Aksa sekarang sedang ada di dalam sebuah ruangan yang mulai sekarang akan menjadi tempat tidurnya. Ruangan yang sangat luas. Dinding yang berwarna biru muda. Dan ada banyak buku novel yang tertera rapih di rak dekat almari baju. Tidak lupa dengan kasur berukuran besar yang terasa sangat empuk. Sudah biasa dipastikan kalau Aksa akan sangat betah berada di kamar ini.
Aksa mengambil sebuah novel yang ada di rak buku. Ia membolak-balik buku novel tersebut untuk memastikan buku novel itu miliknya atau bukan.
Setelah mempertahankan sampul buku novel tersebut, Aksa ingat kalau buku itu adalah buku yang selama ini ia ingin-inginkan tetapi belum sempat terbeli karena banyak urusan yang harus dikerjakan sampai lupa untuk membeli buku tersebut.
"Bunda udah nyiapin banyak buku novel di rak itu. Tapi jangan lupa buat baca buku pelajaran juga. Kamu itu masih sekolah, jadi harus fokus sama pelajaran," ucap Shila di ambang pintu.
Benar, Shila lah yang membeli
Cakra melempar kencang handphone-nya ke tanah. Saking kencangnya handphonenya itu sampai hancur. Putra yang melihat itu hanya bisa diam. Karena ia tau semarah apa sahabatnya itu sekarang."Berengsek! Kenapa harus Aksa lagi?! Kenapa?! Dia orang baik?! Kenapa harus dia lagi yang merasakan kehilangan?!" tanya Cakra dengan nada sangat tinggi membuat semua orang yang ada di markas Natch langsung membisu."Woi, Putra! Bukannya ini nggak adik! Dua tahun lalu, Aksa dipaksa untuk melepaskan Zia. Dan sekarang dia harus melepaskan Pitaloka! Sebenarnya apa salah dia?!" tanya Cakra sambil menarik kerah baju Putra.Cakra tidak kuasa menahan amarahnya. Saat tau Pitaloka masuk ke dalam daftar nama korban kecelakaan pesawat yang terjadi tadi pagi. Ia sangat merasa sedih sekarang. Bukan karena ia kehilangan cinta pertamanya. Melainkan untuk kedua kalinya sahabatnya merasakan kehilangan orang yang disayanginya."Tenang dulu, Cak," ucap Putra untuk menenangkan Cakra.
Cakra, Putra dan para anggota Natch sudah sampai di depan rumah Aksa. Tidak lama setelah kedatangannya, Cakra melihat ada sebuah mobil parkir di dekat motor mereka.Ia tersenyum kecil saat melihat ada perempuan yang keluar dari dalam mobil itu."Qilla, lo udah denger kabarnya?" tanya Putra sambil menatap Aqilla yang baru saja keluar dari dalam mobil."Udah. Gua ke sini buat nemuin Aksa. Kalian juga?" jawab Aqilla diakhiri dengan sebuah pertanyaan."Iya," jawab Cakra.Mereka pun berjalan bersama memasuki perkarangan rumah Aksa. Langkah mereka berhenti tepat, saat Cakra, Putra, dan Aqilla sudah berada tepat di depan rumah Aksa.Dengan berat hati, Cakra mulai mengetuk pintu rumah Aksa. Berulang kali ia mencoba untuk tersenyum. Biar saat nanti Aksa keluar, ia bisa menyambut sahabatnya itu dengan senyuman hangat. Supaya sejenak sahabatnya itu bisa melupakan apa yang sudah menimpa Pitaloka.Perlahan pintu rumah Aksa mulai terbuka. Put
Putra dan Cakra sudah ada di pasar ilegal yang tadi diceritakan oleh Putra. Mereka memakai sebuah masker, kacamata dan jaket untuk menutupi identitas mereka. Supaya tidak ada berita yang menyebar kalau mereka telah membeli barang di pasar ilegal. Karena bisa gawat jika berita itu menyebar luas. Bisa-bisa mereka jadi incaran polisi.Selagi mereka berjalan ke tempat yang mereka tuju. Para anggota Natch dan Salamander yang mengikuti mereka perlahan-lahan mengikuti gerakan mereka. Para anggota kedua devisi itu memberi jarak aman, supaya tidak akan yang curiga dengan kedatangan mereka. Dan supaya mereka bisa langsung melindungi ketua mereka jika seandainya ada yang tiba-tiba menyerang ketua mereka.Langkah mereka semua berhenti saat Putra dan Cakra sudah sampai tujuan mereka. Putra berhenti tepat di sebuah ruko yang sudah tutup.Putra menendang pintu ruko itu secara perlahan untuk memberi tanda orang yang ada di dalam ruko. Tak lama setelah itu, pintu ruko itu terbuk
Pagi-pagi buta seperti ini, Aqilla sudah ada di depan pintu rumah Azkia. Aqilla datang ke rumah Azkia karena ingin memastikan kecurigaannya selama ini.Ia berkali-kali mengetuk pintu rumah Azkia. Tetapi tak kunjung mendapatkan jawaban dari sang pemilik rumah. Ia sudah menelepon Azkia berkali-kali. Tetapi tidak ada satu pun teleponnya yang bisa tersambung dengan perempuan tersebut.Jadi ia hanya bisa diam di teras rumah. Sambil menunggu Azkia muncul dari dalam."Lo ngapain di rumah gua?" tanya seorang perempuan dari arah belakang Aqilla.Aqilla yang kaget mendengar itu, sontak langsung melihat ke arah belakang. Ia menghembuskan nafas lega, saat tau kalau orang yang ada di belakangnya itu adalah Azkia."Buat nemuin lo, lah. Dari mana aja lo? Udah gua tungguin dari tadi juga," ucap Aqilla sambil menatap wajah Azkia."Gua habis beli makan," jawab Azkia sambil menunjukkan sebuah kantong plastik berisikan makanan kepada Aqilla."Mau ngapain
Azkia menatap sendu seorang laki-laki yang sedang tiduran di atas kasur. Dengan langkah pelan, ia berjalan memasuki kamar laki-laki itu. Berjalan mendekat ke kasur laki-laki itu.Ia duduk di tepi kasur laki-laki itu. Senyumannya muncul saat ia memandang banyak buku yang berjatuhan di lantai.Sekarang Aksa yang ada di dekatnya bukanlah Aksa yang ia kenal. Karena Aksa yang ia kenal adalah laki-laki yang sangat suka dengan kebersihan dan kerapian. Setiap ada barang yang tidak rapi, pasti laki-laki itu akan langsung merapihkan barang tersebut. Tetapi itu Aksa yang ia kenal. Aksa yang sekarang berbeda. Kamarnya sangat berantakan, rambutnya yang acak-acakan. Sangat berbanding terbalik dengan sifat Aksa yang aslinya."Besok lo masuk sekolah, 'kan?" tanya Azkia sambil memandang wajah Aksa."Lo ngapain di sini? Bukannya lo besok ada ujian?" tanya Aksa tanpa memandang ke arah Azkia."Gua udah nggak peduli lagi sama ujian. Karena sekarang yang terpentin
Putra dan Cakra sedang ada di markas Natch. Tentu saja mereka didampingi oleh para anggota Salamander dan Natch yang sekarang sedang bersama di dekat warung.Mereka masih memikirkan tentang keadaan Aksa. Rasanya mereka belum bisa tenang sebelum melihat wajah sahabatnya itu secara langsung.Cakra ingin sekali memandang wajah sahabatnya itu secara langsung. Dan menanyakan tentang kondisinya bagaimana sekarang.Sedangkan Putra ingin sekali mendengar suara tawa Aksa. Terakhir kali ia mendengar suara tawa laki-laki itu adalah saat malam terakhir mereka liburan. Dan itu pun sudah tiga hari yang lalu.Saat suasana di antara mereka sedang hening. Ada satu orang dari anggota Natch berlari ke arah mereka. Dengan keringat yang sudah membasahi keningnya, ia mendekat ke arah Putra dan Cakra."Orland, lo ngapain lari-lari malam-malam kayak gini? Lagi bosen lo?" tanya Putra sambil menatap laki-laki yang berlari ke arahnya."Ada pertempuran di bawah jembata
Aqilla sekarang sedang ada di sebuah cafe bersama Shila. Aqilla tidak sengaja bertemu dengan Shila saat ia sedang menunggu taksi di dekat cafe itu. Jadi karena ia ingin bertanya tentang Aksa kepada perempuan itu, makanya ia ajak perempuan itu untuk minum bersama di cafe.Tatapan Shila terfokus pada sebuah mesin ketik yang ada di bawah kursi Aqilla. Ia tidak menyangka kalau ada yang masih menggunakan mesin itu di zaman sekarang."Itu mesin ketik kamu?" tanya Shila sambil menatap wajah Aqilla."Ini harusnya milik Aksa. Tapi saya belum sempat ngasih ini ke dia," jawab Aqilla."Milik Aksa? Kok bisa?""Sebenarnya dia pengen sekali punya mesin ketik sejak SMP. Tapi belum kesampaian sampai sekarang. Jadi saya ingin memberikan Aksa mesin ketik ini. Hitung-hitung biar Aksa nggak terus-terusan sedih. Oh, iya. Apa saya bisa minta tolong?""Minta tolong apa?""Tolong berikan mesin ketik ini pada Aksa. Saya yakin, dengan mesin ketik ini bisa
Seminggu sudah berlalu. Ujian yang menentukan lulus atau tidaknya para kelas XII pun sudah selesai dilaksanakan. Dan sekarang adalah saatnya untuk memastikan kalau mereka berhasil melewati ujian tersebut dengan baik. Supaya mereka tidak perlu mengulang kembali.Semua murid SMA Nusa Bangsa sedang melakukan upacara. Upacara kali ini sangat penting bagi para kelas XII. Karena di upacara ini akan diumumkan tentang informasi kelulusan mereka.Dengan sangat khidmat. Mereka mendengarkan Kepala Sekolah yang sedang mengucapkan amanat.Setelah menunggu sekitar menit, sekaranglah saat yang mereka tunggu-tunggu. Sang kepala sekolah sudah mulai membahas tentang kelulusan kelas XII. Membuat semua murid yang ada di sana sangat penasaran."Tetapi sebelum saya mengucapkan tentang hasil ujian kalian. Saya mohon terlebih dahulu untuk kelima perwakilan dari kelima SMA segera berjalan ke tengah lapangan," ucap Diaz sekalu kepala sekolah.Tidak lama setelah itu, m
Atlanta sekarang sudah beranjak remaja. Sekarang ia sudah resmi menjadi murid SMA Nusa Bangsa. Dan sudah mendapatkan satu teman saat masa MOS.Hari-hari yang ia jalani sangatlah membosankan. Karena setiap hari ia hanya di rumah. Menonton TV, membaca buku, mengerjakan soal-soal. Cuma itu kegiatannya.Tetapi itu semua akan berubah jika Aksa datang. Kedatangan laki-laki itu membuat harinya menjadi lebih menyenangkan. Setiap laki-laki itu datang, pasti laki-laki itu akan membawanya jalan-jalan berkeliling kota, membeli es krim di suatu tempat, dan bermain bersama-sama. Tetapi sangat disayangkan, karena laki-laki itu sangat jarang berkunjung.Dan seperti hari ini. Atlanta sangat bosan. Makanya ia memutuskan untuk kembali ke kamar. Tetapi di tengah jalan atau tepatnya di depan sebuah pintu kamar, ia hentikan langkahnya.Sekarang ia ada di depan pintu kamar yang selalu terkunci. Kamar itu sangat jarang dibuka dan kalau pun dibuka pasti saat itu Atlanta sedang ti
Tiga tahun sudah semenjak hari pernikahan Aksa dan Fanny. Betapa bahagianya Cakra saat mendengar Fanny sudah melahirkan bayinya dengan selamat. Dengan kecepatan penuh, Cakra mengendarai motornya ke rumah sakit, untuk menjenguk perempuan itu dan mengucapakan selamat pada sahabatnya karena sudah menjadi seorang ayah.Saat sudah sampai di rumah sakit. Dengan cepat Cakra langsung berlari ke arah ruang perawatan Fanny. Saat sudah sampai di ruangan tersebut, Cakra melihat Aksa yang sedang duduk di sofa menemani Fanny yang sedang tertidur lelap."Yo, Kapten," ucap Cakra sambil memasuki ruangan."Yo. Lama nggak ketemu," ucap Aksa sambil mengalihkan pandangannya ke arah Cakra."Kan sekarang lo sudah jadi seorang ayah, nih. Ceritalah gimana perasaan lo sekarang.""Bahagia banget. Saking bahagianya gua nggak tau bagaimana cara ngasih taunya ke lo.""Oh, begitu. Kalau 'gitu udah cukup. Asalkan lo bahagia itu sudah cukup."Pandangan Cakra beralih
Cakra mengambil sebuah dua gelas minuman di atas meja, lalu berjalan menuju Putra yang sedang berkumpul bersama anggota Natch.Cakra menyodorkan salah satu gelasnya ke arah Putra. Sebagai isyarat untuk laki-laki itu minum minuman tersebut. Dan dengan senang hati Putra menerima minuman itu, lalu meminumnya sedikit."Semuanya datang?" tanya Cakra sambil menatap Putra."Dua puluh persen dari anggota Heaven datang," jawab Putra setelah meminum minumannya."Kok cuma dua puluh persen? Bukannya semua anggota Heaven diundang?""Mereka bakalan datang kalau semua tamu undangan yang lainnya sudah pulang. Pikirin aja baik-baik, kalau mereka semua datang sekarang, tempat ini bakalan penuh dengan anak geng motor, nanti para tamu undangan yang lain pada takut. Bisa-bisa acara ini jadi hancur.""Benar juga, ya. Tumben otak lo lancar.""Otak gua memang lancar. Noh otak lu yang mampet."Cakra tersenyum kecil mendengar itu. Pandangann
Malam hari ini, Azkia menginap di rumah Aksa. Karena besok ia harus membantu Shila untuk mempersiapkan semuanya yang dibutuhkan saat acara pernikahan Aksa dan Fanny.Di kamar tamu lah ia berada sekarang. Ia sudah sangat sering menggunakan kamar tamu ini. Bahkan saking seringnya ia tidur di kamar ini, ia sampai-sampai sudah menganggap kamar tamu ini adalah kamarnya sendiri.Azkia tersenyum tipis, saat melihat Aksa memasuki kamarnya. Ia menatap wajah Aksa dengan saksama, seakan bertanya alasan kenapa laki-laki itu datang ke kamarnya malam-malam seperti ini.Mengetahui ada Aksa, Azkia langsung duduk di pinggir kasur. Supaya lebih sopan. Karena bagaimana pun Aksa lah tuan rumah. Jadi kurang sopan jika ia tiduran di atas kasur, saat ada laki-laki itu.Azkia terheran-heran saat tiba-tiba Aksa jongkok tepat di hadapannya. Ia bertanya-tanya apa yang sebenarnya sedang dilakukan laki-laki itu? Memasuki kamarnya tanpa sepatah kata pun, lalu tiba-tiba jongkok d
Aksa menatap Azkia secara saksama. Sejak tadi perempuan itu terus mengoceh hal-hal yang tidak penting. Dan Aksa hanya diam sambil berharap kalau ocehan Azkia akan segera berakhir.Dan harapan Aksa menjadi kenyataan. Tetapi itu bukan karena Azkia sudah selesai dengan ocehannya. Melainkan karena Fanny datang ke rumahnya. Dan sekarang sedang menunggunya di ruang tamu."Besok penentuan hari pernikahan lo sama Fanny. Jadi gua mohon jangan ikut-ikutan kalau Heaven sedang ada masalah dengan geng motor lain. Karena itu sangat berbahaya bagi lo," ucap Azkia sambil meredakan emosinya."Kalau gua sampai ikutan?" tanya Aksa dengan polosnya."Gua nggak bakalan izinin lo keluar dari kamar. Gua bakalan kunci kamar lo sampai seminggu, biar lo mati bosan di dalam kamar.""Wih, ngeri amat. Lo ini seorang kakak atau pembunuh kejam?""Dua-duanya. Kenapa? Mau ngeluh? Gua bilangin ke Bunda nih ya kalau lo nggak mau nurut sama gua.""Aduh, mainnya nga
Fitri tersenyum lebar saat melihat Aksa sekarang sedang berada di depan rumahnya bersama dengan Fanny. Sudah lama sekali, laki-laki itu tidak kembali ke rumahnya. Sekalinya laki-laki itu kembali hanya sekedar untuk mengantarkan Fanny.Rasanya miris sekali, saat mengingat bahwa dulu Aksa adalah bagian dari keluarganya. Tetapi sekarang Aksa sudah terlihat seperti orang asing. Yang bahkan sama sekali tidak terlihat merindukannya."Nggak masuk dulu?" tanya Fitri saat Aksa mau berbalik.Gerakan Aksa langsung terhenti saat mendengar suara Fitri. Rasa rindu yang selama ini ia telah lupakan, sekarang kembali muncul. Membuatnya ingin memeluk tubuh Fitri dengan erat. Lalu melepaskan semua rasa rindu yang telah ia simpan rapih-rapih selama ini."Saya harus kembali ke rumah sakit untuk membantu Bunda. Jadi mungkin lain waktu," ucap Aksa lalu tersenyum kecil."Atlanta juga butuh sosok kakak laki-laki. Jadi bisa temui dia? Biar dia tau kalau dia punya kakak laki
Aksa menatap perempuan yang ada di hadapannya secara saksama. Ini sama sekali tidak ada di dalam rencananya. Sebelumnya ia hanya berencana makan ramen bersama Putra sambil membahas beberapa hal. Tetapi siapa sangka Azkia dan Fanny berada di sana juga.Dengan paksaan Putra, akhirnya Aksa mau berbagi meja dengan Azkia dan Fanny. Sebenarnya ini adalah rencana Putra dan Azkia. Mereka memang sengaja mengajak Aksa dan Fanny ke warung ini, supaya hubungan mereka bisa menjadi lebih dekat.Dan rencana mereka untuk mempertemukan Aksa dan Fanny berhasil.Aksa menatap wajah Azkia. Mempertanyakan kenapa perempuan itu bisa berada di warung tersebut bersama Fanny. Tetapi hanya dibalas dengan senyuman oleh Azkia."Mau pesan apa, Vin?" ucap seorang perempuan yang bertugas untuk mencatat pesanan Aksa dan teman-temannya.Sontak Fanny, Azkia, dan Putra langsung merasa terheran-heran. Pasalnya perempuan itu memanggil Aksa dengan nama Alvin. Yang artinya perempuan
Sekarang Aksa dan Putra sedang ada di markas besar Heaven. Putra sengaja mengajak Aksa bertemu di sini, agar tidak ada yang menganggu perbicangan mereka. Karena saat ini Putra ingin membicarakan hal yang sangat penting. Dan hal itu sangat bersangkutan dengan kebahagiaan dua orang yang ia sayang.Aksa dan Putra berdiri saling berhadapan. Putra tersenyum lebar, lalu melayangkan sebuah pukulan cepat. Putra sengaja fokus kecepatan bukan kekuatan, karena ia tau kalau ia fokus pada kekuatan, maka kecepatan tangannya akan berkurang dan Aksa akan menangkis pukulannya dengan sempurna.Aksa menyentuh pipinya yang baru saja terkenal pukulan Putra. Ia merasa sedikit nyeri, karena sudah lama tidak merasakan pukulan. Terlebih lagi, pukulan sahabatnya itu memang tidak bisa diremehkan."Lo cinta sama Fanny?" tanya Putra sambil menatap tajam Aksa."Kenapa lo tiba-tiba tanya begitu?" tanya Aksa sambil menatap sinis Putra."Karena gua cinta sama dia.""K
Fanny menatap secara saksama Aqilla yang duduk di seberangnya. Ia sedikit kaget, saat tiba-tiba perempuan itu datang ke rumahnya lalu meminta waktunya sedikit untuk hanya sekedar berbicara tentang Aksa.Dari raut wajah perempuan itu, sepertinya perempuan itu sedang dalam mood yang buruk. Tetapi apa yang membuat sahabatnya itu terlihat seperti itu?"Jujur sama gua. Apa lo pernah bilang sesuatu ke Aksa? Sampai-sampai dia nggak percaya kalau lo cinta sama dia?" tanya Aqilla secara tiba-tiba.Fanny tertegun saat mendengar hal itu. Secara frontal Aqilla menanyakan hal seperti kepadanya. Seakan perempuan itu sangat yakin kalau dirinya pernah melakukan hal itu dengan sengaja."Setahu gua sih nggak pernah," jawab Fanny dengan ragu."Jangan bohong. Karena ini menyangkut masa depan lo sama Aksa," ucap Aqilla sambil menatap tajam Fanny."Enggak, Qilla. Emang kenapa, sih?""Aksa merasa kalau lo nggak cinta sama dia. Makanya sampai sekarang