1 “Sudah kamu apakan santapan yang Ayah berikan untukmu?” “Belum aku sentuh sama sekali, belum berminat.
“Enggak usah jauh-jauh bayanginnya bagaimana. Yang jelas enggak ada kecocokan sama sekali, antara aku sama dia itu. Orang itu benar-benar benci juga dengaku, sama saja aku juga benci. Bahkan di rumah dia rasanya kepala ingin pecah.”“Bahaya kalau telingamu bisa pecah. Tapi, gimana dengan pekerjaan kamu?”“Oh itu rencananya nanti pulang kuliah mau ke sana.”“Masih lanjut kerja?”Grace sedikit menggelengkan kepalanya, ia bingung juga dengan apa yang akan ia lakukan berikutnya. Ia masih mempertimbangkan bagaimana nantinya akan melanjutkan pekerjaan paruh waktu dan tetap berkuliahnya.Setelah sore itu selesai, ia habiskan hampir 1 harinya untuk berkuliah dan sorenya sengaja ia segera pergi ke minimarket tempatnya bekerja. Sebelum sampai ke tempat, Grace sudah diberi lambaian tangan oleh Melani, sang pemilik toko tersebut. dengan balasan lambaian tangan juga senyuman Grace kembali menyapanya.“Aku kira kamu enggak akan ke sini, soalnya beberapa menit lagi kamu enggak ke sini aku mau tut
“Pekerjaanmu terlalu rendah sekali, Grace.”“Pekerjaan yang rendah itu pekerjaan Ibuku! Kamu jangan samakan aku dan dia.”“Kamu dan Ibumu apa bedanya?”Air muka Grace terlihat sangat mengumumkan amarah sekali. Ia tidak senang jika Liam selalu menyamakan dirinya dengan Ibunya. Meskipun Grace lahir dari Rahim Ibunya langsung, sikapnya sangat jauh berbeda sekali, sikapnya seperti langit dan bumi. Jika Grace berani melawan Liam habis-habisan, ia ingin sekali untuk menampar mulut Liam yang tidak pernah berbicara yang baik-baik padanya.“Jaga mulutmu, Liam. Aku memang lahir dari Ibuku seorang pramuria, tapi sampai hari ini aku memang masih menjaga diriku dengan baik!”“Oh ya? Bisa buktikan?” tantang Liam.Wajah Grace kembali terlihat muram, ia segera pergi ke kamarnya, membanting pintu kamarnya dengan keras sekali, sampai membuat Liam menggelengkan kepalanya. Anehnya, Grace memnag marah namun ia hanya kembali pada kamar yang ada di rumahnya Liam, bukan kabur dari rumahnya Liam.Hal baru yan
Panggilan telepon dari Liam membuyarkan waktu santainya Grace. Ia segera pergi ke kantor Liam bersama pengawal. Pemandangan kantor Liam sebenarnya cukup bagus, namun tetap saja gendung itu terlalu tinggi, apalagi Grace langka pergi ke sana. “Untuk masuk ke ruangan Tuan itu menggunakan kode, namun hanya beberapa orang yang tahu, mungkin nyonya bisa hubungi Tuan saja.” Pengawal menjelaskan ruangan Liam sangat terjaga.Saat itu Grace sebenarnya enggan menghubungi Liam kembali, yang paling tak diinginkan adalah bentakan dari Liam. Bukan hanya itu saja, apa yang dilakukan Grace selalu saja salah di mata Liam.“Aku sudah di depan ruanganmu.”[“Jangan sampai ada orang lain di sana.”]“Hanya aku sendiri.”Akhirnya tak lama kemudian Grace berhasil masuk me ruangan tersebut. Sudah pasti ruangannya luas dan banyak berkasnya. Panggilan telepon itu terus berlangsung, Liam meminta Grace mencari berkas yang ada di sana. Setelah berkas ditemukan Grace masih harus tetap berada di sana, karena Liam
Liam begitu penasaran dengan apa yang Ayahnya bicarakan dengan Grace. Akan tetapi, meski ia negitu penasaran, ia tidak menanyakan pada Ayahnya langsung sebab Ayahnya pasti tidak akan memberitahunya. Semenjak ada Grace sseolah perhatian Ayahllnya pun cukup besar pada Grace, padahal Liam adalah anak kandungnya. Malam hari sekitar pukul 10 malam, Liam sudah selesai bekerja dari kantor, tanpa menghubungi Grace ia segera berada di halaman rumah sakit. Beruntungnya tak lama Liam di sana Grace memang telah selesai melaksanakan tugasnya. “Aku tak mau debat panjang, katakan apa yang Ayah bicarakan denganmu? “ tanya Liam saat Grace baru saja masuk ke mobil tersebut.“Apa kamu memang sepenasaran itu, Liam?”Liam tidak menjawab namun dari wajahnya memberi arti jika dirinya memang sangat penasaran sekali. “Ayahmu membicarakan kamu, banyak yang dibahas juga tentangmu, bagaimana sikapmu, aku juga menjawab apa yang ada karena Ayahmu tahu itu. Membahas harta atau yang lainnya pun tidak sama sekal
“Kira-kira Tuan kamu sudah pulang belum?” tanya Grace pada supir yang mengawalnya.“Sudah, Nyonya.”Batin Grace sudah menebak jika Liam tidak tahu ke mana pergi dirinya pasti akan mengakibatkan kekacauan di rumah. “Astaga!” Grace teringat sebelum pergi tadi pagi masih meninggalkan berkas yang amat berantakan karena ia belum sempat membereskannya.“Ada apa, Nyonya?”“Oh enggak-enggak.”Begitu sampai, Grace segera memasuki rumah perlahan, takut sekali akan dimarahi oleh Liam. Baru saja membuka pintu, Grace sudah disapa dengan wajah mengintimidasi dirinya. Grace melihat sekeliling, tidak ada lagi berkas yang berserakan, hanya melihat berkas di dalam 1 tumpukan saja.“Jawab pertanyaanku, jangan pura-pura bodoh!”“Dari tempat Ayahmu, apakah itu seperti Ibuku?”“Ayah? Ada urusan apa kamu ke sana? Oh kamu mengadukan semuanya?”Grace menghela napasnya, tidak ada kalimat baik yang keluar
“Saya hanya akan memberikan nilai tinggi pada mahasiswa koas yang benar-benar melaksanakan tugasnya dengan baik,” ucap dosen yang menerima laporan tersebut.Satu per satu dipanggil menghadap secara pribadi pada Dosen tersebut, hal itu yang membuat perasaan menjadi tidak karuan. “Sepertinya saya melihat jika laporan ini masih mulus dan mendadak dikerjakan, benar?”Grace menghela napas, ia tidak bisa berbohong. “Maaf, Pak. Laporan saya sempat terbuang karena kelalaian saya, alhasil saya mengerjakannya semalam, namun sesuai dengan data yang saya temukan selama berada di rumah sakit.”“Saya tidak meminta kamu mengucapkan kata maaf.”Grace tidak tahu harus berbuat apa, pikirannya kacau, tidak biasa ia akan seperti ini. Selama ia berkuliah mendapatkan nilai buruk adalah kelangkaan baginya. Ia selalu berusaha lebih dari teman-teman yang lainnya.“Kalau laporan ini tidak saya beri nilai apa kamu siap mengulangi?”Dengan berat hati Grace menjawab, “Saya akan mengulanginya jika apa yang saya
Melihat Grace meninggalkan rumah sesegera mungkin membuat Liam yang baru saja tiba di rumah cukup kesal. Ia baru saja pulang kerja, jika orang yang normal mungkin sebelum membuang berkas tersebut Liam seharusnya bertanya dahulu pada Grace.Berkas yang awalnya berantakan pun tak akan mungkin dirapikan oleh Liam. Ia bergegas memanggil pekerja yang ada di sekitar rumahnya.“Bereskan kamar saya dan bagian depan, jangan buang apa pun haya bereskan saja,” ucap Liam pada pembantu tersebut.Biasanya, pembantu tersebut hanya bekerja untuk para pengawal Liam saja, diberikan tempat tinggal, tidak mungkin pula jika Grace yang akan mengurusnya.Setelah memberikan perintah tersebut, Liam pergi ke depan, melihat para pengawalnya yang sepertinya terlihat bingung dan takut melihat Liam. “Awasi pembantu di rumah.”“Baik, Tuan.”“Siapa yang mengantar Grace pergi?” tanya Liam pada pengawal yang lainnya.Mereka saling tatap, menandakan ada hal yang tidak beres.”Maaf, Tuan, sewaktu kami menanyakan akan
Malamnya Grace penuh dengan tangisan dan kekesalan. Meski begitu pagi harinya harus pergi ke rumah sakit. Akan tetapi ketika pagi telah menyapa, tubuhnya terasa sangat remuk. Ia berusaha untuk berdiri menuju kamar mandi, namun rasanya sangat berbeda dari biasanya. Ia mulai kesal jika mengingat kejadian malam tadi yang sudah berlalu.“Sial!” ucap Grace ketika hendak berjalan yang kesusahan. Padahal menurut Grace harusnya biasa saja, karena ketika melihat Ibunya melakukannya dengan sangat sering tak pernah begini. Tak mungkin pula Grace akan menanyakan hal ini pada Ibunya, yang ada Ibunya akan menertawakannya. Pada akhirnya Grace menangis karena sakit, kesal dan merasa hancur. Bisa dipastikan jika dirinya tidak bisa ke rumah sakit. “Jangan menangis terus, Grace. aku pusing mendengarmu menangis sepanjang malam!” “Kamu yang buat aku begini!” Grace sedikit menaikkan nada suaranya dengan tangisannya pula. “Itu hukuman untukmu!” “Itu juga karena kamu tidak mau menjemputku.” “Bukan tida
“1 Jam di sana kamu akan jadi patung, Grace.” “Hah?” dengan kagetnya Grace menjadi salah tingkah. “Mau tidur bukan? Ini kali pertama aku di sini denganmu.” Deg deg! Perasaan yang luar biasa berbeda bagi Grace. ia sangat ketakutan sendiri. Dengan tatapan Liam yang tegas, matanya tajam, tubuhnya kekar, suaranya berat juga.Meski takut dan sangat khawatir, Grace memberanikan diri untuk duduk di tepi tempat tidur tersebut. “Kemarilah,” ucap Liam yang membuat Grace semakin tidak karuan. Pikirannya sangat kacau sekali. Ia tidak mampu berkata-apa, raut wajahnya sudah sangat menjelaskan segalanya. “Aku tidak akan melakukan apa-apa, Grace. berpikir yang jernih.” Anehnya ada perasaan yang berbeda dari Grace. antara kecewa dan juga lega. Pikirannya campur aduk. Ia mengatur napasnya dahulu dan akhirnya bisa mulai berbaraing di pinggir sekali sampingnya Liam. Tampaknya Liam sengaja membuat Grace ketakutan seperti itu, sampai saat ini Grace saja masih tidak bisa menebak bagaimana Liam dalam
Suara klakson mobil yang tak jauh dari sana berbunyi, jelas Grace mengenali mobil tersebut. itu adalah mobil milik Liam, Grace sangat mengetahuinya. Ia tampak khawatir karena di hadapannya daa Reno. Sudah pasti Liam akan salah paham dan pertengkaran terjadi.“Pulanglah dahulu, Reno,” ucap Grace dengan sedikit khawatir.“Kenapa mobil itu jemput kamu?”“Kayaknya begitu.”“Orangtuamu?”“Mungkin,” ucap Grace dengan sedikit senyum canggungnya.“Ya sudah, aku duluan. Selamat malam.”Grace tersenyum dan sedikit mneunduk untuk menunjukkan rasa sopannya pada Reno. Tidak lama kemudian ia segera berjalan dengan cepat menuju mobil tersebut. benar saja di sana memang ada Liam yang sudah mengamatinya dari tadi. Buru-buru Grace masuk ke mobil.“Jangan salah paham dulu, Liam,” ucap Grace mengawali percakapannya dengan Liam.“Aku tidak bertanya apapun.”Wajah bingung dengan perasaan ane
Hari-hari Grace kini akan mulai kembali melanjutkan pendidikan Koasnya. Ia harus sibuk ke sana ke mari lagi, ke kampus dan juga ke rumah sakit. Akan tetapi, kehidupannya tidak jauh berbeda dari yang Grace inginkan, yakni ada sedikit kebebasan yang sama saat ia tinggal bersama Ibunya. Sepulang kuliah ia masih bisa main ataupun berkerja paruh waktu. Namun, saat bersama Liam, ia sama sekali tidak diperbolehkan pergi ke mana-mana setelah dari kampus. Bagi beberapa orang mungkin hal tersebut adalah yang baik, tidak perlu susah payah lagi mencari uang untuk kuliah dan kebutuhannya. Namun, Grace yang terbiasa melakukan semua hal sendiri tidak bisa menerima hal tersebut dengan mudah. Kali ini sudah ke 1 tahun Grace menjalani masa Koas di sebuah rumah sakit. Namun, selama 1 tahun tersebut juga Grace setiap harinya dipenuhi kekhawatiran mengenai janji yang ia buat untuk menyetujui permintaan dari Ayahnya Liam. Sampai sekarang Liam sama sekali tidak menyentuhnya. Sebenarnya ada juga perasaan l