Azkia sekarang sudah sampai di rumahnya. Karena bajunya sekaran basah kuyup, ia ingin sesegera mungkin masuk ke dalam rumah dan mandi.
"Oi, ngapain gua juga ikut masuk ke sini?" tanya Aksa sambil mengikuti langkah Azkia masuk ke dalam rumah perempuan itu.
"Gua bisa-bisa diamuk Fanny, kalau lo pulang dalam keadaan basah kuyup kayak gini. Jadi lo mandi di rumah gua, nanti gua cariin baju bokap gua yang sekiranya pas buat badan lo," jawab Azkia sambil mempercepat langkahnya.
"Mandi? Di rumah lo? Gila, bisa-bisa gua diamuk sama keluarga lo."
"Tenang, bokap sama nyokap gua lagi kerja di luar kota. Pembantu gua lagi ke pasar. Jadi sekarang hanya ada gua sendiri di rumah."
"Bukannya malah tambah gawat?"
"Gawat? Kenapa?"
Aksa menggelengkan kepalanya pelan. Bagaimana bisa perempuan itu dengan mudahnya menyuruh seorang laki-laki mandi di rumahnya? Apakah perempuan itu tidak takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
"Itu kamar gua. Di
Aksa membuka pintu rumahnya. Menatap seisi rumahnya secara saksama. Ia tidak mendapati orang lain selain Fanny yang sedang duduk di sofa ruang tengah sambil menonton TV.Dengan santainya pun ia masuk ke dalam rumah. Bersikap tidak ada yang terjadi. Agar Fanny tidak curiga dengannya."Dari mana?" tanya Fanny saat Aksa berada tepat di belakangnya."Biasa, urusan sekolah," jawab Aksa dengan santai."Ini minggu. Nggak mungkin ada urusan sekolah di hari minggu.""Oh, iya, Kak. Mama sama papa di mana?""Pergi cek kandungan mama. Nggak usah ngalihin pembicaraan. Dari mana?"Aksa meneguk ludahnya. Ia tidak mungkin bilang ke kakak perempuannya itu kalau ia dari rumah Azkia. Karena kalau sampai perempuan itu tau, bisa-bisa jadi masalah besar."Dari makam Zia," ucap Aksa dengan nada pelan."Perasaan habis hujan. Masa hujan-hujan ke makam dia," ucap Fanny sambil mengalihkan pandangannya ke arah Aksa."Diam di situ. Jang
Putra, Cakra, Alka, Nova, Elvano menatap tidak percaya gedung Heaven yang sudah hancur berantakan. Sudah bisa kelihatan jelas, siapa yang menghancurkan gedung tersebut. Para mafia yang sekarang ada di hadapan mereka.Nova mengepalkan erat tangan kanannya. Tanda kalau ia sudah siap memukul kepala para mafia itu. Putra menatap salah satu mafia itu dengan tatapan tajam, tanda kalau ia akan melakukan sesuatu yang membuat mafia itu tidak bisa berdiri lagi.Alka tersenyum kecil. Tanda kalau ia senang karena sebentar lagi ia akan melakukan sebuah pertarungan besar melawan para mafia yang ada di hadapan mereka.Cakra menggigit bibir bawahnya, tanda kalau ia tidak percaya dengan apa yang sekarang sedang terjadi di hadapannya. Gedung Heaven yang sering digunakan untuk berkumpul bersama, sekarang telah hancur porak-poranda. Semuanya sudah hancur, begitu juga batas kesabaran Cakra.Elvano berjalan satu langkah maju. Tanda kalau ia akan memulai pertarungan ini. Ia tau
Cakra secara brutal melawan dua orang yang ada di hadapannya. Ia tidak bisa menahan rasa emosinya. Karena itu ia tidak akan berhenti menyerang sebelum kedua mafia itu babak belur.Secara tidak sengaja, Cakra melihat Putra yang sudah duduk santai di antara tubuh para lawan-lawannya. Tanda kalau Putra sudah mengalahkan para lawan-lawannya tadi.Cakra tidak ingin kalah. Ia melayangkan sebuah tendangan keras menuju ke salah satu mafia. Tetapi, satu mafia yang lain langsung memblokir tendangannya. Jadi tendangannya barusan tidak sampai ke tubuh target."Besok malam di bawah jembatan tua. Kami akan menunggu kalian di sana," ucap mafia yang memblokir tendangannya.Cakra tidak menghiraukan perkataan mafia tersebut. Ia langsung menyerang mafia itu secara membabi buta. Membuat sang mafia itu terus-menerus mendapatkan sebuah hantaman keras di tubuhnya.Saat Cakra ingin mengakhirinya dengan sebuah tendangan keras tepat di kepala mafia itu. Tiba-tiba ada satu o
Elvano menatap tajam satu musuhnya yang masih berdiri tegap. Musuhnya itu pemimpin para mafia yang ada di sini. Jadi wajar saja kalau butuh tenaga ekstra untuk mengalahkan musuhnya itu.Ia telah mengalahkan dua orang lainnya. Jadi hanya tersisa musuhnya itu. Dengan begitu, ia bisa fokus melawan musuhnya itu."Siapa kalian?" tanya Elvano untuk mengulik informasi pada mafia yang telah menyerang Heaven beberapa hari belakangan ini."Kami dari organisasi Scorpion. Dan kami yang akan berkuasa penuh atas kota ini mulai besok," ucap musuhnya itu dengan santainya."Oh, iya. Jangan lupa besok di bawah jembatan tua. Kami para Scorpion bakalan nunggu kedatangan kalian," lanjut musuhnya itu lalu tersenyum lebar."Kalian cuma pengecut. Jadi kalian nggak pantas jadi penguasa," ejek Elvano lalu tersenyum kecil."Begitu, kah? Tapi menurut gua, besok yang bakal jadi pecundang itu kalian. Karena sekarang sang raja jalanan sudah memutuskan untuk meninggalkan k
Azkia sekarang sedang berada di rumah Fanny. Ia hanya berniat berkunjung untuk menjenguk Fitri yang sekarang sedang mengandung.Ia tidak datang dengan tangan kosong. Ia membawakan Fitri sebuah kue rasa coklat yang sangat disukai oleh perempuan paruh baya itu.Setelah memberikan kue itu ke Fitri. Ia pun beranjak ke arah kamar Fanny. Untuk menemui perempuan itu.Tanpa mengetuk pintu, ia langsung masuk begitu saja ke kamar perempuan itu. Dengan mata kepalanya sendiri, ia melihat Fanny yang sedang tiduran sambil membaca sebuah novel."Oh, lo. Ngapain lo ke sini? Tumben amat ke sini tanpa Pita," ucap Fanny sambil menatap Azkia."Gua mau ngambil sesuatu di kamar Aksa, Pitaloka lagi ada acara keluarga, jadi dia nggak bisa ikut," jawab Azkia sambil duduk di kasur Fanny."Ngambil sesuatu di kamar Aksa? Emang mau ngambil apa?""Lo nggak perlu tau. Di mana Aksa?""Dia lagi ada urusan di sekolahnya. Jadi sekarang hanya ada gua. Kalau
Aksa dengan perasaan gembira berjalan masuk ke dalam rumahnya. Ia gembira karena hari ini urusannya di sekolah lebih cepat selesai dibanding hari-hari sebelumnya. Jadi sekarang ia bisa bersantai di kamarnya.Saat ia baru memasuki rumahnya. Ia melihat ada Fanny yang sedang bermain HP di rumah tengah.Aksa yang masih bergembira saat itu langsung masuk saja. Tanpa memikirkan wajah Fanny yang sedang cemberut."Seneng banget. Habis dapat uang lo? Atau malah dapat kakak baru lo?" tanya Fanny saat Aksa baru saja melewatinya.Aksa yang tadi gembira. Langsung berubah menjadi takut. Sepertinya Azkia sudah menjelaskan semuanya kepada Fanny. Makanya Fanny berbicara seperti itu."Bisa pulang cepet. Jadi seneng, lah," ucap Aksa sambil mengacungkan jempolnya."Oh, kirain gara-gara dapat kakak baru," ucap Fanny tanpa memandang Aksa sedikit pun."Mana ada. Kan kakak aku cuma kakak.""Terus? Azkia lo anggap apa?"Di saat itu juga, j
Aksa menatap bosan guru yang sedang mengajar di depan. Pandangannya beralih ke jam dinding yang ada di atas papan tulis. Jam dinding tersebut menunjukkan pukul 14.20. Yang artinya sebentar lagi mata pelajaran terakhir akan berakhir dan semua murid dibolehkan untuk pulang.Tetapi tiba-tiba ada kericuhan. Ada satu geng motor yang memaksa masuk ke dalam sekolah dengan paksa. Bahkan ada yang sampai naik ke atas gerbang dan melompat tembok.Sontak kejadian itu membuat semua murid dan guru ketakutan. Ada beberapa murid yang memerhatikan para geng motor itu untuk memeriksa geng mana yang sedang menyerang sekolah mereka.Sedangkan Aksa hanya diam. Ia tetap setia memerhatikan jam dinding tanpa menghiraukan geng motor yang sedang membuat kericuhan di halaman sekolah."Sa. Lo nggak bisa ngusir mereka?" tanya Vera dengan wajah ketakutan."Mereka? Oh, para geng motor. Itu nggak ada hubungannya dengan gua. Jadi gua nggak akan ikut campur," jawab Aksa denga
Aksa turun dari motornya. Menatap tidak percaya gedung Heaven yang sudah sangat hangus dan sudah tidak berbentuk lagi. Hatinya terasa sangat sakit, melihat tempat yang penuh akan kebahagiaan itu telah dirusak oleh para mafia-mafia itu. "Sudah banyak yang terjadi, semenjak lo nggak ada di Heaven," ucap Tio sambil berdiri di sebelah kiri Aksa. Para mafia semakin brutal menyerang saat para ketua devisi dan Aksa tidak ada. Membuat semua anggota Heaven tidak berdaya menghadapi itu semua. Tetapi sekarang mereka bisa tenang. Karena sekarang sang raja jalanan sedang berdiri bersama mereka. "Kita yang sekarang nggak punya ketua. Jadi cuma lo yang bisa menyelamatkan kita," ucap Tito sambil berdiri di sebelah kanan Aksa. Semua ketua devisi menghilang sejak pertarungan itu. Dan tidak ada yang tau posisi para ketua devisi. Tanpa mereka, semua devisi di geng Heaven jadi berantakan. Tidak ada yang mengatur dan memberi instruksi lagi kepada mereka. Membuat mereka tidak tau apa yang harus mereka l
Atlanta sekarang sudah beranjak remaja. Sekarang ia sudah resmi menjadi murid SMA Nusa Bangsa. Dan sudah mendapatkan satu teman saat masa MOS.Hari-hari yang ia jalani sangatlah membosankan. Karena setiap hari ia hanya di rumah. Menonton TV, membaca buku, mengerjakan soal-soal. Cuma itu kegiatannya.Tetapi itu semua akan berubah jika Aksa datang. Kedatangan laki-laki itu membuat harinya menjadi lebih menyenangkan. Setiap laki-laki itu datang, pasti laki-laki itu akan membawanya jalan-jalan berkeliling kota, membeli es krim di suatu tempat, dan bermain bersama-sama. Tetapi sangat disayangkan, karena laki-laki itu sangat jarang berkunjung.Dan seperti hari ini. Atlanta sangat bosan. Makanya ia memutuskan untuk kembali ke kamar. Tetapi di tengah jalan atau tepatnya di depan sebuah pintu kamar, ia hentikan langkahnya.Sekarang ia ada di depan pintu kamar yang selalu terkunci. Kamar itu sangat jarang dibuka dan kalau pun dibuka pasti saat itu Atlanta sedang ti
Tiga tahun sudah semenjak hari pernikahan Aksa dan Fanny. Betapa bahagianya Cakra saat mendengar Fanny sudah melahirkan bayinya dengan selamat. Dengan kecepatan penuh, Cakra mengendarai motornya ke rumah sakit, untuk menjenguk perempuan itu dan mengucapakan selamat pada sahabatnya karena sudah menjadi seorang ayah.Saat sudah sampai di rumah sakit. Dengan cepat Cakra langsung berlari ke arah ruang perawatan Fanny. Saat sudah sampai di ruangan tersebut, Cakra melihat Aksa yang sedang duduk di sofa menemani Fanny yang sedang tertidur lelap."Yo, Kapten," ucap Cakra sambil memasuki ruangan."Yo. Lama nggak ketemu," ucap Aksa sambil mengalihkan pandangannya ke arah Cakra."Kan sekarang lo sudah jadi seorang ayah, nih. Ceritalah gimana perasaan lo sekarang.""Bahagia banget. Saking bahagianya gua nggak tau bagaimana cara ngasih taunya ke lo.""Oh, begitu. Kalau 'gitu udah cukup. Asalkan lo bahagia itu sudah cukup."Pandangan Cakra beralih
Cakra mengambil sebuah dua gelas minuman di atas meja, lalu berjalan menuju Putra yang sedang berkumpul bersama anggota Natch.Cakra menyodorkan salah satu gelasnya ke arah Putra. Sebagai isyarat untuk laki-laki itu minum minuman tersebut. Dan dengan senang hati Putra menerima minuman itu, lalu meminumnya sedikit."Semuanya datang?" tanya Cakra sambil menatap Putra."Dua puluh persen dari anggota Heaven datang," jawab Putra setelah meminum minumannya."Kok cuma dua puluh persen? Bukannya semua anggota Heaven diundang?""Mereka bakalan datang kalau semua tamu undangan yang lainnya sudah pulang. Pikirin aja baik-baik, kalau mereka semua datang sekarang, tempat ini bakalan penuh dengan anak geng motor, nanti para tamu undangan yang lain pada takut. Bisa-bisa acara ini jadi hancur.""Benar juga, ya. Tumben otak lo lancar.""Otak gua memang lancar. Noh otak lu yang mampet."Cakra tersenyum kecil mendengar itu. Pandangann
Malam hari ini, Azkia menginap di rumah Aksa. Karena besok ia harus membantu Shila untuk mempersiapkan semuanya yang dibutuhkan saat acara pernikahan Aksa dan Fanny.Di kamar tamu lah ia berada sekarang. Ia sudah sangat sering menggunakan kamar tamu ini. Bahkan saking seringnya ia tidur di kamar ini, ia sampai-sampai sudah menganggap kamar tamu ini adalah kamarnya sendiri.Azkia tersenyum tipis, saat melihat Aksa memasuki kamarnya. Ia menatap wajah Aksa dengan saksama, seakan bertanya alasan kenapa laki-laki itu datang ke kamarnya malam-malam seperti ini.Mengetahui ada Aksa, Azkia langsung duduk di pinggir kasur. Supaya lebih sopan. Karena bagaimana pun Aksa lah tuan rumah. Jadi kurang sopan jika ia tiduran di atas kasur, saat ada laki-laki itu.Azkia terheran-heran saat tiba-tiba Aksa jongkok tepat di hadapannya. Ia bertanya-tanya apa yang sebenarnya sedang dilakukan laki-laki itu? Memasuki kamarnya tanpa sepatah kata pun, lalu tiba-tiba jongkok d
Aksa menatap Azkia secara saksama. Sejak tadi perempuan itu terus mengoceh hal-hal yang tidak penting. Dan Aksa hanya diam sambil berharap kalau ocehan Azkia akan segera berakhir.Dan harapan Aksa menjadi kenyataan. Tetapi itu bukan karena Azkia sudah selesai dengan ocehannya. Melainkan karena Fanny datang ke rumahnya. Dan sekarang sedang menunggunya di ruang tamu."Besok penentuan hari pernikahan lo sama Fanny. Jadi gua mohon jangan ikut-ikutan kalau Heaven sedang ada masalah dengan geng motor lain. Karena itu sangat berbahaya bagi lo," ucap Azkia sambil meredakan emosinya."Kalau gua sampai ikutan?" tanya Aksa dengan polosnya."Gua nggak bakalan izinin lo keluar dari kamar. Gua bakalan kunci kamar lo sampai seminggu, biar lo mati bosan di dalam kamar.""Wih, ngeri amat. Lo ini seorang kakak atau pembunuh kejam?""Dua-duanya. Kenapa? Mau ngeluh? Gua bilangin ke Bunda nih ya kalau lo nggak mau nurut sama gua.""Aduh, mainnya nga
Fitri tersenyum lebar saat melihat Aksa sekarang sedang berada di depan rumahnya bersama dengan Fanny. Sudah lama sekali, laki-laki itu tidak kembali ke rumahnya. Sekalinya laki-laki itu kembali hanya sekedar untuk mengantarkan Fanny.Rasanya miris sekali, saat mengingat bahwa dulu Aksa adalah bagian dari keluarganya. Tetapi sekarang Aksa sudah terlihat seperti orang asing. Yang bahkan sama sekali tidak terlihat merindukannya."Nggak masuk dulu?" tanya Fitri saat Aksa mau berbalik.Gerakan Aksa langsung terhenti saat mendengar suara Fitri. Rasa rindu yang selama ini ia telah lupakan, sekarang kembali muncul. Membuatnya ingin memeluk tubuh Fitri dengan erat. Lalu melepaskan semua rasa rindu yang telah ia simpan rapih-rapih selama ini."Saya harus kembali ke rumah sakit untuk membantu Bunda. Jadi mungkin lain waktu," ucap Aksa lalu tersenyum kecil."Atlanta juga butuh sosok kakak laki-laki. Jadi bisa temui dia? Biar dia tau kalau dia punya kakak laki
Aksa menatap perempuan yang ada di hadapannya secara saksama. Ini sama sekali tidak ada di dalam rencananya. Sebelumnya ia hanya berencana makan ramen bersama Putra sambil membahas beberapa hal. Tetapi siapa sangka Azkia dan Fanny berada di sana juga.Dengan paksaan Putra, akhirnya Aksa mau berbagi meja dengan Azkia dan Fanny. Sebenarnya ini adalah rencana Putra dan Azkia. Mereka memang sengaja mengajak Aksa dan Fanny ke warung ini, supaya hubungan mereka bisa menjadi lebih dekat.Dan rencana mereka untuk mempertemukan Aksa dan Fanny berhasil.Aksa menatap wajah Azkia. Mempertanyakan kenapa perempuan itu bisa berada di warung tersebut bersama Fanny. Tetapi hanya dibalas dengan senyuman oleh Azkia."Mau pesan apa, Vin?" ucap seorang perempuan yang bertugas untuk mencatat pesanan Aksa dan teman-temannya.Sontak Fanny, Azkia, dan Putra langsung merasa terheran-heran. Pasalnya perempuan itu memanggil Aksa dengan nama Alvin. Yang artinya perempuan
Sekarang Aksa dan Putra sedang ada di markas besar Heaven. Putra sengaja mengajak Aksa bertemu di sini, agar tidak ada yang menganggu perbicangan mereka. Karena saat ini Putra ingin membicarakan hal yang sangat penting. Dan hal itu sangat bersangkutan dengan kebahagiaan dua orang yang ia sayang.Aksa dan Putra berdiri saling berhadapan. Putra tersenyum lebar, lalu melayangkan sebuah pukulan cepat. Putra sengaja fokus kecepatan bukan kekuatan, karena ia tau kalau ia fokus pada kekuatan, maka kecepatan tangannya akan berkurang dan Aksa akan menangkis pukulannya dengan sempurna.Aksa menyentuh pipinya yang baru saja terkenal pukulan Putra. Ia merasa sedikit nyeri, karena sudah lama tidak merasakan pukulan. Terlebih lagi, pukulan sahabatnya itu memang tidak bisa diremehkan."Lo cinta sama Fanny?" tanya Putra sambil menatap tajam Aksa."Kenapa lo tiba-tiba tanya begitu?" tanya Aksa sambil menatap sinis Putra."Karena gua cinta sama dia.""K
Fanny menatap secara saksama Aqilla yang duduk di seberangnya. Ia sedikit kaget, saat tiba-tiba perempuan itu datang ke rumahnya lalu meminta waktunya sedikit untuk hanya sekedar berbicara tentang Aksa.Dari raut wajah perempuan itu, sepertinya perempuan itu sedang dalam mood yang buruk. Tetapi apa yang membuat sahabatnya itu terlihat seperti itu?"Jujur sama gua. Apa lo pernah bilang sesuatu ke Aksa? Sampai-sampai dia nggak percaya kalau lo cinta sama dia?" tanya Aqilla secara tiba-tiba.Fanny tertegun saat mendengar hal itu. Secara frontal Aqilla menanyakan hal seperti kepadanya. Seakan perempuan itu sangat yakin kalau dirinya pernah melakukan hal itu dengan sengaja."Setahu gua sih nggak pernah," jawab Fanny dengan ragu."Jangan bohong. Karena ini menyangkut masa depan lo sama Aksa," ucap Aqilla sambil menatap tajam Fanny."Enggak, Qilla. Emang kenapa, sih?""Aksa merasa kalau lo nggak cinta sama dia. Makanya sampai sekarang