Share

Benar-Benar Gila (2)

Penulis: Hanazawa Easzy
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-28 18:33:07

Setelah pesan itu terkirim, Reza langsung menonaktifkan ponselnya. Langkah yang terencana untuk menghindari telepon maupun pesan balasan dari Joyce.

Sambil memandang jalan yang semakin ramai di akhir pekan, Reza membenamkan diri dalam pikirannya yang penuh dengan perhitungan licik.

"Kalau aku bisa mendapatkan Alya yang lebih cantik, lebih muda, dan pastinya lebih ranum dari ujung kaki sampai ujung kepala," lirihnya sambil mengusap dagu, "aku nggak akan berpikir dua kali untuk menyingkirkan Joyce. Tapi sekarang bukan waktu yang tepat. Aku masih membutuhkan dia karena udah nggak ada Nadya."

Setelah mematikan ponsel pribadinya, Reza dengan santai merogoh kantong dalam jasnya dan mengeluarkan ponsel kantor yang selalu ia bawa. Tak ada sedikit pun rasa curiga di wajahnya. Baginya, ponsel kantor adalah alat yang aman, jauh dari pantauan Joyce. Namun, tanpa sepengetahuannya, ponsel itu sudah diretas oleh hacker yang dibayar oleh Dani, yang kini bisa mengawasi setiap gerakan dan aktivitas Rez
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas! (1)

    Jam dinding berdetak perlahan, menunjukkan pukul sepuluh malam. Dua jam telah berlalu sejak kebusukan Reza terungkap, tapi efeknya masih terasa seperti baru saja terjadi. Selama 30 menit penuh, Nadya duduk dalam diam, mencerna kenyataan pahit bahwa dia dibodohi oleh Reza dan Joyce selama bertahun-tahun.Di ruang tengah yang remang-remang, cahaya lampu gantung mewah menyoroti kursi sofa yang kini hanya ditempati oleh empat orang yang duduk berhadapan. Om Wirawan sudah berpamitan setelah makan malam, sementara Mama Anita dan Papa Bagaskara memilih untuk menemani Bima di kamarnya, membiarkan Nadya bersama Firman, Dani, dan Alya meneruskan percakapan sebelumnya.“Bisa kita mulai sekarang, Na?” tanya Firman dengan lembut namun tegas, memecah keheningan yang terasa berat. Nadya, yang baru saja menyesap teh madunya, mengangguk pelan, memberi isyarat bahwa ia siap.Mereka duduk melingkar di meja bundar yang elegan. Aroma kopi hitam milik Dani dan Firman memenuhi udara, sementara segelas jus

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-29
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas! (2)

    "Aku udah booking paket pernikahan mewah di tiga wedding organizer atas nama mereka. Minggu depan, tim dari WO itu akan datang ke rumah Reza untuk bahas konsep sama minta DP. Ini bakal bikin kekacauan besar.” Nadya terkejut, tetapi kekaguman juga terlihat di wajahnya. Dani benar-benar memperhitungkan segala hal, dari yang besar sampai detail kecil. "Kalian beneran nggak main-main," Nadya berkata, suaranya terdengar lega namun juga takjub. “Tanpa aku turun tangan sekalipun, dendamku sudah terbalaskan.” "Masih ada lagi, Kak. Mas Dani yang baik hati dan tidak sombong ini udah jadi dewa penolong buat wanita itu." "Hmm? Dewa penolong gimana?" tanya Nadya sambil mengerutkan kening. Apa maksudnya? "Aku jerat dia dengan pinjaman online bunga tinggi.” Dani menjawab lugas. Nadya tertegun. "Pinjol?" Dani mengangguk. "Tanpa sepengetahuan Mas Reza?" Lagi-lagi pria—dengan kaus hitam lengan pendek yang menampakkan gurat ototnya—itu mengangguk. "Gila!" refleksnya berkomentar. “Parah

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-29
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Emosi Mendidih (1)

    Joyce baru saja selesai berendam air hangat dan keluar dari kamar mandi sambil bersenandung. Tangannya bergerak membuka handuk yang mengular di atas kepala dan mengeringkan rambutnya dengan hair dryer."Uh, udah wangi. Pasti Mas Reza bakal muji aku nih, nanti," gumamnya bahagia setelah membaui tubuhnya sendiri. "Udah sampai mana ya, Mas Reza kira-kira? Kok belum muncul? Atau dia mau kasih kejutan buat kita ya, Sayang?"Sambil tersenyum, ia mengelus perutnya yang mulai terlihat buncit. Joyce meninggalkan meja Rias dan mengganti kimono mandinya dengan gaun malam transparan kesukaan Reza. Setelahnya, dia mengambil ponsel di atas nakas dan keluar dari kamar, mulai menuruni anak tangga. Seulas senyum tersungging di wajahnya begitu melihat ada pesan dari Reza. "Loh, Mas Reza kirim pesan hampir dua jam yang lalu?" Joyce merasa bersalah, terlalu asyik berendam sampai membuatnya lupa waktu. "Pasti ...."Langkahnya terhenti, menampakkan wajah kecewa setelah membaca pesan dari Reza."Duh, weeke

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-29
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Emosi Mendidih (2)

    Selamat malam, Bu Jo—""Nggak usah banyak omong," sela Joyce dengan suara gemetar, "cepat ke hotel Pacific Royal!"Sopir taksi—yang terlanjur menoleh ke belakang saat menyapa Joyce dengan ramah—itu mengamati penampilan penumpangnya yang tidak biasa. Seperti tampilan wanita yang panik pergi tanpa memperhatikan baju dan riasan di wajahnya. Bahkan, rambutnya pun terlihat berantakan."Apa lihat-lihat?!" gertaknya tajam. "Cepat jalan!"Tanpa membuang waktu, pengemudi taksi online itu langsung membawa mobilnya menyusuri jalanan kompleks perumahan elit tersebut. Di kursi belakang, Joyce masih saja tegang. Matanya tertuju lurus ke depan, wajahnya kaku dengan rahang mengeras. Berbagai caci maki tentang Reza susah payah tertahan di ujung bibirnya.Lima menit perjalanan yang penuh ketegangan, mobil yang awalnya berjalan lancar, kini mulai tersendat. Sesekali terhenti beberapa detik, sebelum bergerak kembali. Suara klakson di depan sana terdengar bersahut-sahutan.Alih-alih terurai dua menit kemu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-29
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Main Cantik (1)

    Sementara Joyce masih meratap di kamar hotel yang berantakan, mobil Reza memasuki gerbang yang tak terkunci. Keningnya berkerut saat dia melihat pintu rumah terbuka lebar."Gerbang nggak dikunci, pintu rumah juga dibiarin terbuka jam segini. Ada tamu siapa? Apa mungkin Nadya mau ambil barang-barang? Kenapa baru sekarang?"Reza menatap sekeliling, tapi tidak mendapati apa pun di carport yang muat untuk dua mobil. Hanya kendaraan inventaris kantor Bandung yang dipakainya tadi.Dengan langkah cepat, hampir seperti berlari, Reza menaiki anak tangga pendek menuju teras dan langsung masuk ke rumahnya di kluster elit itu. "Joy!" panggilnya sambil berjalan masuk. Sekali lagi, matanya berkeliling menyapu ruangan. Ruang tamu bersih, tak ada keanehan."Joyce, kenapa pintunya nggak kamu kunci?"Tetap tak ada jawaban, membuat Reza terus melangkah lebih jauh, memanggil ART mereka."Minah, Joyce ke mana, Nah?"Lagi-lagi hanya hening, tak ada suara balasan. Langkahnya terhenti di ruang tengah di man

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Main Cantik (2)

    "Pantas saja dia nggak merengek minta jatah walaupun aku jauh. Aku kira aku bisa percaya, ternyata dia punya laki-laki yang bisa memuaskannya kapan saja!" Reza mengeratkan gigi-giginya, wajahnya memerah menahan amarah."Dia harus kukasih pelajaran biar tahu siapa yang berkuasa di sini!" geram Reza dengan tatapan berkilat seolah ada api di matanya.Di sisi lain, Joyce berjalan gontai melewati lobi. Dia tidak peduli tatapan penuh selidik dari orang-orang di sekitarnya maupun anggukan sopan dari resepsionis di belakang meja. Hatinya hancur. Joyce langsung masuk ke dalam taksi yang kebetulan berhenti untuk menurunkan penumpang. Dia menyebutkan alamat rumahnya dengan suara terluka, tanpa memedulikan sopir yang memandang heran ke arah penampilannya. Dia duduk di kursi belakang, membanting pintu dengan sedikit lebih keras dari yang seharusnya. Ponselnya masih digenggam erat. Di dalam kepala Joyce, pikirannya berputar-putar tanpa henti.Benarkah Reza selingkuh?Bagaimana bisa hubungannya deng

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Siap Meledak Kapan Saja (1)

    Telepon akhirnya terputus, menyisakan keheningan di ruangan itu. Dani tersenyum licik, sudut bibirnya terangkat dengan penuh kepuasan. Ia menggeser ponselnya di meja, lalu memandang Nadya, Firman, dan Alya yang sejak tadi ikut mendengar percakapannya dengan Joyce. Dia memang sengaja mengaktifkan fitur speaker. "Jadi gimana? Kalian puas mangsa kita udah masuk jebakan?" tanya Dani dengan nada penuh teka-teki. Nadya terdiam sejenak, matanya menatap kosong seolah merenungkan apa yang baru saja terjadi. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya menjawab dengan suara pelan, namun penuh makna, "Dibandingkan puas, aku lebih prihatin. Gimanapun juga, sebagai sesama wanita, aku kasihan sama Joyce." Senyum kebanggaan di wajah Dani luruh, sorot mata yang penuh binar bahagia perlahan meredup. Respons Nadya di luar perkiraannya. Dia pikir wanita itu akan senang karena Joyce terluka. "Nggak ada satu pun wanita di dunia ini yang ingin dikhianati, Mas. Sakit rasanya." Dani menghela napas

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Siap Meledak Kapan Saja (2)

    Belum selesai Joyce merancang skenario di kepala, lampu utama ruang tengah tiba-tiba menyala terang benderang bersama pertanyaan dari mulut Reza yang terasa begitu tajam dan dingin. "Mas ... Mas udah pu—" "Dari mana kamu?!" ulang Reza sambil berjalan ke arah Joyce. Tatapannya tajam penuh intimidasi. Joyce tersentak, napasnya tertahan. Semakin Reza mendekat, ketakutan mengungkungnya semakin pekat. Tubuhnya membeku di tempat, tak mampu berkata-kata. Suara itu, nadanya, juga ekspresi wajahnya, menunjukkan keadaan emosional Reza yang tidak baik-baik saja. Pria itu seolah menahan kemarahan yang siap meledak kapan saja. "Kenapa diem? Bisu?" Joyce berusaha menjaga suaranya tetap tenang. “Ta ... tadi perutku kram mendadak, Mas, jadi aku langsung pergi periksa ke klinik,” jawabnya sedikit terbata-bata. Jantungnya berdebar kencang karena kebohongan yang baru saja ia lontarkan. Reza menyipitkan matanya, mempertanyakan penjelasan itu. “Ke klinik pake lingerie?” tanyanya sinis, m

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03

Bab terbaru

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Cium Paksa

    Alya berdiri di dalam bus TransJakarta dengan tangan kanan memegang erat gantungan di atas kepala. Setiap yang Firman katakan ke Nadya, seolah menikam jantungnya."Selama ini aku menempel dengan Mas Dani tanpa peduli perasaannya. Aku bahkan tinggal di apartemennya dengan nggak tahu malu," bisik Alya tanpa suara, menatap keluar jendela yang padat merayap oleh kendaraan. Jalanan kota Jakarta yang semrawut menambah rumit isi kepala."Sini duduk, Nak. Ada kursi kosong."Alya sedikit terhenyak saat seorang wanita berjilbab memegang lengannya. Dia menunjuk tempat duduk yang baru saja ditinggalkan oleh penumpang yang bersiap turun di halte berikutnya."Mau berangkat kerja?" tanyanya dengan lembut seolah mereka saling mengenal. Padahal Alya yakin, ini pertama kalinya mereka bertemu.Gadis yang sedang kacau perasaannya itu hanya mengangguk, enggan menjelaskan lebih lanjut. Sebelum terlibat perbincangan lebih jauh, Alya memutuskan untuk membuang pandangan ke arah lain sambil memasang earphone w

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Kotak Pandora

    Alih-alih pulang setelah sarapan, Alya justru terus mengekor, membuntuti Firman untuk meminta penjelasan."Mas Firman," panggil Alya sambil menghentakkan kaki, membuat pria itu berhenti mengeringkan piring dan menoleh. Alisnya sedikit terangkat, tapi mulutnya terkatup rapat."Ceritain yang tadi, dong. Jangan bikin penasaran!""Buat apa cerita? Nggak ada gunanya." "Ada!" Alya mendekat, ekspresinya penuh tuntutan. "Aku harus tahu biar nggak salah langkah pdkt-in Mas Dani. Salah sendiri kenapa tadi mancing-mancing kayak gitu. Aku jadi penasaran, kan," imbuhnya.Firman menyeka tangannya yang basah dengan kain, lalu menghadap Alya dan menjentikkan jari di kening gadis itu."Saya nggak mancing karena kamu bukan ikan. Saya cuma kasih tahu biar kamu nggak buang waktu.""Maksudnya apa? Buang waktu gimana?" Sepasang mata Alya menyipit, lipatan di dahinya semakin jelas. Firman menghela napas panjang, melepas celemek di tubuhnya dengan gerakan cepat. Dia menatap Nadya—yang berdiri sambil menge

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Opening Season 2

    Aroma kopi yang baru diseduh memenuhi ruangan kecil di rumah minimalis dua lantai berwarna biru. Pagi itu, suasana terasa hangat, bukan karena sinar matahari, tetapi karena kebahagiaan yang masih membara setelah bulan madu yang baru berlalu. Nadya berdiri di dapur, mengenakan apron bergambar bunga, sibuk membalik telur di wajan. Dari arah kamar, Firman muncul dengan rambut yang masih acak-acakan, mengenakan kaos polos yang melekat di badan dan celana pendek santai. Tatapannya langsung tertuju pada Nadya yang tampak begitu alami dalam balutan baju tidur satin lengan panjang dengan rambut yang tergerai hingga punggung.“Sayang,” bisik Firman di dekat telinga Nadya dengan suara berat khas orang bangun tidur. Tangannya melingkar di pinggang wanita itu seolah tidak rela sang istri meninggalkan ranjang mereka. “Kok kabur, sih? Padahal aku masih mau peluk cium kamu kayak tadi.”Nadya sedikit tersentak, tapi langsung tersenyum kecil. “Mas, ini masih pagi, jangan mulai usil, deh. Siapa suru

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Extra Part 3

    "Saya nikahkan dan jodohkan engkau, Firman Alamsyah dengan putri saya, Nadya Kinanthi Bagaskara, dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan logam mulia 50 gram, dibayar tunai." "Saya terima nikahnya Nadya Kinanthi Bagaskara binti Bagaskara dengan mas kawin tersebut, tunai!" Suara Firman tegas, mantap, menggema di ruangan sederhana itu. Begitu ijab kabul selesai, suasana mendadak hening, hanya terdengar isak haru dari beberapa tamu yang hadir. Nadya mengangkat kepalanya perlahan, menatap Firman yang kini resmi menjadi suaminya. Hatinya bergemuruh, rasa syukur dan kebahagiaan berbaur jadi satu. "Bagaimana para saksi? Sah?" "Sah!" Penghulu membacakan doa untuk kedua mempelai disertai semua orang yang menengadahkan tangan mengaminkan. Nadya terlihat begitu anggun dalam balutan kebaya putih yang sederhana tapi tetap terlihat elegan. Kristal Swarovski menyertai sulaman halus di sepanjang kainnya, memancarkan keanggunan yang tak tertandingi. Meski kebaya itu memeluk tubuhnya dengan s

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Extra Part 2

    Di sebuah restoran mewah yang elegan dengan lampu-lampu kristal yang berkilauan di langit-langit, Nadya, Firman, dan keluarga duduk melingkar di sebuah meja panjang. Aroma makanan lezat memenuhi udara, membuat suasana semakin hangat dan nyaman. Lilin-lilin kecil di atas meja menambah keintiman momen itu, sementara pelayan dengan sigap menyajikan hidangan satu per satu—dari steak yang empuk hingga seafood segar yang disusun indah di atas piring. Nadya duduk di samping Firman, masih tersenyum bahagia setelah momen lamaran yang manis beberapa jam lalu. Di sebelahnya, Bima yang selalu ceria, sibuk memakan pasta kesukaannya dengan tawa kecil setiap kali Firman mencoba mencuri satu gigitan dari piringnya. Ting! Ting! "Mohon perhatiannya sebentar." Di ujung meja, Papa Bagaskara mengetukkan ujung sendoknya ke bibir gelas, meminta atensi. Semua pasang mata tertuju padanya. Suasana makan yang semula dihiasi percakapan dan tawa, kini menjadi tenang. "Firman," Papa Bagaskara membuka percakap

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Extra Part 1

    “Capek nggak?” Firman memecah keheningan sambil menatap Nadya yang duduk bersebelahan di teras rumah. Langit sepenuhnya gelap dan udara dingin mengelus pelan wajah mereka. Melihat Nadya banyak terdiam sejak meninggalkan rumah sakit jiwa tempat Joyce dirawat, pria itu belum tega meninggalkannya. Khawatir Nadya merasa bersalah atas keadaan mantan sahabatnya itu. "Boleh kok sini bersandar di bahu. Gratis!" Nadya menghela napas, tapi akhirnya menggeser posisi duduknya mendekati Firman. “Bukan capek fisik, sih, tapi... rasanya hari ini berat banget.” Matanya menerawang ke arah taman kecil di depan mereka, sinar bulan samar-samar menerangi bunga-bunga yang berjejer rapi di bawah pohon cemara. Firman mengangguk paham. “Iya, aku ngerti. Hari ini memang berat buat kamu,” Dia melirik Nadya sejenak, lalu kembali menatap langit yang penuh bintang, “tapi kamu nggak sendirian, Na. Aku ada di sini.” Nadya tersenyum kecil, tapi tak menjawab. Ia menundukan pandangan, menatap jemarinya sendiri

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Hukum Tabur Tuai

    Dua bulan kemudian …. Langit sore tampak mendung seakan turut merasakan kesunyian yang menggantung di antara suara langkah kaki Nadya dan Firman. Mereka berjalan perlahan di sebuah rumah sakit jiwa, tempat di mana Joyce sekarang tinggal—atau lebih tepatnya, terpaksa tinggal. Sejak ditangkap oleh pihak berwajib, wanita itu mengalami banyak sekali pukulan yang membuat fisik maupun mentalnya berantakan. Dinding putih yang kusam dan aroma obat yang menusuk memenuhi udara, menambah nuansa berat pada hati Nadya. “Silakan. Ini ruangan Ibu Joyce. Jam-jam seperti sekarang ini, Ibu Joyce biasanya duduk di teras belakang sambil menggendong ‘bayinya’,” ucap perawat sambil memberi tanda kutip saat mengucapkan kata bayi. Wanita cantik dengan jilbab pashmina warna mustard itu mengangguk, berterima kasih dan membiarkan perawat pergi. Kakinya bergerak perlahan, mendekat ke arah pintu belakang kamar Joyce. Mata Nadya tertuju pada seorang wanita yang duduk di bangku panjang yang menghadap tam

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Joyce Ditangkap

    Firman melirik ke arah kaca spion, menatap cemas Nadya yang terbaring lemah di bangku belakang. Tubuh wanita itu tampak lunglai, wajahnya pucat pasi. Sesekali dia memanggil namanya, “Na... Nana, kamu bisa dengar aku?" Tidak ada respons. “Nadya!” seru Firman sambil membelokkan mobil ke arah kiri, menuju rumah sakit terdekat dari posisinya sekarang. Hanya gerakan pelan dari kelopak mata Nadya yang menunjukkan wanita itu tetap sadar, tapi cukup untuk membuat Firman sedikit lega. Tangan kirinya memegang kemudi erat, sementara tangan kanannya berkali-kali membunyikan klakson, menyingkirkan kendaraan lain yang menghalangi jalannya. “Tahan sebentar, Na. Kita hampir sampai!” Firman menggigit bibirnya dengan napas tak beraturan saat mendapati Nadya meringis menahan sakit. Matanya terpaku pada jalan di depan, tapi pikirannya sudah berlarian ke segala arah. Dia harus cepat sebelum wanita itu kehilangan banyak darah yang bisa membahayakan nyawa. Suara detak jantungnya sendiri terdengar

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Kesempatan Terakhir

    Firman melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang di jalan yang sepi. Udara di luar agak panas, tapi di dalam mobil, suasananya justru terasa dingin dan tegang. Sesekali, dia melirik ke arah Nadya yang duduk di sampingnya. Sejak mereka meninggalkan tontonan Reza yang ditangkap polisi, Nadya belum mengucapkan sepatah kata pun, matanya lurus menatap jalan di depan. Merasa tercekik, akhirnya Firman memecah kesunyian. "Na, kamu yakin mau menemui Joyce?" Tanpa menoleh, Nadya mengangguk pelan. "Yakin. Gimanapun juga, dia pernah ada di masa-masa tersulitku. Aku mau kasih dia kesempatan sekali lagi buat menyesali perbuatannya. Kalau dia ngaku salah, aku nggak akan perpanjang kesalahannya selama ini. Aku biarin dia pergi dengan uang hasil penjualan rumahku. Mungkin dia bisa memulai hidup yang lebih baik di tempat neneknya." Firman mendesah pelan, menggelengkan kepala dengan sedikit heran. "Kamu terlalu baik, Na. Joyce udah khianati kamu, tapi kamu masih bisa selembut itu." Nadya terkekeh

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status