"Halo ma". "Halo sayang". "Andi, mama mau bicara dengan kamu. Bisa kamu nanti mampir ke rumah" Listy meminta anaknya tersebut untuk menemui dia di rumahnya. "Bisa ma, lagipula ada yang ingin Andi bicarakan juga dengan mama" jawab Andi ketika sang mama menelponnya. "Benarkah? Sepertinya ada hal yang penting. Jika kamu sudah bicara seperti itu" Listy mengukir sebuah senyuman pada bibir mungilnya. Sambil memainkan sendok pada piring saladnya. "Mama nanti juga akan tahu setelah Andi ceritakan" Andi berbicara dengan nada yang memancarkan hatinya tengah senang dan bahagia. "Tentu saja, tapi mama begitu sangat penasaran. May i guess?". "Apa Tamara hamil?" tanya Listy penuh harap. Meski dia tidak terlalu menyukai Tamara. Tapi sebagai seorang ibu dia sangat menginginkan anaknya memberikan kabar gembira. Yakni, kabar dirinya akan menjadi seorang nenek. "Huh". "Sepertinya itu tidak akan pernah mungkin ma" ucap Andi sedikit bernada frustasi. Listy merasakan ada beban yang terpendam dalam
"Pagi Bella" sapa Andi ketika dia akan memasuki ruang kerjanya. "Pagi pak" balas Bella sambil membungkukkan badannya. "Bisa kamu masuk ke ruangan saya? Ada yang ingin saya bicarakan dengan kamu" ucap Andi menyiratkan sebuah perintah. "Baik pak". "Setelah saya selesai mempersiapkan berkas yang harus bapak tanda tangani nanti. Jadi biar sekalian saja pak saya masuknya" jawab Bella. Andi pun mengangguk setuju. "Baiklah" Andi pun berlalu pergi masuk ke dalam ruangannya dan mulai disibukkan dengan kegiatan kantornya. Setelah tiga puluh menit, pintu ruangan milik Andi diketuk. "Tok… Tok… Tok". "Masuk" ucap Andi. Nampak wajah Bella yang membuka gagang pintu. Ditangan sebelahnya dia merangkul beberapa map. Mungkin itu adalah berkas yang harus Andi tanda tangani seperti ucapannya tadi. Andi menampilkan senyuman manisnya saat melihat wajah Bella yang terlihat cantik menawan. Pesona Bella sungguh membuat Andi seperti dimabuk asmara. Hatinya selalu berbunga-bunga jika menatap iris milik B
"Hush, diam". "Jangan teriak begitu, bikin malu saja". "Nanti yang lain bisa marah kalau tau kita diajak pergi ke Bali" ucapan Bella membuat Gris paham akan situasinya saat ini. "Ok, aku paham". "Memangnya cuma kita bertiga ya yang pergi?" tanya Gris mulai berpikir sesuatu. "Nanti kamu bilangin ke Agus. Kalau dia nanti juga ikutan ke Bali". "Kata pak Andi, dia bakalan lama perginya ke Bali. Jadi kita bertiga disuruh ikutan". "Kamu tau sendirikan kalau minggu depan itu bakalan ada acara pembukaan resort baru perusahaan. Nah, selama di Bali kita bakalan stay disana". "Pak Andi kan juga mau meresmikan hotel barunya disana" Bella mengunyah makanannya. "Wah, gila banget. Ini benar-benar keberuntungan yang tidak pernah aku mimpikan selama ini". "Bisa menikmati resort secara free. Uhhh.... Lucky... Lucky... Lucky" Gris menarikan kedua tangannya didepan wajahnya. Dengan membentukan jarinya berbentuk V. Bella hanya terkekeh melihat kelakuan Gris. "Apa kamu tidak mencurigai sesuatu da
"Selamat ya pak Andi untuk kesuksesan yang pak Andi raih saat ini" ucap selamat dari salah satu koleganya. "Istri pak Andi cantik sekali, sangat cocok dengan pak Andi yang tampan" pujinya kembali. Namun Andi sedikit kaget dia mengatakan istrinya cantik, padahal tidak ada Tamara sama sekali disini. "Maksud pak Deni apa ya?" tanya Andi untuk memastikan perkataan koleganya tersebut. "Bukankah wanita cantik berhijab disebelah pak Andi ini istrinya pak Andi ya?" pak Deni menjelaskan. Sesuai dengan dugaan Andi sebelumnya. Jika istri yang di maksud pak Deni adalah Bella sang sekretaris. Seandainya bisa, ingin sekali dia menjadikan Bella istrinya. Selain cantik wajahnya, attitude nya pun luar biasa. Sangat jauh berbeda dengan Tamara. Meski dia juga cantik dan tentunya lebih seksi, tapi Andi tak ada sedikitpun rasa tertarik kepadanya. Padahal dia sudah berusaha untuk mencintainya. Tapi getaran itu tidak pernah muncul apalagi ada rasa suka. Berbeda saat bertemu dengan Bella. Ketika pertama k
Andi mengajak Bella ke suatu tempat dengan pemandangan pantai yang sangat begitu indah. Hati Bella merasa sedikit gugup dikarenakan kini dia tengah berduaan dengan seorang pria. Kalau laki-laki single sih tidak terlalu jadi masalah bagi Bella. Tapi Andi adalah laki-laki beristri. Hal itu membuat Bella sedikit merasa agak risih. Sebab, dia tidak ingin ada terjadi fitnah diantara mereka berdua. "Kamu tau Bel, tempat ini adalah tempat yang tidak mungkin akan pernah saya lupakan". "Berasal dari kejadian ditempat inilah, saya harus menikahi Tamara" cerita Andi perihal tempat yang tengah mereka kunjungi. "Kejadian naas telah terjadi disini, bagi saya kejadian itu membuat kesialan dalam hidup saya selama ini" Bella merasa sedikit tersentuh mendengar cerita Andi. Ada perasaan sedih dibalik ungkapan hati Andi saat ini. Bella pun tanpa sadar memikirkan sesuatu hal yang buruk tentang Andi saat ini. Ada rasa simpati dan juga prasangka buruk terhadap Andi. Dari cerita Andi sebelumnya, karena te
"Ayo pak, kita makan di restoran disana dulu" ajak Bella. "Sudah saya bilang jangan panggil saya bapak" Andi menekukkan wajahnya tanda tidak terima dengan ucapan Bella tadi. "Baiklah, akan saya usahakan. Soalnya masih canggung pak". "Eh, Andi" mendengar Bella menyebut namanya tanpa embel-embel pak lagi membuat Andi tersenyum. "Nah, gitu dong. Jadi saya tidak berasa terlalu tua". "Kalau kamu mau bisa panggil saya dengan sebutan mas Andi" perkataan Andi sontak membuat wajah Bella merona merah karena tersipu malu. "Saya rasa kurang pantas saja kalau saya manggil dengan sebutan mas Andi. Takutnya akan terjadi kesalah pahaman" Bella mencoba untuk membentengi jarak antara mereka berdua. Dia tidak ingin nanti terhanyut dengan kata-kata manis Andi. Dia takut akan sakitnya patah hati. Mendapatkan sebuah kekecewaan dari orang yang dicintai nantinya. Seperti halnya yang telah dialami oleh mamanya. Pengalaman hidup mamanya lah yang membuatnya sedikit merasa trauma untuk menjalin hubungan. O
"Bella... " sapa seseorang. Mendengar ada yang memanggil namanya, Bella pun langsung menoleh. Suara tersebut terdengar begitu familiar di telinga Bella. Ketika dia melihat sosok yang memanggil namanya tadi, Bella langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Dia seperti terkejut melihat orang tersebut. "Andin" teriak Bella dan langsung menghambur memeluknya. "Ya ampun, kamu sekarang tambah keren dan tambah cantik saja" puji Bella kepada sosok wanita yang kini berdiri di hadapannya. "Kamu juga sekarang lebih cantik" balasnya lagi memuji Bella. "Kamu terlihat sangat begitu anggun dengan balutan hijab dikepalamu ini" kata Andin sambil membelai hijab Bella. "Kamu juga sekarang jauh lebih feminim dan menawan. Sekarang sudah tidak ada lagi Andin si cewek tomboy yang brutal" kekeh Bella. Hingga keduanya pun tertawa bersama. Semua karyawan yang ada direstoran tersebut memandangi mereka berdua. "Aish. Ada nyonya CEO rupanya". "Ciye.... Yang sudah jadi istri seorang CEO lupa sama kaw
"Maksud pak Andi apa ya?" untuk pertama kalinya Bella menampilkan wajah marahnya kepada Andi. Bella merasa jika Andi kini tengah mempermainkannya dengan mengakui jika dia adalah pria yang dia tolong tiga tahun yang lalu. "Kan sudah saya bilang jangan panggil saya pak kalau tidak sedang waktu bekerja" Andi masih tetap bersikap ramah dan tersenyum manis kepada Bella. Andin yang melihat senyuman manis Andi langsung meleleh, dia seakan merasa jika Andi bersikap begitu sangat manis kepada sahabatnya Bella. "Saya tidak peduli dengan hal itu, yang ingin saya tanyakan. Kenapa bapak berbicara seperti tadi? Malah mengaku jika bapak adalah pria yang saya tolong dulu". "Jangan-jangan bapak nguping pembicaraan kami ya". "Saya tidak menyangka jika bapak sepicik itu orangnya. Jangan mentang-mentang bapak itu suka sama saya jadi bapak menghalalkan segala cara untuk memiliki saya" ucap Bella dengan nada marah. Tapi Bella berbicara penuh percaya diri jika Andi sengaja mengatakan hal itu demi memenuh
Tamara sudah pulih, kini dia bersiap untuk memulai aksi balas dendamnya kepada Andi dan Bella. Setelah semua barang milik Gery dijual oleh Baron, kini dia memiliki sedikit modal untuk melakukan aksinya. Belum lagi uang yang tersimpan di rekening Gery yang lumayan banyak. Membuat Tamara tidak merasa miskin lagi. Kini dia tengah berencana untuk mengambil semua hartanya yang telah diberikan Gery kepada istrinya. Apalagi keberadaan istri Gery telah diketahui, Baron dan anak buahnya memang bisa diandalkan untuk masalah mencari tahu keberadaan istri Gery. Kehidupan Bella dan Andi pun juga selalu mereka awasi, apalagi sekarang gugatan cerai yang diajukan oleh Andi telah diputuskan. Secara resmi kini mereka telah bercerai. Membuat Tamara begitu membenci Andi dan Bella. "Kita lanjutkan rencana kita, sesuai rencana yang telah kita susun" ucap Tamara kepada Baron dan Ruby serta anak buah Baron. Sedangkan Tessa hanya duduk mengamati mereka sambil memakan buah apel yang sudah terpotong dalam piri
Ruby menggeledah isi kamar Gery, mungkin ada barang yang bisa menghasilkan uang. Sebab dia tahu sekarang Tamara tidak punya apa-apa lagi. "Memangnya apa yang kamu cari sih dari tadi" Tessa menggerutu melihat tingkah Ruby. "Aku lagi mencari barang yang berguna biar bisa dijual. Coba tante bantu aku nyari-nyari" ucap Ruby kesal karena tersinggung dengan ucapan Tessa bernada marah kepadanya. "Memang jenius kamu Ruby" wajah Tessa terlihat kegirangan dengan pemikiran Ruby yang tidak terpikir olehnya sebelum ini. Setelah bekerjasama, akhirnya lumayan banyak barang yang terkumpul oleh mereka berdua. Terdapat lima jam tangan mahal yang harganya tentu saja puluhan hingga ratusan juta. Ada tiga cincin berlian, satu sertifikat rumah atas nama Gery. Serta mereka menemukan kunci rumah dan juga kunci mobil. Mungkin kedua barang itu milik Gery tanpa sepengetahuan Tamara. "Sayang, bisa kamu cek alamat rumah ini. Cari tau siapa pemiliknya, apa rumah itu ditempati atau tidak?" Ruby meminta bantuan
Ruby memeriksa kondisi Gery yang sudah tidak bergerak lagi setelah mendapatkan pukulan dari Tamara yang tepat mengenai kepalanya. Sudah bisa dipastikan kalau Gery kini sudah meninggal apalagi genangan darah yang menghiasi lantai keramik putih apartemen kini terlihat begitu sangat kontras merah dan putih. Tamara masih terus saja berteriak dan menangis tidak karuan. Ruangan itu pun kini dipenuhi dengan darah, entah itu darah dari Gery ataupun darah Tamara. Ya , Tamara mengalami pendarahan yang hebat setelah mendapat tendangan dari Gery sebelumnya."Bagaimana sekarang Ruby" Tessa begitu panik dengan keadaan saat ini. Apalagi kondisi Tamara yang terlihat seperti orang gila. Namun tidak berapa lama kemudian Tamara jatuh pingsan karena tidak kuat lagi menahan rasa sakit akibat pendarahan dan rasa kekecewaan dihatinya. Semua kepedihan, semua kehancuran yang Tamara alami berputar-putar dalam kepalanya hingga membuatnya jatuh pingsan karena dia tidak bisa menerima kekalahannya."Tamara" teriak
"Pa, aku sudah menemukannya" ucap Listy pada sambungan telponnya. "Kini Nilam tengah terbaring lemah di rumah sakit pa. Semuanya sungguh diluar dugaan pa, seolah takdir telah bermain-main"."Aku tidak bisa menjelaskan semuanya pa, jika papa ingin tau keadaannya papa bisa datang kesini dan melihat kondisinya"."Dia sedang menderita kangker pa" Listy terisak berbicara dengan papanya di telpon. Dia sangat bersedih melihat kondisi sepupunya itu dengan kondisi yang begitu menyedihkan. Seandainya saja, dia menemukan Nilam lebih awal mungkin dia tidak akan menderita dan penyakitnya tidak akan separah ini. Listy merasa sangat begitu berterimakasih kepada Nilam yang kabur dari perjodohannya dengan Rudi di waktu lampau. Meski dia tau semua itu ulah suaminya sendiri yang membantu pelarian Nilam dengan kekasihnya. Sebab, jika dia tidak menggantikan posisi Nilam untuk melakukan perjodohan dengan Rudi. Dia tidak akan pernah tau betapa beruntung dirinya dicintai oleh Rudi. Listy bahkan tidak akan
Nilam bertemu dengan Rafly ditaman tempat mereka biasanya ketemuan. Pertemuan mereka dibantu oleh pengasuh Nilam sejak kecil. Bi Fatimah lah orang yang selalu membantu Nilam untuk bisa keluar dari rumahnya."Mas, aku mau mohon sama kamu bawa aku pergi dari sini. Kita kabur saja mas, aku tidak mau dijodohkan sama papa mas" Nilam menangis dalam pelukan Rafly. "Tapi sayang, aku tidak ingin dianggap lelaki pengecut sama papamu karena membawamu pergi dan kabur dari sini" Rafly mencoba untuk menenangkan Nilam dan memberikan pengertian kepadanya bahwa yang dia katakan itu salah. "Tapi aku tidak mau dijodohkan dengan Rudi mas, aku menganggap dia seperti kakakku. Dia pun juga begitu, dia hanya menganggap aku seperti adiknya. Rasanya sulit bagi kami untuk menerima perjodohan ini mas" Nilam menjelaskan. Sebab, dia tau Rafly kadang merasa cemburu dengan Rudi. Dia pun yakin jika Rudi juga tidak menginginkan perjodohan ini. Apalagi dia tahu Rudi sedang mencari perempuan yang sudah membuat dirinya
"Nilam, besok malam kamu dan Rudi akan melangsungkan pertunangan" ucap Bima tiba-tiba saat mereka sedang makan malam. Anjas dan Marina hanya terdiam mendengar ayah dan ayah mertuanya memberitahukan berita baik tersebut. Namun itu justru merupakan berita petaka bagi Nilam."Maksud papa apa?" jawab Nilam lembut. Dia tidak berani menatap mata Bima, karena dia tahu betapa kerasnya watak sang papa. "Apa telingamu sudah tuli Nilam?" kalimat yang terdengar begitu singkat diucapkan oleh Bima tapi terasa bergidik bagi siapapun setelah mendengarnya."Tapi pa aku sama Rudi cuma..." belum sempat Nilam menyelesaikan kalimatnya. Bima meletakkan garpu dan sendoknya ke meja dengan begitu nyaringnya. Seperti dia tengah menggebrak meja makan pada saat itu. Suasana pun seketika menjadi hening, tak ada aktivitas tengah makan lagi diantara semuanya. Baik Nilam, Anjas maupun Marina."Tidak ada kata penolakan atau alasan apapun. Pokoknya besok malam kamu dan Rudi akan melangsungkan pertunangan" Bima menata
Rudi menatap sedih melihat kondisi Nilam yang memprihatinkan saat ini. Ada rasa penyesalan didirinya karena membiarkan Nilam waktu itu pergi bersama Rafly. Rudi lah orang yang membantu Nilam untuk kabur dengan Rafly karena hubungan mereka tidak direstui oleh ayah Nilam. Ayah Nilam berniat ingin menjodohkan Nilam dengan dirinya. Namun Nilam menolak perjodohan tersebut, apalagi perjodohan tersebut dilakukan karena menguntungkan untuk bisnis kedua keluarga. Nilam tidak ingin dianggap sebagai barang yang dijadikan ajang untuk kepentingan dua keluarga yakni keluarga Dewantara dan keluarga Wardana. Rudi pun tidak menginginkan hal tersebut, karena kini dia sedang jatuh cinta dengan wanita misterius yang baru ditemuinya. Rudi juga tengah mencari-cari keberadaan si gadis misterius yang sudah memikat hatinya pada pertemuan pertamanya. Jadi dia juga menolak perjodohan dirinya dengan Nilam. Karena dirinya menganggap Nilam seperti adiknya sendiri. ***𝘍𝘭𝘢𝘴𝘩𝘣𝘢𝘤𝘬***Rudi tengah menunggu ked
"Eh Ruby, kamu bisakan menggugurkan kandungan?" tanya Tessa kepada Ruby, dia tidak setuju jika Tamara ingin mempertahankan kandungannya tersebut. Cukup sekali dia membiarkan Tamara mempertahankan kandungannya, hingga akhirnya hanya menyusahkan kehidupan mereka saja. Dan Tessa tidak hal itu terulang lagi. "Tergantung usia kandungannya juga tan, kalau masih muda bisa digugurin dengan obat sih tan. Biasanya digunakan oleh oknum tertentu secara ilegal" jawab Ruby. Secara dialah seorang perawat yang jelas tahu tentang masalah aborsi yang biasa dilakukan teman- teman sejawatnya. "Baguslah kalau begitu, sebaiknya kamu gugurin kandunganmu itu secepatnya Tamara. Mama tidak mau direpotkan dengan masalah kehamilan kamu ini" perintah Tessa kepada Tamara. Dengan raut wajah yang kesal karena telah mengalami hari yang buruk hari ini. "Mah, bisa nggak sih mulut mama itu diam nggak ngoceh terus. Kepalaku rasanya mau meledak tau mah"."Coba kebawelan mama itu dikurangi, stress aku kalau begini terus
"Ma...." kata Tamara. Wajahnya memucat saat melihat kondisi Wulan yang tidak bergerak sama sekali. Tubuhnya lemas terkulai, padahal sebelumnya ia telah mengutuk Wulan agar secepatnya mati. Namun, setelah melihat tubuh kaku Wulan yang tak bergerak. Membuat tubuh Tamara gemetar ketakutan. "Apakah dia sudah mati ma?" tanya Tamara gagap. "Aku tidak tahu, mama juga tidak tahu". "Kamu itu bodoh sekali, kenapa kamu harus menekan bantalnya begitu kuat? Seharusnya kamu itu hanya menakutinya saja". "Kalau dia beneran mati. Kita bakalan akan masuk penjara. Kita ini sudah hampir masuk penjara. Tapi sekarang kamu hanya menambah dan memperburuk situasi saat ini" gumam Tessa dengan nada marah kepada Tamara. "Sebaiknya kita pergi dari sini saja ma. Kalau ada yang melihat perbuatan kita, kita tidak bisa kabur lagi" usul Tamara yang memucat karena takut. "Aku tidak mau masuk penjara ma. Aku tidak mau" Tamara terlihat sangat ketakut