Azkia sedang ada di pemakaman. Ia datang ke pemakaman ini untuk berkunjung ke makam adiknya. Sebenarnya rencana berkunjung ini sudah ia rencanakan dari kemarin lusa. Tetapi karena kesibukannya, ia baru bisa datang sekarang.
Kalau biasanya ia datang bersama sahabat-sahabatnya, sekarang ia datang sendirian. Bukan karena ia lagi marahan dengan sahabat-sahabatnya itu. Tetapi karena ia memang lagi ingin sendiri ke makam adiknya.
Sebentar lagi ia sampai di makam adiknya. Dengan senyuman lebar, ia melangkahkan kakinya lebar.
Tetapi, ia hentikan langkahnya secara mendadak. Karena ia melihat ada seorang laki-laki yang sedang berdiri di hadapan makam adiknya.
Laki-laki dengan tatapan kosong, air mata yang membasahi pipinya, dan rambut yang sangat berantakan. Laki-laki itu terlihat seperti sedang putus asa.
Laki-laki itu adalah Aksa. Sang mantan kekasih adiknya yang sekarang telah menjadi kekasih sahabatnya.
Tidak lama setelah itu, sosok la
Azkia sekarang sudah sampai di rumahnya. Karena bajunya sekaran basah kuyup, ia ingin sesegera mungkin masuk ke dalam rumah dan mandi."Oi, ngapain gua juga ikut masuk ke sini?" tanya Aksa sambil mengikuti langkah Azkia masuk ke dalam rumah perempuan itu."Gua bisa-bisa diamuk Fanny, kalau lo pulang dalam keadaan basah kuyup kayak gini. Jadi lo mandi di rumah gua, nanti gua cariin baju bokap gua yang sekiranya pas buat badan lo," jawab Azkia sambil mempercepat langkahnya."Mandi? Di rumah lo? Gila, bisa-bisa gua diamuk sama keluarga lo.""Tenang, bokap sama nyokap gua lagi kerja di luar kota. Pembantu gua lagi ke pasar. Jadi sekarang hanya ada gua sendiri di rumah.""Bukannya malah tambah gawat?""Gawat? Kenapa?"Aksa menggelengkan kepalanya pelan. Bagaimana bisa perempuan itu dengan mudahnya menyuruh seorang laki-laki mandi di rumahnya? Apakah perempuan itu tidak takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan."Itu kamar gua. Di
Aksa membuka pintu rumahnya. Menatap seisi rumahnya secara saksama. Ia tidak mendapati orang lain selain Fanny yang sedang duduk di sofa ruang tengah sambil menonton TV.Dengan santainya pun ia masuk ke dalam rumah. Bersikap tidak ada yang terjadi. Agar Fanny tidak curiga dengannya."Dari mana?" tanya Fanny saat Aksa berada tepat di belakangnya."Biasa, urusan sekolah," jawab Aksa dengan santai."Ini minggu. Nggak mungkin ada urusan sekolah di hari minggu.""Oh, iya, Kak. Mama sama papa di mana?""Pergi cek kandungan mama. Nggak usah ngalihin pembicaraan. Dari mana?"Aksa meneguk ludahnya. Ia tidak mungkin bilang ke kakak perempuannya itu kalau ia dari rumah Azkia. Karena kalau sampai perempuan itu tau, bisa-bisa jadi masalah besar."Dari makam Zia," ucap Aksa dengan nada pelan."Perasaan habis hujan. Masa hujan-hujan ke makam dia," ucap Fanny sambil mengalihkan pandangannya ke arah Aksa."Diam di situ. Jang
Putra, Cakra, Alka, Nova, Elvano menatap tidak percaya gedung Heaven yang sudah hancur berantakan. Sudah bisa kelihatan jelas, siapa yang menghancurkan gedung tersebut. Para mafia yang sekarang ada di hadapan mereka.Nova mengepalkan erat tangan kanannya. Tanda kalau ia sudah siap memukul kepala para mafia itu. Putra menatap salah satu mafia itu dengan tatapan tajam, tanda kalau ia akan melakukan sesuatu yang membuat mafia itu tidak bisa berdiri lagi.Alka tersenyum kecil. Tanda kalau ia senang karena sebentar lagi ia akan melakukan sebuah pertarungan besar melawan para mafia yang ada di hadapan mereka.Cakra menggigit bibir bawahnya, tanda kalau ia tidak percaya dengan apa yang sekarang sedang terjadi di hadapannya. Gedung Heaven yang sering digunakan untuk berkumpul bersama, sekarang telah hancur porak-poranda. Semuanya sudah hancur, begitu juga batas kesabaran Cakra.Elvano berjalan satu langkah maju. Tanda kalau ia akan memulai pertarungan ini. Ia tau
Cakra secara brutal melawan dua orang yang ada di hadapannya. Ia tidak bisa menahan rasa emosinya. Karena itu ia tidak akan berhenti menyerang sebelum kedua mafia itu babak belur.Secara tidak sengaja, Cakra melihat Putra yang sudah duduk santai di antara tubuh para lawan-lawannya. Tanda kalau Putra sudah mengalahkan para lawan-lawannya tadi.Cakra tidak ingin kalah. Ia melayangkan sebuah tendangan keras menuju ke salah satu mafia. Tetapi, satu mafia yang lain langsung memblokir tendangannya. Jadi tendangannya barusan tidak sampai ke tubuh target."Besok malam di bawah jembatan tua. Kami akan menunggu kalian di sana," ucap mafia yang memblokir tendangannya.Cakra tidak menghiraukan perkataan mafia tersebut. Ia langsung menyerang mafia itu secara membabi buta. Membuat sang mafia itu terus-menerus mendapatkan sebuah hantaman keras di tubuhnya.Saat Cakra ingin mengakhirinya dengan sebuah tendangan keras tepat di kepala mafia itu. Tiba-tiba ada satu o
Elvano menatap tajam satu musuhnya yang masih berdiri tegap. Musuhnya itu pemimpin para mafia yang ada di sini. Jadi wajar saja kalau butuh tenaga ekstra untuk mengalahkan musuhnya itu.Ia telah mengalahkan dua orang lainnya. Jadi hanya tersisa musuhnya itu. Dengan begitu, ia bisa fokus melawan musuhnya itu."Siapa kalian?" tanya Elvano untuk mengulik informasi pada mafia yang telah menyerang Heaven beberapa hari belakangan ini."Kami dari organisasi Scorpion. Dan kami yang akan berkuasa penuh atas kota ini mulai besok," ucap musuhnya itu dengan santainya."Oh, iya. Jangan lupa besok di bawah jembatan tua. Kami para Scorpion bakalan nunggu kedatangan kalian," lanjut musuhnya itu lalu tersenyum lebar."Kalian cuma pengecut. Jadi kalian nggak pantas jadi penguasa," ejek Elvano lalu tersenyum kecil."Begitu, kah? Tapi menurut gua, besok yang bakal jadi pecundang itu kalian. Karena sekarang sang raja jalanan sudah memutuskan untuk meninggalkan k
Azkia sekarang sedang berada di rumah Fanny. Ia hanya berniat berkunjung untuk menjenguk Fitri yang sekarang sedang mengandung.Ia tidak datang dengan tangan kosong. Ia membawakan Fitri sebuah kue rasa coklat yang sangat disukai oleh perempuan paruh baya itu.Setelah memberikan kue itu ke Fitri. Ia pun beranjak ke arah kamar Fanny. Untuk menemui perempuan itu.Tanpa mengetuk pintu, ia langsung masuk begitu saja ke kamar perempuan itu. Dengan mata kepalanya sendiri, ia melihat Fanny yang sedang tiduran sambil membaca sebuah novel."Oh, lo. Ngapain lo ke sini? Tumben amat ke sini tanpa Pita," ucap Fanny sambil menatap Azkia."Gua mau ngambil sesuatu di kamar Aksa, Pitaloka lagi ada acara keluarga, jadi dia nggak bisa ikut," jawab Azkia sambil duduk di kasur Fanny."Ngambil sesuatu di kamar Aksa? Emang mau ngambil apa?""Lo nggak perlu tau. Di mana Aksa?""Dia lagi ada urusan di sekolahnya. Jadi sekarang hanya ada gua. Kalau
Aksa dengan perasaan gembira berjalan masuk ke dalam rumahnya. Ia gembira karena hari ini urusannya di sekolah lebih cepat selesai dibanding hari-hari sebelumnya. Jadi sekarang ia bisa bersantai di kamarnya.Saat ia baru memasuki rumahnya. Ia melihat ada Fanny yang sedang bermain HP di rumah tengah.Aksa yang masih bergembira saat itu langsung masuk saja. Tanpa memikirkan wajah Fanny yang sedang cemberut."Seneng banget. Habis dapat uang lo? Atau malah dapat kakak baru lo?" tanya Fanny saat Aksa baru saja melewatinya.Aksa yang tadi gembira. Langsung berubah menjadi takut. Sepertinya Azkia sudah menjelaskan semuanya kepada Fanny. Makanya Fanny berbicara seperti itu."Bisa pulang cepet. Jadi seneng, lah," ucap Aksa sambil mengacungkan jempolnya."Oh, kirain gara-gara dapat kakak baru," ucap Fanny tanpa memandang Aksa sedikit pun."Mana ada. Kan kakak aku cuma kakak.""Terus? Azkia lo anggap apa?"Di saat itu juga, j
Aksa menatap bosan guru yang sedang mengajar di depan. Pandangannya beralih ke jam dinding yang ada di atas papan tulis. Jam dinding tersebut menunjukkan pukul 14.20. Yang artinya sebentar lagi mata pelajaran terakhir akan berakhir dan semua murid dibolehkan untuk pulang.Tetapi tiba-tiba ada kericuhan. Ada satu geng motor yang memaksa masuk ke dalam sekolah dengan paksa. Bahkan ada yang sampai naik ke atas gerbang dan melompat tembok.Sontak kejadian itu membuat semua murid dan guru ketakutan. Ada beberapa murid yang memerhatikan para geng motor itu untuk memeriksa geng mana yang sedang menyerang sekolah mereka.Sedangkan Aksa hanya diam. Ia tetap setia memerhatikan jam dinding tanpa menghiraukan geng motor yang sedang membuat kericuhan di halaman sekolah."Sa. Lo nggak bisa ngusir mereka?" tanya Vera dengan wajah ketakutan."Mereka? Oh, para geng motor. Itu nggak ada hubungannya dengan gua. Jadi gua nggak akan ikut campur," jawab Aksa denga