Sore telah tiba saatnya pulang ke rumah, bagi orang lain hal paling menyenangkan adalah saat pulang ke rumah. Namun tidak dengan Ali, pulang ke rumah bukanlah hal menyenangkan buatnya, dia lebih senang tenggelam di kantor atau memilih tidur di luar.
Di rumah itu ada seorang wanita yang telah bergelar istri, Ali bukanlah pria lajang dia telah lama menikah. Namun pernikahannya seolah hanya formalitas, tak ada keharmonisan yang di rasakan.
"Selamat sire, Mas," sapa Puspita istri Ali kala melihat suaminya pulang.
"Hmm...," jawab Ali hampir tak terdengar.
Pria itu masuk ke dalam rumah tanpa menghiraukan Puspita yang tengah di teras. Dia terus masuk ke kamar untuk membersihkan diri dan berganti pakaian.
Keluar dari kamar mandi, di meja telah tersedia teh panas yang dibuatkan oleh Puspita untuknya.
Suara ketukan pintu terdengar sebelum pintu dibuka, Puspita masuk ke kamar mengambil baju kotor Ali yang teronggok d
"Bu, saya harus ke kota sekarang. Ibu masuk rumah sakit, barusan saya dikabarin karyawan warung." Mia terlihat sangat cemas setelah menerima kabar tentang ibunya."Sakit apa?" Fatimah ikut terkejut mendengar kabar itu."Belum tahu, hanya bilang masuk rumah sakit saja.""Ya... sudah cepat pulang, biar diantarin Yusuf, Ibu khawatir kamu bawa mobil nggak konsen." Fatimah mencemaskan kondisi Mia yang terlihat bingung.Fatimah langsung meminta Yusuf mengantar Mia ke kota, pria itu dengan sigap langsung menyiapkan mobil, Mia ke kamar menyambar tas dan memasukkan ponsel kemudian bergegas ke mobil, dia lupa memeriksa isi tas, dan dompetnya tertinggal meja kamar.Mobil melaju dengan kecepatan sedang, meski Mia meminta Yusuf menambah kecepatan, pria itu tetap membawa dengan kecepatan sedang agar aman sampai tujuan."Ibu tidur aja biar tenang, semua pasti baik-baik saja," hibur Yusuf mencoba menenangkan wanita di sampingny
"Bagaimana keadaan ibu saya, Dok?" Mia menanyakan kondisi ibunya pada dokter yang merawat sang ibu."Masih dugaan usus buntu, hari ini kita lakukan cek lengkap biar lebih pasti, jadi nanti sore hasilnya sudah keluar."Tubuh Mia terasa lemas, ia semakin khawatir dengan kondisi sang ibu. Melihat wanita pujaannya terbaring lemah menahan sakit.Ali tak tinggal diam, dia berusaha menghibur Mia agar tak larut dalam kesedihan."Kita ikuti saja prosesnya, kamu jaga kesehatan juga ya, jangan sampai jatuh sakit, nanti siapa yang jagain Ibu kalau kamu juga sakit," bujuk Ali sambil mengusap punggung Mia.Mia mengangguk pelan, matanya sayu menatap pria yang entah kenapa tiba-tiba berada di sisinya saat kondisi seperti ini."Terima kasih, bagaimana dengan pekerjaanmu, apa nggak masalah kamu tinggal-tinggal begini?""Nggak apa-apa kok, lagi nggak ada meeting jadi aku bisa tinggalin.""Terima kasih atas bantuanmu,
Mia melangkah masuk ke rumah sakit beriringan dengan Ali, mereka saling berpegangan tangan sambil berbincang hangat menuju ruang perawatan.Saat masuk ke dalam kamar, nampak sang ibu sedang disuap oleh wanita yang menaninya, melihat putrinya masuk bersama Ali, Ratih tersenyum bahagia."Ibu sudah bangun?" sapa Mia dia pun melepaskan tangan Ali berjalan mendekati sang ibu."Kamu sudah datang, harusnya tadi istirahat aja di rumah, ada Ani yang temani Ibu di sini, kalian pasti capek.""Ah... Nggak kok Bu, justru kasihan kalau Ani jagain Ibu di sini. Namamu Ani, maaf kita belum kenalan, ayo kita makan aku tadi beli rice bowl." Mia mengajak wanita muda yang membantu ibunya makan bersamanya."Tadi ada pesan dari perawat, Mbak Mia disuruh nemuin dokter di ruangannya," ucap Ani menyampaikan pesan yang ia terima."Oh... Baik, kalau begitu kita makan dulu, ayo Mas keluarin makanannya."Ali membuka kantong berisi mak
Ratih terjaga karena perutnya sangat sakit, ia mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, melihat putrinya tidur di pangkuan Ali yang juga sama-sama terlelap.Wanita itu tersenyum sambil menahan sakit yang luar biasa, dia tak ingin putrinya tahu kalau dia sedang kesakitan."Tuhan, jika sudah waktuku aku sudah siap, putriku sudah menemukan pria pelindungnya aku titipkan dia padamu," bisik Ratih pelan.Dengan sangat pelan dia mengambil obat yang ada di samping tempat tidur lalu meminumnya, sebisa mungkin dia tak mengeluarkan suara agar putrinya dan Ali tidak terbangun. Untuk beberapa saat sakitnya mulai berkurang, Ratih kembali berbaring sambil menatap putrinya.Hawa dingin datang menusuk tulang suasana kamar menjadi sedingin kulkas, sosok putih lamat-lamat berjalan mendekat seorang pria datang dan duduk di tepi ranjang menatap Ratih sambil tersenyum ramah."A-ayah ...." suara Ratih tercekat melihat sosok pria yang ternyata suaminya.P
Gilang dan Robi ikut mengiringi mengantar jenazah almarhum Ratih ke pemakaman, mereka mengikuti semua prosesnya karena tak tega melihat Mia yang sangat terguncang. Sepanjang prosesi hanya menangis, bagai robot tak bernyawa tidak tahu harus bagaimana. Usai menabur bunga di pusara sang bunda, Mia kembali meraung memeluk batu nisan, Gilang berjalan mendekati Mia, tetapi langkahnya terhenti saat seorang pria telah lebih dulu merengkuh tubuh Mia dan memeluknya. Pria itu sedari tadi ada di rumah Mia, Gilang tidak kenal dengannya. Melihat pemandangan itu timbul tanya di dalam dada, tapi di saat seperti ini tak mungkin ia mencari tahu siapa dia. Robi menepuk pundak Gilang, dengan isyarat ia bertanya tentang pria itu, Gilang menggelengkan kepala karena tidak tahu siapa pria tampan berbadan tegap yang bersama Mia. "Kamu nggak kenal?" bisik Robi agar tak didengar orang lain. "Lah... elu yang ngobrol sama dia dari tadi, gimana sih?" sahut Gilang sewot, ad
Sebelum memulai percakapan dengan Gilang, Mia menghela napas, mencoba mencairkan suasana canggung di antara mereka."Terima kasih atas kedatanganmu, andai Ibu melihat dia pasti sangat senang.""Ibu orang baik, aku tidak bermasalah dengannya, ini sebagai wujud penghormatan terakhirku pada beliau.""Aku ikut senang mendengar kamu sudah menikah, semoga kamu berbahagia." Mia tersenyum."Itu... hanya sebuah kebetulan, tidak ada yang tahu soal itu, bahkan Robi juga tidak tahu." Gilang menghela napas kemudian berjalan ke jendela memandang keluar."Kenapa bisa begitu?" Mia memandang punggung Gilang yang sengaja membelakanginya."Apa dia tidak cerita, pria yang bersamamu waktu itu?""Dia hanya cerita kalau kamu menikahi calon istri yang dijodohkan oleh orang tuanya, hanya itu.""Memang begitu, pengasuh Bintang tiba-tiba pulang, kamu ingat waktu aku menuduhmu membawa Bintang, saat itu Bintang pergi dari rumah mencari pengasuhnya jadi aku
Acara berlangsung kidmat, Mia juga sudah bisa mengendalikan diri kedatangan Fatimah menjadi penyejuk sekaligus penenang buatnya.Usai acara tamu satu persatu pulang, tinggal Robi, Gilang, Ali, Yusuf, Fatimah dan Ani. Mereka pun bahu membahu menyusun kursi dan meletakkan di teras, agar mobil bisa parkir di dalam, tenda dan kursi memang dipinjamkan sampai acara tahlil selesai setiap ada warga yang membutuhkan.Ke empat pria itu kembali berbincang di teras, sementara Mia, Fatimah dan Ani berada di ruang tamu."Mbak Ani baiknya istirahat, kamu sudah capek seharian bantuin, pakailah kamar belakang buat tidur," ucapa Mia."Baik Mbak, kalau begitu saya istirahat dulu. Oh... ya besok Mbak Mia mau dimasakin apa? Saya mau ke pasar sekalian ambil baju di warung.""Ah... apa aja, tolong ambilkan tas di kamar saya," pinta Mia."Pakai ini aja." Tiba-tiba Ali berada di pintu mengeluarkan dompet lalu mengambil lima lembar uang berwarna merah."
Ali memacu mobilnya seperti orang kesetanan, dia tak peduli kalaupun mobil mereka nanti menabrak sesuatu, harga dirinya telah diinjak-injak dan rasa cemburu membakar dadanya melihat Gilang memeluk Mia dan mengakui sebagai istrinya.Puspita yang duduk di samping bergidik ngeri menahan napas sambil berpegangan erat pada kursi, dia benar-benar takut mati, perjalanan itu seperti perjalanan terakhir baginya. Ali tak bicara sepatah katapun dia hanya fokus pada jalanan dan emosi yang mendidih di kepala.Sementara itu Mia berbaring dengan tubuh meringkuk membelakangi Gilang yang masih duduk menemani, pria itu berencana pergi kalau Mia sudah tertidur.Jam dua belas malam Gilang memeriksa ponsel dan mendapatkan sebuah pesan dari Robi yang ternyata sudah pulang duluan, dalam hati ia mengumpat kesal karena ditinggal pulang.Mia sudah tertidur dengan tenang, pelan-pelan Gilang berdiri lalu mematikan lampu kamar sebelum pergi, dia terkejut saat membuka pintu semua sudah gelap. "Hah... gelap semua