Haduh, aku sudah terlambat pulang. Gimana nih?
Sambil berlari kecil setelah meninggalkan ruangan papanya, Alila memang merasa khawatir. Tapi Alila berhasil menutupi semua ekspresinya selama menuruni lift dan melewati lobi. Dia tidak mau papanya sampai melihat ke CCTV bagaimana dirinya panik. Tapi mimik wajahnya memang berubah saat Alila sudah masuk ke dalam taxi yang disiapkan Reza.
Habislah aku ini!
Kecemasan Alila mulai tampak. Alila mencoba menanggulanginya dengan berpikir positif kalau dirinya tidak bersalah. Dia memang diminta papanya untuk datang karena permasalahan dengan Rich. Bukankah dia bisa menjelaskan ini pada Arthur?
Alila tidak melakukan kecurangan apa pun. Ini yang coba ditekankan olehnya dalam hatinya untuk menekan pressurekengeriannya dengan kemar
(Beberapa menit sebelumnya)Aku tahu kau tidak menutup pintumu. Sengaja aku bicara begitu supaya kau tahu kalau aku tidak punya perasaan padamu. Jangan kau berharap karena aku melakukan itu denganmu, maka aku sudah memberikan hatiku padamu. Cih! Setelah mengurus Caca, aku pasti akan membuat perhitungan denganmu! bisik di dalam hati Arthur ketika dia baru saja selesai diajak bicara oleh Caca.Pelan, tapi Arthur mendengar pintu tertutup. Dia yakin sekali kalau tadi Alila pasti menguping sedikit banyak. Cuma,Caca sepertinya dia tidak sadar soal ini dan membuat Arthur lega."Makananmu sudah habis. Ayo aku antarkan dulu ke dalam kamar dan nanti perawat akan menemanimu.""Oh
"Kau masih bertanya apa salahmu?"PLAAAK!Tadi Rich baru saja menampar pipinya. Dan papanya baru saja mengobati pipinya sampai Alila merasa lebih baik karena pipinya sudah tidak terasa bengkak dan sakit. Tapi kini, di tempat yang sama kakaknya memukul, Alila kembali mendapatkan pukulan di sana. Sungguh membuat hatinya merasa sesak. Memang apa salah dirinya?"Arthur, sakit."Belum sempat Alila memberikan pertanyaan, tapi rambutnya sudah kembali dijambak dan pria itu tidak memberikan toleransi sudah menarik tubuh Alila."Arthur, lepaskan, sakit!"Dia menjambak sangat kencang sekali. Jelas saja ujung-ujung akar rambut Alila merasakan perih. Alila juga merasakan beberapa helai rambutnya seakan-akan lepas dari akarnya. Membuat kepalanya bena
Cih. Kurasa aku tidak harus mengangkat teleponnya.Arthur malas, dia lagi-lagi membiarkan telepon itu berbunyi sampai mati. Setelah itu dirinya menuang lagi minuman di dalam gelas. Tapi sayangnya sebelum dia berhasil meneguknya teleponnya kembali berdering.Arthur: Kau mau apa Rich?Rich: Hey. Kau sedang mabuk kah? Kau sedang ada acara di klub sekarang?Arthur: Jangan basa-basi. Walau mabuk, aku tetap masih sadar. Bicara saja, kenapa kau menghubungiku?Malas-malasan Arthur mendengarnya. Tapi dia memang memiliki toleransi minum yang cukup tinggi. Sa
Jadi dia tidak cerita pada Rich tentang Caca? Arthur merasa tak enak dan dia baru saja keceplosan sesuatu yang membuatnya meringis.Arthur: Menghilang. Maksudku dia menghilang bukan aku bertemu dengannya.Arthur bahkan harus berusaha bicara selugas mungkin agar tidak dicurigai oleh Rich.Rich: Ah, untuk itu, Kurasa aku menemukan satu clue tentang keberadaannya.Ini juga membuat Arthur menelan salivanya karena dia khawatir Rich sudah tahu di mana Caca berada.Arthur: K
Kenapa aku tidak kepikiran?Dokter memberitahu sesuatu pada Arthur yang membuat dirinya cepat-cepat menutup telepon dan segera mungkin keluar menuju ke lantai atas"Suster aku butuh bantuanmu dulu!"Ya sang dokter memberitahukan kalau di sana ada suster yang merawat Caca kalau memang ada sesuatu yang penting bisa dia temui dulu suster itu untuk memberikan pertolongan pertamaDokter yang ditunggu oleh Arthur baru akan tiba di apartemen itu mungkin sekitar setengah jam lagi.Arthur yang sudah tidak sabar dan khawatir sangat dengan kondisi Alila memin
"Apa yang terjadi padaku?"Sementara itu di sebuah kamar, pagi itu seseorang baru saja membuka matanya dan mencoba mengembalikan semua ingatan ke dalam benaknya."Arthur, kau tahu apa yang sudah kau lakukan padaku? Dan sekarang kau mengobatiku, kah?"Dia bisa mengambil kesimpulan seperti itu karena melihat infusan yang masih menggantung dan jarum infusan yang masih menempel di tangannya. Bibirnya tersenyum kecut setelah mengingat apa yang terjadi tadi malam. Sesuatu yang mengerikan. Dia tidak pernah menyangka kalau Arthur akan melakukan hal seperti itu padanya."Mungkin selama ini aku salah menilaimu. Atau mungkin aku datang di waktu yang tidak tepat, karena mungkin kau memang tidak menginginkanku. Kau tidak mencintaiku."Sejujurnya, Alila sudah pupus harapan dan dia seper
Apa dia sudah tidak marah lagi padaku?Rich bingung, tapi dia tetap mengikuti gandengan tangan Alila masuk lagi ke dalam lift. Meski sebetulnya Rich masih bertanya-tanya apakah betul adiknya sudah tidak lagi marah padanya."Hmm ... Alila, ada yang ingin kau bicarakan padaku?"Makanya di dalam lift, saat mereka hanya tinggal berdua, Rich ingin tahu apa sebetulnya yang ingin dikatakan oleh Alila."Oh, tadi kau ingin bertemu dengan Arthur, kah?""Ya, tapi sebenarnya aku juga ingin bertemu denganmu. Aku tidak bisa tidur karena masalah kemarin. Hmm, aku minta maaf, Alila. Aku sudah kelewatan. Tidak seharusnya aku memukulmu seperti itu dan tidak seharusnya juga aku memakimu di depan umum. Aku tidak bisa menjaga adikku.""Ah!" Alila h
"Terima kasih, Arthur. Kau benar-benar menjagaku dan aku jadi tidak enak padamu. Bukan hanya kata-kata, tapi aku benar-benar tidak enak padamu. Mungkin aku pulang saja?""Ssst!"Setelah Arthur memberikannya obat, Caca merasa sangat bahagia sekali dengan keberadaan Arthur di sisinya dan kini Arthur pun menaruh jari telunjuknya di bibir Caca untuk membuat wanita itu tidak terlalu banyak bicara yang tak diinginkannya."Tidak perlu merasa tidak enak padaku. Dan kau sudah terlalu banyak membahas masalah ini.""Aku benar-benar merasa tidak enak dan aku kepikiran sesuatu. Entahlah. Apa mungkin keluargaku tidak baik-baik saja atau kenapa juga tidak tahu. Hatiku serasa tak enak saja. Mungkin aku harus pulang dulu?"Caca memang merasa ada yang salah. Seperti ada sesuatu yang hilang dalam dirinya dan dia kepikiran sekali. Cuma memang dia tidak tahu apa permasalahannya yang membuat dirinya tidak nyaman, padahal Arthur adalah pria yang diidamkannya selama ini.Cuma, kenapa aku seperti merasa koson
Delima: Mana ku tahu. Dia baru kembali beberapa jam yang lalu. Mungkin dia ingin memberikan surprise padamu.Shaun, dia menempuh kuliah S1 dan S2-nya di Jepang dan semuanya mendapat beasiswa. Hari ini kepulangannya dan Alila sungguh tak percaya kalau temannya itu sudah datang tanpa meneleponnya.Alila: Berikan teleponnya padanya.Shaun: Hai Alila.Delima pun menurut. Dan kini suara seseorang sudah membuat Alila begitu murka padanyaAlila: Kau. Sahabat macam apa kau pulang tidak bilang-bilang padaku?Shaun: Dengar dulu, aku-Alila: Tak mau. Aku lagi marah padamu Shaun.Yah, sudah terbayang memang bagaimana kesalnya Alila karena tidak diberitahukan tentang kedatangan pria itu. Padahal selama ini komunikasi mereka cukup lancar. Tapi kenapa dia harus tahu dari orang lain tentang kedatangan Shaun?Shaun: Baiklah, aku minta maaf, aku ingin kasih kejutan padamu.Alila: Maafmu tidak diterima. Cepat temui aku di plaza dan bantu aku mengurus empat monster kecil ini. Bawa juga Delima. Dia yang pa
"Alila, kau dengar aku tidaaaak?""Dengaaaar, sabarlah Darwin, kan aku masih berpikir!"Entah kenapa Alila jadi mengingat ini. Sampai dia diam beberapa detik dan Darwin mengomel.Bayangan tentang Arthur memang tidak bisa dilupakannya dengan mudah. Ini yang membuatnya kembali menunjuk pekerjaan pada Darwin."Jangan bilang kau akan menunda lagi. Atau jangan-jangan kau menunda terus supaya aku berpaling dari Delima padamu.""Dih, kau pikir aku menyukaimu Darwin? Ish.""Habis, lama sekali sih. Aku sudah tidak sabar. Apa kau tidak mendukungku bersama dengannya dan hanya menipuku selama ini?"Darwin memang tidak sabaran. Delima memang sangat cantik sekali dan Darwin menyukainya sejak pandangan pertama. Alila jadi terkekeh lagi melihat bagaimana kesalnya Darwin padanya.Hubungannya dengan Darwin tidak se-kaku hubungan antara Reza dengan David. Mereka tak pakai panggilan resmi. Di tempat kerja, panggilan nama seperti ini juga tak masalah. Tak jarang mereka juga ribut satu sama lain di depan k
"Amar, Caca akan melahirkan!"Cuma sebelum siapapun merespon, Alila sadar duluan. Darah segar pun mengalir begitu saja yang membuat Amar cemas, Alila memekik."Kenapa kau diam saja? Cepat bawa istrimu ke dalam!"Reza juga panik. Dia segera mungkin membuka ruangan dan memanggil dokter untuk mempersiapkan operasi kedua yang jaraknya bahkan tak lebih dari seperempat jam dari Rania yang baru selesai.Caca tidak bisa diminta lahiran normal karena masalah di kepalanya dikhawatirkan akan mengganggu kesehatannya.Sekarang saja masalah di otaknya belum sembuh betul. Ya memang kondisinya sudah lebih baik. Caca bisa bertahan mengingat seseorang lebih dari seperempat jam. Bahkan rekor, pernah setengah jam dia tak bertanya dan bisa fokus ke obrolan tanpa gangguan. Tapi tetap saja, lahiran normal ini resiko berat."Papa. Amar. Bisa tidak sih kalian tidak bolak-balik? Mengganggu penglihatanku saja!"Tadi saat Rania melahirkan, Reza masih bisa tenang hanya menggenggam tangan Alila dan merangkul putri
"Aku tidak jadi bicara denganmu. Akan kupikirkan lagi bagaimana aku harus menyingkirkanmu!"Lagi-lagi jawaban yang membuat kepala David pening."Reza kau ingin aku mengundurkan diri kah?"Amar tak mengerti apa yang sedang mereka perdebatkan tapi sepertinya dia melihat sisi positif dari sikap David yang menekan Reza ini."Kau tidak perlu mengundurkan diri kalau Reza memang membenciku, David. Dia masih berpikir kalau aku ingin merebut Rania-""BUKAN HANYA RANIA!" Reza memekik."Kau pikir masalahku denganmu hanya karena itu? Aku membencimu karena kau selalu mengganggu hidupku, selalu mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku."Bingung juga Amar mencernanya. Karena dia merasa tidak mengambil apapun dan bahkan dia sudah mengembalikan Rania kepada Reza.Dia tidak mengganggu hubungan mereka selama mereka bersama, dia tidak datang kecuali dia ingin mengecek DNA Caca barulah dia muncul."Sudah Amar, tidak perlu dipikirkan. Reza hanya cemburu tentang Marsha. Kau bersama dengan Marsha dari d
"Kau jaga Marsha. Aku akan bicara dengan suaminya tentu dia sendirian di dalam kamarnya, temani dia."Tapi Reza tidak mengizinkan Alila ikut.Dan putrinya pun menurut meski saat ini David yang melihat ini dia menatap tak suka pada Reza."Kenapa kau?""Aku ikut kau bicara dengannya. Tapi jika kau berani mencoba mengganggunya maka aku akan menyelamatkannya Reza. Kau temanku tapi aku tahu kalau menyerang Amar adalah tindakan yang salah."Ini hanya sebatas kekhawatiran David kalau Reza akan melakukan tindakan yang sama seperti yang dilakukan oleh kakeknya Frederick dulu. Bersikap baik pada Rania tapi di belakang dia menusuk Rania. Membuat wanita itu kesulitan dan bahkan Frederick adalah orang yang patut disalahkan untuk semua kejadian yang menimpa Marsha.Tidak mungkin Marsha diculik dan mengalami luka di kepalanya yang parah jika Frederick melindunginya."Kau ingin menentangku?"Dan tentu saja pembicaraan ini terjadi setelah Alila keluar dan dia menuju kamar Caca dan Amar. Reza mengingin
"Papa?""Papa Reza, Marsha.""Sssh, Papa Rezanya Marsha, om Amar?""Hm, papanya Marsha. Papanya Marsha juga sudah kangen sekali dengan Marsha dan ingin sekali memeluk Marsha."Ada senyum dari wanita yang sedang ada dalam rangkulan Amar itu dan Reza juga menegang saat Amar mengatakannya.Tidak terbesit dalam pikiran Reza sama sekali kalau Amar akan membahas tentang dirinya pada Marsha dengan cara seperti ini setelah sebulan lebih Reza terus berpikir negatif tentang Amar dan cemburu padanya."Baca ini Reza."Amar memberikan handphone yang diambil David agar Reza baca.[Reza kemarilah. Putrimu yang ini juga ingin dipeluk olehmu. Dia memegang tanganku kencang sekali saat kau memeluk adiknya, Alila.]"Eh tentu Papa, kau harus memeluknya."Alila yang mengintip isi pesan itu, melepaskan diri dan dia khawatir sekali kalau kakaknya akan cemburu padanya.Dia meninggalkan Reza sendiri dan memberikan jarak agar papanya bisa mendekat pada Marsha di mana Amar juga memberikan jarak."Om Amar, dia pa
"Kenapa kau bicara begitu tentang Arthur? Kau siapa?" Caca sudah lupa lagi tentang siapa Alila.Tapi setiap kali membicarakan Arthur memang Caca selalu melindunginya dan ini yang membuat Amar tak setuju dengan rencana Alila."Tidak Alila. Aku tidak yakin. Kita akan melihat nanti seiring dengan berjalannya waktu.""Tapi kan ini sudah pasti. Dia menculikku!" sanggah Alila tak terima."Saat aku bertemu dengan mamamu untuk kedua kalinya dan dia hilang ingatan, tidak mengenal tentang Reza, aku sangat yakin sekali kalau papamu itu adalah orang yang sangat jahat. Dia menculik mamamu dan berusaha untuk membuat mamamu menyukainya. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, aku bisa melihat kalau Reza tidak seburuk yang dikatakan oleh Giyan. Jadi kurasa waktu selalu bisa menunjukkan siapa orang itu sebenarnya. Hanya perlu menunggu saja."Amar mengembalikan semuanya pada kejadian itu dan matanya kembali menatap Reza."Amar kau tidak percaya padaku kah? Aku sendiri yang bicara dengan ayahnya!"Ketim
"Tidak Amar kau salah jika berpikir kalau Arthur adalah orang baik. Justru semua masalah ini diawali darinya!"Tapi saat itu juga Alila menepis semua pikiran Amar tentang kebaikan Arthur. Dia mencoba memblok dirinya dan tidak mau terbuai dengan perasaannya lagi.Dia yakin sekali Arthur adalah sumber permasalahannya. Pria itu sangat jahat padanya dan keluarganya. Alila hanya ingin memperingati dirinya untuk membenci Arthur."Alila, apa maksudmu?" tapi sebetulnya Amar tidak setuju"Lagipula dia sudah tidak ada lagi di dunia ini. Dia sudah mendapatkan karmanya. Dia sudah mati. Jadi tak perlu dibahas lagi Amar."Reza kau berhasil menyingkirkan Arthur berarti sebentar lagi kau juga berusaha untuk menyingkirkanku karena keegoisanmu dan merasa dirimu yang paling benar. Tapi aku tidak akan pernah menyerah dan aku tidak akan pernah membiarkan Caca pergi dari hidupku. Apapun yang kau akan lakukan padaku, aku akan bertahan demi istriku.Cuma saat itu juga pikiran Amar memperingatkan dirinya kala
"Tuan pasien sudah bisa dibawa ke ruangan opname. Dan kami akan membawanya sekarang."Melihat kondisi Caca yang sedang tertidur sudah mulai stabil lagi, perawat menginfokan. Lagi pula dia sudah ada di dalam ruang observasi lebih dari dua jam.Mereka tidak bisa melakukan apapun untuk ingatannya agar kembali pulih seperti dulu. Tapi dari luka fisiknya tidak ada yang bermasalah. Luka di kepalanya juga stabil dan ini jadi pertimbangan dokter untuk memindahkan Caca ke kamar pasien.Dan kejadian ini berlangsung setelah kepergian Reza sekitar setengah jam."Baik. Kalau begitu silakan dipindahkan sekarang."Amar mengizinkan. Dan selama proses pemindahan dia tidak pergi ke manapun. Dia tetap menemani Caca di samping tempat tidurnya yang didorong oleh perawat ke ruangan opname.Amar juga hanya menunggu Caca di dalam ruangan itu sambil sesekali dia melihat handphonenya dan mengirim pesan untuk mengurus masalah bisnisnya juga.Bukan hanya masalah bisnis, ibunya yang ingin pamit pulang ke Indonesi