"Namanya Nirmala, Om! Memangnya kenapa kalau dia dari kampung? Nirmala ini calon istri saya, Om. Suka atau tidak, ini sudah keputusanku. Maaf jika aku tidak bisa melaksanakan amanah dari ayah," ucap Zaki tanpa ragu. "Kalau kamu tidak menikah dengan Selena, jangan harap kamu akan bisa terus menjadi pemilik rumah sakit itu!" ancam Om Widad. "Kenapa memangnya, Om? Itu rumah sakit ayah saya. Apa Om mau kuasai? Jelas tidak bisa karena saya ahli warisnya yang sah!" Perdebatan antara Om Widad dan Zaki berlangsung sengit. Keduanya tidak mau mengalah satu sama lain. Pendirian Zaki begitu kuat. Dia tidak akan menuruti apa yang Om Widad katakan. Apalagi Zaki tidak tahu apakah surat dari ayahnya itu asli atau hanya surat yang Om Widad buat saja. "Mimpi kamu! Jika kamu gak menikah dengan Selena, rumah sakit itu otomatis menjadi milikku! Itu sudah kesepakatan kami berdua," kata Om Widad garang. Zaki tertawa kecil. Dia menertawakan sikap dan tindakan Om Widad yang cepat sekali berubah. Sudah je
"Saya!" Suara berat dan besar milik Om Widad terdengar. Mata Zaki mencari sumber suara. Terlihat jelas Om Widad bersama dengan dua orang polisi berada persis di depan Zaki. Mereka hanya berjarak beberapa meter saja. "Om Widad?" lirih Zaki. Sudah jelas Zaki mengerti sikap satpam yang menghalanginya. Tentu semua staf yang ada di rumah sakit sudah diracuni oleh sahabat ayahnya yang dulu dia anggap sebagai ayah angkat itu. "Maksud Om apa? Ini rumah sakit milik ayah saya. Om tidak berhak mengklaimnya," kata Zaki dengan berani. Om Widad tertawa terbahak-bahak. Dia menggeleng-gelengkan kepala. Setelah itu, dia pun diam tanpa ekspresi seolah-olah tidak tertawa sebelumnya. "Itu dulu sebelum kamu memutuskan untuk menolak perjodohanmu dengan anakku, Zaki!" Keributan itu menjadi tontonan di rumah sakit. Tapi, dengan segera satpam rumah sakit itu membubarkan massa yang sempat berkumpul. "Maksud Om Widad apa?" "Asal kamu tahu, Zaki ... Ayahmu dan aku sudah membuat perjanjian. Dimana perjan
Dengan menggunakan taksi online, Mama Zoya pergi ke rumah Om Widad. Dia sangat murka karena Om Widad sudah berani menyakiti Zaki. Memang benar adanya surat perjanjian itu. Mama Zoya kira semua itu sudah tidak berlaku karena awalnya Om Widad juga tidak terlalu membicarakan hal itu. Apalagi menurut yang Mama Zoya tahu, Selena punya kekasih. Jadi, Mama Zoya merasa tidak keberatan jika Zaki dengan Nirmala. Tapi nyatanya sekarang saat Zaki menolak Selena, Om Widad menggunakan perjanjian itu sebagai senjata. Perjanjian dimana semua yang dimiliki ayah Zaki akan berpindah tangan ketika Zaki tidak menikah dengan Selena. Tapi, perjanjian itu bisa batal jika kedua belah pihak sama-sama membuka kebenaran. "Widad ... keluar kamu! Hadapi aku kalau berani!" teriak Mama Zoya saat dia sudah tiba di rumah Om Widad. Jika bisa digambarkan, kepala Mama Zoya sudah berapi-api. Dia sangat marah sekali. "Tante Zoya? Mau apa, ya?" gumam Selena yang saat ini sedang berada di rumah seorang diri. Selena teng
Amarah kini menguasai Widad. Dia tidak terima rahasianya dibongkar oleh Zoya. Dengan perasaan marah, Widad pulang ke rumah. "Kamu yang memaksaku berbuat ini, Zoya! Padahal hanya cukup menikahkan anak kita saja pasti hal ini tidak akan terjadi. Aku tidak terima kamu hina seperti ini!" Saat ini Widad sudah sampai di rumah dan dia tengah berada di ruang rahasianya. Sebuah p*stol kecil diambil dan saat hendak diletakkan ke dalam saku celananya, tiba-tiba muncul Selena yang memang sejak ayahnya tiba di rumah memperhatikan gerak-gerik ayahnya itu. "Mau apa Papa bawa p*stol itu?" Suara Selena mengagetkan Widad. Dia buru-buru menyembunyikan senjata itu dari Selena. "Tidak perlu disembunyikan karena Selena sudah tahu. Apa yang mau Papa lakukan? Apa belum cukup selama ini, Pa? Mau berbuat dosa apa lagi, Pa?" kata Selena dengan suara parau. "Kamu gak usah ikut campur urusan Papa, Selena. Kamu diam saja di rumah!" ucap Widad tegas pada anak perempuannya itu. Selena menggelengkan kepala. Ter
"Mas ... tapi bagaimanapun juga Mama Zoya itu sudah merawat kamu sampai sekarang. Jangan sakiti hatinya, Mas!" Nirmala memang mungkin tidak merasakan apa yang Zaki rasakan. Tapi, Nirmala tahu rasanya kehilangan anak itu sangat menyakitkan. Zaki diam tak menanggapi ucapan Nirmala. Pikirannya masih kacau. Masih banyak pertanyaan yang ada dalam ot*knya. Nirmala paham akan situasi itu sehingga dirinya juga tidak memaksa Zaki untuk menjawab. "Ya sudah kamu di sini dulu, ya, Mas. Aku mau ke depan sebentar. Nanti aku ke sini lagi," ujar Nirmala kemudian. Hanya anggukan kepala yang Zaki berikan untuk merespon Nirmala. Nirmala sengaja memberikan waktu kepada Zaki untuk menenangkan diri. Kejadian yang menimpa dirinya memang membuat batin Zaki syok berat. Setelah keluar dari ruangannya, Nirmala memilih tempat yang tidak ada karyawannya. Ketika yakin tidak ada orang, Nirmala mengeluarkan ponselnya dan menelepon seseorang. "Assalamualaikum," ucap Nirmala lembut ketika teleponnya sudah tersam
Mama Zoya mondar-mandir didekat pintu sambil berharap Zaki dan Nirmala segera tiba. Sebenarnya dia ingin menelepon Nirmala dan menanyakan sudah sampai mana. Tapi, Mama Zoya mengurungkan niatnya. Dia memilih menunggu dengan cemas. Ting! Tong! Suara pintu bel rumahnya berbunyi. Wajah sumringah Mama Zoya terpancar. Dia siap menyambut anaknya pulang ke rumah. "Kalian? Mau apa kemari?" Mama Zoya menjadi marah ketika melihat orang yang datang bukan orang yang diharapkan. "Tante ..." Suara lirih perempuan yang begitu menyedihkan. Tiba-tiba saja perempuan itu bersimpuh di kaki Mama Zoya sambil meminta maaf. "Apa-apaan ini?!" Mama Zoya yang kaget sontak mundur dua langkah. "Bangun kamu, Selena!" bentak Mama Zoya. Kedatangan Selena dan Om Widad membuat Mama Zoya meradang. Kedua orang itu yang membuat anaknya pergi dari rumah. "Maafkan saya dan papa, Tante! Tolong maafkan kami! Beri kami kesempatan untuk bicara," kata Selena sambil terisak. Tak ada tanggapan sama sekali dari Mama Zoya. B
"Iya. Ada apa, Mas?" tanya Nirmala. Matanya menatap teduh mata Zaki. Beberapa detik Zaki terdiam dengan mata terpejam. Lalu, dia membuka mata dan berkata, "Aku akan menikahimu sekarang juga."Nirmala dan Mama Zoya terkejut dengan perkataan Zaki. Suasana kembali hening setelah Zaki mengatakan itu. Tak ada tanggapan dari Nirmala karena dia masih merasa syok. "Kamu bersedia, bukan?" tanya Zaki kemudian. Sebenarnya memang keduanya merencanakan pernikahan. Tapi, untuk Nirmala saat ini sangat mendadak. Apalagi setelah masalah yang Zaki dan Mama Zoya hadapi. "Kamu mau, kan, Sayang, jadi menantu mama? Mama janji tidak akan lagi ada yang jadi penghalang untuk pernikahan kalian berdua. Tolong temani Zaki! Hanya kamu yang bisa membuat dia bahagia, Nirmala. Mama sudah membuat luka hati Zaki. Jadi, tolong kamu sembuhkan dia, La! Tolong!" Ungkapan hati dari Mama Zoya yang begitu menyayat hati. Mata Mama Zoya berkaca-kaca. Kedua tangannya menangkup dan memohon di depan Nirmala. "Ya Allah ... M
Mama Zoya menerawang jauh. Dia harus kembali mengingat masa kelam yang dialami keluarga besarnya. Masih ingat betul Mama Zoya kejadian itu. "Ibu kandungmu masih hidup, Ki," ujar Mama Zoya. Suaranya begitu lirih bahkan hampir tak bisa didengar. Sebuah kalimat yang membuat Zaki terkejut. Nirmala tak bereaksi yang berlebihan karena memang tak tahu betul ceritanya. Dia hanya menjadi pendengar setia dan siap untuk menghibur suami ataupun mama mertuanya. "Apa? Dimana dia sekarang? Kenapa aku dirawat mama dan ayah bukan ibuku sendiri? Aku ingin bertemu dengannya dan bertanya alasan dia membuangku apa?" Rentetan pertanyaan dari Zaki untuk Mama Zoya. Mama Zoya menggeleng. Air matanya kembali keluar. "Dia tidak membuangmu, Nak! Dia tidak membuangmu!" Isakan Mama Zoya begitu mengiris hati. Nirmala yang mendengarnya bisa ikut merasakan kepedihan mertuanya itu. Entah trauma apa yang membuat Mama Zoya seperti itu. "Lalu apa? Kenapa aku bisa sampai di sini? Kenapa?" Rasa penasaran Zaki semakin
Fano mengutarakan niatnya mempersunting Ana lebih cepat. Dia merasa tidak baik menunda hal baik. Apalagi hampir setiap hari Fano dan Ana bertemu. "Apa mama dan Mas Zaki tidak keberatan? Mengingat kita belum lama kehilangan Mbak Nirmala," ungkap Fano yang masih memikirkan perasaan Zaki. "Alhamdulillah!" Mama Zoya dan Zaki secara bersamaan mengucap syukur. "Tentu saja tidak, Fan. Mas malah bahagia jika kamu sudah menemukan tambatan hati. Niat baik itu memang harus disegerakan. Menikahlah! Kapan rencana kalian?" balas Zaki. "Kalau memang semuanya setuju, rencananya akhir bulan di bulan depan, Ma, Mas. Iya, kan, An?" Ana menunduk karena tersipu malu. Kini dia dan Nirmala punya nasib yang sama. Tanpa orang tua, dia harus merencanakan pernikahannya sendiri bersama keluarga calon suaminya. Dulu, Ana memang kagum pada Zaki karena pandangan pertama. Tapi lambat-laun saat dia bekerja di rumah Mama Zoya, hatinya tertarik pada Fano. Gayung pun bersambut. Ternyata Fano juga men
Sudah empat bulan kepergian Nirmala. Dan selama itu pula Zaki masih belum bisa menerima kepergiannya. "Ki, kamu gak mau lihat anakmu? Dia sudah empat bulan dan kamu belum memberinya nama," ucap Mama Zoya suatu hari. Zaki menjadi sangat g*la bekerja. Tak jarang dia tidur di rumah sakit karena enggan untuk pulang ke rumah. Rumahnya terlalu menyimpan banyak kenangan bersama Nirmala. Selama empat bulan itu pula, Mama Zoya bekerjasama dengan Ana menjadi dan merawat bayi yang belum diberi nama itu. Mereka berdua sangat telaten dan satu sama lain saling membantu. Kehadiran bayi itu sedikit banyak mengobati rasa kehilangan Mama Zoya. Apalagi bayi itu semakin hari semakin mirip dengan Nirmala. "Ti, apa sebaiknya dipikirkan lagi soal menjual usaha Mbak Nirmala?" kata Ana. Ya, Ana memanggil Mama Zoya dengan sebutan uti untuk membahasakan anak Nirmala. Sekarang prioritas Mama Zoya adalah membesarkan anak Nirmala. Sehingga dirinya sudah jarang sekali ke tempat usaha Nirmala yang sebelumnya d
Situasi di dalam ruang ICU sangat tegang. Semua tenaga medis yang ada di dalam berusaha untuk memberikan pertolongan kepada istri dari pemilik rumah sakit tempat mereka bekerja. Tak ada berada di luar ruangan, Zaki ikut masuk ke dalam ICU. Tak ada yang menghalangi Zaki kali ini. Dengan memegang tangan Nirmala, Zaki berkata, "Aku tunggu kamu pulang, Sayang. Anak kita sangat tampan dan dia sehat. Ayo pulang, Yang!" Setelah Zaki bicara seperti itu, mata Nirmala terbuka dan melotot. Tapi, setelah itu bunyi alat yang terpasang di tubuh Nirmala menjadi datar. Zaki terkejut dan melihat ke arah dokter dan perawat. Mereka semua menggelengkan kepala. Air mata Zaki sudah tak bisa dibendung lagi. "Gak! Gak mungkin! Bangun, Sayang! Ayo kamu bangun! Anak kita sudah menunggu, La. Kamu harus lihat wajah anak kita. Aku mohon, Sayang!"Suasana ICU menjadi haru. Nirmala menghembuskan nafas terakhir dengan didampingi oleh Zaki. Wajah Nirmala tampak cantik dan bibirnya tersenyum. Seolah-olah mengisya
Air mata Zaki terus saja mengalir kala melihat sang istri terbaring dengan berbagai macam alat yang menempel di tubuh Nirmala. Saat ini Nirmala ada di ruang ICU. Pendarahan Nirmala memang sudah bisa diatasi. Tapi, kondisi Nirmala tak lantas membaik. Dia koma. Lengkap sudah kesedihan Zaki saat ini. Istri dan anaknya tengah berjuang di ruangan yang sangat ditakuti itu. "Ya Allah, tolong izinkan aku untuk bisa membahagiakan istriku! Tolong!" rintihnya dalam hati. "Ki ... jangan patah semangat dan terus berdoa, ya. Mama akan selalu mendoakan untuk kesembuhan Nirmala dan cucu mama. Mama ingin kita berkumpul lagi bersama-sama." Mama Zoya menguatkan. Zaki mengangguk walaupun ragu. "Mas, Fano bawa mama pulang dulu, ya. Nanti Fano akan kembali lagi ke sini. Mas Zaki mau nitip apa?"Hari memang sudah terlalu larut. Mama Zoya terlihat kelelahan dan memang seharusnya istirahat di rumah. Fano tak mau jika nantinya Mama Zoya ikut sakit. "Iya. Mama memang harus istirahat. Tolong bawakan saja p
"Mbak Nirmala!" pekik Fano. Dia melihat Nirmala merintih kesakitan dengan darah yang keluar dari kedua kakinya. Di sana ada Ana yang tengah menahan beban tubuh Nirmala yang berat. "Tolong, Mas!" kata Ana lirih. Fano dengan cepat dan hati-hati menggotong Nirmala. Dibelakangnya ada Ana yang sigap mengikuti. Tangannya masih gemetar karena menyaksikan langsung Nirmala yang kesakitan. "Ayo cepat, Ana!" seru Fano. "Astaghfirullah! Nirmala! Mbakmu kenapa, Fano?" tanya Mama Zoya saat mereka berpapasan di ruang tamu. "Gak tahu, Ma. Ayo kita cepat bawa ke rumah sakit, Ma!" jawab Fano panik. "Iya. Tapi tunggu dulu mama mau ambil tas Nirmala dulu. Dia udah siapkan tas ke rumah sakit," kata Mama Zoya. "Biar saya ambilkan, Bu. Dimana kamar Mbak Nirmala?" Ana menawarkan diri. Dia merasa bisa lebih cepat mengambil daripada Mama Zoya. Setelah diarahkan oleh Mama Zoya, Ana lari ke kamar Nirmala dan mengambil tas yang dimaksud. Lalu, dia dengan berlari juga kembali lagi ke depan. Nirmala dan
Nirmala dan Zaki keluar secara bersama-sama. Di ruang tamu, ada seorang perempuan yang tengah menunggu kehadirannya. "Ana?" lirih Nirmala. Melihat Ana di rumahnya, tentu Zaki terkejut. Tapi, dia lebih terkejut lagi setelah mengetahui jika Nirmala mengenal Ana. "Kamu kenal dengan dia, Sayang?" tanya Zaki setengah berbisik. Nirmala mengangguk. Nirmala terlihat mempersilahkan Ana untuk duduk lagi. Dia bersama Zaki ikut duduk berhadapan dengannya. Nirmala sudah mendengar soal ayah Ana. Bahkan dia juga yang melunasi tagihan rumah sakit ayah Ana. Hanya saja memang Nirmala belum sempat mengucapkan belasungkawa secara langsung karena kondisinya tidak memungkinkan untuk bepergian. "Saya sudah mendengar soal ayahmu. Saya ikut berdukacita, Ana. Semoga ayahmu diterima di sisinya oleh Allah SWT. Aamiin. Kamu yang tabah, ya." Nirmala memulai pembicaraan. Ana mengangguk. Sebenarnya dia menahan air matanya dan itu rasanya tidak nyaman sama sekali. Walaupun sudah berlalu beberapa minggu, tetap
"Aku tahu kamu butuh biaya besar untuk ayahmu di sini. Aku bisa bantu itu. Tapi, aku juga butuh bantuanmu," ucap Nirmala kemudian. "Bantuan? Bantuan apa?" tanya Ana yang penasaran. "Saya akan menjamin biaya ayahmu di rumah sakit ini. Kamu kerja denganku," sahut Nirmala. Ana terkejut ketika Nirmala menawarkan pekerjaan padanya. Saat ini memang dia sedang butuh pekerjaan karena uang pegangannya sudah menipis. Apalagi ayahnya masih butuh banyak biaya. Walaupun dokter sudah angkat tangan dan menyarankan untuk melepas alat bantu, Ana belum mau. Ada keyakinan dalam dirinya jika sang ayah akan pulih kembali seperti sedia kala. Hanya saja saat ini Ana dihadapkan dengan biaya rumah sakit yang sangat besar. Isi kepalanya hampir keluar karena pusing memikirkan biaya rumah sakit. "Kerjanya apa? Apa aku masih bisa merawat ayahku di sini?" tanya Ana ragu. "Jadi asisten pribadiku. Kamu hanya perlu ikut saya kalau saya sedang butuh teman saja. Mudah bukan?"Nampaknya Ana sedang berpikir keras.
"Lalu kamu mau apa? Maaf saya tidak punya banyak waktu untuk mengurusi urusan tidak penting ini. Saya sudah minta maaf dan kamu pun tidak terluka. Lalu apa lagi?" Zaki dibuat sedikit kesal oleh perempuan muda itu. "Gak penting katamu? Gara-gara kamu, aku jadi terlambat memberi makanan pada ayahku. Jadi, kamu harus tanggung jawab!" Perempuan yang belum diketahui namanya itu tak kalah kesal. Zaki menghela nafas panjang. Waktunya terbuang percuma hanya untuk menanggapi orang yang tak dikenal. "Kamu harus ikut aku dan minta maaf langsung sama ayahku!" sambungnya lagi. "Maaf saya tidak ada waktu." Zaki pergi begitu saja tanpa menghiraukan panggilan perempuan tadi. Langkahnya hampir sampai di ruangan rawat inap Nirmala. Dia merasa sedikit lega karena tak lagi mendengar suara perempuan tadi. Namun, prediksinya salah. Ternyata perempuan itu mengikutinya sampai di depan ruangan Nirmala.Perempuan itu mencegat Zaki. "Kamu harus ikut aku!" serunya. "Gak sopan! Kamu dari tadi mengikuti ku?"
Mama Zoya yang tertidur dengan kepala berbaring ke ranjang Nirmala pun terkejut mendengar suara Nirmala. Spontan Mama Zoya langsung bangun dan memastikan Nirmala sudah sadar. Lalu, Mama Zoya lari keluar untuk memanggil perawat jaga. Setelah perawat jaga memeriksa Nirmala, Mama Zoya baru lah lega karena menurut perawat, semuanya baik-baik saja dan tak ada yang perlu dikhawatirkan. Untuk penanganan lebih lanjut, menurut kata perawat akan menunggu instruksi dari dokter yang menangani Nirmala. Dokter yang memeriksa Nirmala belum mengatakan apapun pada mertua Nirmala itu. Alasannya karena menunggu suami Nirmala. "Aku dimana, Ma? Kok mama di sini?" tanya Nirmala yang masih tak sadar kalau dia di rumah sakit. Fano sudah kembali bertugas dan Zaki juga sudah diberitahu kalau Nirmala ada di rumah sakit. Sekarang, Zaki sedang ada di perjalanan. Dia juga baru selesai menangani dua operasi yang sangat darurat. Setelah melihat sekeliling dan mengingat kejadian terakhir, Nirmala baru ingat kal