"Eh itu--"Tatapan kebingungan terlihat di wajah David yang kini mengarahkan pandangannya pada Reza.Bodoh! Kau sudah berhasil membuat kakekku menjebakku.Tapi keluhan Reza ini memang hanya ada di dalam hatinya meski pandangan matanya jelas membuat David tahu apa yang ada dalam benak pria itu.Kalau kau bilang padanya kau memang laki-laki yang memiliki dua sisi ketertarikan itu akan lebih bagus. Dia pasti akan berpikir aku membawamu ke sini untuk menutupi semua penyimpanganku.Reza memang sudah yakin sekali kalau kakeknya tahu David bukan pria golongan timun makan timun. Tapi Reza juga paham kalau kakeknya itu tidak pernah asal bicara.Dan kini apa lagi yang bisa dia lakukan kalau sudah melihat David terjebak begini?Mungkinkah dia bisa membawa keluar Marsha dan Rania dari mansion tersebut selama David mengajak berkeliling kakeknya?Tapi bagaimana dengan barang-barang yang berada di dalam kamar itu? Aku tentu tidak akan pernah bisa menutupi semuanya. Termasuk ruangan bermain dan menutu
Aish. Seperti biasa, pagi-pagi begini dia sudah pergi. Kupikir dia akan menungguku disini sampai aku bangun.Sementara itu di satu ruangan di saat seorang wanita baru saja membuka matanya dan melihat kalau dirinya sudah sendirian di atas pembaringannya, ada rasa kesal tapi juga dia senyum-senyum sendiri mengingat kejadian tadi malam."Reza."Nama itu disebut oleh bibirnya dan hanya bisa didengar oleh telinganya saja saat pikirannya melambung jauh.Sssh, Reza, aku sudah sangat merindukannya. Oh ya, apa dia keluar untuk mengecek kondisi kesehatannya? Tapi dokter di sini cantik sekali. Aku tidak ingin dia hanya berdua dengan dokter itu. Kenapa dia tidak menungguku ya? Hahaha. Dia akan menertawaiku kah kalau dia tahu aku cemburu padanya?Senyum kecil itu terlepas dari bibirnya begitu saja tanpa peduli dengan pelayan yang ada di sekitarnya saat Rania duduk."Selamat pagi Nyonya Clarke.""Apa Tuan kalian itu menyuruhmu untuk memanggilku dengan cara seperti tadi? Nyonya Clarke?""Betul sekali
Sementara itu sebelum pertemuan."Jadi semua jawaban yang sudah kuberikan padamu itu apa sudah membuatmu cukup yakin untuk membuka rahasiamu padaku Reza?"Hampir sejam mereka berdiskusi dan Vladimir juga sudah menjawab semua pertanyaan yang diberikan Reza padanya tanpa dia memberikan pertanyaan balik.Kakek Reza tahu bagaimana dia berbisnis dan berdiskusi dengan seseorang. Dia sangat menghargai sekali Reza yang sedang bicara dan memang tidak menyelaknya.Sampai pria itu diam barulah Vladimir bertanya.Dia hanya ingin meyakinkan apakah Reza masih punya pertanyaan atau tidak."Kakek, apa kau benar menginginkan seorang cicit?""Aku tidak menginginkan seorang cicit Reza."Vladimir malah bercanda begini dengan senyum di bibirnya yang membuat Reza berpikir ulang."Jadi kau ingin lebih dari seorang cicit?""Iya kau tahu, Reza. Aku hanya punya dirimu saja dan ini menyusahkan. Aku tidak bisa memilih cucu mana lagi yang bisa jadi penerusku. Hanya kau. Padahal aku punya dua anak tapi aku cuma pun
"Iya Kakek. Rania keturunan keluarga Rahardja seperti yang Kakek katakan."Belum ada jawaban dari kakeknya saat menatap mata Reza yang sangat yakin sekali dengan jawabannya. Tapi di sini Rania mulai khawatir sesuatu.Ada apa dengan keluargaku?"Sejak kapan kau tahu dia anak keluarga Rahardja?"Dan sebetulnya Rania juga ingin tahu ada apa dengan keluarganya dan hubungan dengan keluarga Reza sampai wajah kakeknya Reza terlihat begitu mengerikan.Pria sepuh itu tadinya terlihat baik-baik saja dan tersenyum ramah. Tapi semuanya berubah saat dia membaca nama belakang Rania."Tapi tidak perlu dibahas dulu sekarang. Bukan sesuatu yang penting."Cuma sayang keingintahuan Rania terpotong dengan ucapan Vladimir yang makin membingungkannya."Terima kasih sudah melahirkan Marsha dan mewariskan kecantikanmu padanya," sesaat kemudian, Vladimir menatap Rania dan kembali mimik wajahnya berubah.Sangat cepat dan membingungkan untuk Rania."Nah, Reza. Apa mainan favorit Marsha? Aku ingin bermain dengann
"Kenapa kau senyum-senyum padaku, David?"Di ruang kerjanya setelah Reza menghempaskan tubuhnya duduk di kursi kerja, David yang senyum-senyum memang mengganggunya."Iya, aku memang senyum-senyum. Selamat untukmu, Reza."Dan sambil berjalan mendekat pada Reza, lalu duduk di kursi di seberang meja kerja Reza, David mengucapkan kata-kata itu tanpa menghilangkan senyum penuh makna di bibirnya."Tidak percuma apa yang kau lakukan pada kakekmu beberapa bulan terakhir ini. Menemaninya naik gunung, main golf, mancing, apalagi ya? Banyak sekali. Sampai aku pun pusing dengan semua kegiatan kalian. Tapi ini membuahkan hasil. Begitukah caramu membujuk kakekmu?"Reza belum menjawab. Dia masih membuka lembaran berkas di mejanya dan mencocokkan dengan data di laptopnya."Hei, aku bicara padamu sebagai seorang teman bukan sebagai asistenmu!""Aku tidak menerima teman di ruang kerjaku."David kembali mencebik."Kau menunjukkan pada kakekmu kalau kau mencintai wanita itu. Kau mengatakan padanya kau men
"Hei Reza, Apa yang sedang kau pikirkan sampai kau serius sekali begitu?"Reza kepikiran tentang obrolannya di boat bersama dengan kakeknya yang membuatnya sejenak tidak fokus pada David."Bagaimana tebakanku? Jadi benar itu caramu untuk meluluhkan kakekmu demi menerima Rania dalam keluarga kalian?""Tidak adakah pertanyaan lain yang bisa kau berikan padaku?" "Eish, tak ada lah. Jawab dulu pertanyaanku yang tadi itu. Benar tidak?""Kau memaksa bosmu untuk bicara sesuatu yang tidak penting?""Tak peduli aku, jawab dulu saja yang tadi itu."Cuma kalau mereka sedang berdua begini, David tahu Reza tidak akan serius padanya. Karena itulah dia berusaha untuk membuat Reza mau jujur padanya."Dan kakekmu benar. Cincin pernikahan dari nenekmu dengan kakekmu kan sudah diserahkan pada ayahmu dan diserahkan pada ibumu. Lalu mendiang ibumu pasti menyimpan cincin nikah itu kan? Kau pasti yang menyimpannya. Kenapa kau belum memberikan itu pada Rania? Apa benar yang kau bilang kalau kau menunggu res
Yes! Ini memang yang kutunggu-tunggu.Hampir setiap malam Rania tidak bisa tidur karena dia ingin menunggu Reza. Kapan pria itu kembali dan dia bisa mempertanyakan semua yang membebani pikirannya.Termasuk masalah hadiah yang diberikan oleh kakek Reza.Panggilan yang tadi diberikan Reza di pintu seperti panggilan dari surga untuknya.Perlahan dia bangun dari tempat tidur tak mengganggu tidur Marsha dan dia menghampiri Reza di pintu masuk."Kau tahu sudah berapa lama aku menunggumu, Za?"Rania diangkat oleh kedua tangan Reza sehingga saat ini dia tidak perlu berjalan, tapi sudah berada di gendongan pria itu.Reza membawa Rania ala bridal style menuruni tangga dari kamar putrinya menuju ke kamar Rania di lantai dasar.Tapi saat Rania bertanya begitu memang Reza tak mau mengutarakan apapun."Kau sengaja bukan tidak mau menjawabku, Reza? Dan masalah kalung ini--""Sweet J, diam. Kita akan bicara di kamar nanti."Bisa apa Rania kalau Reza sudah memutuskan begitu?Ada senyum di bibirnya dan
"Za. Kenapa tidak mau menjawabnya?"Tapi sayangnya memang Reza tidak mau menggubris Rania dan dia malah melanjutkan lagi membersihkan tubuh wanita itu."Jawab aku, Za!"Cuma kali ini Rania sedikit memaksa.Dia ingin tahu apa yang ada dalam benak Reza dan juga pikiran Vladimir saat menyebut nama keluarganya.Dua setengah bulan bukan waktu yang singkat untuk Rania menahan diri dari pertanyaan yang membuat pikirannya hampir meledak."Jangan buat janinku stress, Sweet J."Cuma lagi-lagi bukan menjawab, Reza justru menaruh tangannya di atas perut Rania dan bicara begitu.Inginnya Rania mengangguk saja dan setuju dengan rencana Reza.Tapi sayang pikirannya sudah meledak-ledak."Bagaimana aku nggak stres, Za. Aku sudah dua setengah bulan ini khawatir sekali kakekmu membenciku. Lagian tidak ada pembicaraan diantara kita dan aku takut sekali. Malah sudah kupikirkan kalau kita tidak mungkin bisa bersama.""Anakku adalah anak laki-laki. Kalau dia kenapa-napa di dalam sana dan dipenuhi dengan piki
Delima: Mana ku tahu. Dia baru kembali beberapa jam yang lalu. Mungkin dia ingin memberikan surprise padamu.Shaun, dia menempuh kuliah S1 dan S2-nya di Jepang dan semuanya mendapat beasiswa. Hari ini kepulangannya dan Alila sungguh tak percaya kalau temannya itu sudah datang tanpa meneleponnya.Alila: Berikan teleponnya padanya.Shaun: Hai Alila.Delima pun menurut. Dan kini suara seseorang sudah membuat Alila begitu murka padanyaAlila: Kau. Sahabat macam apa kau pulang tidak bilang-bilang padaku?Shaun: Dengar dulu, aku-Alila: Tak mau. Aku lagi marah padamu Shaun.Yah, sudah terbayang memang bagaimana kesalnya Alila karena tidak diberitahukan tentang kedatangan pria itu. Padahal selama ini komunikasi mereka cukup lancar. Tapi kenapa dia harus tahu dari orang lain tentang kedatangan Shaun?Shaun: Baiklah, aku minta maaf, aku ingin kasih kejutan padamu.Alila: Maafmu tidak diterima. Cepat temui aku di plaza dan bantu aku mengurus empat monster kecil ini. Bawa juga Delima. Dia yang pa
"Alila, kau dengar aku tidaaaak?""Dengaaaar, sabarlah Darwin, kan aku masih berpikir!"Entah kenapa Alila jadi mengingat ini. Sampai dia diam beberapa detik dan Darwin mengomel.Bayangan tentang Arthur memang tidak bisa dilupakannya dengan mudah. Ini yang membuatnya kembali menunjuk pekerjaan pada Darwin."Jangan bilang kau akan menunda lagi. Atau jangan-jangan kau menunda terus supaya aku berpaling dari Delima padamu.""Dih, kau pikir aku menyukaimu Darwin? Ish.""Habis, lama sekali sih. Aku sudah tidak sabar. Apa kau tidak mendukungku bersama dengannya dan hanya menipuku selama ini?"Darwin memang tidak sabaran. Delima memang sangat cantik sekali dan Darwin menyukainya sejak pandangan pertama. Alila jadi terkekeh lagi melihat bagaimana kesalnya Darwin padanya.Hubungannya dengan Darwin tidak se-kaku hubungan antara Reza dengan David. Mereka tak pakai panggilan resmi. Di tempat kerja, panggilan nama seperti ini juga tak masalah. Tak jarang mereka juga ribut satu sama lain di depan k
"Amar, Caca akan melahirkan!"Cuma sebelum siapapun merespon, Alila sadar duluan. Darah segar pun mengalir begitu saja yang membuat Amar cemas, Alila memekik."Kenapa kau diam saja? Cepat bawa istrimu ke dalam!"Reza juga panik. Dia segera mungkin membuka ruangan dan memanggil dokter untuk mempersiapkan operasi kedua yang jaraknya bahkan tak lebih dari seperempat jam dari Rania yang baru selesai.Caca tidak bisa diminta lahiran normal karena masalah di kepalanya dikhawatirkan akan mengganggu kesehatannya.Sekarang saja masalah di otaknya belum sembuh betul. Ya memang kondisinya sudah lebih baik. Caca bisa bertahan mengingat seseorang lebih dari seperempat jam. Bahkan rekor, pernah setengah jam dia tak bertanya dan bisa fokus ke obrolan tanpa gangguan. Tapi tetap saja, lahiran normal ini resiko berat."Papa. Amar. Bisa tidak sih kalian tidak bolak-balik? Mengganggu penglihatanku saja!"Tadi saat Rania melahirkan, Reza masih bisa tenang hanya menggenggam tangan Alila dan merangkul putri
"Aku tidak jadi bicara denganmu. Akan kupikirkan lagi bagaimana aku harus menyingkirkanmu!"Lagi-lagi jawaban yang membuat kepala David pening."Reza kau ingin aku mengundurkan diri kah?"Amar tak mengerti apa yang sedang mereka perdebatkan tapi sepertinya dia melihat sisi positif dari sikap David yang menekan Reza ini."Kau tidak perlu mengundurkan diri kalau Reza memang membenciku, David. Dia masih berpikir kalau aku ingin merebut Rania-""BUKAN HANYA RANIA!" Reza memekik."Kau pikir masalahku denganmu hanya karena itu? Aku membencimu karena kau selalu mengganggu hidupku, selalu mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku."Bingung juga Amar mencernanya. Karena dia merasa tidak mengambil apapun dan bahkan dia sudah mengembalikan Rania kepada Reza.Dia tidak mengganggu hubungan mereka selama mereka bersama, dia tidak datang kecuali dia ingin mengecek DNA Caca barulah dia muncul."Sudah Amar, tidak perlu dipikirkan. Reza hanya cemburu tentang Marsha. Kau bersama dengan Marsha dari d
"Kau jaga Marsha. Aku akan bicara dengan suaminya tentu dia sendirian di dalam kamarnya, temani dia."Tapi Reza tidak mengizinkan Alila ikut.Dan putrinya pun menurut meski saat ini David yang melihat ini dia menatap tak suka pada Reza."Kenapa kau?""Aku ikut kau bicara dengannya. Tapi jika kau berani mencoba mengganggunya maka aku akan menyelamatkannya Reza. Kau temanku tapi aku tahu kalau menyerang Amar adalah tindakan yang salah."Ini hanya sebatas kekhawatiran David kalau Reza akan melakukan tindakan yang sama seperti yang dilakukan oleh kakeknya Frederick dulu. Bersikap baik pada Rania tapi di belakang dia menusuk Rania. Membuat wanita itu kesulitan dan bahkan Frederick adalah orang yang patut disalahkan untuk semua kejadian yang menimpa Marsha.Tidak mungkin Marsha diculik dan mengalami luka di kepalanya yang parah jika Frederick melindunginya."Kau ingin menentangku?"Dan tentu saja pembicaraan ini terjadi setelah Alila keluar dan dia menuju kamar Caca dan Amar. Reza mengingin
"Papa?""Papa Reza, Marsha.""Sssh, Papa Rezanya Marsha, om Amar?""Hm, papanya Marsha. Papanya Marsha juga sudah kangen sekali dengan Marsha dan ingin sekali memeluk Marsha."Ada senyum dari wanita yang sedang ada dalam rangkulan Amar itu dan Reza juga menegang saat Amar mengatakannya.Tidak terbesit dalam pikiran Reza sama sekali kalau Amar akan membahas tentang dirinya pada Marsha dengan cara seperti ini setelah sebulan lebih Reza terus berpikir negatif tentang Amar dan cemburu padanya."Baca ini Reza."Amar memberikan handphone yang diambil David agar Reza baca.[Reza kemarilah. Putrimu yang ini juga ingin dipeluk olehmu. Dia memegang tanganku kencang sekali saat kau memeluk adiknya, Alila.]"Eh tentu Papa, kau harus memeluknya."Alila yang mengintip isi pesan itu, melepaskan diri dan dia khawatir sekali kalau kakaknya akan cemburu padanya.Dia meninggalkan Reza sendiri dan memberikan jarak agar papanya bisa mendekat pada Marsha di mana Amar juga memberikan jarak."Om Amar, dia pa
"Kenapa kau bicara begitu tentang Arthur? Kau siapa?" Caca sudah lupa lagi tentang siapa Alila.Tapi setiap kali membicarakan Arthur memang Caca selalu melindunginya dan ini yang membuat Amar tak setuju dengan rencana Alila."Tidak Alila. Aku tidak yakin. Kita akan melihat nanti seiring dengan berjalannya waktu.""Tapi kan ini sudah pasti. Dia menculikku!" sanggah Alila tak terima."Saat aku bertemu dengan mamamu untuk kedua kalinya dan dia hilang ingatan, tidak mengenal tentang Reza, aku sangat yakin sekali kalau papamu itu adalah orang yang sangat jahat. Dia menculik mamamu dan berusaha untuk membuat mamamu menyukainya. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, aku bisa melihat kalau Reza tidak seburuk yang dikatakan oleh Giyan. Jadi kurasa waktu selalu bisa menunjukkan siapa orang itu sebenarnya. Hanya perlu menunggu saja."Amar mengembalikan semuanya pada kejadian itu dan matanya kembali menatap Reza."Amar kau tidak percaya padaku kah? Aku sendiri yang bicara dengan ayahnya!"Ketim
"Tidak Amar kau salah jika berpikir kalau Arthur adalah orang baik. Justru semua masalah ini diawali darinya!"Tapi saat itu juga Alila menepis semua pikiran Amar tentang kebaikan Arthur. Dia mencoba memblok dirinya dan tidak mau terbuai dengan perasaannya lagi.Dia yakin sekali Arthur adalah sumber permasalahannya. Pria itu sangat jahat padanya dan keluarganya. Alila hanya ingin memperingati dirinya untuk membenci Arthur."Alila, apa maksudmu?" tapi sebetulnya Amar tidak setuju"Lagipula dia sudah tidak ada lagi di dunia ini. Dia sudah mendapatkan karmanya. Dia sudah mati. Jadi tak perlu dibahas lagi Amar."Reza kau berhasil menyingkirkan Arthur berarti sebentar lagi kau juga berusaha untuk menyingkirkanku karena keegoisanmu dan merasa dirimu yang paling benar. Tapi aku tidak akan pernah menyerah dan aku tidak akan pernah membiarkan Caca pergi dari hidupku. Apapun yang kau akan lakukan padaku, aku akan bertahan demi istriku.Cuma saat itu juga pikiran Amar memperingatkan dirinya kala
"Tuan pasien sudah bisa dibawa ke ruangan opname. Dan kami akan membawanya sekarang."Melihat kondisi Caca yang sedang tertidur sudah mulai stabil lagi, perawat menginfokan. Lagi pula dia sudah ada di dalam ruang observasi lebih dari dua jam.Mereka tidak bisa melakukan apapun untuk ingatannya agar kembali pulih seperti dulu. Tapi dari luka fisiknya tidak ada yang bermasalah. Luka di kepalanya juga stabil dan ini jadi pertimbangan dokter untuk memindahkan Caca ke kamar pasien.Dan kejadian ini berlangsung setelah kepergian Reza sekitar setengah jam."Baik. Kalau begitu silakan dipindahkan sekarang."Amar mengizinkan. Dan selama proses pemindahan dia tidak pergi ke manapun. Dia tetap menemani Caca di samping tempat tidurnya yang didorong oleh perawat ke ruangan opname.Amar juga hanya menunggu Caca di dalam ruangan itu sambil sesekali dia melihat handphonenya dan mengirim pesan untuk mengurus masalah bisnisnya juga.Bukan hanya masalah bisnis, ibunya yang ingin pamit pulang ke Indonesi