Share

B22. Pengakuan

Penulis: Cheezyweeze
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sarah dan Freya selalu teringat kata-kata Bima. Belum lagi ancaman dari Evan. Maka dari itu Freya lah yang aktif sekali mendekati Kayana. Namun, tidak untuk Sarah. Sarah tampaknya masih bimbang untuk mengakuinya. Padahal sebenarnya Jehan juga sudah jujur soal kejadian itu.

Freya selalu mengurungkan niatnya untuk mendekati Kayana saat ada Sarah. Bukan karena takut, tapi Freya tidak ingin jika nanti Kayana menjadi bulan-bulanan Sarah dan yang lainnya.

Jam istirahat telah berbunyi sebanyak tiga kali. Semua anak-anak keluar dari dalam kelas kecuali Kayana dan Freya. Gadis itu duduk di bangkunya dengan sebuah buku di tangannya.

"Kay, kau tidak ingin pergi ke kantin?" Freya tiba-tiba mendekati Kayana. Kayana menggelengkan kepala. Gadis itu tidak berani menatap Freya. "Ayo ke kantin. Aku traktir," sambung Freya.

Sekali lagi permintaan Freya ditolak oleh Kayana. Padahal itu kesempatan baik Freya untuk meminta maaf pada Kayana. Namun, karena Kayana tidak ingin membuat kesalahan yang berakhir
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Aku Bukan Pembunuh!   B23. Permainan Dimulai

    "Lihat saja permainan akan segera aku mulai." Sorot tajam mata itu tertuju pada satu obyek di depan sana.***Ancam demi ancaman diterima oleh Sarah. Siapa yang mengancam Sarah?Memang tidak ada yang mengancam Sarah. Hanya sebuah mimpi yang selalu datang setiap malam menghantui Sarah dikala dirinya terlelap tidur. Mimpi di mana Sarah selalu didatangi oleh Adelia. Adelia yang masih meminta Sarah untuk mengakui semua perbuatannya sebelum semuanya terlambat."Sarah, kau masih punya waktu untuk memperbaiki semuanya demi masa depanmu. Tentunya kau tidak ingin kan jika masa depanmu hancur hanya karena ego dan ketamakan mu itu." Wajah cantik itu memang tidak menakutkan. Tidak ada darah, tidak ada mata menyala merah, tidak ada kuku panjang atau pun sebagainya. Tapi hanya saja Sarah yang terlihat ketakutan sendiri. Sarah pun langsung terbangun dari tidurnya. Tubuhnya basah oleh keringatnya dan bahu itu bergejolak naik turun. Sarah menarik selimutnya dan mengusap wajahnya dengan selimut terse

  • Aku Bukan Pembunuh!   B24. Menutupi

    Setelah terjadi adu mulut antara Kayana dan Sarah. Pada akhirnya adu tangan pun terjadi. Mereka berdua saling tarik menarik. Sarah menarik tangan Kayana yang hendak melangkah menaiki tangga berikutnya. Sedangkan Kayana berusaha melepaskan diri dari pegangan tangan Sarah."Lepaskan aku," seru Kayana."Kay, tunggu dulu. Dengarkan aku sebentar," jelas Sarah. Suaranya seperti orang sedang memohon pada Kayana. Mendengar hal itu Kayana diam dan menatap Sarah. Tidak seperti biasanya nada bicara Sarah seperti itu.Kayana menatap Sarah dengan tatapan datar. "Apa kau sedang mencoba mempermainkan ku? Kau tidak seperti biasanya.""Kay, kenapa kau bicara seperti itu? Aku serius dengan ucapan ku," tukas Sarah mencoba meyakinkan Kayana."Sudahlah!" Kayana kembali menaiki anak tangga. Namun, tas punggung Kayana ditarik oleh Sarah. Hal itu membuat Kayana kesal dan marah. Kayana langsung menghempaskan tangan Sarah dan tidak sengaja Sarah kehilangan keseimbangan tubuhnya. Hingga kakinya tidak sempurna m

  • Aku Bukan Pembunuh!   B25. Melindungi Kayana

    Kayana tersentak kaget mendengarkan hal itu. Kayana menatap Evan dengan tatapan tanpa berkedip. Justru pemuda yang dia tatap terlihat sangat santai. Dia seperti tidak memiliki beban karena melindungi dirinya. Padahal hal yang sedang Evan tutupi itu sangatlah berat."Evan. Apa maksudmu itu? Dari mana kau tahu?" cerca Kayana."Apa kau tidak sadar jika aku selalu ada di belakangmu.""Jadi kau mengetahuinya?" tanya Kayana. Evan menganggukkan kepalanya. "Lalu bagai----""Sudah ku bilang kau tidak perlu khawatir. Tugasmu hanya satu belajar yang giat agar di ujian nanti kau lulus dengan nilai yang cukup bagus," potong Evan tersenyum pada Kayana.Kayana jadi merasa bersalah akan hal itu. "Tapi Van, aku ...." Kayana menggantungkan kalimatnya.Evan melangkah mendekati Kayana dan memeluk gadis itu. Pelukan Evan membuat Kayana menjadi tenang dan damai. "Berjanjilah padaku kau harus lulus dengan nilai yang tinggi."***Sarah menghilang begitu saja. Semua orang terdekat Sarah berpikir jika Sarah te

  • Aku Bukan Pembunuh!   B26. Alibi Penculikan

    Evan sudah memikirkan dengan matang apa yang akan terjadi jika rencana yang dia susun gagal. Tentunya jeruji besi yang akan menjadi tempat terakhir bagi Evan.Hal itu tentunya memang tidak mudah, tapi demi seseorang yang dia sukai Evan berani berkorban. Berita penculikan dan pembunuhan yang tengah ramai pada saat itu dijadikan Evan sebagai alibi untuk melindungi Kayana.Polisi masih mencari keberadaan Sarah yang telah dilaporkan hilang. Polisi berharap Sarah masih hidup saat ditemukan. Penculikan dan pembunuhan yang terjadi akhir-akhir ini benar-benar sangat merisaukan para orang tua, terutama anak-anak yang masih duduk di bangku SMA. Tugas Bima semakin bertambah berat. Kini Bima harus fokus pada kasus penculikan tersebut. Bima duduk di depan komputer menatap sebuah foto tentang penemuan mayat perempuan di sebuah lapangan. Dia begitu tertarik dengan kasus yang sedang ramai pada saat itu. Bima memegang mouse laptop dan memperbesar gambar tersebut."Kenapa mereka memilih perempuan untu

  • Aku Bukan Pembunuh!   B27. Berpura-pura

    Evan menarik kasar tangan Kayana dan mendorongnya sampai jatuh. Layanan berteriak kesakitan. Rintihan dan erangan yang keluar dari mulut Kayana sama sekali tidak dihiraukan oleh Evan. Pemuda itu benar-benar terlihat liar. Sekarang Evan sungguh berubah. Dia bukan lagi Evan yang dikenal sangat melindungi dan menghormati Kayana.Buliran bening lolos dari pucuk mata Kayana saat Evan merobek lengan bajunya. Sekuat apapun Kayana melawan, tapi Kayana tidak mampu melawan kekuatan Evan yang jauh lebih besar dari Kayana. Kayana mulai memberontak, akan tetapi Evan semakin tidak bisa mengontrolnya. Isak tangis bercampur jeritan mewarnai tempat itu. Evan mengangkat tangan kanannya ke atas dan dia meregangkan jari jemarinya."Hentikan. Angkat tangan atau kami akan menembak mu!" teriak seseorang. "Berdiri dan segera menjauh dari gadis itu!" lanjutnya berteriak.Evan langsung menghentikan aktivitasnya dan mengangkat kedua tangannya. Bima berlari mendekati Kayana dan segera membantu Kayana berdiri da

  • Aku Bukan Pembunuh!   B28. Tahanan Luar

    Bima memang tidak percaya pada penjelasan dari Kayana atau pun Evan. Bima masih terus menggali dan mencari bukti agar dia tidak salah melangkah dalam mengambil keputusan. Fokus Bima masih pada Kayana sehingga menjadikan Kayana sebagai tahanan luar. Kayana yang masuk sekolah sampai pulang sekolah selalu mendapat pengawasan dari pihak polisi."Ah, kenapa jadi banyak CCTV," gerutu Kayana yang baru saja keluar dari gerbang sekolah dan disambut dengan sebuah pemandangan seseorang berdiri diseberang jalan. Siapa lagi jika bukan Bima. Tentu saja hal itu membuat Kayana merasa tidak nyaman. Ruang geraknya menjadi sangat sempit. "Apa aku ini seperti penjahat?" geram Kayana pada saat itu. Tapi pada kenyataannya Kayana memang bersalah.Cuaca sore itu terlihat sangat tidak baik. Langit diwarnai dengan awan hitam yang bergulung-gulung semacam ombak laut yang saling berebut. Begitu pula dengan angin yang bertiup kencang dan hendak ingin menerbangkan siapa saja. Kayana mempercepat langkahnya agar ce

  • Aku Bukan Pembunuh!   B29. Janji Kayana

    Apa yang sebenarnya telah Bima lihat sehingga Bima berani menduga-duga?Hanya Bima dan authornya yang bisa menjawabnya. Bima terus memperhatikan Kayana dari kejauhan. Walaupun Bima sudah yakin, tapi Bima tidak ingin langsung bergerak. Bima ingin melihat keberhasilan Kayana dalam mendapatkan nilai yang sempurna.Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Saatnya bagi Kayana untuk bertarung mendapatkan nilai yang bagus. Kayana melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruang ujian. Dia mendapatkan tempat duduk di baris ke empat. Kayana begitu tenang duduk di sana. Padahal yang lainnya tengah sibuk sendiri. Ada yang meminta tolong untuk diberi contekan jawaban, ada yang sibuk menyembunyikan contekan dan sebagainya.'Huh, kenapa mereka berisik sekali. Sudah tahu akan menghadapi ujian akhir sekolah, tapi kenapa mereka tidak mau belajar," batin Kayana. Memang benar sih apa yang dikatakan Kayana. Kenapa mereka justru malah berisik meminta contekan."Kay ... nanti bagi kunci jawabannya, ya," teriak seseo

  • Aku Bukan Pembunuh!   B30. Hukuman Mati

    Kayana memotong rambut panjangnya dan sekarang dia berpenampilan layaknya seorang cowok. Binar kebahagiaan terpancar dari raut wajah Kayana. Begitu pula dengan sang ibu. Bu Laras mendekati Kayana yang sedang duduk di kursi dan memegang hasil ujian. Bu Laras memeluk Kayana dari belakang."Selamat sayang, nilai mu benar-benar sempurna. Kau sudah menunjukkan pada ibumu ini jika kau bisa melakukannya. Ibu yakin kau bisa masuk ke perguruan tinggi favoritmu." Pelukan Bu Laras semakin kencang. Kayana pun meneteskan air mata. Tidak dipungkiri jika Kayana bahagia. Namun, dari senyum Kayana tersembunyi rasa bersalahnya pada Evan. Seharusnya Evan juga merasakan kebahagiaan ini.Bu Laras melepaskan pelukannya di tubuh Kayana saat gadis itu memutarkan badannya ke belakang. Kayana menatap mata sang ibu dengan seksama."Apakah Ibu yakin jika aku bisa meraih cita-cita ku?""Tentu saja." Bu Laras meyakinkan putri semata wayangnya. Keduanya pun tersenyum. Kayana kembali melihat nilai-nilai yang terter

Bab terbaru

  • Aku Bukan Pembunuh!   B36. Menyelamatkan Korban Bullyan

    Nama yang sama dengan sahabat Kayana. Gadis itu bernama Adelia. Jantung Kayana terasa berhenti sesaat ketika mendengar nama itu. Kayana sudah bisa menebak jika gadis itu baru saja menangis. Mata dan hidung merah, hal itu tidak bisa membohongi Kayana.Adelia Rahastri adalah nama gadis yang sekarang duduk di samping Kayana. Kepalanya menunduk ke bawah menatap jari jemarinya yang saling beradu.Tangan kiri Kayana terulur memegang kedua tangan Adelia. Kayana merasa sedang memegang kedua tangan sahabatnya sendiri. Kayana melihat bayangan Adelia tersenyum di sana. Pastinya Kayana langsung sadar jika bayangan itu hanyalah fatamorgana."Siapa namamu tadi?" tanya Kayana."A-Adel, Bu," jawabnya pelan.Kayana menarik napas pelan dan tersenyum, lalu tangannya terangkat menyibakkan rambut Adelia.Adelia terkejut saat tangan Kayana menyentuh rambutnya. Kayana pun heran melihat reaksi Adelia pada saat itu."Kenapa?" tanya Kayana."Ti-tidak, Bu," ujar Adelia gugup."Adel, ibu ingin tanya. Apakah kau

  • Aku Bukan Pembunuh!   B35. Guru Pembimbing

    Setelah Kayana dan Evan menikmati kebebasannya. Mereka pulang bersama dan Evan pun diajak pulang ke rumah Kayana. Ternyata Bu Laras memang sudah mempersiapkan kebebasan sang putri.Evan pun sudah dianggap seperti keluarga sendiri oleh Bu Laras karena wanita itu sudah banyak mengetahui Evan dari putrinya, Kayana. Kayana sering bercerita jika Evan lah yang selalu melindungi Kayana. Maka dari itu Bu Laras begitu senang saat bisa bertemu dengan Evan secara langsung."Masuklah dan anggap rumah sendiri," kata Bu Laras pada Evan. Kayana pun menarik tangan Evan dan masuk ke dalam rumah. Tadinya Evan ingin menolaknya, akan tetapi Kayana memaksa Evan dan Evan tidak bisa menghindarinya.Evan duduk di sofa. Matanya terus mengikuti aktivitas Bu Laras yang sedang mempersiapkan hidangan untuk semuanya. Merasa tidak enak Evan pun berdiri dan menghampiri Bu Laras. Evan ingin membantu pekerjaan Bu Laras."Biar aku bantu, Tante," ujar Evan menawarkan bantuan."Tidak perlu, nak. Kau duduk di sana saja.

  • Aku Bukan Pembunuh!   B34. Kebebasan

    Setelah kejadian tersebut. Tidak ada yang berani mengganggu Kayana termasuk para wanita penghuni penjara. Evan memang selalu ada di samping Kayana begitu pula saat aktivitas sore hari itu. Jadwal para penghuni lapas membersihkan aula. Kayana dan Evan mendapat tugas membersihkan kamar mandi. Mereka berdua bercanda bersama. Evan begitu senang melihat wajah Kayana yang penuh cahaya serta rambut Kayana yang sudah mulai panjang. Begitu pula dengan Evan. Rambut Evan pun sudah mulai panjang.Hari itu memang ada jadwal pencukuran rambut setelah acara bersih-bersih. Evan membawa dua ember dan menaruhnya di lantai, lalu Evan mengguyurkan air di dalam ember tersebut ke lantai agar busa-busa itu segera hilang. Sedangkan Kayana masih sibuk dengan sikap di tangannya."Akhirnya selesai juga," cicit Kayana mengelap keringat yang mengalir di lehernya.Evan menoleh dan berkacak pinggang. "Sudah selesai? Jika begitu maukah kau membantuku?""Tentu saja." Kayana mengambil dua ember yang ada di samping Eva

  • Aku Bukan Pembunuh!   B33. Arti Kehidupan di Penjara

    Empat tahun penjara mungkin terdengar sangat lama bagi Bu Laras, tapi itu keputusan yang bisa di anggap ringan mengingat keduanya masih dibawah umur.Bu Laras selaku orang tua dari Kayana akhirnya menerima putusan tersebut. Wanita itu berlapang dada dan ikhlas terhadap hukuman untuk putrinya. Karena kejadian itu, Bu Laras mendapatkan hikmah. Wanita itu insyaf berjualan masker palsu dan mencoba mengawali usaha kecil-kecilan di rumahnya agar dia tidak terlalu memikirkan tentang Kayana. Sedangkan keluarga Sarah mengetahui perilaku almarhumah Sarah selama di sekolahan. Terutama kasus kematian Adelia yang secara langsung memang terjadi karena tekanan dari Sarah dan kawan-kawan. Keluarga Sarah meminta maaf secara langsung pada Bu Dewi orang tua Adelia yang kebetulan hadir dalam sidang vonis hukuman Kayana dan Evan.Kayana dan Evan menerima keputusan tersebut dengan hati yang ikhlas dan sabar. Masih beruntung vonis hukumannya dikurangi. Tadinya mereka harus menerima hukuman 10 tahun penjara

  • Aku Bukan Pembunuh!   B32. Vonis Hukuman

    Setelah pengakuan dari Kayana dan akhirnya Kayana ditetapkan sebagai tersangka utama dalam kasusnya Sarah. Kayana dan Evan pun menunggu vonis hukuman yang akan dijatuhkan pada mereka berdua.Sejak pengakuan itu, Bu Laras selalu menangisi Kayana. Wanita itu sama sekali tidak menyangka jika putri semata wayangnya telah melakukan pembunuhan.Bukan pembunuhan, tapi memang tidak sengaja melakukannya. Bu Laras begitu sangat terpukul dengan keadaan yang terjadi. "Kayana oh Kayana, kenapa bisa terjadi? Padahal semua nilai mu itu bagus dan kau bisa masuk ke Universitas favoritmu dan kini semua hancur karena perbuatan mu itu hiks ...." Bu Laras menangis tersedu-sedu. Dia memikirkan tentang masa depan Kayana. "Maafkan Kay, Bu. Kay sudah mengecewakan Ibu, tapi sebenarnya kejadian itu tidak sengaja. Dia menarik tas Kay dan Kay mencoba melindungi diri Kay agar Kay tidak jatuh menggelinding ke bawah, tapi ternyata kejadiannya malah terbalik. Dia yang jatuh dan meninggal," jelas Kayana. Bu Laras ya

  • Aku Bukan Pembunuh!   B31. Pengakuan Kayana

    Dugaan Bima tepat sekali. Ternyata Bima bisa membaca orang dengan melihat gerak tubuhnya. Bima tahu selama ini Kayana telah berbohong, tapi Bima tidak begitu saja langsung menuduh. Apalagi Evan sudah berani berkorban untuk melindungi Kayana dan mereka berdua pura-pura tidak saling mengenal.Pengorbanan yang luar biasa dilakukan oleh seorang Evan. Padahal mereka sendiri bisa dibilang baru saling mengenal, tapi kenapa Evan sudah berani mengorbankan dirinya untuk melindungi Kayana. Itulah pertanyaan yang selalu melintas dalam benak Bima. Maka dari situlah Bima melakukan cara tersebut.Bima melakukan sebuah kebohongan pada Kayana tentang hukuman mati agar Kayana berubah pikiran dan ternyata rencana Bima berhasil. Rencana itu membuat Kayana langsung down. Gadis itu bereaksi menanggapi tentang vonis hukuman. Memang cukup jahat sekali dengan membawa serta hukuman mati, tapi mungkin cara itulah yang cocok untuk menarik umpan dan ternyata umpan langsung memakannya.Dalam perjalanan Bima dan Ka

  • Aku Bukan Pembunuh!   B30. Hukuman Mati

    Kayana memotong rambut panjangnya dan sekarang dia berpenampilan layaknya seorang cowok. Binar kebahagiaan terpancar dari raut wajah Kayana. Begitu pula dengan sang ibu. Bu Laras mendekati Kayana yang sedang duduk di kursi dan memegang hasil ujian. Bu Laras memeluk Kayana dari belakang."Selamat sayang, nilai mu benar-benar sempurna. Kau sudah menunjukkan pada ibumu ini jika kau bisa melakukannya. Ibu yakin kau bisa masuk ke perguruan tinggi favoritmu." Pelukan Bu Laras semakin kencang. Kayana pun meneteskan air mata. Tidak dipungkiri jika Kayana bahagia. Namun, dari senyum Kayana tersembunyi rasa bersalahnya pada Evan. Seharusnya Evan juga merasakan kebahagiaan ini.Bu Laras melepaskan pelukannya di tubuh Kayana saat gadis itu memutarkan badannya ke belakang. Kayana menatap mata sang ibu dengan seksama."Apakah Ibu yakin jika aku bisa meraih cita-cita ku?""Tentu saja." Bu Laras meyakinkan putri semata wayangnya. Keduanya pun tersenyum. Kayana kembali melihat nilai-nilai yang terter

  • Aku Bukan Pembunuh!   B29. Janji Kayana

    Apa yang sebenarnya telah Bima lihat sehingga Bima berani menduga-duga?Hanya Bima dan authornya yang bisa menjawabnya. Bima terus memperhatikan Kayana dari kejauhan. Walaupun Bima sudah yakin, tapi Bima tidak ingin langsung bergerak. Bima ingin melihat keberhasilan Kayana dalam mendapatkan nilai yang sempurna.Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Saatnya bagi Kayana untuk bertarung mendapatkan nilai yang bagus. Kayana melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruang ujian. Dia mendapatkan tempat duduk di baris ke empat. Kayana begitu tenang duduk di sana. Padahal yang lainnya tengah sibuk sendiri. Ada yang meminta tolong untuk diberi contekan jawaban, ada yang sibuk menyembunyikan contekan dan sebagainya.'Huh, kenapa mereka berisik sekali. Sudah tahu akan menghadapi ujian akhir sekolah, tapi kenapa mereka tidak mau belajar," batin Kayana. Memang benar sih apa yang dikatakan Kayana. Kenapa mereka justru malah berisik meminta contekan."Kay ... nanti bagi kunci jawabannya, ya," teriak seseo

  • Aku Bukan Pembunuh!   B28. Tahanan Luar

    Bima memang tidak percaya pada penjelasan dari Kayana atau pun Evan. Bima masih terus menggali dan mencari bukti agar dia tidak salah melangkah dalam mengambil keputusan. Fokus Bima masih pada Kayana sehingga menjadikan Kayana sebagai tahanan luar. Kayana yang masuk sekolah sampai pulang sekolah selalu mendapat pengawasan dari pihak polisi."Ah, kenapa jadi banyak CCTV," gerutu Kayana yang baru saja keluar dari gerbang sekolah dan disambut dengan sebuah pemandangan seseorang berdiri diseberang jalan. Siapa lagi jika bukan Bima. Tentu saja hal itu membuat Kayana merasa tidak nyaman. Ruang geraknya menjadi sangat sempit. "Apa aku ini seperti penjahat?" geram Kayana pada saat itu. Tapi pada kenyataannya Kayana memang bersalah.Cuaca sore itu terlihat sangat tidak baik. Langit diwarnai dengan awan hitam yang bergulung-gulung semacam ombak laut yang saling berebut. Begitu pula dengan angin yang bertiup kencang dan hendak ingin menerbangkan siapa saja. Kayana mempercepat langkahnya agar ce

DMCA.com Protection Status