"Itu tangan Om berdarah." Gita menunjuk ke arah luka yang berukuran empat atau lima senti kira-kira.Lelaki itu melirik sedikit ke bagian yang tidak merasa sakit sama sekali, tetapi ada darah segar yang menggumpal di sekitar luka itu."Oh, iya." Dia mengambil tisu kemudian mengusap luka itu ala kadarnya. "Enggak apa-apa, nggak sakit kok." Dia menyunggingkan senyuman ketika menyadari raut prihatin dari wajah Gita."Apa Om ada kotak P3K di sini? Biar aku obati.""Kotak itu ada di belakang, repot kalau mau diambil. Enggak apa-apa nanti Om obatin sendiri di rumah aja. Oke?" Gita pun menoleh ke arah bangku belakang, tetapi tidak menemukan kotak yang dimaksud. Lantas, dia beralih wajah ke depan. Sesekali dia melirik penasaran ke lukanya lalu menoleh ke wajah datar pria tersebut. Dia akan memalingkan wajah jika si lelaki menoleh ke arahnya. Gita merasa wajah pria itu tak asing, tetapi dia lupa pernah bertemu di mana. Sama halnya dengan lelaki tampan itu. Nama Gita baginya sangat familiar,
Bab 8"Tadi setelah pulang sekolah ...." Sebenarnya masih ada keraguan dalam hati untuk berkata jujur, tetapi dirinya akan merasa lebih bersalah jika dia tidak terang-terangan kepada wanita yang ber-blouse cokelat itu.Keysha masih bergeming, memberi ruang dan waktu untuk Gita bertutur kata. Sesulit apa pun itu, mereka tidak boleh menyimpan rahasia."Gita tidak langsung pulang." Suaranya lirih, ada yang tak nyaman di dada sebab telah membohongi Bundanya tadi."Terus?" Keysha bertanya santai, membiarkan Gita menyelesaikan pengakuannya."Tapi Bunda janji tidak akan marah setelah mendengarkan Gita ya?" Sahutan itu lantas membuat Keysha makin penasaran lalu memicingkan mata. Tak biasanya Gita seperti itu. Dia anak yang ceria, jika ingin curhat, ya langsung saja. Tidak bertele-tele seperti itu."Iya, Bunda janji." Keysha mengeluarkan jari kelingking untuk ditautkan dan Gita menyambutnya dengan senyum ragu."Gita mencari alamat guru les yang Gita dapat dari Fac*book," lanjutnya lalu seger
POV Keysha Aku khawatir dengan keadaan Gita yang sudah meranjak remaja. Sifatnya labil, mudah terpengaruh dan percaya dengan apa yang ada di dunia maya. Aku kira dia bisa menjaga diri, tetapi kenyataan yang aku dengar dari pengakuanya barusan membuatku sedikit kesal dengan kecerobohannya.Namun, aku sudah terlanjur berjanji untuk tidak marah karena marah pun bukanlah sebuah solusi. Malah dengan sering marah, kelak dia tak berani untuk terbuka kepadaku. Mudah-mudahan saja dengan teguranku, dia bisa mengubah kebiasaan yang mudah percaya dengan orang yang tidak dikenal di sosial media.Sore itu, aku akan menghadiri undangan ulang tahun Tisna di Jetski Cafe. Tempat itu menyimpan kenangan tersendiri yang masih rapi di hati.Ya, mantan terindah yang harus ikhlas membiarkan aku menjalankan kehidupan selanjutnya dengan Ikbal, suamiku. Dia memilih kembali ke Jepang delapan tahun yang lalu yang kini aku tak peduli di mana keberadaannya.Aku tidak tahu apakah dia pernah mencariku lagi? Sengaja
Dia menyebut namanya dengan singkat dan tidak ada senyuman yang melekat di wajah macho itu. Ah, apa dia benar-benar marah kepadaku?"Keysha."Dengan suara pelan, aku menyambut uluran tangannya. Darahku seketika menghangat dari ujung kepala sampai ke seluruh tubuh kala dia menggenggam erat tanganku. Bahkan, jantung itu tak bisa diajak kompromi, memukul dada, kencang sekali tanpa bisa kuatur iramanya. Berusaha melepas genggaman itu karena spontan terlintas di benakku menyadari status janda yang melekat di diri ini. Mana boleh seorang janda bersentuhan fisik dengan lelaki beristri meskipun hanya bersalaman?"Ini putrinya, Gita." Tisna memperkenalkan putriku. "Git, ayo salaman dengan suami Tante."Gita pun menyambut uluran tangan yang sudah disodorkan Bastian terlebih dahulu. Berbeda saat menatapku, pria itu mengulum senyuman simpul. Begitu pula dengan anak gadisku, ia pun melempar senyuman sungkan."Hallo, kita ketemu lagi," kata lelaki yang kini wajahnya lebih dewasa dengan jambang tip
POV Keysha "Happy birthday. Semoga kamu diberi kebahagiaan, panjang umur, rejeki berlimpah dan keselamatan. Hubungan rumah tangga yang langgeng dan yang paling utama, sehat selalu, asal tidak boleh kecapean dan stress." Lelaki berjaket coklat itu kemudian melonggarkan pelukan dan membeberkan rentetan doa ulang tahun kepadanya."Makasih, Mas." Tisna menyambut dengan hangat kemudian menarik diri. Lelaki itu menyerahkan kantong kertas cokelat yang berukuran agak besar."Ini buat kamu." "Makasih, Mas. Tasku udah banyak, nggak usah repot-repot beliin ini lagi untukku." Dia menerima tas itu dan diletakkan ke lantai."Enggak apa-apa, mumpung ultah. Kalo nggak, aku nggak bakal beliin buat kamu." Eh, sepertinya aku kenal dengan lelaki itu. Kayaknya aku pernah melihatnya, tetapi di mana? Kok, aku bisa jadi pelupa gini. Familiar sekali. Ngomong-ngomong apa hubungan mereka?"Hai, Bro!" Dia menyapa Bastian yang sudah siap dengan sendok garpu di tangannya tetapi dia meletakkan kembali hanya s
"Iya, begitulah." Dia menjawab sekenanya tanpa menoleh siapapun, mulutnya penuh menguyah makanan yang mungkin enak disantap."Key, kamu nggak makan?" tanya Ronald setelah melihat tidak ada piring di depan mejaku. "Oh iya, nanti aku ambil sendiri di sana." "Yuk, bareng. Aku juga mau ambil. Gita juga pasti udah lapar." Ronald beranjak dari duduk dan spontan Gita pun ikut berdiri."Yuk, Bun. Gita memang sudah lapar." Dia mengeluh sambil meraba perutnya. Aku pun ikut berdiri dan mengikuti langkah Ronald setelah pamit ke Tisna. Aku memilih aneka makanan yang disajikan di meja prasmanan. Cukup menarik penampilan makanan itu, sepertinya enak. Gita pun mengambil makanan sesuai seleranya.Anak itu, ah, memang tumbuh menjadi anak yang lebih dewasa dan mandiri. Tanpa aba-aba dariku setelah selesai mengambil makanan, dia langsung melangkah menuju ke meja Tisna dan meninggalkan aku dan Ronald yang masih memilih makanan.Sesekali Ronald mengambil lauk ke piringku sambil ngobrol dan tak henti mel
"Pantasan saja kamu menceraikan aku, ternyata dugaanku benar, selama ini kamu sudah punya pacar baru.""Jaga ucapanmu itu!" Ronald berdiri dengan kepalan tangan menahan emosi. Nadanya sedikit meninggi membuat Tisna pun ikut berdiri dan mendekatinya."Mas, udah. Jangan keras-keras, jangan bikin malu." Tisna berdiri di antara mereka, pun berusaha menenangkan kakak kandung yang tersulut emosi karena kalimat Melinda yang terucap."Mel, dia Keysha, temanku, bukan pacar Mas Ronald." Si wanita berambut pendek memberi penjelasan kepada Melinda dengan tatapan bersahabat lalu beralih ke Keysha dengan senyuman tipis. Sementara Ronald menengok sekilas ke arah Keysha yang terlihat tenang sebelum mengucapkan kalimatnya."Lagipula kalaupun dia pacarku atau bukan, itu bukan urusanmu. Kamu tidak berhak mengatur hidupku lagi, Mel.""Mas, kamu jangan lupa, kamu masih punya Abel, kamu tidak bisa ...." timpal Melinda dengan kesal seraya membulatkan bola mata miliknya ke arah lelaki tersebut. Dia tak te
Abel pun pamit kepada mereka semua sebelum mengayunkan langkah keluar dari kafe tersebut. Ikut mommy pulang bukan keinginannya, tetapi dia pun tidak bisa membantah hasil keputusan pengadilan kalau hak asuh atas dirinya dimenangkan mommy."Itu Abel, teman satu kelas Gita. Anaknya pintar, Bun." Gita memulai percakapan setelah sosok Abel menghilang. "Oh ya? Om baru tahu kamu teman anak Om." Ronald menimpali dan melempar tersenyum."Abel pernah cerita. Katanya dia punya teman yang pinter nyanyi, selalu ikut lomba dan selalu menang. Namanya sama kayak kamu. Gita. Apa itu Gita yang sama?" Ronald menaikkan satu alis, menunggu jawaban.Gita tak menjawab, pun memberi kode bahwa itu memang dia dengan menyunggingkan senyuman. Ah, gigi ginsul yang menggantung di gusi itu sangat terlihat manis."Ternyata itu benar? Dari kemaren Om udah pengen tanya, tapi Om takut salah orang.""Dunia serasa sempit, ya. Kadang yang kita temui orangnya itu lagi itu lagi. Ini orangtuanya saling kenal, eh, anaknya pu
"Eh, sekretarisku. Ini habis dari kantor. Lembur ada meeting dadakan." Ronald menjawab sedikit salah tingkah. "Kalau anak ini?" Keysha mengelus kepala anak kecil itu dengan lembut. Anak itu mundur dan bersembunyi di belakang gadis yang Keysha belum tahu namanya."Anaknya Bagas, tahu kan?""Bagas, adik kamu?" Bastian menerkanya.Dia mengangguk, "istrinya baru meninggal enam bulan yang lalu, kecelakaan.""Inalilahi ... Sorry ya, aku enggak tahu." "Ya, enggak apa-apa. Jadi sekarang aku yang merawatnya dan kadang gantian sama mama.""Oh, sekretarismu bantuin kamu jaga anak ini juga?" Keysha melihat keakraban dari mereka, anak itu terkesan nyaman memegang tangan sang sekretaris."Halalin segera, biar enggak jadi cibiran orang, masa sekretaris merangkap jadi babysitter." Keysha menggodanya. "Iya, iya, tunggu aja undangannya." Ronald menyambut godaannya dengan kekehan. "Gitu dong move on, bagaiman
"Iya setelah dapat dan sekarang body-ku enggak seksi lagi? Mulai pelan mencampakkanku." Mulutnya tak berhenti menggerutu seperti langkahnya yang terus melaju.Perlahan, Bastian bisa membaca aura kecemburuan dari istrinya semakin memuncak. Dia pun menarik sedikit kedua sudut bibir dan menarik lengan Keysha. "Hei, kamu cemburu?" Wanita itu menahan kaki lagi dan menatap lekat suaminya. Mau mengakuinya, tetapi kok, malu. Namun, syukurlah akhirnya dia peka, batinnya."Au ah, gelap." Lalu, Keysha kembali melangkah menjauhi pemilik mata elang itu. Sementara Bastian masih terpaku memandang punggung Keysha yang semakin lama semakin menjauh."Jadi mikir nih untuk punya anak kedua kalau ngidamnya kayak gini. Parah, kudu siapin stok kesabaran berkarung-karung. Perasaan dulu dia enggak pernah cemburuan kayak begini banget. Selalu percaya karena dia tahu sebesar apa cintaku untuknya." Bastian bermonolog dalam hati sembari menggele
"Sayang, kita ke sana, yuk! Biar kamu minum teh hanget dulu. Sekalian sarapan, aku khawatir kamu masuk angin." Mata Keysha mengikuti arah pandang suaminya. Sebuah tenda kaki lima orang berjualan makanan."Kamu mau makan apa?" tanya Bastian yang duduknya agak berjauhan dengan Keysha. "Ada bubur, soto Surabaya ama tupat tahu.""Bubur aja." Sorot matanya tertuju ke gerobak mamang yang berbaju kuning. "Buburnya enggak pake sambal, kacang, kerupuk dan satu lagi, enggak pake lama." Bastian geleng-geleng lalu menuju ke mamang berbaju kuning itu kemudian kembali duduk di tempat semula. Suasana di sana masih belum begitu ramai "Nih, minum dulu." Teh hangat disodorkan di depannya.Ada resah di wajah suami melihat acara muntah-muntah tadi. Bibir Keysha sedikit pucat dan paras terlihat lemas. Bukannya dia tidak mau membantu, kalian bisa tahu, kan reaksinya, gaes.Dua bubur panas tersaji di meja. Baru beberapa suap bubur itu masuk
"Mau ke mana, Sayang?" tanya Bastian ketika melihat Keysha bersiap dengan kaos lebar yang menutup perut buncitnya dan celana panjang lengkap dengan sepatu kets."Mau jalan keliling kompleks. Kata dokter kalo mau normal, kudu banyak jalan." Keysha berlalu begitu saja melewatinya. "Tunggu, aku temani, ya. Mumpung Sabtu, aku hari ini enggak ke kantor." Bastian beranjak dari duduk dan berjalan menuju ke arahnya."Enggak usah, Mas. Aku bisa sendiri. Kamu jangan mendekat." Dia membentang salah satu tangannya dan tangan lain menutup hidung."Astaga. Iya, aku jaga jarak nanti pas kamu jalan. Aku enggak dekat-dekat. Kamu di depan, entar aku ikutin kamu dari belakang. Aku cuma ingin temani, enggak mau kamu kenapa-napa nanti. Itu aja, oke?" Lelaki itu menahan langkah dan memberi penjelasan. Berharap dia diizinkan ikut. Dia hanya ingin pastikan kalau istrinya aman-aman saja saat jalan pagi.Dengan terpaksa, Keysha mengangguk setuju, "tapi
"Tapi waktu itu kamu jadi pergi 'kan?" Ibu memotong pembicaraannya."Iya, mau enggak mau, bisnis itu penting sekali. Tapi apa, Bu? Tiap jam aku harus video call-an. Terus, pas dia mau tidur, aku harus tunggu dia sampai tidur, baru boleh dimatiin video call-nya. Itu pun karena aku suruh dia ambil bajuku untuk dia cium. Manjanya kelewatan banget. Sementara tadi?"Bastian menarik napas panjang sebelum melanjutkan keluhannya."Bekas saliman tangan dan bekas kecupan di kening, buru-buru dia cuci. Kayak jijik gitu sentuhan suaminya."Kalimat terakhirnya beriringan dengan gelak tawa Danisa."Sabar. Sabar." Wanita mengelus lengannya. Tawaan itu belum berakhir, masih berlanjut untuk beberapa detik kemudian."Perasaan, istri teman-temanku kalau ngidam enggak kayak gitu deh. Ngidamnya cuman makanan doang, martabak, soto, bakso, atau apa gitu. Istriku, kok, beda, ya?""Iya, itu yang Ibu bilang tadi, reaksi setiap ibu hamil itu beda-beda. Ada yang ngidam makanan,
"Bentar, nih mau cukur dulu. Udah lebat." Berbagai alasan dia lontarkan untuk mengulur waktu agar bisa berlama-lama berada di kamar, syukur-syukur dia diizinkan tidur di kamar itu lagi."Enggak pake acara cukur-cukuran. Ayo, silakan keluar! Cukur di kamar tamu." Sekuat tenaga dia mendorong lagi tubuh suaminya. Sebenarnya bukan sang suami tidak bisa menahan tubuh, dia hanya melihat kondisi tubuh sang istri seperti itu. Dia tidak tega menggunakan tenaga untuk memaksa mempertahankan diri. Pintu kamar segera dikunci ketika sang suami berhasil diseret ke luar."Key, jangan gitu dong. Sayang, please, salahku apa? Izinkan aku tidur di sini malam ini." Lelaki itu masih mengiba, berharap hati Keysha luluh. Akan tetapi, usaha permohonannya tidak digubris sang istri. Tidak ada sahutan apapun di balik pintu kamar itu."Key, tolong bukakan pintu, aku lupa sesuatu. Madu yang kamu beli, ketinggalan di kamar. Please izinkan aku masuk untuk mengambilnya." Wajahny
Extra part 1"Mau ngapain kamu ke sini, Mas?" Wajah jutek Keysha di balik pintu kamar kala membuka pintu setelah mendengar ada ketukan."Mau mandi, nih, habis pulang dari kantor, gerah." Sang suami masuk dengan santai sambil melonggarkan dasi yang seakan mencekiknya seharian. "Di kamar tamu, kan ada kamar mandi juga, kenapa enggak mandi di situ aja?" Wajahnya masih menunjukkan ketidakrelaan sang suami masuk ke kamar."Di sana kamar mandinya enggak ada air panas, water heater-nya rusak. Kamu juga tahu, kan?" Bastian masih dengan nada selembut mungkin, membuka jam tangan branded yang melingkar di pergelangan tangan dan meletakkan tas kerja di meja.Tatapan Keysha masih menyoroti setiap gerak-geriknya sambil menutup hidungnya."Suami pulang bukan disalim, eh, matanya jutek gitu, sih?" Sengaja lelaki berkemeja putih itu mengulurkan tangannya untuk disalam.Dengan malas akhirnya Keysha mendekati, meraih dan mencium punggung
Bastian paling pintar menggombali mantan pacarnya. Keysha yang mendapatkan kalimat itu langsung merasa melayang jauh di angkasa. Rona wajah si istri pun mulai memerah. Dia pun menggigit bibir menahan untuk tidak tersenyum."Kupastikan kamu tidak bisa ke mana-mana lagi. Kamu sudah menjadi milikku seutuhnya. Aku tidak akan segan-segan membawamu ke puncak kebahagiaan yang selama ini sudah tertunda akibat ketidak-gentle-anku waktu itu.""Sorry ya, waktu itu aku yang menikah duluan, aku...." Kalimat Keysha terpangkas karena aksi kilat Bastian. Lelaki itu menghentikan paksa kalimatnya dengan mengecup bibirnya lalu menarik diri.Mata Keysha melebar saat mendapatkan perlakuan nakal dari mantan pacar yang kini sah menjadi suaminya. Bertahun-tahun pacaran dulu, mereka tidak pernah sekalipun melakukan hubungan seintim itu. Mereka hanya sekadar melakukan genggaman tangan, pelukan dan kecupan kening."Kamu dengar, Key. Memang kamu istri keduaku, tapi aku pastikan sekara
Air mata Tisna pun luluh begitu saja tanpa ditahan. Dia sangat senang bisa menjadi istri dari lelaki itu. Meski dia tahu, maut yang ada di depannya sekarang akan memisahkan mereka."Mas, aku titip Keysha. Aku mohon kamu jangan pernah menyakiti perasaannya. Awas aja kalau nanti dia ngadu kalau kamu mem-bully dia." Wanita itu menoleh ke arah Keysha, begitu juga dengan Bastian yang melirik sekilas ke arahnya."Iya, aku janji." ***"Gimana saksi? Sah?""Sah.""Sah."Untaian doa pun terdengar sebelum Keysha mencium tangan suami barunya dan disusul kecupan kening Keysha dari Bastian. Mata pengantin wanita tak sengaja mengarah ke arah Tisna yang sedang memejamkan mata seperti tertidur. "Tisna?" Bergegas Keysha berlari menghampiri temannya yang duduk di kursi roda dengan tangan yang sudah terlulai lemas. Keysha meraih tangan yang dingin, diraba denyut nadi yang tak bernada. Hampir semua orang mengelilingi dan menatap iba wanita itu yang terlihat s